Gambar oleh fsbraun dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Berkata al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy
(Rahimahullah) di dalam kitabnya al-Badu wat-Tarikh: “Kisah
Thulaihah bin Khuwailid al-Asadiy. Orang ini termasuk ke dalam rombongan para
utusan yang berdatangan ke Madinah (di tahun 9 hijriyyah), yang pada akhirnya
dia pun memutuskan untuk murtad dan mengaku bahwa dirinya telah di angkat
menjadi Nabi.
Adapun alasan yang dibuatnya demi
membenarkan pengakuannya tersebut adalah: dia mengaku bahwa Dzun Nun (julukan
Dzun Nun di dalam al-Qur’an di sematkan kepada Nabi Yunus (‘Alaihis Salam))
telah mendatanginya dan memberinya wahyu. Dan diantara orang-orang yang (dengan
bodohnya) mempercayai perkataannya adalah seseorang yang bernama ‘Uyainah bin
Hishn…”.
Ibnul Atsir (Rahimahullah) menyebutkan
dalam kitabnya al-Kamil fit-Tarikh bahwa Thulaihah mengaku bahwa yang
mendatanginya dan memberinya wahyu adalah malaikat Jibril dan bukan Dzun Nun. Wallahu
A’lam pendapat yang mana yang benar.
BACA JUGA:
KISAH RASULULLAH BERSAMA THULAIHAH (BAG,2).
Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy (Rahimahullah)
menyebutkan dalam kitabnya Raudhatul Anwar kisah kedatangan utusan suku
Bani Asad bin Khuzaimah (suku yang kepadanyalah Thulaihah dinisbatkan) ke kota Madinah
di awal tahun 9 hijriyyah. Kisahnya sebagaimana berikut…
Berkata syaikh Shafiyyur Rahman: “Utusan
suku Bani Asad bin Khuzaimah. Pada permulaan tahun 9 hijriyyah datanglah 10
orang utusan dari suku ini, dan bersamaan dengan kedatangan mereka di kota
Madinah, Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sedang duduk-duduk
bersama para sahabat di masjid.
Setibanya ke sepuluh orang tadi di pelataran
masjid, mereka pun mengucapkan salam kepada Nabi dan para sahabat untuk
kemudian juru bicara mereka pun berkata: ‘Wahai Rasulullah!. Sesungguhnya kami
telah bersaksi bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang tiada sekutu bagiNya,
dan bahwa engkau adalah hamba dan utusanNya. Kami mendatangimu wahai Rasulullah
karena engkau tidak pernah mengirimkan kepada kami seorang utusan pun (dari
sahabat-sahabatmu), kami juga telah memeluk Islam dan tidak pernah sekali pun
memerangimu sebagaimana yang dilakukan oleh suku Bani Fulan, dan kami yang
datang saat ini mewakili saudara-saudara kami yang tidak sempat datang (yang
artinya suku ini telah memeluk Islam secara keseluruhan saat itu)’.
Maka saat sang juru bicara telah menyelesaikan
perkataannya, tiba-tiba turunlah sebuah ayat kepada Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam). Ayat tersebut berbunyi: {“Mereka merasa berjasa
kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa
kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu
dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar”}
(al-Hujurat ayat 17)…”.
Setelah itu syaikh Shafiyyur Rahman
melanjutkan kisah dengan mengatakan bahwa para utusan suku Bani Asad tersebut bertanya
kepada Rasulullah mengenai sebagian perbuatan yang mereka lakukan pada saat
mereka masih musyrik, “apakah perbuatan tersebut di perbolehkan atau tidak?”
dimana perbuatan-perbuatan tersebut adalah perbuatan yang memiliki kaitan
dengan alam gaib, seperti perdukunan dan lain-lain. Dan tentu saja Nabi pun
melarang mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
Setelah itu para utusan suku Bani Asad
memutuskan untuk menetap di Madinah selama beberapa waktu sebelum kembali ke
kampung halaman mereka. Dimana mereka semua menghabiskan waktu mereka di
Madinah dengan mempelajari ilmu Faraidh (ilmu yang membahas mengenai pembagian
warisan).
Dan sesampainya para utusan tadi di kampung
halaman mereka, Thulaihah pun langsung mendapatkan ide untuk mengaku bahwa dirinya
telah diberi wahyu…
Berkata Ibnul Jauziy (Rahimahullah) di
dalam kitabnya al-Muntazham fi Tarikhil Muluki wal Umam: “Pembahasan
mengenai Thulaihah bin Khuwailid. Thulaihah mengumumkan kemurtadannya setelah
al-Aswad, dimana dia mengaku bahwa dirinya telah diangkat menjadi seorang Nabi.
Dan berkat pengakuannya tersebut dia pun diikuti oleh mayoritas masyarakat yang
tidak memiliki pengetahuan agama sedikit pun, dia dan pengikutnya menetap di
daerah Sumaira’.
Dan pada saat pengikut Thulaihah semakin
hari semakin bertambah kuat, seseorang yang bernama Sinan bin Abi Sinan pun
mengirimkan sebuah surat kepada Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)
yang berisi kabar mengenai perkembangan yang sangat mengkhawatirkan dari
gerakan kemurtadan yang dipimpin oleh Thulaihah.
Thulaihah sendiri mengutus keponakannya
yang bernama Khubal kepada Rasulullah. Thulaihah memerintahkan sang keponakan
agar menyampaikan kabar mengenai perkembangan terkini dari pengikutnya kepada
Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam), juga agar sang keponakan
menyampaikan ajakannya kepada Nabi untuk melakukan gencatan senjata antara dua
pihak.
Thulaihah menyebut dirinya sebagai Dzun Nun,
dia berkata bahwa yang menyebabkan dia menamai dirinya dengan Dzun Nun adalah
karena sosok yang mendatanginya sekaligus yang memberinya wahyu adalah sosok
yang dikenal dengan nama Dzun Nun.
Setelah mendengar semua ocehan Thulaihah
yang disampaikan oleh Khubal, Nabi pun berkata kepada Khubal: {“Semoga Allah
melaknatmu”} untuk kemudian beliau pun segera memerintahkannya untuk
kembali pulang ke kampung halamannya.
Khubal sendiri wafat terbunuh pada saat dia
masih diatas kemurtadannya (dan belum sempat bertaubat, semoga Allah melindungi
kita kaum muslimin dari kematian semacam ini)…”.
Setelah itu giliran Rasulullah lah yang
melangkah dengan strateginya. Insya Allah kisah Rasulullah bersama Thulaihah
akan berlanjut ke artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment