Sunday, July 4, 2021

KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 3).

 

Pemandangan Hutan Berkabut, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Setelah bercerita mengenai perjumpaan Faimiyyun dengan Shalih, Ibnu Ishaq kembali melanjutkan kisah mereka berdua, beliau berkata: “…Dengan berlalunya waktu masyarakat di desa tersebut mulai mengenal Faimiyyun sedikit demi sedikit, hal tersebut di karenakan jika Faimiyyun di datangi oleh seseorang yang sedang di timpa suatu penyakit, dan orang tersebut langsung meminta kepadanya agar di do’akan agar cepat sembuh (tanpa pemberitahuan sebelumnya), maka mau tidak mau Faimiyyun-pun mendo’akannya dan sekejap orang tersebut sembuh dari penyakit yang di deritanya.

Beda halnya jika si sakit memberitahukan maksudnya kepada Faimiyyun terlebih dahulu (yakni dengan memberitahu Faimiyyun bahwa pada jam ke sekian ia akan datang ke rumahnya untuk di do’akan agar cepat mendapat kesembuhan) atau jika si sakit mengundang Faimiyyun ke rumahnya demi mendo’akannya agar cepat sembuh, maka bisa dipastikan Faimiyyun akan menolak undangan maupun permintaan mereka (walaupun dengan iming-iming bayaran yang cukup tinggi).

BACA JUGA:

KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN  (BAG, 2).

KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN  (BAG, 4).

Pada suatu hari, ada salah seorang masyarakat yang ditimpa musibah dengan suatu penyakit yang menimpa anaknya, maka karena kasih sayangnya yang tulus kepada sang anak ia-pun berusaha mendapatkan seorang tabib berpengalaman yang bisa menyembuhkan anaknya dengan cepat. Dan karena rumor perihal kesaktian dan keampuhan do’a yang dimiliki oleh Faimiyyun telah menjadi rahasia umum, maka pastinya Faimiyyun-lah tabib terbaik yang bisa di persembahkan oleh orang tua kepada anaknya yang sedang sakit, maka ia mulai menggali informasi perihal Faimiyyun ini, setelah berjalan kesana kemari ia-pun berhasil mendapatkan informasi yang memadai perihal sosok Faimiyyun, informasi tersebut sebagai berikut: ia adalah seseorang yang tidak akan datang ke rumah orang yang sakit jika orang sakit tersebut mengundangnya dan memberitahukan maksudnya secara blak-blakan, dan dia adalah seseorang yang hanya mau menerima bayaran dari pekerjaan tetapnya sebagai pekerja bangunan.

Mendengar informasi tersebut, si orang tua tadi menyusun siasat agar Faimiyyun bersedia datang ke rumahnya tanpa mengetahui maksud sebenarnya dari undangan tersebut, siasat tersebut sebagai berikut: ia akan menidurkan anaknya yang sedang sakit di sebuah kamar sembari menutupi badannya dengan selimut, setelah itu ia akan memanggil Faimiyyun ke rumahnya dengan alasan bahwa ia mempunyai sedikit masalah di rumahnya yang membutuhkan keahlian seorang tukang bangunan, setelah Faimiyyun tiba di rumahnya ia akan segera membawanya ke kamar dimana sang anak sedang tidur dan langsung meminta kepada Faimiyyun dengan nama Allah (‘Azza Wa Jalla) agar ia bersedia mendo’akan anaknya agar sang anak di sembuhkan dengan cepat oleh Allah (‘Azza Wa Jalla).

Melihat bahwa siasat ini sangat sempurna, ia-pun mulai menjalankan siasat tersebut satu persatu hingga ia bertemu dengan Faimiyyun dan berkata padanya: “Wahai Faimiyyun, sungguh aku mempunyai sedikit masalah di rumahku yang berkaitan dengan keahlianmu sebagai tukang bangunan, maka mari ikut bersamaku agar bisa kutunjukkan padamu masalah tersebut, jika engkau bisa memperbaikinya dengan baik, maka engkau akan kuberi ganjaran yang pantas!”.

