This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, December 3, 2021

KHALID (RADHIYALLAHU ‘ANHU) DAN PASUKANNYA TIBA DI NEGERI YAMAMAH.

 

Gambar oleh Kanenori dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Setelah Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) dan pasukannya mendapatkan tambahan kekuatan dari kota Madinah, mereka segera berangkat menuju negeri Yamamah. Yang dimana kisah mengenai keberangkatan mereka ini berbunyi sebagaimana berikut…

Berkata Ibnu Jarir (Rahimahullah): “Telah menuliskan kepadaku as-Sirriy, dari Syu’aib, dari Saif, dari Abi ‘Amr bin al-‘Alla’, dari beberapa orang gurunya, dimana mereka berkata: ‘…Maka berjalanlah Khalid dan pasukannya menuju negeri Yamamah. Hingga ketika mereka telah mendekati negeri tersebut, mereka mendapati beberapa ekor kuda milik ‘Iqqah, al-Hudzail, dan Ziyad (mereka adalah para pengikut Sajah binti al-Harits).

Ketiga orang ini berada dinegeri Yamamah karena sebuah tugas yang diembankan oleh Sajah kepada mereka, yaitu menunggu keluarnya upeti yang dijanjikan oleh Musailamah kepada Sajah sebagai bentuk jaminan akan persekutuan kedua kelompok. Khalid sendiri memutuskan untuk menuliskan surat perihal ketiga orang tersebut ke suku Tamim (yang telah kembali kepada naungan Islam), maka setelah suku Tamim membaca surat Khalid tadi, mereka segera mengusir ketiga orang tersebut keluar dari jazirah arab.

BACA JUGA:

ABU BAKAR (RADHIYALLAHU ‘ANHU) MEMOBILISASI DAN MEMPERSIAPKAN KAUM MUSLIMIN UNTUK MENYONGSONG PERTEMPURAN MELAWAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

KISAH PERTEMUAN ANTARA KHALID (RADHIYALLAHU ‘ANHU) DENGAN MAJA’AH BIN MIRARAH.

Ditengah jalan, Khalid mendapatkan kabar bahwa Syarhabil atau Syurahbil bin Hasanah rupanya memilih untuk mengikuti jejak Ikrimah dengan cara menyerang Musailamah al-Kadzdzab terlebih dahulu sebelum Khalid tiba di negeri tersebut. Dan rupanya upaya Syurahbil ini berujung kepada kegagalan sebagaimana upaya Ikrimah sebelumnya. Maka ketika akhirnya Khalid tiba dinegeri Yamamah, beliau menegur Syurahbil atas ketergesa-gesaannya dalam mengambil keputusan…”.

Imam al-Ya’qubiy (Rahimahullah) sendiri sang pengarang kitab Tarikh al-Ya’qubiy mengatakan dalam kitabnya: “Dahulu Abu Bakar telah menunjuk Syurahbil bin Hasanah untuk memimpin sebuah pasukan dan menyuruhnya untuk bergerak bersama pasukannya tersebut menuju negeri Yamamah, dan sesampainya disana hendaknya dia menunggu kedatangan Khalid.

Kemudian setelah itu Abu Bakar menunjuk Khalid dan mengangkatnya sebagai komandan tertinggi bagi pasukan yang akan menumpas Musailamah. Maka Khalid pun segera menuliskan surat kepada Syurahbil setelah pengangkatannya tersebut, dimana isi surat tersebut adalah: ‘Janganlah engkau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, dan tunggulah kedatanganku!’…”. Maka wajarlah jika Khalid memarahi Syurahbil atas ketergesa-gesaannya sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Jarir diatas.

Dan ketika Khalid dan pasukan semakin dekat dengan negeri Yamamah, Musailamah dan pengikutnyapun semakin waspada akan kekuatan kaum muslimin yang sedang bergerak menuju negeri mereka.

Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata: “…Ketika Musailamah mendengar bahwa Khalid dan pasukannya semakin mendekat dan sebentar lagi akan tiba dinegeri Yamamah, dia memutuskan untuk mendirikan perkemahan bersama pasukannya disebuah daerah yang bernama Aqraba (daerah Aqraba ini terletak di sebelah timur jazirah arab, lebih tepatnya di wilayah al-Yamamah) yang terletak diujung negeri Yamamah, dimana pedesaan sekaligus perkampungan berada dibelakang mereka.

Diperkemahannya tersebut Musailamah menyemangati pasukannya dan mengobarkan api perlawanan didalam diri mereka. Pidato motivasi yang diberikan oleh Musailamah kepada pasukannya membuat penduduk Yamamah tergerak hatinya untuk ikut berkumpul bersamanya diperkemahan tersebut. Dan setelah semua pasukannya berkumpul, Musailamah pun mulai mengatur barisan mereka. Dimana dia menjadikan seseorang yang bernama al-Muhkam bin ath-Thufail dan seorang lagi yakni ar-Rihal bin ‘Unfuwwah sebagai 2 komandan yang akan mengomandoi 2 sayap pasukannya…”. Kemudian setelah itu beliau menuliskan kisah mengenai ar-Rihal bin ‘Unfuwwah dan perannya yang sangat besar dalam menyesatkan suku Bani Hanifah.

Setelah itu beliau melanjutkan kisahnya: “…Dan ketika Khalid telah tiba dinegeri Yamamah dan telah bertemu dengan Syurahbil, beliau menjadikan Syurahbil sebagai komandan bagi pasukan yang berada di baris depan atau tengah, adapun pasukan yang berada dibaris kanan dan kiri, maka beliau menunjuk Zaid bin al-Khaththab dan Abu Hudzaifah untuk menjadi komandan bagi mereka.

Dan dimalam harinya, pasukan yang berada dibawah komando Syurahbil bertemu dengan sekelompok penunggang kuda yang jumlahnya berkisar sekitar 40 atau 60 orang penunggang kuda (adapun Ibnul Jauziy (Rahimahullah), beliau mengatakan didalam kitabnya bahwa jumlah penunggang kuda tersebut hanyalah 6 orang saja. Dan adapun Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah), maka keduanya mengatakan hal yang sama dengan Ibnu Katsir, yakni jumlah penunggang kuda tersebut adalah 40 atau 60 orang).

Yang menjadi pemimpin bagi sekelompok penunggang kuda tersebut adalah seseorang yang bernama Maja’ah bin Mirarah. Maja’ah dan sekumpulan penunggang kudanya ini baru saja tiba dari sebuah perjalanan menuju suku Bani Tamim dan Bani ‘Amir.

Dan ketika Maja’ah dan teman-temannya telah ditangkap oleh Syurahbil, mereka diperhadapkan kepada Khalid, dimana beliau menanyai perihal kabar (keadaan dan kepada siapa mereka berpihak) mereka, dan ketika mereka menjawab, Khalid tidak mempercayai mereka dan langsung memerintahkan agar mereka semua dibunuh. Maka semua penunggang kuda tadi langsung dibunuh kecuali pemimpin mereka yakni Maja’ah yang tetap dibiarkan hidup oleh Khalid dalam keadaan terikat sebagai tawanan -karena orang ini ahli dalam masalah strategi perang dan tipu daya-. Selain karena keahliannya tersebut, dia dibiarkan hidup juga karena dia adalah seorang pemimpin yang disegani dan dimuliakan oleh kaumnya (suku Bani Hanifah).

Dikatakan juga bahwa ketika para penunggang kuda tadi dibawa ke hadapan Khalid, Khalid bertanya kepada mereka: ‘Apa yang kalian katakan (dalam masalah kenabian ini) wahai Bani Hanifah?’.

Mereka menjawab: ‘Kami mengatakan bahwa dari kami ada seorang Nabi, dan dari kalian ada seorang Nabi pula’.

Mendengar jawaban mereka tersebut, Khalid langsung memerintahkan agar mereka semua dibunuh kecuali seseorang yang bernama Sariyah (Ibnul Jauziy (Rahimahullah) yang membawakan kisah serupa didalam kitabnya mengatakan bahwa yang dibiarkan hidup ada 2 orang, seorang bernama Sariyah bin Amir dan seorang lagi adalah Maja’ah).

Sariyah berkata kepada Khalid: ‘Wahai pemimpin, jika engkau menginginkan kebaikan ataupun keburukan atas kaum tersebut (yakni suku Bani Hanifah), maka ada baiknya jika engkau membiarkannya (yakni Maja’ah) hidup’.

Maka Khalidpun membiarkannya tetap hidup sebagai seorang tawanan, untuk kemudian beliau memerintahkan agar dia dan istrinya diberi naungan dibawah satu kemah yang sama. Dimana beliau berkata kepada istrinya: ‘Berilah dia saran dan nasehat-nasehat yang baik’.

Dan ketika kedua pasukan telah saling berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada kaumnya: ‘Hari ini adalah hari kecemburuan, hari ini jika kalian dikalahkan maka istri-istri dan anak-anak perempuan kalian akan dirampas dan dijadikan sebagai tawanan, dan kemudian mereka akan dinikahi bukan sebagai istri yang akan paling diutamakan (yakni hanya sebagai budak atau istri kedua ataupun ketiga yang tidak banyak diberi perhatian. Ini hanya menurut Musailamah). Maka oleh karenanya, berjuanglah kalian demi nasab kalian dan lindungilah wanita-wanita kalian’…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Kisah mengenai Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) dan Maja’ah dikisahkan pula oleh Ibnul Atsir (Rahimahullah) didalam kitabnya dengan sangat ringkas, dan dikisahkan pula oleh Ibnul Jauziy (Rahimahullah) didalam kitabnya. Adapun Ibnu Jarir (Rahimahullah) maka beliau menuliskan kisahnya dengan beberapa rincian, yang Insya Allah kisah tersebut akan saya tuliskan pada artikel yang akan datang.

Was-Salam.  

   

 

 

 

   

 

     

 

Thursday, December 2, 2021

ABU BAKAR (RADHIYALLAHU ‘ANHU) MEMOBILISASI DAN MEMPERSIAPKAN KAUM MUSLIMIN UNTUK MENYONGSONG PERTEMPURAN MELAWAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

 

Gambar oleh MartyNZ dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Setelah Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) memaafkan Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) atas kesalahannya, beliau pun memerintahkannya untuk bersiap-siap bersama pasukannya menuju negeri Yamamah. Beliau juga memobilisasi kaum Muhajirin dan Anshar yang berada di Madinah untuk berangkat dan bergabung bersama Khalid dan pasukannya menggempur kekuatan Musailamah yang saat itu berjumlah sekitar 40.000 orang.

Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata di dalam kitabnya mengenai hal ini: “Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq (Radhiyallahu ‘Anhu) telah meridhoi dan memaafkan Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) atas kesalahannya, beliau mengutusnya kembali untuk bergerak menuju negeri Yamamah demi memerangi suku Bani Hanifah.

Beliau juga memobilisasi kaum muslimin yang berada di Madinah dan mempersiapkan mereka untuk berangkat bersama Khalid. Beliau menunjuk Tsabit bin Qais bin Syammas untuk menjadi pemimpin bagi kaum Anshar…”.

BACA JUGA:

IKRIMAH (RADHIYALLAHU ‘ANHU) MENYERANG MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

KHALID (RADHIYALLAHU ‘ANHU) DAN PASUKANNYA TIBA DI NEGERI YAMAMAH.

Berkata Ibnul Atsir (Rahimahullah) mengenai para komandan baru yang ditunjuk oleh Abu Bakar, beliau berkata: “…Ketika Abu Bakar telah memaafkan dan meridhoi Khalid atas kesalahannya, beliau kembali mengangkatnya menjadi pemimpin bagi kaum muslimin dalam menghadapi Musailamah al-Kadzdzab.

Beliau juga memobilisasi kaum Muhajirin dan Anshar untuk ikut bersamanya. Dimana beliau mengangkat Tsabit bin Qais bin Syammas untuk menjadi komandan bagi kaum Anshar, dan Abu Hudzaifah juga Zaid bin al-Khaththab beliau angkat menjadi komandan bagi kaum Muhajirin…”.

Adapun Ibnu Jarir (Rahimahullah), beliau berkata: “…Abu Bakar memobilisasi kaum muslimin yang ada di Madinah untuk ikut bersama Khalid menuju negeri Yamamah. Dimana beliau mengangkat Tsabit bin Qais dan al-Barra’ bin Fulan menjadi komandan bagi kaum Anshar. Dan bagi kaum Muhajirin, beliau mengangkat Abu Hudzaifah dan Zaid menjadi komandan mereka.

Beliau juga mengangkat bagi setiap kabilah yang ikut ke dalam pasukan ini seseorang dari mereka untuk menjadi komandan bagi mereka.

Khalid sendiri setelah mendapatkan maaf dari Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu), beliau segera berangkat menemui pasukannya yang saat kepergiannya ke Madinah, mereka masih menetap di daerah al-Buthah. Dan sesampainya beliau disana, beliau menunggu kedatangan pasukan tambahan yang telah dipersiapkan oleh Abu Bakar diatas. Dan ketika mereka tiba, Khalid segera berangkat bersama pasukannya menuju negeri Yamamah yang pada saat itu suku Bani Hanifah yang berada di negeri tersebut memiliki jumlah yang sangat banyak.

As-Sirriy telah menulis untukku, dari Syu’aib, dari Saif, dari Abi ‘Amr bin al-‘Alla’, dari beberapa orang gurunya, dimana mereka berkata: ‘Jumlah kaum pria yang siap berperang milik suku Bani Hanifah saat itu adalah 40.000 orang, yang tersebar di seluruh penjuru negeri Yamamah. Dan disaat Khalid dan pasukannya telah siap, berangkatlah mereka semua menuju negeri Yamamah…”.

Ibnu Katsir (Rahimahullah) menceritakan mengenai perjalanan Khalid ini di dalam kitabnya, beliau berkata: “…Maka berangkatlah Khalid bersama pasukannya, dan tidaklah mereka bertemu di tengah jalan dengan sekelompok orang murtad, kecuali akan mereka perangi orang-orang murtad tersebut. Mereka juga bertemu dengan sekelompok penunggang kuda milik Sajah, dimana mereka memporak-porandakan barisan penunggang kuda tersebut, untuk kemudian Khalid memerintahkan agar mereka diusir keluar dari jazirah arab.

Abu Bakar ash-Shiddiq mengambil langkah hati-hati dengan mengirimkan sebuah pasukan yang beliau perintahkan mereka untuk berjalan dibelakang pasukan Khalid demi menjaga mereka dari serbuan musuh yang datang dari arah belakang…”. Kemudian setelah itu beliau mengisahkan mengenai kesalahan yang diperbuat oleh Ikrimah (Radhiyallahu ‘Anhu) yang kisahnya telah saya tuliskan di artikel yang lalu.

Pernyataan bahwa Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) menyiapkan sebuah pasukan dibelakang Khalid demi menjaganya agar tidak diserang musuh dari arah belakang, juga dituliskan oleh Ibnul Atsir (Rahimahullah) di dalam kitabnya, dimana beliau berkata: “…Abu Bakar mengirimkan dibelakang Khalid sebuah pasukan yang beliau perintahkan mereka untuk menjaga Khalid dan pasukannya dari arah belakang, agar mereka tidak diserang oleh musuh dari arah tersebut…”.

Ibnul Atsir (Rahimahullah) juga menyebutkan perkataan Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) yang berbunyi: “Aku tidak akan memakai tenaga para veteran perang Badar dan tidak akan menjadikan mereka salah satu dari pasukanku, karena aku ingin membiarkan mereka hidup tenang disisa umur mereka hingga mereka bisa menemui Allah dengan bekal amalan shalih yang banyak. Juga dikarenakan Allah lebih banyak menolak dan menghilangkan bencana dan adzab dengan perantara amalan shalih mereka, daripada memberikan kemenangan dan kejayaan dengan amalan tersebut kepada kaum muslimin”. (maksud dari perkataan beliau yang terakhir adalah: bahwa berkat amalan-amalan shalih yang dikerjakan oleh para sahabat yang dahulu ikut di dalam perang Badar, maka kaum muslimin sering diselamatkan dari bencana dan adzab. Maka dengan mengetahui hal ini, Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) ingin agar para veteran yang mulia ini tetap beribadah dan tidak perlu terjun ke dalam medan perang, agar nantinya akan ada lebih banyak lagi bencana dan adzab yang tidak akan menimpa kaum muslimin berkat amalan-amalan shalih mereka).

