Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Allah (‘Azza Wa Jalla) berfirman
dalam surat al-Fil (ayat 1-5): {“Tidakkah engkau (Muhammad)
perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? (1)
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? (2) Dan
Dia mengirimkan kepada mereka burung (Ababil) yang berbondong-bondong (3)
yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar (4) sehingga
mereka dijadikanNya seperti daun-daun yang dimakan (ulat) (5)”}.
Ibnu Ishaq berkata: “Keesokan harinya
Abrahah segera bersiap-siap untuk memasuki Makkah, dia juga mempersiapkan gajahnya
yang bernama Mahmud beserta pasukannya sembari memperkuat tekadnya untuk
menghancur leburkan Ka’bah, setelah Ka’bah hancur barulah dia puas dan segera
kembali ke Yaman”. Setidaknya itulah yang sedang bergumul dalam pikirannya pagi
itu.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 15).
“DAN SI SAKIT TIDAK MAMPU HIDUP SETELAH DIA TIBA DI NEGERINYA…”.
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Ketika gajah
bernama Mahmud tadi telah diposisikan menuju ke arah Makkah, Nufail bin Habib
langsung mendatangi gajah tersebut dan berdiri di samping telinganya, dan sembari
memegang telinga gajah tersebut dia berkata: “Duduklah engkau wahai Mahmud,
atau kalau tidak pulanglah engkau secara baik-baik menuju tempat asalmu, karena
sungguh engkau sekarang ini sedang berada di negeri Allah yang mulia!”.
Setelah itu dia mengembalikan telinga gajah
tadi ke tempatnya sebagaimana sediakala, dan segera berlari menuju pegunungan
tempat orang-orang Quraisy bersembunyi dan ikut bersembunyi disana (semua ini tentunya
dia lakukan tanpa sepengetahuan orang-orang Habasyah yang sedang sibuk
mempersiapkan serangan).
Ketika waktu yang ditentukan oleh Abrahah
telah tiba, para pasukan segera mencambuki gajah Mahmud agar dia bangun dan
berdiri, akan tetapi ternyata gajah itu menolak untuk berdiri. Oleh karena itu
mereka memakai cara lain, yaitu dengan memukuli kepala gajah tadi dengan besi
bengkok, akan tetapi lagi-lagi gajah tersebut menolak untuk berdiri.
Maka mereka-pun memakai cara ketiga, yaitu
dengan cara memasukkan tongkat bengkok ke kulit yang berada di bagian bawah
perut gajah tadi dan menusuk-nusukkannya hingga mengalirlah darah dari perut si
gajah. Akan tetapi ternyata gajah tersebut tetap tidak mau berdiri.
Melihat bahwa gajah tersebut tetap tidak
mau berdiri walau dengan cara kekerasan, mereka-pun memutuskan untuk mencoba
mengarahkan gajah tadi ke arah Yaman, dan betapa kagetnya mereka ketika melihat
gajah tadi secara tiba-tiba langsung loncat dan berlari, begitu pula jika
diarahkan ke arah Syam dan negeri-negeri timur. Akan tetapi ketika gajah
tersebut diarahkan kembali ke Makkah, tiba-tiba dia langsung terjatuh dan
kembali duduk sebagaimana semula”.
Dan ketika para pasukan Habasyah sedang
sibuk memaksa gajah Mahmud berdiri, mereka sama sekali tidak memperhatikan
bahwa ada sekelompok burung yang besarnya semacam kelelawar dan burung jalak
sedang bergerak dari arah pantai menuju ke tempat mereka berada, dan rupanya
burung-burung ini adalah burung-burung yang dikirim oleh Allah (‘Azza Wa
Jalla) untuk melindungi rumahNya yang mulia Ka’bah dan negeri Makkah yang
Dia berkahi dari niat buruk Abrahah dan pasukannya.
As-Suhailiy berkata: “Berkata an-Naqqasy
bahwa burung-burung ini memiliki gigi taring laksana gigi taring hewan-hewan
buas, dan kakinya laksana kaki anjing. Dan dikatakan pula bahwa Ibnu Abbas
berkata (mengenai bebatuan yang dibawa oleh burung-burung tadi): “Batu
terkecilnya sebesar kepala manusia, dan yang terbesar sebesar unta”. Adapun Ibnu
Ishaq mengatakan bahwa batu-batu tersebut hanya sebesar kacang arab dan kacang Adas,
yang dimana bebatuan tersebut berada di paruh dan cengkraman kaki burung-burung
Ababil.
Ibnu Katsir menyebutkan beberapa perkataan
ulama yang menjelaskan perihal ciri-ciri burung-burung ini, beliau berkata: “Dan
Ikrimah berkata: “Kepala burung-burung tersebut laksana kepala hewan buas,
burung-burung ini datang dari arah laut dan tubuhnya berwarna hijau”.
Dan Ubaid bin Umair berkata pula: “Bahwa
burung-burung tersebut berwarna kehitam-hitaman laksana burung-burung laut, dan
di paruh juga kedua kakinya terdapat batu-batu (panas)”. Wallahu A’lam.
Adapun Ibnu Katsir menyebutkan perkataan
Ibnu Abi Hatim ketika mensifati serangan yang dilakukan oleh burung-burung tadi
terhadap para pasukan bergajah, berkata Ibnu Abi Hatim: “Burung-burung ini
datang dengan cepatnya hingga mereka semua berbaris diatas kepala para pasukan
bergajah, kemudian burung-burung tadi memekikkan suara sembari melemparkan
bebatuan yang mereka bawa di paruh dan kedua kakinya. Dan tidaklah batu tadi
mengenai kepala seseorang dari pasukan bergajah, kecuali batu tersebut akan
tembus hingga keluar kembali lewat kemaluannya. Dan juga jika batu-batu tadi
mengenai satu sisi dari badan para pasukan bergajah, maka batu tersebut akan
tembus hingga muncul dan keluar dari sisi badan yang lain.
Tidak cukup sampai disitu, Allah (‘Azza
Wa Jalla) juga mengirim tiupan angin yang sangat kencang yang mendorong
batu-batu tadi dan membuat siksaannya dan cabikannya terhadap anggota tubuh
pasukan bergajah semakin terasa pedih hingga membuat mereka semua binasa saat
itu juga”.
Ibnu Ishaq berkata: “Tidak semua dari
anggota pasukan bergajah terkena batu-batu tersebut, dan mereka yang selamat
ini segera berlarian mencari jalan pulang sembari berteriak memanggil nama
Nufail bin Habib agar memandu mereka kembali menuju Yaman. Nufail sendiri
ketika melihat hukuman yang Allah (‘Azza Wa Jalla) turunkan kepada
pasukan bergajah, dia melantunkan bait sya’ir berikut:
“Kemanakah jalan keluar dan demi Tuhan
tempat meminta pertolongan…
Dan al-Asyram yang terkalahkan dan bukan
pemenang…”.
Nufail juga melantunkan bait sya’ir berikut:
“Rudainah jikalau saja engkau melihat
akan tetapi sayangnya engkau tidak melihat…
Apa yang terjadi di sekitar daerah al-Mahashshab
sebagaimana yang telah kami lihat…
Jikalau saja engkau melihatnya, maka engkau
pasti akan memujiku dan memaafkanku…
Dan engkau belum juga memperbaiki apa yang
telah terjadi diantara kita…
Aku memuji Allah ketika kulihat
segerombolan burung…
Dan aku khawatir jika batu-batu tersebut
juga dilemparkan kepada kami…
Dan semua orang bertanya akan Nufail…
Seakan-akan aku memiliki hutang kepada orang-orang
Habasyah…”.
Setelah burung-burung tersebut pergi, Allah
(‘Azza Wa Jalla) mengirimkan air mengalir yang membawa jasad-jasad pasukan
bergajah ke laut. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Atsir dan
an-Naqqasy, dimana perkataan an-Naqqasy disebutkan oleh as-Suhailiy dan Ibnu Katsir
di kitab mereka berdua.
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Para pasukan
bergajah yang tersisa segera kabur menuju Yaman, dan ditengah jalan mereka
tumbang satu persatu, dimana mayoritas dari mereka tumbang di tempat penampungan
air (mungkin karena saking hausnya mereka berteduh disana untuk mencari air,
akan tetapi tetap saja mereka juga meninggal akibat luka-luka sobekan dan
cacahan yang diakibatkan oleh batu-batu burung Ababil).
Dan Abrahah sendiri terkena lemparan batu
di salah satu bagian tubuhnya, dan ketika dia sedang diangkat oleh pasukannya
yang selamat menuju Yaman, anggota badannya terlepas satu demi satu di tengah
jalan, dimana setiap jatuh satu anggota tubuh akan ada jeda selama beberapa
waktu yang membuat anggota tubuhnya yang tersisa dipenuhi oleh nanah dan darah,
dan setelah jeda tersebut selesai anggota tubuh yang dipenuhi nanah dan darah
tadi ikut jatuh, dan begitu seterusnya hingga mereka tiba di Shan’a.
Ketika memasuki Shan’a, tubuh Abrahah telah
menjadi laksana anak unggas yang belum memiliki bulu, dan tidak lama kemudian
dadanya pecah dan terbelah hingga membuat hatinya tersingkap (dan bisa dilihat
oleh orang-orang), dan setelah itu barulah dia meninggal”.
Berkata Ibnu Ishaq: “Telah menceritakan
kepadaku Ya’qub bin ‘Atabah, bahwa: pada tahun terjadinya peristiwa pasukan
bergajah itulah pertama kalinya muncul di tanah arab penyakit campak dan cacar,
dan juga tanaman-tanaman merambat, tanaman Peganum, tanaman Handhalah dan
tanaman al-’Asyr”.
Setelah itu beliau menyebutkan perihal
diturunkannya surat al-Fil kepada Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam).
Kemudian beliau berkata mengenai nasib para
pengendali gajah: “Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Abi Bakr dari Umrah
bintu Abdirrahman bin Sa’ad bin Zurarah dari ‘Aisyah (Radhiyallahu ‘Anha),
bahwa beliau berkata: “Sungguh aku telah melihat para pengendali gajah di kota
Makkah, dimana mereka dalam keadaan buta dan sedang duduk meminta makanan
kepada orang-orang yang lewat”. Yakni mereka telah menjadi gelandangan dan
peminta-minta. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah di artikel selanjutnya saya
akan menjelaskan perihal apa yang terjadi di Yaman setelah meninggalnya
Abrahah.
Was-Salam.