This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, September 25, 2021

BEBERAPA KEJADIAN YANG TERJADI DI TAHUN 11 HIJRIYYAH.

 

Gambar oleh jplenio dari Pixabay 


Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai apa saja yang terjadi setelah pembunuhan al-Aswad al-Ansi. Sebenarnya tidak banyak hal baru yang akan saya sampaikan di sini karena sebagian besarnya telah saya sampaikan di awal pembahasan mengenai murtadnya al-Aswad al-Ansi. Oleh karena itu saya mungkin akan menambahkan beberapa informasi mengenai apa saja yang terjadi di tahun 11 hijriyyah yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan kisah al-Aswad al-Ansi.

BACA JUGA:

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 6).

KEMBALI KE MASA LALU.

Berkata Ibnu Katsir (Rahimahullah): “Berkata Saif bin Umar: ‘Dari al-Mustanir, dari Urwah, dari adh-Dhahhak, dari Fairuz, dia berkata: ‘Ketika kami membunuh al-Aswad, keadaan (di Yaman) kembali sebagaimana semula, dan kami juga memutuskan untuk mengangkat (sahabat) Mu’adz bin Jabal sebagai pemimpin kami dan beliaulah yang menjadi imam sholat berjamaah kami di Shan’a pada waktu itu. Akan tetapi demi Allah, 3 hari setelah kami menunjuk beliau untuk menjadi imam sholat sekaligus pemimpin umum bagi kami, tiba-tiba datang kabar bahwa Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) telah wafat. Maka semenjak hari itu keadaan kembali menjadi kacau, dan kami pun mengingkari sebagian besar perkara yang dimana dahulu kami mempercayai perkara-perkara tersebut. Pada waktu itu tanah Yaman benar-benar bergoncang dengan hebatnya!”.

Ibnu Katsir (Rahimahullah) melanjutkan: “Dan telah kami sebutkan sebelumnya bahwa kabar mengenai (wafatnya) al-Ansi sampai ke telinga Abu Bakar pada penghujung bulan Rabiul Awwal setelah beliau mempersiapkan keberangkatan pasukan Usamah. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa kabar gembira mengenai terbunuhnya al-Aswad al-Ansi datang di pagi hari ketika Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) wafat. Walaupun begitu, pendapat pertama adalah pendapat yang paling banyak di pegang oleh para ulama. Wallahu A’lam”.

Adapun kejadian-kejadian yang tidak memiliki hubungan dengan kisah al-Aswad akan tetapi terjadi di tahun 11 hijriyyah adalah sebagaimana berikut…

Berkata Ibnu Jarir ath-Thabariy (Rahimahullah): “Kejadian-kejadian yang terjadi di tahun 11 hijriyyah:

1). Berkata al-Waqidiy: ‘Pada tahun ini -yaitu tahun 11 hijriyyah- datanglah sebuah rombongan dari suku an-Nakha’ menemui Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) di pertengahan bulan Muharram. Mereka di pimpin oleh seseorang yang bernama Zurarah bin ‘Amr. Dan mereka ini adalah rombongan para utusan yang paling terakhir datang menemui Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)’.

2). Pada tahun ini juga meninggal putri Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) yang bernama Fatimah (Radhiyallahu ‘Anha). Beliau meninggal pada malam selasa tanggal 3 Ramadhan (wallahu a’lam). Beliau pada saat meninggalnya itu berumur 29 tahun…

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari az-Zuhriy, dari Urwah, dia berkata: ‘Jarak antara meninggalnya Fatimah dengan meninggalnya Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) adalah 6 bulan.

Berkata al-Waqidiy: ‘Pendapat ini lebih kuat menurut kami’.

Jasad beliau yakni Fatimah di mandikan oleh (sahabat) Ali dan (shahabiyat) Asma’ bintu Umais (Radhiyallahu ‘Anhum).

Dan telah menceritakan kepadaku pula Abdurrahman bin Abdil Aziz bin Abdillah bin Utsman bin Hanif, dari Abdullah bin Abi Bakr bin ‘Amr bin Hazm, dari Umrah anak perempuan Abdurrahman, beliau berkata: ‘Yang menjadi imam ketika men-shalati jenazah Fatimah adalah (sahabat) al-‘Abbas bin Abdil Muththalib (Radhiyallahu ‘Anhu).

Dan telah menceritakan kepada kami Abu Zaid, dia berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Ali dari Abu Ma’syar, dia berkata: ‘Yang memasukkan jasad Fatimah ke liang lahat adalah al-‘Abbas, Ali, dan al-Fadhl bin al-‘Abbas’.

3). Pada tahun tersebut juga wafat Abdullah bin Abi Bakr bin Abi Quhafah, konon beliau terkena sebuah anak panah di tanah Thaif ketika sedang bersama Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam), beliau di panah oleh Abu Mihjan. Pada awalnya luka akibat panah tersebut telah sembuh, akan tetapi pada bulan Syawwal beliau kembali di timpa penyakit akibat luka tersebut (penyakit dari luka tersebut kambuh), dan karena sebab penyakit itulah beliau wafat.

4). Dan telah menceritakan kepadaku Abu Zaid, dia berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Ali, dia berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Abu Mi’syar, Muhammad bin Ishaq, dan Juwairiyyah bin Asma’…, mereka berkata: ‘Pada tahun ketika Abu Bakar di bai’at oleh kaum muslimin, naik tahta-lah di negeri Persia Kisra Yazdajurd’. Wallahu A’lam Bish-Shawab.  