Kemudian setelah itu Ibnul Atsir (Rahimahullah) melanjutkan: “Akan tetapi rupanya Umar (Radhiyallahu ‘Anhu) tidak sependapat dengan Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) dalam hal ini. Beliau berpendapat bahwa ada baiknya jika para veteran ini tetap dijadikan dan dimasukkan ke dalam barisan pasukan Islam yang berjuang melawan kaum murtad (karena bagaimanapun juga, jika keberkatan mereka saja bisa menghampiri kaum muslimin secara umum padahal mereka hanya duduk dirumah. Maka bagaimana jika mereka ikut terjun bersama kaum muslimin lainnya ke dalam medan perang?. Tentunya keberkatan yang mereka miliki akan lebih terpancar kuat dan akan lebih membawa banyak kebaikan bagi pasukan yang mereka ikut berjuang bersama mereka)”. Wallahu A’lam Bish-Shawab. 

Insya Allah kisah akan berlanjut ke artikel selanjutnya.

Was-Salam.

   

 

     

 

 

   

Wednesday, December 1, 2021

IKRIMAH (RADHIYALLAHU ‘ANHU) MENYERANG MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

 

Gambar oleh Lars_Nissen dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Kisah mengenai dikirimnya 2 sahabat mulia yakni Ikrimah dan Syarhabil bin Hasanah (Radhiyallahu ‘Anhuma) telah saya kisahkan pada artikel yang lalu, dimana kisah tersebut saya ambil atau nukil dari buku karangan Imam Ibnul Jauziy (Rahimahullah) yang berjudul al-Muntadzam fi Tarikhil Muluki wal-Umam.

Dan sesuai dengan apa yang saya janjikan pada artikel yang lalu, maka sebelum saya menuliskan kisah mengenai perjalanan Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) dan pasukannya ke negeri Yamamah, saya akan menuliskan terlebih dahulu kisah yang serupa dengan kisah yang saya tuliskan pada artikel yang lalu, akan tetapi dengan sedikit perincian yang saya nukil dari kitab milik 2 ulama, yakni Imam Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah).

BACA JUGA:

UPAYA PENYERANGAN IKRIMAH (RADHIYALLAHU ‘ANHU) TERHADAP MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

ABU BAKAR (RADHIYALLAHU ‘ANHU) MEMOBILISASI DAN MEMPERSIAPKAN KAUM MUSLIMIN UNTUK MENYONGSONG PERTEMPURAN MELAWAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

Kisahnya sebagaimana berikut…

Imam Ibnu Jarir (Rahimahullah) berkata dalam kitabnya sebelum menuangkan kisahnya, beliau berkata: “Telah menuliskan kepadaku as-Sirriy, dari Syu’aib, dari Saif, dari Sahl bin Yusuf, dari al-Qasim bin Muhammad, dia berkata: ‘…”. Kemudian setelah itu beliau menuliskan kisahnya…

Kedua Imam diatas membawakan kisah yang kurang lebih berbunyi sebagaimana berikut…

Dahulu ketika Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) mengirimkan pasukan-pasukannya menuju negeri atau kampung-kampung orang-orang murtad, beliau pun mengirimkan juga sebuah pasukan dibawah komando Ikrimah bin Abi Jahl (Radhiyallahu ‘Anhu) ke negeri Yamamah untuk menumpas gerakan kemurtadan yang dipelopori oleh Musailamah al-Kadzdzab.

Selain Ikrimah, beliau juga mengirim sebuah pasukan lagi dibawah komando Syarhabil bin Hasanah (Radhiyallahu ‘Anhu). Dimana ketika Ikrimah mendengar akan diberangkatkannya Syarhabil dan pasukannya, beliau pun memerintahkan pasukannya agar berjalan lebih cepat hingga akhirnya mereka tiba di negeri Yamamah terlebih dahulu dan langsung menyerang suku Bani Hanifah. Akan tetapi suku tersebut berhasil menahan serangan pasukan Ikrimah dengan baik, dan juga berhasil memberikan beberapa kerugian kepada kaum muslimin.

Syarhabil sendiri ketika beliau mendengar kabar mengenai apa yang dilakukan dan didapatkan oleh Ikrimah dan pasukannya, beliau memutuskan untuk berhenti di tengah jalan menunggu instruksi selanjutnya dari Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu).

Adapun Ikrimah, maka setelah beliau menerima kekalahan dalam peperangan tersebut, beliau mengirimkan sebuah surat kepada Abu Bakar, dimana dalam surat tersebut beliau menjelaskan seluruh kejadian yang telah menimpanya.

Abu Bakar pun setelah beliau membaca surat tersebut, beliau mengirimkan surat balasan yang berbunyi: “Wahai Ikrimah, jangan sampai aku melihatmu, dan engkau juga jangan sampai engkau melihatku! (yakni janganlah engkau kembali ke kota Madinah). Janganlah engkau kembali ke kota Madinah, karena jika engkau kembali, maka engkau sama saja sedang melemahkan semangat juang pasukanmu!. Yang perlu engkau lakukan saat ini adalah, hendaknya engkau bergerak menuju tempat dimana Hudzaifah dan ‘Arjafah sedang berjuang melawan kaum murtad, dan sesampainya engkau disana, bergabunglah dengan keduanya dan perangilah penduduk Oman dan Mahrah (yang murtad).

Kemudian setelah itu, bergeraklah engkau bersama pasukanmu lagi menuju negeri Yaman dan Hadramaut. Dan sesampainya engkau disana, bergabunglah engkau bersama Muhajir bin Abi Umayyah”.

Abu Bakar juga mengirimkan surat kepada Syarhabil bin Hasanah, dimana di dalam suratnya tersebut, beliau memerintahkan Syarhabil untuk diam ditempat menunggu kedatangan Khalid dan pasukannya. Dan jika dirinya dan Khalid telah berhasil menumpas Musailamah dan pengikutnya, maka instruksi selanjutnya baginya adalah, hendaknya Syarhabil bergerak menuju negeri tempat suku Qudha’ah menetap dan membantu ‘Amr bin al-‘Ash disana menghadapi kaum murtad.

Imam Ibnu Jarir (Rahimahullah) berkata: “…Kemudian beberapa hari sebelum Abu Bakar melepas Khalid dan pasukannya menuju negeri Yamamah, beliau mengirim surat kepada Syarhabil yang bunyinya sebagaimana berikut: ‘Jika kalian telah bertemu dengan Khalid, dan juga jika kalian telah menumpas Musailamah bersamanya Insya Allah. Maka setelah itu, hendaknya engkau pergi menuju negeri tempat tinggal suku Qudha’ah. Dan sesampainya engkau disana, bergabunglah dengan ‘Amr bin ‘Ash dan pasukannya, untuk kemudian perangilah oleh kalian berdua siapa saja diantara anggota suku tersebut yang murtad dan enggan membayar zakat!’”. Isi surat Abu Bakar ini tidak dituliskan oleh Imam Ibnul Atsir (Rahimahullah) di dalam kitabnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kisah akan berlanjut ke artikel selanjutnya.

Was-Salam.   

    

 

 

 

    

 

 

 

Tuesday, November 30, 2021

UPAYA PENYERANGAN IKRIMAH (RADHIYALLAHU ‘ANHU) TERHADAP MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

 

Gambar oleh Dreamy_Photos dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Alhamdulillah pada artikel yang lalu saya telah menyelesaikan kisah mengenai asal-muasal kemunculan Musailamah al-Kadzdzab, juga kisah mengenai hal-hal pendukung yang telah mendukung gerakan Musailamah untuk menjadi besar pamornya dikalangan masyarakat jazirah arab, terkhusus suku Bani Hanifah.

Dan Insya Allah pada artikel kali ini saya akan melanjutkan kisah mengenai pergerakan Khalid bin Walid (Radhiyallahu ‘Anhu) bersama pasukannya demi melaksanakan misi yang diembankan oleh Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) kepada mereka, yaitu menumpas gerakan kemurtadan.

Setelah Khalid bertemu dengan Abu Bakar di kota Madinah, dan juga setelah Abu Bakar memaafkan kesalahan yang diperbuat oleh Khalid dan pasukannya terhadap Malik bin Nuwairah dan sahabat-sahabatnya. Beliau yakni Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu), mendapatkan kabar dari Tsumamah bin Utsal, dimana Tsuamamah memberitahu beliau bahwa gerakan kemurtadan Musailamah semakin membesar dari hari ke hari. Selain itu, Tsumamah juga meminta agar pasukan Islam segera diberangkatkan menuju negeri Yamamah demi menumpas gerakan kesesatan tersebut…

BACA JUGA:

AWAL-MULA KEMUNCULAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB (BAG, 2).

IKRIMAH (RADHIYALLAHU ‘ANHU) MENYERANG MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

Berkata Ibnul Jauziy (Rahimahullah) di dalam kitabnya mengenai surat pemberitahuan Tsumamah diatas, beliau berkata: “Dan sebelumnya (yakni sebelum kedatangan Khalid ke hadapan Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhuma)) Tsumamah bin Utsal al-Hanafiy telah mengirimkan surat kepada Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) yang berisikan kabar bahwa gerakan kemurtadan Musailamah telah semakin menguat dari hari ke hari.

Maka oleh karenanya Abu Bakar pun mengutus Ikrimah bin Abi Jahl bersama pasukannya, kemudian beliau mengutus kembali (sebagai pasukan tambahan untuk Ikrimah dan Tsumamah) Syarhabil bin Hasanah bersama pasukannya…”.

Kedua pasukan ini beliau utus sebelum Khalid bin Walid. Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata dalam kitabnya mengenai hal ini: “…Dan sebelumnya (sebelum keberangkatan Khalid menuju negeri Yamamah) Abu Bakar telah mengutus Ikrimah bin Abi Jahl dan Syarhabil bin Hasanah menuju Musailamah al-Kadzdzab…”.

Ibnul Jauziy (Rahimahullah) melanjutkan kisahnya: “…Disaat Abu Bakar mengutus Syarhabil bin Hasanah, beliau berkata kepadanya: ‘Bergeraklah engkau hingga engkau dan pasukanmu menyusul Ikrimah, untuk kemudian satukanlah pasukan kalian berdua dan segeralah berangkat menuju Musailamah, dan hendaknya Ikrimahlah yang menjadi pemimpin dalam penyerbuan ini.

Dan jika kalian telah menyelesaikan misi ini, maka setelah itu berangkatlah kalian berdua menuju suku Qudha’ah, dan dalam penyerbuan tersebut engkaulah yang menjadi pemimpin atas kedua pasukan’.

Ikrimah sendiri ketika beliau mendengar akan keberangkatan Syarhabil bin Hasanah bersama pasukannya, beliau pun segera mempercepat laju pasukannya menuju negeri Yamamah.

Dan sesampainya disana, beliau segera membantu Tsumamah bin Utsal (yang saat itu sedang kekurangan pasukan karena masalah internal yang terjadi ditengah-tengah suku Bani Tamim).

(ketika beliau bertemu dengan Tsumamah tersebut, beliau menyampaikan niatnya untuk menyerbu Musailamah secara langsung tanpa menunggu kedatangan Syarhabil bin Hasanah bersama pasukannya).

Tsumamah berkata kepada Ikrimah: ‘Janganlah engkau lakukan (atau wujudkan niatmu tersebut), karena kekuatan Musailamah tidak bisa lagi dianggap enteng pada saat ini. Dan sungguh aku telah mendengar kabar bahwa dibelakangmu ada sebuah pasukan tambahan yang sedang bergerak menuju ke sini (maka tunggulah mereka)’.

Akan tetapi Ikrimah menolak saran dan nasehat dari Tsumamah, dimana beliau segera menyiapkan pasukannya dan setelahnya beliau langsung menyerbu Musailamah dan pasukannya. Maka pecahlah peperangan yang sangat dahsyat diantara kedua belah pihak, hingga sebagian dari pasukan Islam terluka akibat peperangan tersebut (yang tidak direstui oleh Abu Bakar, karena bagaimanapun tingginya derajat seseorang, jika mereka tidak menuruti titah pemimpinnya, maka kehancuranlah yang akan mereka dapatkan pada akhirnya. Dan hal tersebutlah yang didapatkan oleh sahabat Rasulullah yang mulia ini).

Dan Abu Bakar sendiri ketika mendengar akan apa yang menimpa pasukan Islam akibat ketergesa-gesaan Ikrimah ini, beliau pun segera menulis sebuah surat yang beliau peruntukkan bagi Ikrimah, dimana dalam surat tersebut beliau memerintahkan Ikrimah untuk menjauh dari negeri Yamamah dan bergerak menuju negeri lainnya yang sedang membutuhkan bantuan juga dalam menghadapi gerakan kemurtadan…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.  

Inilah kisah mengenai upaya penyerangan Ikrimah (Radhiyallahu ‘Anhu) kepada Musailamah dan pengikutnya yang dibawakan oleh Imam Ibnul Jauziy (Rahimahullah) di dalam kitabnya. Dan Insya Allah pada artikel selanjutnya, saya akan menuliskan kisah serupa yang dibawakan atau yang dituliskan oleh Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah) dalam kitab mereka.

Was-Salam.

     

 

 

 

Sunday, November 28, 2021

AWAL-MULA KEMUNCULAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB (BAG, 2).

 

Gambar oleh jplenio dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel yang lalu saya telah menuliskan kisah mengenai perjalanan hidup singkat seorang tangan kanan Musailamah al-Kadzdzab yang bernama ar-Rihal bin ‘Unfuwwah.

Perjalanan hidup singkat yang dimulai di tahun 9 hijriyyah disaat dia dan beberapa orang dari kaumnya suku Bani Hanifah mendatangi kota Madinah dengan tujuan yang teramat mulia, yakni mempelajari agama Islam langsung dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Akan tetapi rupanya takdir Allah (‘Azza Wa Jalla) berkata lain, dimana Allah (‘Azza Wa Jalla) Mempertemukan kembali orang ini dengan Musailamah di kesempatan dan keadaan yang berbeda, mereka bertemu kembali disaat Musailamah mengumumkan kenabian palsunya, dan semenjak hari ketika mereka berdua bertemu itulah, ar-Rihal murtad dan mengikuti ajaran sesat Musailamah.

Dan pada artikel kali ini, Insya Allah saya akan melanjutkan kisah mengenai awal-mula kemunculan Musailamah yang sempat tertunda penyampaiannya di artikel yang lalu.

Kisahnya sebagaimana berikut…

BACA JUGA:

KISAH AR-RIHAL BIN ‘UNFUWWAH, SANG TANGAN KANAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

UPAYA PENYERANGAN IKRIMAH (RADHIYALLAHU ‘ANHU) TERHADAP MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

Imam al-Muthahhir al-Maqdisiy (Rahimahullah) berkata: “…Maka setelah seseorang yang bernama ar-Rihal bin ‘Unfuwwah mendukung pernyataannya (yakni pernyataan Musailamah bahwa dirinya telah diangkat menjadi Nabi) sekaligus bersaksi bahwa dia adalah seorang Nabi, orang-orang Bani Hanifah pun mulai terfitnah dengan ajaran sesat sekaligus penipuan yang dilancarkan oleh Musailamah.

Semakin bertambah banyaknya pengikut yang dimilikinya, Musailamah pun memutuskan untuk menulis sebuah surat kepada Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Dimana dalam suratnya tersebut dia berkata: ‘Kepada Muhammad utusan Allah, dari Musailamah utusan Allah. Semoga kedamaian selalu menyertaimu. Amma ba’du…

Sesungguhnya aku telah dijadikan sekutu (dan pembantu) bagimu di dalam perkara (kenabian) ini (pernyataannya ini dia nyatakan setelah mendengar persaksian palsu yang diberikan oleh ar-Rihal kepadanya, dimana ar-Rihal memberikan kesaksian palsu kepadanya demi mendapatkan harta benda, bahwa Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) telah mengangkatnya menjadi sekutunya dalam perkara kenabian).

Dan oleh karenanya, maka kami (suku Bani Hanifah) menguasai setengah dari jazirah arab, dan kalian (suku Quraisy) menguasai setengahnya yang lain. Akan tetapi orang-orang Quraisy telah berbuat melampaui batas’.

(karena pada saat itu, Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dan para sahabat secara umum, baik itu yang berasal dari suku Quraisy maupun yang berasal dari kaum Anshar ataupun yang berasal dari suku-suku lainnya, telah dikaruniai kekuasaan atas jazirah arab secara keseluruhan oleh Allah (‘Azza Wa Jalla) karena ketaatan mereka kepadaNya dan kepada NabiNya. Adapun Musailamah dan sukunya, karena mereka hanyalah sekelompok orang yang mengikuti ajaran sesat seorang penipu, maka mustahil Allah (‘Azza Wa Jalla) Memberikan kekuasaan atas jazirah arab kepada mereka. Dan karena mereka tidak mendapat bagian, maka mereka terkhusus Musailamah iri kepada Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dan kaum muslimin secara umum, dan keirian mereka inilah yang menyebabkan Musailamah menuliskan perkataannya dalam suratnya diatas).

Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sendiri segera membalas suratnya dengan berkata: {“Dari Muhammad utusan Allah, kepada Musailamah sang pembohong. Sungguh keselamatan hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk (Islam). Amma ba’du…

Sesungguhnya Bumi ini adalah milik Allah, yang akan Dia Wariskan kepada siapa saja yang Dia Kehendaki. Dan akhir yang baik akan selalu menjadi milik orang yang bertakwa”}.

(Walaupun maksud dari surat Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) ini sudah teramat jelas, yakni untuk memutuskan harapan Musailamah yang ingin menguasai jazirah arab sebagaimana kaum muslimin menguasainya) akan tetapi dengan kebodohannya, Musailamah memahami bahwa surat balasan ini berisi penegasan dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam), bahwa dirinyalah yang akan naik menjadi seorang Nabi sepeninggal beliau.

(Dan sejak kedatangan surat itulah, khayalan-khayalan Musailamah semakin menjadi-jadi).

Dimana Musailamah juga mengklaim bahwa malaikat Jibril telah mendatanginya dan memberikan wahyu Allah (‘Azza Wa Jalla) kepadanya.

Diantara bait syair buatannya yang dia klaim sebagai wahyu adalah:

Pujilah nama Rabbmu Yang Maha Besar…

Yang telah Menaruh janin di perut seorang wanita hamil…

Untuk kemudian Dia Mengeluarkan darinya seorang manusia yang sempurna…

Dari antara usus-usus yang basah…

Maka diantara bayi-bayi itu ada yang meninggal kemudian ditimbun di dalam tanah…

Dan diantaranya juga ada yang tetap hidup hingga waktu yang telah ditetapkan…

Dan Allah Maha Mengetahui segala yang disembunyikan…’.

Dan masih ada beberapa bait syair lainnya (yang rata-rata susunan kalimatnya ataupun kalimat itu sendiri, dia curi dari susunan kalimat al-Qur’an al-Karim. Sungguh Musailamah hanyalah seorang pembohong lagi tidak mempunyai kreativitas).

Dan ketika Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) wafat, Khalid bin Walid (Radhiyallahu ‘Anhu) bersama pasukannya pun mendatanginya (untuk membungkam mulutnya untuk selama-lamanya)…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Inilah sedikit kisah mengenai awal-mula kemunculan Musailamah. Dan Insya Allah pada artikel selanjutnya, saya akan melanjutkan kisah mengenai Khalid dan pasukannya yang bergerak menuju negeri Yamamah demi menumpas gerakan kemurtadan Musailamah dan pengikutnya.

Was-Salam.

   

 

  

 

 

 

Saturday, November 27, 2021

KISAH AR-RIHAL BIN ‘UNFUWWAH, SANG TANGAN KANAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

 

Gambar oleh skyrider74 dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Kisah mengenai awal-mula kemunculan Musailamah al-Kadzdzab telah saya tuliskan pada artikel yang lalu. Dan pada artikel ini, Insya Allah saya akan melanjutkan kisah tersebut. Adapun yang akan saya sampaikan pada artikel kali ini dan artikel selanjutnya adalah mengenai perkembangan gerakan kesesatan Musailamah yang sangat pesat, juga surat menyuratnya orang ini dengan Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam).

Dan sebagaimana artikel yang lalu, artikel kali ini saya ambil juga kisahnya dari kitab al-Badu wat-Tarikh, karangan seorang ulama bernama al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy (Rahimahullah).

Al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy (Rahimahullah) berkata: “…Maka setelah seseorang yang bernama ar-Rihal bin ‘Unfuwwah mendukung pernyataannya (yakni pernyataan Musailamah bahwa dirinya telah diangkat menjadi Nabi), orang-orang Bani Hanifah pun mulai terfitnah dengan ajaran sesat sekaligus penipuan yang dilancarkan oleh Musailamah…”. (dan berkat hal tersebut, dia pun semakin sombong dari hari ke hari).

Imam al-Muthahhir al-Maqdisiy (Rahimahullah) menyebutkan dalam perkataannya diatas nama seseorang, yakni ar-Rihal bin ‘Unfuwwah…, siapakah orang itu?, dan kenapa orang-orang mengikuti jejaknya ketika dia memilih untuk mendukung ajaran sesat Musailamah?.

BACA JUGA:

AWAL-MULA KEMUNCULAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB (BAG, 1).

AWAL-MULA KEMUNCULAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB (BAG, 2).

Disebutkan dalam kitab al-Mufashshal fi Tarikhil ‘Arab Qablal Islam, karangan seorang ulama bernama Jawwad ‘Ali yang wafat pada tahun 1408 hijriyyah, beliau berkata di dalam jilid kesebelas dalam kitabnya: “…Ketika para utusan Bani Hanifah tersebut telah kembali ke negeri mereka, Musailamah pun langsung mengumumkan bahwa dirinya adalah seorang Nabi yang diutus. Dan ternyata ada seseorang yang bersaksi bahwa pengakuannya tersebut adalah pengakuan yang benar, orang ini adalah ar-Rihal bin ‘Unfuwwah.

Ar-Rihal bin ‘Unfuwwah berkata kepada segenap masyarakat Yamamah bahwa Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) telah merestui Musailamah (sang penipu) untuk menjadi sekutunya (sekaligus Nabi pengganti disaat beliau wafat, yang padahal apa yang diklaim baik oleh Musailamah ataupun ar-Rihal ini adalah sebuah kesalahan yang sangat serius, karena Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) tidak pernah merestui seorang pun untuk menjadi Nabi pengganti bagi beliau disaat beliau meninggal, sebagaimana apa yang telah saya sampaikan pada artikel yang lalu). Maka karena persaksiannya tersebutlah, akhirnya masyarakat Yamamah pun mengikuti ajaran sesat Musailamah.

Dan konon ar-Rihal ini sempat mempelajari beberapa surat dari al-Qur’an (langsung dari mulut Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)), akan tetapi pada akhirnya (layaknya orang yang tidak tahu diuntung, juga layaknya orang yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu) dia menisbatkan surat-surat yang telah dipelajarinya tadi kepada Musailamah (sang penipu). Dan karenanya, dia pun menjadi pendukung terkuat gerakan kesesatan Musailamah, dan juga sebab utama dan penanggung jawab utama dari tersebarnya fitnah di tengah-tengah masyarakat Yamamah dan Bani Hanifah. Orang ini berhasil dibunuh oleh Zaid bin al-Khaththab (saudara Umar bin al-Khaththab (Radhiyallahu ‘Anhuma) di perang Yamamah”.

Disebutkan juga di dalam kitab ath-Thabaqat al-Kubra, karangan seorang ulama bernama Ibnu Sa’ad yang wafat pada tahun 230 hijriyyah, beliau berkata dalam kitabnya: “Telah mengkabarkan kepada kami Muhammad bin Umar al-Aslamiy, dia berkata: ‘Telah menceritakan kepadaku adh-Dhahhak bin Utsman, dari Yazid bin Ruman. Telah berkata Muhammad bin Sa’ad: ‘Dan telah mengkabarkan kepada kami pula Ali bin Muhammad al-Qurasyiy, dari beberapa orang gurunya, dimana mereka berkata: ‘Dahulu telah datang menghadap Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) beberapa orang utusan dari suku Bani Hanifah, diantara mereka adalah: Rihal bin ‘Unfuwwah, Salma bin Handzalah as-Suhaimiy, Thalq bin Ali bin Qais, Humran bin Jabir dari suku Bani Syamir, Ali bin Sinan, al-Aq’as bin Maslamah, Zaid bin Abdi Amr, dan Musailamah bin Habib. Kepala atau pemimpin rombongan mereka adalah Salma bin Handzalah.

Mereka semua disambut kedatangannya oleh para sahabat dan diberi tempat menginap di rumah milik Ramlah binti al-Harits (Radhiyallahu ‘Anha), dan semenjak kedatangan mereka, mereka senantiasa dijamu dan dimuliakan sebagai tamu.

Jamuan makan siang dan makan malam mereka bervariasi, terkadang terdiri dari roti dan daging, terkadang juga terdiri dari roti dan susu, dan terkadang juga roti dan minyak, dan terkadang juga buah kurma yang bisa mereka santap sepuasnya.

Disaat kedatangan mereka, mereka langsung masuk ke dalam Masjid Nabawi dan menemui Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sekaligus mengucapkan salam untuk beliau, dan kemudian mereka mengucapkan persaksian Islam atau kalimat syahadat.

Dan ketika mereka datang tersebut, Musailamah tidak ikut bersama mereka menemui Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). mereka berdiam di kota Madinah selama beberapa hari, dimana mereka menghabiskan waktu dengan bolak-balik menemui Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) (dalam rangka mempelajari agama Islam). Dan Rihal bin ‘Unfuwwah sendiri mempelajari al-Qur’an dari sahabat Ubay bin Ka’ab (Radhiyallahu ‘Anhu)…”. 

Disebutkan pula dalam kitab al-Wafi bil-Wafayat, karangan seorang ulama bernama ash-Shafadiy yang wafat pada tahun 764 hijriyyah, beliau berkata dalam jilid keempat belas dari kitabnya: “Ar-Rihal bin ‘Unfuwwah. Namanya adalah Nahar bin ‘Unfuwwah. Dahulu dia telah berhijrah (dan telah masuk Islam), dan telah membaca al-Qur’an juga. Akan tetapi disaat Musailamah muncul, dia pergi menuju orang tersebut untuk kemudian murtad (keluar dari agama Islam) dihadapannya.

Dia juga berkata kepada Musailamah bahwa dirinya telah mendengar Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) menjadikan Musailamah sebagai teman seperjuangan dan juga sebagai seorang Nabi (dan sungguh ini adalah sebuah kebohongan belaka dan hanyalah sebuah lelucon yang sangat tidak pantas untuk dipercayai oleh orang yang berakal).

Maka semenjak hari ketika dia bertemu dengan Musailamah tersebutlah, dia menjelma menjadi fitnah terbesar atas keimanan suku Bani Hanifah. Dia berhasil dibunuh oleh sahabat Zaid bin al-Khaththab (Radhiyallahu ‘Anhu) di perang Yamamah.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah (Radhiyallahu ‘Anhu), dimana beliau berkata: ‘Pada suatu hari, aku duduk-duduk bersama beberapa orang disisi Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam), dan bersama kami ada ar-Rihal bin ‘Unfuwwah. Maka Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) pun bersabda kepada kami: {“Sesungguhnya ada seseorang diantara kalian yang gigi gerahamnya benar-benar berada di dalam neraka, yang dimana besarnya sebesar gunung Uhud”}.

Maka ketika teman-teman dudukku itu telah meninggal semuanya, dan yang tersisa hanyalah diriku dengan ar-Rihal. Maka aku pun menjadi ketakutan (setiap hari, karena jangan-jangan sabda Nabi diatas itu diperuntukkan untuk beliau (Abu Hurairah)). Hingga akhirnya datanglah sebuah hari dimana ar-Rihal pergi menemui Musailamah dan mengikuti ajaran sesatnya sekaligus bersaksi bahwa Musailamah adalah seorang Nabi, dan dia pun berhasil dibunuh di perang Yamamah”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.  

Insya Allah kisah mengenai Musailamah akan berlanjut di artikel selanjutnya.

Was-Salam.