Gambar oleh David Mark dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu
mengenai kedatangan surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) ke
negeri Yaman, dimana pada surat tersebut beliau memerintahkan kaum muslimin
agar segera bangkit demi merebut kembali segala hak-hak mereka yang telah di
rampas oleh al-Aswad al-Ansi.
Dalam surat tersebut juga terdapat perintah
dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) untuk memerangi dan membunuh
al-Aswad, dan demi melancarkan misi tersebut kaum muslimin pun mencari sekutu
dari kalangan petinggi pemerintahan al-Aswad al-Ansi. Maka setelah mencari dan
memperhatikan, mereka pun mendapatkan orang-orang yang cocok diantara para
petinggi tersebut untuk di ajak kerjasama demi menuntaskan misi yang diembankan
Rasulullah kepada mereka.
BACA JUGA:
TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 2).
TERBUNUHNYA AL-ASWAD AL-ANSI (BAG, 4).
Adapun kelanjutan cerita dari cerita yang
terputus pada artikel yang lalu adalah sebagaimana berikut…
Berkata Ibnul Atsir setelah menjelaskan
mengenai kedatangan surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)
berikut direkrutnya salah satu pejabat al-Aswad yang mengurusi masalah militer
yakni Qais bin ‘Abdi Yaguts, beliau berkata: “Berkata Jisynas ad-Dailamiy: ‘…Maka
Qais pun menjawab ajakan kami dengan jawaban yang positif, dan setelah itu kami
pun mengirimkan kembali beberapa surat ke seluruh penjuru Yaman (demi mengajak
orang-orang untuk ikut bersama kami melengserkan al-Aswad dari kursi penguasa
Yaman).
Dan ternyata al-Aswad berhasil mengetahui
pergerakan klandestin (bawah tanah) kami, hal tersebut berkat setan miliknya
(yang al-Aswad anggap sebagai malaikat pelindungnya, adapun kenapa al-Aswad
memiliki setan yang senantiasa menjaganya adalah: karena sebagaimana yang pernah
saya sebutkan bahwa dahulunya al-Aswad ini adalah seorang dukun, maka wajar
saja jika dia memiliki teman dekat dari kalangan setan yang senantiasa
mendukungnya di setiap aksinya).
Dimana setan tersebut memberitahunya
perihal pergerakan kami. Maka oleh karena itu pada suatu hari al-Aswad
memanggil Qais untuk segera menghadap kepadanya…’”.
Kisah mengenai dialog antara Qais dengan
al-Aswad telah di sebutkan oleh Ibnu Jarir juga Ibnu Katsir di dalam kitab
mereka berdua. Dialog tersebut berbunyi sebagaimana berikut…
Al-Aswad memanggil Qais untuk segera
menghadap kepadanya, dan sesampainya Qais di hadapannya, al-Aswad berkata: “Wahai
Qais, apa yang di katakan oleh setanku ini?”.
Qais menjawab: “Apa gerangan yang dikatakannya?”.
Al-Aswad menjawab: “Dia berkata: ‘Aku telah
mempercayai Qais dan telah memuliakannya. Hingga ketika dia telah memiliki
kedudukan yang mulia di sisimu, dan telah di segani layaknya ketika engkau di
segani, tiba-tiba dia beralih ke sisi musuhmu, dan berusaha untuk merebut
kekuasaanmu dan bertekad untuk mengkhianatimu!’. Dia juga berkata: ‘Wahai Aswad,
wahai Aswad!, sungguh sangat buruk, sungguh sangat buruk!. Hendaknya engkau
segera melengserkan Qais dari kekuasaannya saat ini, karena jika tidak maka
pasti dialah yang nanti akan melengserkanmu dari kerajaanmu!’”.
Qais berkata sembari bersumpah: “Sungguh
dia (setanmu itu) telah berbohong, demi Dzil Khimar (yakni al-Aswad)!. Sungguh dirimu
itu sangat aku hormati, maka bagaimana mungkin aku bisa sampai berpikir untuk
memberontak kepadamu?”.
Al-Aswad menimpali perkataannya dengan
berkata: “Ada apa denganmu!, apakah kamu ini tidak percaya kepada sang malaikat
(yakni setannya al-Aswad)!. Sungguh sang malaikat telah berkata benar, dan
sekarang akhirnya aku tahu bahwa engkau telah bertaubat dari keinginanmu untuk
memberontak dan menyelisihiku”.
Berkata Ibnul Atsir: “Berkata Jisynas: ‘…Kemudian
setelah dialog antara mereka berdua telah usai, Qais pun mendatangi kami dan
berkata: ‘Wahai Jisynis, wahai Fairuz, wahai Dadzawaih’, dan dia pun langsung
mengkabarkan kepada kami perihal apa yang dikatakan oleh al-Aswad kepadanya.
Dan ketika kami tengah berdiskusi perihal masalah
baru tersebut, tiba-tiba datanglah seorang utusan yang diutus oleh al-Aswad,
utusan tersebut menyampaikan kepada kami perintah al-Aswad yang menyuruh kami
untuk segera menghadap kepadanya di istana. Dan sesampainya kami di sana kami segera
meminta maaf kepadanya dan berhasil selamat dari kemurkaannya untuk kedua
kalinya. Akan tetapi (walaupun mereka berhasil selamat) mulai detik itu
al-Aswad pun semakin curiga dan waspada kepada kami, dan kami sendiri semakin
berhati-hati dalam bertindak’”.
Adapun bunyi dari ancaman tersebut sebagaimana
berikut (hal ini disebutkan oleh masing-masing dari Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir
dalam kitab mereka berdua, dan mereka berdua menyebutkan bahwa kisah ini
dibawakan oleh Jisynis ad-Dailamiy)…
Ketika Qais telah keluar dari istana
al-Aswad, dia segera mendatangi kami dan langsung berkata: “Wahai Jisynis,
wahai Fairuz, wahai Dadzawaih, sungguh dia telah berkata begini dan begini. Maka
bagaimana pendapat kalian?”.
Kami menjawab: “Hendaknya kita mulai saat
ini senantiasa berhati-hati”.
Dan saat kami tengah berdiskusi, tiba-tiba datanglah
seorang utusan al-Aswad menyuruh kami untuk pergi menghadap kepadanya di
istana. Dan sesampainya kami di hadapannya, dia berkata kepada kami: “Bukankah
aku telah memuliakan kalian di tengah kaum kalian masing-masing?, apakah kalian
(benar-benar) mengira bahwa dia (setan al-Aswad) tidak memberitahuku perihal
perbuatan kalian?”.
Kami menjawab: “Kalau begitu ampunilah kami
untuk kali ini”.
Dia menimpali: “Jika dia memberitahuku lagi
untuk ketiga kalinya perihal perbuatan kalian, maka sungguh aku akan membunuh
kalian semuanya!”.
Maka dengan perkataannya tersebut kami pun kembali
berhasil selamat, akan tetapi walaupun begitu, perkataan setannya tersebut
telah benar-benar membuat dirinya semakin mewaspadai seluruh gerak-gerik kami
terlebih lagi gerak-gerik Qais. Dan kami pun juga senantiasa waspada karena
kami saat itu sedang berada diambang bahaya yang sangat mematikan.
Dan di tengah suasana menegangkan tersebut,
datanglah beberapa surat yang berasal dari ‘Amir bin Syahr, Dzi Zuwad, Dzi
Murran, Dzil Kala’, Dzi Dzulaim, dan juga beberapa surat yang berasal dari para
pemimpin Yaman, dimana mereka semua mengumumkan bahwa mereka berada di pihak
kami dan bahwa mereka siap untuk mengirimkan kepada kami berbagai macam bantuan
kapan pun kami membutuhkannya.
Keputusan tersebut mereka buat setelah
datangnya surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) kepada
mereka, dimana dalam surat tersebut beliau menyemangati mereka semua untuk tetap
berdiri di pihak kami apapun yang terjadi.
Dan setelah membaca semua surat tadi, kami
pun mengirimkan surat balasan yang isinya adalah agar mereka tetap menahan diri
untuk sementara waktu dan jangan sekali-kali membuat kekacauan sebelum kami
memerintahkannya. Dan pada saat al-Aswad mendengar akan berpihaknya orang-orang
tadi kepada kami, dia pun merasa bahwa saatnya telah tiba dan bahwa sebentar
lagi dia pasti akan binasa…
Insya Allah kelanjutan ceritanya akan saya
paparkan di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment