Pemandangan Hutan Berkabut, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Setelah bercerita mengenai perjumpaan Faimiyyun
dengan Shalih, Ibnu Ishaq kembali melanjutkan kisah mereka berdua, beliau
berkata: “…Dengan berlalunya waktu masyarakat di desa tersebut mulai mengenal
Faimiyyun sedikit demi sedikit, hal tersebut di karenakan jika Faimiyyun di
datangi oleh seseorang yang sedang di timpa suatu penyakit, dan orang tersebut
langsung meminta kepadanya agar di do’akan agar cepat sembuh (tanpa
pemberitahuan sebelumnya), maka mau tidak mau Faimiyyun-pun mendo’akannya dan
sekejap orang tersebut sembuh dari penyakit yang di deritanya.
Beda halnya jika si sakit memberitahukan
maksudnya kepada Faimiyyun terlebih dahulu (yakni dengan memberitahu Faimiyyun
bahwa pada jam ke sekian ia akan datang ke rumahnya untuk di do’akan agar cepat
mendapat kesembuhan) atau jika si sakit mengundang Faimiyyun ke rumahnya demi
mendo’akannya agar cepat sembuh, maka bisa dipastikan Faimiyyun akan menolak
undangan maupun permintaan mereka (walaupun dengan iming-iming bayaran yang
cukup tinggi).
BACA JUGA:
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 2).
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 4).
Pada suatu hari, ada salah seorang
masyarakat yang ditimpa musibah dengan suatu penyakit yang menimpa anaknya,
maka karena kasih sayangnya yang tulus kepada sang anak ia-pun berusaha
mendapatkan seorang tabib berpengalaman yang bisa menyembuhkan anaknya dengan
cepat. Dan karena rumor perihal kesaktian dan keampuhan do’a yang dimiliki oleh
Faimiyyun telah menjadi rahasia umum, maka pastinya Faimiyyun-lah tabib terbaik
yang bisa di persembahkan oleh orang tua kepada anaknya yang sedang sakit, maka
ia mulai menggali informasi perihal Faimiyyun ini, setelah berjalan kesana
kemari ia-pun berhasil mendapatkan informasi yang memadai perihal sosok
Faimiyyun, informasi tersebut sebagai berikut: ia adalah seseorang yang tidak
akan datang ke rumah orang yang sakit jika orang sakit tersebut mengundangnya
dan memberitahukan maksudnya secara blak-blakan, dan dia adalah seseorang yang
hanya mau menerima bayaran dari pekerjaan tetapnya sebagai pekerja bangunan.
Mendengar informasi tersebut, si orang tua
tadi menyusun siasat agar Faimiyyun bersedia datang ke rumahnya tanpa mengetahui
maksud sebenarnya dari undangan tersebut, siasat tersebut sebagai berikut: ia
akan menidurkan anaknya yang sedang sakit di sebuah kamar sembari menutupi
badannya dengan selimut, setelah itu ia akan memanggil Faimiyyun ke rumahnya
dengan alasan bahwa ia mempunyai sedikit masalah di rumahnya yang membutuhkan
keahlian seorang tukang bangunan, setelah Faimiyyun tiba di rumahnya ia akan
segera membawanya ke kamar dimana sang anak sedang tidur dan langsung meminta
kepada Faimiyyun dengan nama Allah (‘Azza Wa Jalla) agar ia bersedia
mendo’akan anaknya agar sang anak di sembuhkan dengan cepat oleh Allah (‘Azza
Wa Jalla).
Melihat bahwa siasat ini sangat sempurna,
ia-pun mulai menjalankan siasat tersebut satu persatu hingga ia bertemu dengan
Faimiyyun dan berkata padanya: “Wahai Faimiyyun, sungguh aku mempunyai sedikit
masalah di rumahku yang berkaitan dengan keahlianmu sebagai tukang bangunan,
maka mari ikut bersamaku agar bisa kutunjukkan padamu masalah tersebut, jika
engkau bisa memperbaikinya dengan baik, maka engkau akan kuberi ganjaran yang
pantas!”.
Mendengar tawaran yang memang cocok dengan
profesinya tersebut, Faimiyyun bersedia ikut dengan si orang tua ke rumahnya,
sesampainya mereka berdua di rumah, si orang tua segera mengajak Faimiyyun ke
kamar dimana sang anak sedang tertidur, dan karena tubuh sang anak telah
ditutupi oleh kain dari kepala sampai kaki Faimiyyun tidak sempat memperhatikan
adanya sesuatu yang tidak beres dari undangan ini. Ketika ia melihat ke
sekeliling kamar dan tidak mendapati kerusakan yang serius, ia bertanya: “Apa
yang perlu diperbaiki dari rumahmu atau kamarmu ini?”.
Si orang tua menjawab: “Ini dan itu”,
kemudian sebelum Faimiyyun menyadari kejadian yang sebenarnya dan segera pergi
dari rumahnya, si orang tua langsung menyingkap selimut atau kain yang menutupi
sekujur tubuh anaknya yang sedang sakit sembari mengatakan: “Wahai Faimiyyun,
seorang hamba dari hamba-hamba Allah telah ditimpa suatu penyakit yang serius
sebagaimana yang engkau lihat, maka do’akanlah ia agar Allah cepat memberinya
kesembuhan”.
Tanpa banyak bertanya-tanya lagi apalagi
protes, Faimiyyun segera berdo’a agar si anak diberi kesembuhan oleh Allah (‘Azza
Wa Jalla), dan seketika si anak bangkit dari ranjangnya dalam keadaan sehat
walafiat seakan-akan ia tidak pernah ditimpa suatu penyakit sebelumnya.
Setelah peristiwa tersebut, Faimiyyun
akhirnya sadar bahwa dirinya sekaligus kegiatan-kegiatan dan keampuhan do’a
yang telah di anugerahkan Allah padanya telah terekspos di tengah-tengah
masyarakat umum, dan sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa hal ini yakni
ketenaran sangat tidak di sukai oleh Faimiyyun. Oleh karena itu sesampainya ia
dirumah, ia segera menyiapkan barang-barangnya dan langsung pergi pada hari itu
juga dari desa tersebut menuju tanah arab bersama rekannya si pemuda bernama
Shalih”.
Insya Allah cerita mereka berdua di tanah
arab akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya.
Akan tetapi sebelum menutup artikel hari
ini, saya ingin menambahkan sedikit informasi perihal penyakit yang menimpa si
anak diatas. Ibnu Ishaq sendiri tidak menyinggung sedikitpun perihal penyakit
apa yang sebenarnya menimpa si anak, akan tetapi Ibnul Atsir berkata dalam
kitabnya setelah menceritakan perihal permintaan si orang tua agar Faimiyyun
bersedia mendo’akan anaknya agar cepat sembuh, beliau berkata: “…Si orang tua
meminta kepada Faimiyyun agar ia mendo’akan kesembuhan untuk anaknya, maka
Faimiyyun segera berdo’a dan sekejap si anak bisa melihat kembali”. Jadi
menurut Ibnul Atsir penyakit yang diderita si anak adalah penyakit buta.
Adapun as-Suhailiy maka menurut beliau
penyakit yang diderita si anak adalah penyakit gila, yang mendasari pendapat
beliau ini adalah perkataan Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa Faimiyyun berdo’a
dengan do’a berikut: “Ya Allah, seorang hamba dari hamba-hambaMu, telah
dimasuki dan dikuasai tubuh dan akalnya oleh musuhMu (yakni syaithan), dengan
tujuan merusak tubuh dan akalnya tersebut, maka sembuhkan dan sehatkanlah ia
dan bebaskanlah ia dari belenggu syaithan”. As-Suhailiy berkata setelah menyebutkan
do’a versi Ibnu Jarir tersebut: “Maka jelaslah dari do’a ini bahwa penyakit
yang menimpa si anak adalah penyakit gila, karena ia (Faimiyyun) berkata:
“Telah dimasuki dan dikuasai tubuh dan akalnya oleh musuhMu”, yakni syaithan.
Do’a ini sendiri tidak disebutkan oleh Ibnu Ishaq”. Wallahu A’lam
Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment