Friday, December 3, 2021

KHALID (RADHIYALLAHU ‘ANHU) DAN PASUKANNYA TIBA DI NEGERI YAMAMAH.

 

Gambar oleh Kanenori dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Setelah Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) dan pasukannya mendapatkan tambahan kekuatan dari kota Madinah, mereka segera berangkat menuju negeri Yamamah. Yang dimana kisah mengenai keberangkatan mereka ini berbunyi sebagaimana berikut…

Berkata Ibnu Jarir (Rahimahullah): “Telah menuliskan kepadaku as-Sirriy, dari Syu’aib, dari Saif, dari Abi ‘Amr bin al-‘Alla’, dari beberapa orang gurunya, dimana mereka berkata: ‘…Maka berjalanlah Khalid dan pasukannya menuju negeri Yamamah. Hingga ketika mereka telah mendekati negeri tersebut, mereka mendapati beberapa ekor kuda milik ‘Iqqah, al-Hudzail, dan Ziyad (mereka adalah para pengikut Sajah binti al-Harits).

Ketiga orang ini berada dinegeri Yamamah karena sebuah tugas yang diembankan oleh Sajah kepada mereka, yaitu menunggu keluarnya upeti yang dijanjikan oleh Musailamah kepada Sajah sebagai bentuk jaminan akan persekutuan kedua kelompok. Khalid sendiri memutuskan untuk menuliskan surat perihal ketiga orang tersebut ke suku Tamim (yang telah kembali kepada naungan Islam), maka setelah suku Tamim membaca surat Khalid tadi, mereka segera mengusir ketiga orang tersebut keluar dari jazirah arab.

BACA JUGA:

ABU BAKAR (RADHIYALLAHU ‘ANHU) MEMOBILISASI DAN MEMPERSIAPKAN KAUM MUSLIMIN UNTUK MENYONGSONG PERTEMPURAN MELAWAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.

KISAH PERTEMUAN ANTARA KHALID (RADHIYALLAHU ‘ANHU) DENGAN MAJA’AH BIN MIRARAH.

Ditengah jalan, Khalid mendapatkan kabar bahwa Syarhabil atau Syurahbil bin Hasanah rupanya memilih untuk mengikuti jejak Ikrimah dengan cara menyerang Musailamah al-Kadzdzab terlebih dahulu sebelum Khalid tiba di negeri tersebut. Dan rupanya upaya Syurahbil ini berujung kepada kegagalan sebagaimana upaya Ikrimah sebelumnya. Maka ketika akhirnya Khalid tiba dinegeri Yamamah, beliau menegur Syurahbil atas ketergesa-gesaannya dalam mengambil keputusan…”.

Imam al-Ya’qubiy (Rahimahullah) sendiri sang pengarang kitab Tarikh al-Ya’qubiy mengatakan dalam kitabnya: “Dahulu Abu Bakar telah menunjuk Syurahbil bin Hasanah untuk memimpin sebuah pasukan dan menyuruhnya untuk bergerak bersama pasukannya tersebut menuju negeri Yamamah, dan sesampainya disana hendaknya dia menunggu kedatangan Khalid.

Kemudian setelah itu Abu Bakar menunjuk Khalid dan mengangkatnya sebagai komandan tertinggi bagi pasukan yang akan menumpas Musailamah. Maka Khalid pun segera menuliskan surat kepada Syurahbil setelah pengangkatannya tersebut, dimana isi surat tersebut adalah: ‘Janganlah engkau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, dan tunggulah kedatanganku!’…”. Maka wajarlah jika Khalid memarahi Syurahbil atas ketergesa-gesaannya sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Jarir diatas.

Dan ketika Khalid dan pasukan semakin dekat dengan negeri Yamamah, Musailamah dan pengikutnyapun semakin waspada akan kekuatan kaum muslimin yang sedang bergerak menuju negeri mereka.

Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata: “…Ketika Musailamah mendengar bahwa Khalid dan pasukannya semakin mendekat dan sebentar lagi akan tiba dinegeri Yamamah, dia memutuskan untuk mendirikan perkemahan bersama pasukannya disebuah daerah yang bernama Aqraba (daerah Aqraba ini terletak di sebelah timur jazirah arab, lebih tepatnya di wilayah al-Yamamah) yang terletak diujung negeri Yamamah, dimana pedesaan sekaligus perkampungan berada dibelakang mereka.

Diperkemahannya tersebut Musailamah menyemangati pasukannya dan mengobarkan api perlawanan didalam diri mereka. Pidato motivasi yang diberikan oleh Musailamah kepada pasukannya membuat penduduk Yamamah tergerak hatinya untuk ikut berkumpul bersamanya diperkemahan tersebut. Dan setelah semua pasukannya berkumpul, Musailamah pun mulai mengatur barisan mereka. Dimana dia menjadikan seseorang yang bernama al-Muhkam bin ath-Thufail dan seorang lagi yakni ar-Rihal bin ‘Unfuwwah sebagai 2 komandan yang akan mengomandoi 2 sayap pasukannya…”. Kemudian setelah itu beliau menuliskan kisah mengenai ar-Rihal bin ‘Unfuwwah dan perannya yang sangat besar dalam menyesatkan suku Bani Hanifah.

Setelah itu beliau melanjutkan kisahnya: “…Dan ketika Khalid telah tiba dinegeri Yamamah dan telah bertemu dengan Syurahbil, beliau menjadikan Syurahbil sebagai komandan bagi pasukan yang berada di baris depan atau tengah, adapun pasukan yang berada dibaris kanan dan kiri, maka beliau menunjuk Zaid bin al-Khaththab dan Abu Hudzaifah untuk menjadi komandan bagi mereka.

Dan dimalam harinya, pasukan yang berada dibawah komando Syurahbil bertemu dengan sekelompok penunggang kuda yang jumlahnya berkisar sekitar 40 atau 60 orang penunggang kuda (adapun Ibnul Jauziy (Rahimahullah), beliau mengatakan didalam kitabnya bahwa jumlah penunggang kuda tersebut hanyalah 6 orang saja. Dan adapun Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah), maka keduanya mengatakan hal yang sama dengan Ibnu Katsir, yakni jumlah penunggang kuda tersebut adalah 40 atau 60 orang).

Yang menjadi pemimpin bagi sekelompok penunggang kuda tersebut adalah seseorang yang bernama Maja’ah bin Mirarah. Maja’ah dan sekumpulan penunggang kudanya ini baru saja tiba dari sebuah perjalanan menuju suku Bani Tamim dan Bani ‘Amir.

Dan ketika Maja’ah dan teman-temannya telah ditangkap oleh Syurahbil, mereka diperhadapkan kepada Khalid, dimana beliau menanyai perihal kabar (keadaan dan kepada siapa mereka berpihak) mereka, dan ketika mereka menjawab, Khalid tidak mempercayai mereka dan langsung memerintahkan agar mereka semua dibunuh. Maka semua penunggang kuda tadi langsung dibunuh kecuali pemimpin mereka yakni Maja’ah yang tetap dibiarkan hidup oleh Khalid dalam keadaan terikat sebagai tawanan -karena orang ini ahli dalam masalah strategi perang dan tipu daya-. Selain karena keahliannya tersebut, dia dibiarkan hidup juga karena dia adalah seorang pemimpin yang disegani dan dimuliakan oleh kaumnya (suku Bani Hanifah).

Dikatakan juga bahwa ketika para penunggang kuda tadi dibawa ke hadapan Khalid, Khalid bertanya kepada mereka: ‘Apa yang kalian katakan (dalam masalah kenabian ini) wahai Bani Hanifah?’.

Mereka menjawab: ‘Kami mengatakan bahwa dari kami ada seorang Nabi, dan dari kalian ada seorang Nabi pula’.

Mendengar jawaban mereka tersebut, Khalid langsung memerintahkan agar mereka semua dibunuh kecuali seseorang yang bernama Sariyah (Ibnul Jauziy (Rahimahullah) yang membawakan kisah serupa didalam kitabnya mengatakan bahwa yang dibiarkan hidup ada 2 orang, seorang bernama Sariyah bin Amir dan seorang lagi adalah Maja’ah).

Sariyah berkata kepada Khalid: ‘Wahai pemimpin, jika engkau menginginkan kebaikan ataupun keburukan atas kaum tersebut (yakni suku Bani Hanifah), maka ada baiknya jika engkau membiarkannya (yakni Maja’ah) hidup’.

Maka Khalidpun membiarkannya tetap hidup sebagai seorang tawanan, untuk kemudian beliau memerintahkan agar dia dan istrinya diberi naungan dibawah satu kemah yang sama. Dimana beliau berkata kepada istrinya: ‘Berilah dia saran dan nasehat-nasehat yang baik’.

Dan ketika kedua pasukan telah saling berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada kaumnya: ‘Hari ini adalah hari kecemburuan, hari ini jika kalian dikalahkan maka istri-istri dan anak-anak perempuan kalian akan dirampas dan dijadikan sebagai tawanan, dan kemudian mereka akan dinikahi bukan sebagai istri yang akan paling diutamakan (yakni hanya sebagai budak atau istri kedua ataupun ketiga yang tidak banyak diberi perhatian. Ini hanya menurut Musailamah). Maka oleh karenanya, berjuanglah kalian demi nasab kalian dan lindungilah wanita-wanita kalian’…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Kisah mengenai Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) dan Maja’ah dikisahkan pula oleh Ibnul Atsir (Rahimahullah) didalam kitabnya dengan sangat ringkas, dan dikisahkan pula oleh Ibnul Jauziy (Rahimahullah) didalam kitabnya. Adapun Ibnu Jarir (Rahimahullah) maka beliau menuliskan kisahnya dengan beberapa rincian, yang Insya Allah kisah tersebut akan saya tuliskan pada artikel yang akan datang.

Was-Salam.  

   

 

 

 

   

 

     

 

0 comments:

Post a Comment