Ini adalah sebagian kejadian yang terjadi pada tahun 11 hijriyyah. Dan Insya Allah pada artikel selanjutnya saya akan melanjutkan kisah mengenai masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq (Radhiyallahu ‘Anhu).

Was-Salam.         

 

Friday, September 24, 2021

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 6).

 

Gambar oleh jplenio dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu bahwa pada saat Jisynas kembali ke tempat teman-temannya setelah bertemu dengan Adzaz dan al-Aswad sekaligus, mereka semua pun langsung waspada untuk menghadapi kemungkinan terburuk dimana rencana mereka akan diketahui oleh al-Aswad. Akan tetapi ternyata al-Aswad sama sekali tidak curiga dengan kedatangan Jisynas ke rumahnya pada saat itu, maka oleh karenanya Adzaz pun menenangkan al-Aswad bahwa Jisynas hanyalah seorang sepupu yang ingin mengunjunginya dan dia bukanlah seseorang yang mempunyai niat buruk kepada istrinya yakni Adzaz sendiri. Al-Aswad sendiri adalah seorang pencemburu dimana dia tidak akan membiarkan seorang pun untuk duduk bersama istrinya tanpa sepengetahuannya.

Dan setelah Adzaz mengirimkan seseorang kepada Jisynas dan kawan-kawan demi memberi tahu mereka bahwa rencana mereka masih tetap aman, Jisynas dan kawan-kawan pun memutuskan untuk mengutus Fairuz menuju rumah al-Aswad untuk bertemu dengan Adzaz dan mempersiapkan segala sesuatunya…

BACA JUGA:

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 5).

BEBERAPA KEJADIAN YANG TERJADI DI TAHUN 11 HIJRIYYAH.

Berkata Ibnu Katsir (Rahimahullah): “Maka datanglah Fairuz ke rumah al-Aswad demi mempersiapkan segala sesuatunya sebelum datangnya malam…”

(disebutkan dalam kitabnya Ibnu Jarir dan juga kitabnya Ibnul Atsir bahwa rumah al-Aswad pada saat itu memiliki semacam kayu untuk melapisi dan menghiasi tembok rumahnya, sementara rencana mereka adalah mereka akan menyusup lewat sebuah lubang pada tembok rumah tersebut yang akan mereka buat pada malam harinya dan mereka tidak akan masuk lewat pintu karena itu sangat beresiko ketahuan oleh para penjaga yang bisa saja melihat mereka pada saat masuk di malam harinya, oleh karenanya karena rumah al-Aswad memiliki pelapis tembok yang terbuat dari kayu, maka tugas Fairuz sore itu adalah melepas beberapa pelapis kayu tersebut untuk kemudian menutupinya dengan sesuatu hingga tidak terlalu terlihat jelas bahwa pelapisnya telah dilepas, dan pada saat itu Fairuz berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik)

Ibnu Katsir (Rahimahullah) melanjutkan: “…Dan saat dia telah selesai melakukan pekerjaannya dia pun duduk bersama Adzaz seakan-akan dia adalah seseorang yang sedang bertamu, dia duduk bersamanya selama beberapa waktu demi menghindari kecurigaan orang lain. Dan tidak lama kemudian al-Aswad pun datang dan masuk ke rumahnya sementara Fairuz masih ada di dalam (dan karena al-Aswad adalah seorang pencemburu, dia pun langsung marah ketika melihat ada sesosok lelaki asing yang masuk ke rumahnya dan duduk berdua bersama istrinya tanpa kehadirannya sebanyak 2 kali berturut-turut) oleh karena itu dia langsung berkata ketika melihat Fairuz (yang tentunya dia tidak tahu bahwa orang itu adalah Fairuz, karena pada saat itu hari telah beranjak sore dan hampir memasuki malam): “Siapa ini?”.

Adzaz menjawab: “Dia adalah saudara lelakiku dari sepersusuan, dan dia juga adalah sepupuku”.

Akan tetapi sebagaimana yang terjadi pada Jisynas sebelumnya, al-Aswad tetap mengusir keluar Fairuz dari rumahnya, maka Fairuz pun keluar dan segera pergi menuju ke markas teman-temannya.

Dan di malam harinya, berangkatlah Fairuz bersama teman-temannya menuju rumah al-Aswad, dan sesampainya mereka di sana, mereka langsung membuat sebuah lubang pada tembok rumah (yang telah di tandai tentunya oleh Fairuz di sore harinya) dan segera masuk ke rumah setelah lubang tersebut siap.

Sesampainya mereka di dalam, mereka mendapati sebuah lentera (sebagaimana yang dijanjikan oleh Adzaz sebelumnya) pada sebuah nampan dan mereka pun mengambilnya. Setelah itu Fairuz kemudian maju menuju tempat tidur yang seprainya terbuat dari sutera dimana al-Aswad sedang tidur pulas di atasnya sambil mengorok karena mabuk, dan Adzaz sendiri sedang duduk di sisi tempat tidur tersebut.

Pada saat Fairuz telah sampai di pintu kamar tidur tersebut, tiba-tiba setannya al-Aswad (memiliki ide brilian karena dia tidak ingin kehilangan seorang teman dengan begitu mudahnya) mendudukkan al-Aswad diatas kasurnya -dan al-Aswad sendiri masih tertidur dengan pulasnya-, dan setelah tubuh al-Aswad tegak dalam posisi duduk, setannya pun berbicara seakan-akan al-Aswad sendirilah yang berbicara, si setan berkata: “Ada masalah apa yang terjadi antara diriku dengan dirimu wahai Fairuz?”.

Melihat hal ini tentu saja Fairuz ketakutan, akan tetapi karena dia tidak ingin kabur dan meninggalkan Adzaz seorang diri diambang bahaya, dia pun langsung merubuhkan tubuh al-Aswad yang besarnya laksana unta tersebut dan mencekiknya untuk kemudian memutar lehernya (hingga patah) sekaligus membengkokkan tubuhnya.

Kemudian Fairuz segera bangkit hendak pergi keluar kamar menemui sahabat-sahabatnya (karena dia merasa bahwa dengan serangan sehebat itu pasti al-Aswad telah tamat). Akan tetapi sebelum dia melewati pintu, Adzaz langsung menarik bajunya (karena sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Jarir dan Ibnul Atsir bahwa Adzaz merasa bahwa al-Aswad belum meninggal) sembari berkata: “Kemana kamu ingin pergi dan rela meninggalkan keluargamu di sini (seorang diri diambang bahaya)?”. Adzaz merasa bahwa Fairuz belum membunuh al-Aswad.

Fairuz menjawab: “Aku hanya ingin keluar menemui teman-temanku dan memberitahu mereka bahwa aku telah membunuhnya”.

Dan pada saat Fairuz dan teman-temannya masuk ke kamar tersebut hendak memenggal kepala al-Aswad, ternyata si setan tidak kehabisan akal, karena dia memutuskan untuk menggerak-gerakkan tubuh al-Aswad yang sudah tidak sadarkan diri tersebut.

Fairuz dan teman-temannya tidak bisa menguasai tubuh al-Aswad yang sedang bergerak-gerak dengan hebatnya hingga ada 2 orang dari mereka yang duduk diatas punggungnya hingga membuat tubuh tersebut diam, Adzaz sendiri langsung menarik rambut al-Aswad yang pada saat itu mulutnya sedang berkomat-kamit tidak jelas, sementara yang lain langsung memenggal kepalanya, dan pada saat itulah tiba-tiba al-Aswad mengeluarkan suara lenguhan seperti lenguhannya sapi yang sangat keras hingga membuat para penjaga yang sedang berjaga malam langsung berkumpul di depan rumah sembari bertanya-tanya: “Apa yang sedang terjadi?”.

Melihat bahwa para penjaga telah berkumpul di depan rumah, Adzaz yang tidak ingin aksi Fairuz dan kawan-kawan ketahuan segera menemui para penjaga tadi dan berkata kepada mereka: “Tadi adalah suara Nabi yang sedang di beri wahyu”.

Mendengar jawaban tersebut, mereka pun kembali bubar ke pos masing-masing. Dan setelah itu duduklah Qais, Fairuz dan Dadzawaih (tentu saja Jisynas juga ikut karena dialah yang bercerita) untuk bermusyawarah mengenai bagaimana cara mereka untuk memberitahu rakyat Shan’a secara umum bahwa sang Nabi palsu telah wafat?.

Maka mereka sepakat bahwa mereka akan memanggil pada pagi harinya semua warga Shan’a yang muslim maupun yang telah murtad dengan panggilan yang telah dibuat oleh al-Aswad sebelumnya untuk mengumpulkan rakyat Shan’a.

Dan di pagi harinya, berdirilah Qais di atas benteng Shan’a untuk kemudian meneriakkan panggilan yang dibuat oleh al-Aswad, hingga ketika semua orang telah berkumpul Qais pun segera melantunkan adzan, dikatakan bahwa Wabr bin Yuhannas lah yang melantunkan adzan. Kemudian setelah selesai berkatalah (Qais atau Wabr atau mereka semua yang terlibat dalam pembunuhan al-Aswad): “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan bahwa ‘Abhalah (al-Aswad) adalah seorang pendusta!”.

Setelah itu Fairuz dan kawan-kawan melemparkan kepala al-Aswad yang berada di dalam sebuah kantong ke arah rakyat Shan’a yang sedang berkumpul, dan ketika para pengikut al-Aswad melihat kepala pemimpin mereka tersebut, mereka segara berlarian kabur dari tempat itu, dan kaum muslimin segera mengejar mereka dan menangkapi mereka semua.

Setelah semua kejadian tersebut, agama Islam pun kembali berjaya di negeri Yaman. Dan para wakil Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) bisa kembali ke pos mereka masing-masing.

Adapun tiga orang sekawan yang mempunyai andil besar dalam terbunuhnya al-Aswad (yakni Fairuz, Dadzawaih dan Qais) mereka semua saling berselisih mengenai siapa diantara mereka yang lebih berhak menjadi pemimpin baru bagi rakyat Yaman. Akan tetapi pada akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan sahabat Mu’adz bin Jabal (Radhiyallahu ‘Anhu) sebagai pemimpin umum dengan mengangkat beliau sebagai imam sholat di sana.

Setelah itu mereka menulis surat kepada Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) yang berisi pemberitahuan bahwa al-Aswad telah berhasil di bunuh, walaupun beliau telah diberitahu lebih dulu oleh Allah (‘Azza Wa Jalla) mengenai kabar tersebut di malam ketika Fairuz dan kawan-kawan sedang beraksi”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kisah Fairuz dan rakyat Yaman akan berlanjut di artikel selanjutnya.

Was-Salam.  

 

   

 

Thursday, September 23, 2021

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 5).

