Gambar oleh Albrecht Fietz dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Setelah menjelaskan mengenai suku Bani
Sulaim dan bagaimana sikap mereka dalam menghadapi gempuran badai kemurtadan,
juga setelah menjelaskan mengenai kisah Abu Syajarah bin Abdil Uzza. Ibnul
Atsir (Rahimahullah) melanjutkan pembahasannya dengan mengangkat tema
mengenai kembalinya sahabat ‘Amr bin al-‘Ash (Radhiyallahu ‘Anhu) ke
kota Madinah seusainya beliau menjalankan tugas yang diembankan oleh Rasulullah
(Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) kepadanya…
Kisahnya sendiri sebagaimana berikut…
BACA JUGA:
KISAH ABU SYAJARAH BIN ABDIL UZZA.
Ibnul Atsir (Rahimahullah) berkata dalam kitabnya: “Pembahasan mengenai kedatangan ‘Amr bin al-‘Ash dari negeri Oman. Dahulu di saat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) telah selesai melaksanakan ibadah haji Wada’, beliau mengutus ‘Amr menuju negeri Oman untuk mendakwahi penduduk negeri tersebut, dan pada saat itu yang memimpin negeri Oman adalah seorang lelaki bernama Jaifar bin Abdillah bin Malik.
‘Amr menetap di negeri Oman hingga Rasulullah
(Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) wafat. Dan setelah beliau wafat, ‘Amr tetap
menjalankan tugasnya di negeri Oman yaitu mengajak masyarakat Oman untuk
memeluk Islam, dimana beliau terus berdakwah hingga dakwahnya menjangkau negeri
Bahrain. Dan setibanya beliau di negeri tersebut, beliau mendapati raja yang
memerintah negeri tersebut telah wafat, raja ini bernama al-Mundzir bin Sawi.
Kemudian setelah itu beliau keluar dari
negeri Bahrain dan pergi menuju perkampungan suku Bani Amir, dimana beliau
memutuskan untuk tinggal di bagian yang di pimpin oleh Qurrah bin Hubairah.
Pada saat ‘Amr (Radhiyallahu ‘Anhu) tiba
di tengah-tengah suku Bani Amir, Qurrah ini masih berada di atas kemurtadan. Akan
tetapi walaupun begitu, Qurrah bersama segenap kaum dan pasukannya tetap
menjamu ‘Amr dengan baik di tempat mereka.
Dan pada saat ‘Amr (Radhiyallahu ‘Anhu)
akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota Madinah, Qurrah menemuinya dan
berkata kepadanya: ‘Wahai engkau, ketahuilah bahwa sesungguhnya bangsa arab itu
tidak akan rela untuk di pimpin oleh kalian (kaum muslimin). Akan tetapi jika
kalian pada akhirnya memutuskan untuk tidak lagi mengambil harta mereka (yang
di maksud olehnya adalah bayaran sedekah dan zakat), maka aku bisa pastikan
bahwa mereka pasti akan mendengar dan taat kepada kalian. Akan tetapi jika
kalian tetap bersikeras untuk mengambil harta mereka, maka mereka pun pasti
selamanya tidak akan mendengar dan tunduk kepada kalian!’.
Mendengar ocehannya tersebut, ‘Amr pun
menimpalinya dengan berkata: ‘Wahai Qurrah, apakah engkau telah kufur?. Apakah engkau
ingin menakut-nakuti kami dengan bangsa arab?. Demi Allah (jika engkau benar-benar
telah kufur) aku akan menginjak-injakmu dengan kudaku walaupun engkau
bersemubunyi di bilik ibumu!’.
Setelah itu berangkatlah ‘Amr (Radhiyallahu
‘Anhu) menuju kota Madinah, dan sesampainya beliau di sana, beliau segera
memberitahu kaum muslimin perihal apa yang di dengarnya (di perkampungan suku
Bani Amir) kepada mereka, dan beliau juga sekaligus memberitahu mereka bahwa pasukan
milik orang-orang murtad telah mendirikan pos-pos dan perkemahan yang
menjangkau seluruh daerah yang terletak antara kota Daba atau Dibba dengan kota
Madinah (jarak antara kota Dibba dengan kota Madinah sendiri adalah 2.028,8 km!).
Maka ketika para sahabat dan kaum muslimin
mendengar berita yang sangat mengkhawatirkan ini, mereka pun berpisah sembari
membuat kelompok-kelompok kecil (karena terpaan ujian yang menimpa mereka
sangatlah teramat berat).
Dan ketika kaum muslimin sedang dalam
keadaan seperti itu, datanglah Umar karena dia ingin mengucapkan salam kepada ‘Amr
yang baru tiba dari perjalanan panjang. Dan di tengah jalan Umar berjumpa
dengan Ali, Utsman, Thalhah, az-Zubair, Abdurrahman (bin Auf), dan Sa’ad (Radhiyallahu
‘Anhum) yang sedang duduk berkumpul dalam sebuah kelompok kecil.
Umar pun bertanya kepada mereka: ‘Sedang
apa kalian?’.
Akan tetapi tidak ada seorang pun yang
menjawab pertanyaannya.
Umar pun berkata kembali: ‘Sungguh pasti
kalian sedang mengatakan ‘apa yang lebih kami takutkan atas orang Quraisy dari
orang arab’’.
Mereka pun menjawab: ‘Iya, betul apa yang
engkau katakan’.
Umar pun berkata kembali: ‘Maka jalan
keluar satu-satunya adalah janganlah kalian takut kepada mereka!. Karena sungguh
demi Allah aku lebih khawatir jika kalianlah yang menyerang orang-orang arab,
dan bukan mereka yang menyerang kalian!. Demi Allah jika kalian sekalian orang
Quraisy memasuki sebuah lubang, maka pasti orang-orang arab akan mengikuti
kalian masuk ke dalam lubang itu pula. Maka oleh karena itu hendaknya kalian
lebih takut kepada Allah dari mereka!’.
Setelah itu Umar (Radhiyallahu ‘Anhu)
pun berlalu meninggalkan mereka.
Dan ketika akhirnya Qurrah bin Hubairah
berhasil di tangkap dan di bawa menghadap Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu)
sebagai tawanan perang, dia (Qurrah) pun bersaksi dengan membawa nama ‘Amr (Radhiyallahu
‘Anhu) bahwa dirinya adalah seorang muslim.
Maka untuk memastikan kebenaran sumpahnya,
Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) pun memanggil ‘Amr bin al-‘Ash (Radhiyallahu
‘Anhu). Dan sesampainya ‘Amr di hadapan Abu Bakar, Abu Bakar segera
bertanya kepadanya mengenai apakah benar Qurrah adalah seorang muslim?.
Maka ‘Amr pun menjawab pertanyaan ini
dengan membeberkan seluruh perkataan Qurrah yang dahulu pernah dikatakannya
kepada dirinya hingga beliau sampai kepada perkataan Qurrah yang menyinggung
masalah syariat zakat, dan sontak Qurrah pun berkata kepada ‘Amr: ‘Tenanglah
dan diamlah engkau wahai ‘Amr!’.
‘Amr (Radhiyallahu ‘Anhu) pun
menjawab: ‘Aku tidak akan diam, karena demi Allah aku akan benar-benar
membeberkan seluruh perkataanmu padanya!’.
Akan tetapi pada akhirnya Abu Bakar (Radhiyallahu
‘Anhu) tetap memaafkan Qurrah dan menerima keislamannya”. Wallahu A’lam
Bish-Shawab.
Insya Allah pada artikel selanjutnya saya
akan membahas mengenai kisah Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) bersama suku
Bani Tamim.
Was-Salam.