Mendengar tawaran yang memang cocok dengan profesinya tersebut, Faimiyyun bersedia ikut dengan si orang tua ke rumahnya, sesampainya mereka berdua di rumah, si orang tua segera mengajak Faimiyyun ke kamar dimana sang anak sedang tertidur, dan karena tubuh sang anak telah ditutupi oleh kain dari kepala sampai kaki Faimiyyun tidak sempat memperhatikan adanya sesuatu yang tidak beres dari undangan ini. Ketika ia melihat ke sekeliling kamar dan tidak mendapati kerusakan yang serius, ia bertanya: “Apa yang perlu diperbaiki dari rumahmu atau kamarmu ini?”.

Si orang tua menjawab: “Ini dan itu”, kemudian sebelum Faimiyyun menyadari kejadian yang sebenarnya dan segera pergi dari rumahnya, si orang tua langsung menyingkap selimut atau kain yang menutupi sekujur tubuh anaknya yang sedang sakit sembari mengatakan: “Wahai Faimiyyun, seorang hamba dari hamba-hamba Allah telah ditimpa suatu penyakit yang serius sebagaimana yang engkau lihat, maka do’akanlah ia agar Allah cepat memberinya kesembuhan”.

Tanpa banyak bertanya-tanya lagi apalagi protes, Faimiyyun segera berdo’a agar si anak diberi kesembuhan oleh Allah (‘Azza Wa Jalla), dan seketika si anak bangkit dari ranjangnya dalam keadaan sehat walafiat seakan-akan ia tidak pernah ditimpa suatu penyakit sebelumnya.

Setelah peristiwa tersebut, Faimiyyun akhirnya sadar bahwa dirinya sekaligus kegiatan-kegiatan dan keampuhan do’a yang telah di anugerahkan Allah padanya telah terekspos di tengah-tengah masyarakat umum, dan sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa hal ini yakni ketenaran sangat tidak di sukai oleh Faimiyyun. Oleh karena itu sesampainya ia dirumah, ia segera menyiapkan barang-barangnya dan langsung pergi pada hari itu juga dari desa tersebut menuju tanah arab bersama rekannya si pemuda bernama Shalih”.

Insya Allah cerita mereka berdua di tanah arab akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya.

Akan tetapi sebelum menutup artikel hari ini, saya ingin menambahkan sedikit informasi perihal penyakit yang menimpa si anak diatas. Ibnu Ishaq sendiri tidak menyinggung sedikitpun perihal penyakit apa yang sebenarnya menimpa si anak, akan tetapi Ibnul Atsir berkata dalam kitabnya setelah menceritakan perihal permintaan si orang tua agar Faimiyyun bersedia mendo’akan anaknya agar cepat sembuh, beliau berkata: “…Si orang tua meminta kepada Faimiyyun agar ia mendo’akan kesembuhan untuk anaknya, maka Faimiyyun segera berdo’a dan sekejap si anak bisa melihat kembali”. Jadi menurut Ibnul Atsir penyakit yang diderita si anak adalah penyakit buta.

Adapun as-Suhailiy maka menurut beliau penyakit yang diderita si anak adalah penyakit gila, yang mendasari pendapat beliau ini adalah perkataan Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa Faimiyyun berdo’a dengan do’a berikut: “Ya Allah, seorang hamba dari hamba-hambaMu, telah dimasuki dan dikuasai tubuh dan akalnya oleh musuhMu (yakni syaithan), dengan tujuan merusak tubuh dan akalnya tersebut, maka sembuhkan dan sehatkanlah ia dan bebaskanlah ia dari belenggu syaithan”. As-Suhailiy berkata setelah menyebutkan do’a versi Ibnu Jarir tersebut: “Maka jelaslah dari do’a ini bahwa penyakit yang menimpa si anak adalah penyakit gila, karena ia (Faimiyyun) berkata: “Telah dimasuki dan dikuasai tubuh dan akalnya oleh musuhMu”, yakni syaithan. Do’a ini sendiri tidak disebutkan oleh Ibnu Ishaq”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam. 

 

0 comments:

Post a Comment