 

Gambar oleh Dani Géza dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel yang lalu saya telah menyebutkan bahwa sepulangnya Fairuz dari membagi-bagikan daging unta dan sapi bagi rakyat Shan’a, dia mendengar suara obrolan sayup-sayup antara seseorang dengan al-Aswad yang membicarakan mengenai dirinya pada saat dia telah sampai di gerbang istana. Hal apakah yang tengah dibicarakan oleh orang tersebut dengan al-Aswad mengenai diri Fairuz?....

BACA JUGA:

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 4). 

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 6).

Berkata Ibnul Atsir (Rahimahullah): “Berkata Jisynas ad-Dailamiy: ‘…Pada saat Fairuz telah selesai membagi-bagikan daging unta dan sapi tersebut, dia segera berbalik pulang menuju istana (demi melaporkan pekerjaannya yang baru saja selesai).

Akan tetapi saat dia telah dekat dengan tempat al-Aswad berada, dia mendengar suara obrolan seseorang yang sedang berbincang dengan al-Aswad mengenai dirinya, dimana al-Aswad berkata kepada orang tersebut: “Aku akan membunuhnya (Fairuz) besok beserta seluruh teman-temannya (Qais, Dadzawaih, Jisynas, dkk)”.

Kemudian setelah dia al-Aswad mengatakan hal tersebut, dia pun menengok dan langsung melihat Fairuz yang telah berada di sampingnya sedari tadi. Fairuz sendiri tetap tenang dan segera melaporkan mengenai pembagian daging unta dan sapi kepada al-Aswad.

(adapun pembagian tersebut adalah sebagaimana berikut: Ibnu Jarir ath-Thabariy menulis di dalam kitabnya bahwa Fairuz berkata: ‘Aku memberikan daging unta kepada sekelompok orang yang jumlah mereka terdiri dari 3-10 orang, adapun bagi setiap rumah maka aku memberikan kepada mereka daging sapi’).

Dan setelah laporan tersebut selesai, al-Aswad langsung masuk ke istananya sementara Fairuz berbalik untuk pulang (ke rumahnya). Dan pada saat dia bertemu dengan kami, dia segera memberitahu kami perihal perkataan al-Aswad tadi.

Mendengar hal ini, kami segera memanggil Qais untuk segera berkumpul. Dan pada saat dia telah datang, kami langsung bermusyawarah dan akhirnya sepakat bahwa langkah kami selanjutnya adalah menemui Adzaz untuk meminta pendapatnya mengenai apa yang harus kami lakukan sebagai langkah penutup dalam menyelesaikan misi ini.

Kami juga sepakat bahwa dirikulah yang kali ini harus menemuinya dan memberitahunya bahwa kami telah siap untuk melakukan langkah terakhir. Maka setelah musyawarah selesai, aku segera menemui Adzaz dan memberitahunya perihal kesiapan kami…’”.

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa orang yang ditugaskan untuk menemui Adzaz adalah Fairuz dan bukannya Jisynas.

Adapun dialog yang terjadi antara Jisynas atau Fairuz dengan Adzaz adalah sebagaimana berikut…

Ketika si utusan telah bertemu dengan Adzaz dia berkata: “Bagaimana pendapatmu”.

Adzaz menjawab: “Dia itu sangat terjaga, dimana tidak ada satu tempat pun di dalam istana kecuali pasti akan terdapat penjaga disana, dan dia sendiri kemana pun dia pergi, maka pasti para penjaga akan senantiasa berada di sekitarnya. Dan satu-satunya tempat dimana para penjaga tidak ada di sekelilingnya adalah rumah ini, dan jika dia tidur di rumah ini maka punggungnya akan menghadap ke jalan ini dan itu. Maka oleh karena itu, jika hari telah beranjak gelap masuklah kalian ke dalam rumah ini secara diam-diam, karena di saat suasana telah gelap tidak ada satu pun penjaga yang akan mengganggu pekerjaan kalian, dan kalian bisa bebas membunuhnya”.

Adzaz juga melanjutkan: “Jika nanti kalian telah memasuki rumah ini, maka kalian akan menemukan sebuah lentera dan senjata yang telah kupersiapkan (maka gunakanlah keduanya untuk menyelesaikan misi kalian)”.

Si utusan (Jisynas atau Fairuz) berkata: “Setelah semua arahan tadi telah kuterima dengan baik, aku pun segera keluar dari rumah. Dan pada saat aku keluar itulah aku bertemu dengan al-Aswad yang langsung menekan kepalaku ke arah tanah hingga hampir saja aku terjatuh -al-Aswad adalah seseorang yang sangat kuat-, dia menekan kepalaku sembari berkata: ‘Atas alasan apa engkau memasuki rumahku?’.

Ketika hampir saja al-Aswad membunuhku, tiba-tiba Adzaz langsung berteriak yang membuat al-Aswad kaget, Adzaz berkata: ‘Dia adalah sepupuku yang datang menjengukku, tolong ampunilah dia!’.

Al-Aswad berkata: ‘Sudahlah, aku akan mengampuninya karena dirimu’.

Setelah aku terlepas dari cengkraman al-Aswad, Adzaz segera kembali ke rumahnya dan aku sendiri segera menemui sahabat-sahabatku sembari berkata: ‘Tolong, tolong!’, dan setelah itu aku memberitahu mereka perihal apa yang telah terjadi padaku tadi.

Dan karena kisahku itulah kami semua pun menjadi bingung perihal apa yang harus kami lakukan selanjutnya (karena bisa saja al-Aswad curiga dan kemudian dia berhasil mengorek informasi dari Adzaz).

Akan tetapi tidak lama setelah itu datanglah seorang utusan yang membawa pesan dari Adzaz, isi pesannya sebagaimana berikut…

(-)“Jangan biarkan apa yang telah terjadi memecah fokusmu, karena aku saat ini (baik-baik saja dan) sedang menenangkannya (al-Aswad)”, perkataan ini sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Jarir ath-Thabariy dan Ibnul Atsir.

(-)“Janganlah kalian ragu untuk menyelesaikan apa yang telah kalian rencanakan dan apa yang telah kalian bertekad untuk menyelesaikannya”, perkataan ini sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Katsir.

Setelah itu berangkatlah Fairuz menuju rumah Adzaz untuk mempersiapkan segala sesuatunya…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kelanjutan kisahnya akan saya paparkan pada artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

 

Wednesday, September 22, 2021

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 4).

 

Gambar oleh Dan Fador dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnul Atsir ketika melanjutkan kisah mengenai al-Aswad: “Berkata Jisynas ad-Dailamiy: ‘…Maka aku pun memutuskan untuk menemui Adzaz yang dimana wanita ini di nikahi oleh al-Aswad setelah dia membunuh suaminya yang bernama Syahr bin Badzan.

Tujuanku dari menemuinya adalah untuk mengajaknya agar dia bersedia untuk ikut andil dalam rencana yang akan kami jalankan, juga sekaligus mengingatkannya perihal peristiwa ketika suaminya dibunuh (oleh al-Aswad), keluarga-keluarganya di bantai, dan berbagai bentuk pelecehan yang dilakukan oleh al-Aswad terhadap kehormatan para wanita…’”.

BACA JUGA:

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 3).  

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 5).

Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir menyebutkan secara rinci dialog yang terjadi antara Adzaz dan Jizynas, dialog tersebut sebagaimana berikut…

Jisynas berkata: “Aku pun memutuskan untuk menemui istri al-Aswad yang bernama Adzaz, dan ketika aku telah bertemu dengannya aku berkata padanya: ‘Wahai puteri pamanku, sungguh aku telah mengetahui seberapa besar kejahatan orang ini (al-Aswad) terhadap kaummu, dia telah membunuh suamimu, membantai sebagian besar kaummu, gemar melecehkan dan merendahkan orang-orang yang tersisa dan masih hidup dari mereka, juga gemar melecehkan kehormatan wanita. Maka dengan semua kejahatan yang dilakukannya ini, apakah engkau bisa membantu kami?’.

Dia bertanya kembali: “Membantu kalian untuk melakukan apa?”.

Aku menjawab: “Membantu kami untuk mengusirnya”.

Dia menimpali jawabanku dengan berkata: “Atau membunuhnya?”.

Aku menjawab: “Iya, atau membunuhnya”.

Dia berkata: “Baiklah, aku akan membantu kalian dalam melakukan hal tersebut. Sungguh Allah tidak pernah menciptakan sesosok makhluk yang paling aku benci selain dirinya. Dia tidak pernah menunaikan hak-hak Allah, dan juga sangat gemar melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang. Oleh karena itu, jika kalian telah siap untuk melakukan misi kalian, maka beritahu aku, karena aku akan menunjuki kalian terhadap apa saja yang dibutuhkan untuk menuntaskan misi ini!”.

Lanjut ke kisah yang dibawakan oleh Ibnul Atsir, beliau berkata: “Berkata Jisynas ad-Dailamiy: ‘Setelah dialog antara diriku dengan Adzaz selesai, aku pun segera keluar (dari rumahnya) untuk menemui Fairuz, Dadzawaih, dan Qais, juga sekaligus untuk memberitahu mereka perihal dialog yang terjadi antara diriku dengan Adzaz.

Dan saat kami tengah berbincang, tiba-tiba datanglah seorang utusan yang diutus oleh al-Aswad untuk menyuruh Qais agar segera menghadap dirinya di istana, maka Qais pun segera berangkat menuju istana.

Sesampainya dia di sana, ternyata dia masuk bersamaan dengan masuknya 10 orang yang berasal dari suku Mudzhij dan Hamadan. Dan dengan masuknya kesepuluh orang tersebut, Qais pun tidak bisa mewujudkan keinginannya untuk segera membunuh al-Aswad’”.

Pada saat Qais telah bertemu dengan al-Aswad, terjadilah percakapan antara mereka berdua yang bunyinya sebagaimana berikut…

Al-Aswad berkata: “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu hal-hal yang benar sementara engkau mengatakan kepadaku hal-hal yang dusta!. Sungguh dia (si setan) berkata: ‘Sungguh sangat buruk, sungguh sangat buruk!. Jika engkau tidak memotong tangan Qais sekarang, maka pasti dia nanti yang akan memotong lehermu sebagai gantinya!’”.

Pada saat al-Aswad mengatakan hal ini, Qais merasa seakan-akan dia pasti akan segera di eksekusi oleh al-Aswad pada saat itu juga.

Dia pun membalas perkataan al-Aswad dengan berkata: “Sungguh apa yang dia (setan itu) beritahukan kepadamu adalah sebuah kebohongan. Apakah aku akan membunuhmu sementara engkau adalah utusan Allah!. Oleh karena itu perintahkanlah orang-orangmu untuk melakukan sesuatu terhadap diriku sesuka hatimu, atau jika engkau enggan, maka bunuhlah aku saja, karena sungguh 1 kematian itu lebih ringan bagiku daripada aku harus mati berkali-kali setiap hari!”.

Ibnul Atsir berkata: “Berkata Jisynas: ‘Ketika mendengar perkataan Qais tadi, al-Aswad pun merasa iba padanya dan segera memerintahkannya untuk keluar dari istana, maka Qais pun keluar.

Dan pada saat dia melewati kami, dia berkata: “Selesaikanlah (segera) pekerjaan kalian!”. Sembari tetap berjalan dan tidak berdiam diri bersama kami’”.

Dalam riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, Jisynas berkata: “Dan pada saat kami sedang berunding di depan pintu istana, tiba-tiba al-Aswad keluar (menuju pekarangan istana) dimana (di tempat tersebut) telah di siapkan baginya 100 ekor hewan campuran antara unta dan sapi.

Sesampainya dia di tempat berkumpulnya 100 ekor unta dan sapi tersebut, dia langsung membuat sebuah garis, dan ke seratus ekor hewan tadi di bariskan di sisi lain dari garis tersebut. Dan al-Aswad sendiri berdiri di sisi satunya.

Dan saat semua hewan tadi telah dibariskan, dia langsung menyembelih semua hewan tadi secara membabi-buta hingga tidak ada satu hewan pun yang sempat melangkahkan kakinya melewati garis yang telah di buat olehnya. Dan saat proses penyembelihan yang ganas tersebut usai, semua hewan-hewan tadi pun bergerak-gerak tanpa aturan hingga nyawanya di cabut.

Qais berkata saat melihat kejadian ini: “Aku tidak pernah melalui satu hari pun yang lebih menakutkan dan lebih brutal dari hari tersebut”.

Kemudian al-Aswad berkata kepada Fairuz: “Apakah benar apa yang telah sampai di telingaku mengenai dirimu wahai Fairuz?. Sungguh aku benar-benar ingin menyembelihmu sebagaimana aku menyembelih hewan-hewan ini!”. Dia mengatakan hal tersebut sembari mengambil sebatang tombak.

Fairuz menjawab: “Sungguh engkau telah memilih kami untuk menjadi iparmu, dan telah memuliakan kami dari segenap keturunan Persia yang lain. Jikalau saja engkau ini bukanlah seorang Nabi, maka pasti kami telah memberikan segala kemuliaan ini ke tangan orang lain. Bagaimana mungkin kami rela memberikan segala kemuliaan tersebut ke tangan orang lain jika kami mendapatkan dunia dan akhirat sekaligus sebagai gantinya?. Maka oleh karena itu, janganlah engkau terima mentah-mentah semua yang di sampaikan orang kepada dirimu. Karena kami ini senantiasa melakukan apa saja yang engkau ridhoi!”.

Setelah mendengar hal ini, al-Aswad pun menjadi tenang dan reda amarahnya, dia pun memerintahkan Fairuz untuk membagi-bagikan daging unta dan sapi yang tadi di sembelihnya kepada semua masyarakat. Maka Fairuz pun segera melaksanakan perintah tersebut dengan sangat baik.

Dan ketika pekerjaannya telah selesai, dia segera kembali ke istana demi menemui al-Aswad, akan tetapi saat dia sampai di gerbang istana, dia mendengar sayup-sayup ada seseorang yang tengah membicarakan dirinya bersama dengan al-Aswad…”.

Apa gerangan yang dibicarakan oleh orang tersebut bersama al-Aswad mengenai Fairuz?.

Insya Allah kelanjutan kisahnya akan saya sampaikan pada artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.  

Was-Salam.

 

 

Tuesday, September 21, 2021

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 3).

 

Gambar oleh David Mark dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu mengenai kedatangan surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) ke negeri Yaman, dimana pada surat tersebut beliau memerintahkan kaum muslimin agar segera bangkit demi merebut kembali segala hak-hak mereka yang telah di rampas oleh al-Aswad al-Ansi.

Dalam surat tersebut juga terdapat perintah dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) untuk memerangi dan membunuh al-Aswad, dan demi melancarkan misi tersebut kaum muslimin pun mencari sekutu dari kalangan petinggi pemerintahan al-Aswad al-Ansi. Maka setelah mencari dan memperhatikan, mereka pun mendapatkan orang-orang yang cocok diantara para petinggi tersebut untuk di ajak kerjasama demi menuntaskan misi yang diembankan Rasulullah kepada mereka.

BACA JUGA:

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 2).  

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 4).

Adapun kelanjutan cerita dari cerita yang terputus pada artikel yang lalu adalah sebagaimana berikut…

Berkata Ibnul Atsir setelah menjelaskan mengenai kedatangan surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) berikut direkrutnya salah satu pejabat al-Aswad yang mengurusi masalah militer yakni Qais bin ‘Abdi Yaguts, beliau berkata: “Berkata Jisynas ad-Dailamiy: ‘…Maka Qais pun menjawab ajakan kami dengan jawaban yang positif, dan setelah itu kami pun mengirimkan kembali beberapa surat ke seluruh penjuru Yaman (demi mengajak orang-orang untuk ikut bersama kami melengserkan al-Aswad dari kursi penguasa Yaman).

Dan ternyata al-Aswad berhasil mengetahui pergerakan klandestin (bawah tanah) kami, hal tersebut berkat setan miliknya (yang al-Aswad anggap sebagai malaikat pelindungnya, adapun kenapa al-Aswad memiliki setan yang senantiasa menjaganya adalah: karena sebagaimana yang pernah saya sebutkan bahwa dahulunya al-Aswad ini adalah seorang dukun, maka wajar saja jika dia memiliki teman dekat dari kalangan setan yang senantiasa mendukungnya di setiap aksinya).

Dimana setan tersebut memberitahunya perihal pergerakan kami. Maka oleh karena itu pada suatu hari al-Aswad memanggil Qais untuk segera menghadap kepadanya…’”.

Kisah mengenai dialog antara Qais dengan al-Aswad telah di sebutkan oleh Ibnu Jarir juga Ibnu Katsir di dalam kitab mereka berdua. Dialog tersebut berbunyi sebagaimana berikut…

Al-Aswad memanggil Qais untuk segera menghadap kepadanya, dan sesampainya Qais di hadapannya, al-Aswad berkata: “Wahai Qais, apa yang di katakan oleh setanku ini?”.

Qais menjawab: “Apa gerangan yang dikatakannya?”.

Al-Aswad menjawab: “Dia berkata: ‘Aku telah mempercayai Qais dan telah memuliakannya. Hingga ketika dia telah memiliki kedudukan yang mulia di sisimu, dan telah di segani layaknya ketika engkau di segani, tiba-tiba dia beralih ke sisi musuhmu, dan berusaha untuk merebut kekuasaanmu dan bertekad untuk mengkhianatimu!’. Dia juga berkata: ‘Wahai Aswad, wahai Aswad!, sungguh sangat buruk, sungguh sangat buruk!. Hendaknya engkau segera melengserkan Qais dari kekuasaannya saat ini, karena jika tidak maka pasti dialah yang nanti akan melengserkanmu dari kerajaanmu!’”.

Qais berkata sembari bersumpah: “Sungguh dia (setanmu itu) telah berbohong, demi Dzil Khimar (yakni al-Aswad)!. Sungguh dirimu itu sangat aku hormati, maka bagaimana mungkin aku bisa sampai berpikir untuk memberontak kepadamu?”.

Al-Aswad menimpali perkataannya dengan berkata: “Ada apa denganmu!, apakah kamu ini tidak percaya kepada sang malaikat (yakni setannya al-Aswad)!. Sungguh sang malaikat telah berkata benar, dan sekarang akhirnya aku tahu bahwa engkau telah bertaubat dari keinginanmu untuk memberontak dan menyelisihiku”.

Berkata Ibnul Atsir: “Berkata Jisynas: ‘…Kemudian setelah dialog antara mereka berdua telah usai, Qais pun mendatangi kami dan berkata: ‘Wahai Jisynis, wahai Fairuz, wahai Dadzawaih’, dan dia pun langsung mengkabarkan kepada kami perihal apa yang dikatakan oleh al-Aswad kepadanya.

Dan ketika kami tengah berdiskusi perihal masalah baru tersebut, tiba-tiba datanglah seorang utusan yang diutus oleh al-Aswad, utusan tersebut menyampaikan kepada kami perintah al-Aswad yang menyuruh kami untuk segera menghadap kepadanya di istana. Dan sesampainya kami di sana kami segera meminta maaf kepadanya dan berhasil selamat dari kemurkaannya untuk kedua kalinya. Akan tetapi (walaupun mereka berhasil selamat) mulai detik itu al-Aswad pun semakin curiga dan waspada kepada kami, dan kami sendiri semakin berhati-hati dalam bertindak’”.

Adapun bunyi dari ancaman tersebut sebagaimana berikut (hal ini disebutkan oleh masing-masing dari Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir dalam kitab mereka berdua, dan mereka berdua menyebutkan bahwa kisah ini dibawakan oleh Jisynis ad-Dailamiy)…

Ketika Qais telah keluar dari istana al-Aswad, dia segera mendatangi kami dan langsung berkata: “Wahai Jisynis, wahai Fairuz, wahai Dadzawaih, sungguh dia telah berkata begini dan begini. Maka bagaimana pendapat kalian?”.

Kami menjawab: “Hendaknya kita mulai saat ini senantiasa berhati-hati”.

Dan saat kami tengah berdiskusi, tiba-tiba datanglah seorang utusan al-Aswad menyuruh kami untuk pergi menghadap kepadanya di istana. Dan sesampainya kami di hadapannya, dia berkata kepada kami: “Bukankah aku telah memuliakan kalian di tengah kaum kalian masing-masing?, apakah kalian (benar-benar) mengira bahwa dia (setan al-Aswad) tidak memberitahuku perihal perbuatan kalian?”.

Kami menjawab: “Kalau begitu ampunilah kami untuk kali ini”.

Dia menimpali: “Jika dia memberitahuku lagi untuk ketiga kalinya perihal perbuatan kalian, maka sungguh aku akan membunuh kalian semuanya!”.

Maka dengan perkataannya tersebut kami pun kembali berhasil selamat, akan tetapi walaupun begitu, perkataan setannya tersebut telah benar-benar membuat dirinya semakin mewaspadai seluruh gerak-gerik kami terlebih lagi gerak-gerik Qais. Dan kami pun juga senantiasa waspada karena kami saat itu sedang berada diambang bahaya yang sangat mematikan.

Dan di tengah suasana menegangkan tersebut, datanglah beberapa surat yang berasal dari ‘Amir bin Syahr, Dzi Zuwad, Dzi Murran, Dzil Kala’, Dzi Dzulaim, dan juga beberapa surat yang berasal dari para pemimpin Yaman, dimana mereka semua mengumumkan bahwa mereka berada di pihak kami dan bahwa mereka siap untuk mengirimkan kepada kami berbagai macam bantuan kapan pun kami membutuhkannya.

Keputusan tersebut mereka buat setelah datangnya surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) kepada mereka, dimana dalam surat tersebut beliau menyemangati mereka semua untuk tetap berdiri di pihak kami apapun yang terjadi.

Dan setelah membaca semua surat tadi, kami pun mengirimkan surat balasan yang isinya adalah agar mereka tetap menahan diri untuk sementara waktu dan jangan sekali-kali membuat kekacauan sebelum kami memerintahkannya. Dan pada saat al-Aswad mendengar akan berpihaknya orang-orang tadi kepada kami, dia pun merasa bahwa saatnya telah tiba dan bahwa sebentar lagi dia pasti akan binasa…

Insya Allah kelanjutan ceritanya akan saya paparkan di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

Sunday, September 19, 2021

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 2).

 

Gambar oleh Myriams-Fotos dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu bahwa diantara sebab yang membuat tekad kaum muslimin untuk membunuh al-Aswad kembali menguat adalah kedatangan sebuah surat yang berasal dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Dimana dalam surat tersebut beliau memerintahkan kaum muslimin Yaman agar segera bangkit dan merebut kembali hak-hak mereka yang telah dirampas oleh al-Aswad.

Dalam surat tersebut beliau juga memerintahkan kaum muslimin untuk melawan al-Aswad baik itu dengan cara memeranginya ataupun dengan cara membunuhnya secara diam-diam.

BACA JUGA:

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 1). 

TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 3).

Adapun orang yang membawa surat tersebut dari Madinah menuju Yaman adalah seseorang yang bernama Wabr bin Yuhannas al-Azdiy. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Atsir dalam kitabnya, juga Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir dalam kitab mereka berdua.

Berkata Ibnu Katsir (Rahimahullah): “Berkata Saif bin Umar at-Tamimi: ‘Dan Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) pun menulis sebuah surat yang beliau peruntukkan bagi kaum muslimin Yaman, hal tersebut terjadi setelah beliau mendengar kabar perihal kemunculan al-Aswad dan apa yang dilakukannya di negeri Yaman.

Beliau menugaskan seseorang yang bernama Wabr bin Yuhannas ad-Dailamiy (adapun Ibnul Atsir menyebutkan bahwa nama orang ini adalah Wabr ibn Yuhannas al-Azdiy) untuk membawa surat ini dan memberikannya ke rakyat Yaman.

Surat tersebut berisi perintah kepada segenap kaum muslimin Yaman agar segera bangkit dan melakukan perlawanan kepada al-Aswad. Dan ketika surat ini sampai ke tangan Mu’adz bin Jabal, beliau pun menyanggupi perintah Nabi tersebut dan bertekad untuk menyelesaikan misi yang diberikan oleh Nabi dengan cara yang terbaik…”.

Ibnu Jarir (Rahimahullah) berkata: “Telah menceritakan kepada kami as-Sirriy, dia berkata: ‘Telah mengkabarkan kepada kami Syu’aib, dia berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Saif (dan telah menceritakan kepadaku pula Ubaidullah, dia berkata: ‘Telah mengkabarkan kepada kami pamanku, dia berkata: ‘Telah mengkabarkan kepada kami Saif), dia berkata: ‘Telah mengkabarkan kepada kami al-Mustanir bin Yazid, dari Urwah bin Ghaziyyah ad-Datsiniy, dari adh-Dhahhak bin Fairuz. Berkata as-Sirriy: ‘Dari Jasyisy bin ad-Dailamiy, dan berkata Ubaidullah: ‘Dari Jusynus bin ad-Dailamiy, dia berkata: ‘Wabr bin Yuhannas mendatangi kami sembari membawa surat dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Dalam surat tersebut beliau memerintahkan kami untuk bangkit dan melakukan perlawanan demi membela agama kami, dan agar kami juga mengatasi al-Aswad baik itu dengan cara membunuhnya secara diam-diam maupun memeranginya.

Dan agar kami menyampaikan seluruh pesan beliau yang terdapat dalam surat tersebut kepada semua orang yang belum murtad dan juga mampu untuk melakukan perlawanan.

Maka kami pun bangkit untuk melaksanakan perintah beliau tersebut. Dan yang kami lihat pada waktu itu adalah sebuah keadaan yang sangat kacau, akan tetapi kami pun akhirnya mengetahui siapa saja yang harus kami ajak untuk bangkit dan melakukan perlawanan.

Kami melihat bahwa perlakuan al-Aswad telah berubah menjadi sangat buruk kepada komandan pasukannya yang bernama Qais bin ‘Abdi Yaguts. Ketika melihat hal tersebut, kami berkata: “Orang ini takut darahnya tumpah, maka dialah orang pertama yang akan kita ajak”.

Setelah itu kami pun mendatanginya dan memberitahunya perihal misi dan tugas yang sedang kami emban. Kami juga memberitahunya perihal perintah yang dikeluarkan oleh Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam).

Maka ketika dia mendengar semua hal ini dari kami, dia pun merasa bahwa kami adalah sebuah kelompok yang turun dari langit (demi memberinya jalan keluar sekaligus bantuan untuk mewujudkan keinginannya, yakni terlepas dari cengkraman al-Aswad al-Ansi).

Dia sendiri pada saat kami temui sedang berada dalam keputus asaan yang tiada berujung, dan tentu saja pada saat kami menawarinya untuk bekerja sama dengan kami demi meruntuhkan kekuasaan al-Aswad, dia segera menyetujui dan menerima tawaran tersebut.

Wabr bin Yuhannas kemudian datang kembali untuk membantu kami dalam mengajak lebih banyak orang untuk ikut dengan kami menuntaskan misi ini…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab. 

Insya Allah kisah akan berlanjut ke artikel selanjutnya.

Was-Salam.