Gambar oleh Greg Bierer dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Setelah pasukan Khalid bin Walid yang
terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar juga suku Thayyi’ tiba di daerah Buzakhah,
mereka melihat di sana Thulaihah dan pasukannya tengah berbaris sembari
mempersiapkan diri untuk menghadapi pertempuran yang tak terhindarkan…
Berkata Ibnu Katsir (Rahimahullah)
di dalam kitabnya: “(ketika kaum muslimin tiba di Buzakhah) Keluarlah Thulaihah
dari sarangnya bersama sebagian besar kaumnya juga para pengikutnya, dimana
diantara orang-orang yang mengikutinya tersebut adalah Uyainah bin Hishn, dia
bergabung ke dalam barisan Thulaihah bersama 700 orang dari kaumnya suku Bani
Fazarah. Kemudian setelah semuanya siap, kedua pihak pun merapikan barisan,
bersiap untuk menyongsong pertempuran.
BACA JUGA:
AKHIR DARI THULAIHAH DAN UYAINAH BIN HISHN.
Adapun Thulaihah (ketika pasukannya telah bersiap untuk menyongsong kematian) dia sendiri lebih memilih untuk tidak ikut berbaris bersama pasukannya layaknya pemimpin sejati, akan tetapi dia memasuki kemahnya dan kemudian menyelimuti dirinya dengan sebuah kain dan mengatakan bahwa dirinya janganlah di ganggu, karena dia sedang berada dalam fase menunggu turunnya wahyu (yang jelas wahyu tersebut tidak akan turun kepada dirinya, karena hal ini yakni seruannya dan ajarannya hanyalah lelucon dan kebohongan semata).
Tidak lama kemudian peperangan antara kedua
belah pihak pun pecah dengan dahsyatnya. Uyainah bin Hishn sendiri berjuang
mati-matian di tengah medan perang sembari mengharapkan turunnya wahyu kepada
Thulaihah yang akan membimbing mereka kepada kemenangan.
Hingga ketika dia telah bosan dengan
peperangan, dia pergi menuju kemah tempat Thulaihah tengah menunggu turunnya
wahyu demi menanyainya ‘apakah wahyu tersebut akan benar-benar turun atau
tidak?’…”.
Dan sesampainya dia di dalam kemah,
terjadilah dialog antara dirinya dengan sang Nabi palsu, dialog tersebut
berjalan sebagaimana berikut…
(dialog yang terjadi antara Thulaihah
dengan Uyainah telah disebutkan oleh mayoritas ulama di dalam kitab-kitab
mereka, diantara ulama-ulama yang menyebutkan dialog tersebut adalah: Ibnu
Katsir, Ibnul Atsir, Ibnu Jarir, Ibnul Jauziy, dan al-Muthahhir bin Thahir
al-Maqdisiy (Rahimahumullah)).
Uyainah bertanya kepada Thulaihah: “Apakah
Jibril telah mendatangimu?”.
Pertanyaan ini berbeda-beda bunyinya di kalangan
ulama, adapun yang menyatakan bahwa Thulaihah mengaku bahwa Dzun Nunlah yang
memberinya wahyu, maka bunyi pertanyaannya adalah: “Apakah Dzun Nun telah
mendatangimu?”. Begitu juga halnya dengan sebutan-sebutan lain untuk malaikat
palsu Thulaihah.
Thulaihah menjawab: “Belum”. Maka Uyainah
pun kembali ke medan perang dan kembali berjuang.
Kemudian setelah berlalu beberapa waktu,
Uyainah kembali keluar dari medan perang yang semakin bertambah dahsyat dari
menit ke menit menuju kemah tempat Thulaihah berdiam diri, dan bertanya
kepadanya: “Apakah Jibril telah mendatangimu?”. Dalam kitab Ibnul Atsir juga
kitab Ibnu Jarir disebutkan bahwa sebelum Uyainah bertanya, dia mengatakan hal
ini terlebih dahulu: “Celaka engkau”.
Thulaihah menjawab: “Belum”.
Mendengar jawaban yang sama sebanyak 2 kali
berturut-turut yang padahal jarak antara pertanyaan pertama dan kedua sangatlah
jauh, maka tentu saja Uyainah pun kalap dan berkata: “Sampai kapan (kami harus menunggu)?,
sungguh demi Allah, musuh (yakni kaum muslimin) hampir saja mengalahkan kami (atau
kami telah diambang kekalahan)!”.
Kemarahan Uyainah ini disebutkan oleh Ibnul
Atsir dan Ibnu Jarir dalam kitab mereka masing-masing.
Kemudian Uyainah kembali ke medan perang,
dan kembali berjuang hingga titik darah penghabisan, hingga ketika dia telah
merasa cukup, dia kembali ke kemah Thulaihah dan bertanya kepadanya untuk
ketiga kalinya: “Apakah Jibril telah mendatangimu?”.
Thulaihah menjawab: “Iya, Jibril telah
mendatangiku!”.
Uyainah bertanya kembali: “Kalau begitu,
apa yang dikatakannya kepadamu?”.
Thulaihah menjawab: “Dia berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya
engkau memiliki kemuliaan sebagaimana kemuliaannya, dan sebuah kisah yang tidak
akan engkau lupakan’”.
Mendengar perkataan (yang tidak jelas) ini,
Uyainah berteriak: “Aku yakin bahwa Allah pun tahu bahwa engkau akan memiliki
sebuah kisah yang tidak akan bisa engkau lupakan. Wahai Bani Fazarah!, bubarlah
kalian, karena sungguh lelaki ini adalah seorang pendusta!”.
Ketika mendengar perintah pemimpin mereka,
Bani Fazarah pun langsung bubar dan menolak untuk bertempur, maka dengan ini
hilanglah kekuatan sebesar 700 orang dari barisan Thulaihah dan karenanya lah
para pengikut Thulaihah pun berhasil di kalahkan oleh kaum muslimin
(Alhamdulillah).
Setelah itu, para pengikut Thulaihah pun
segera mengelilinginya yang saat itu sedang menyiapkan kuda dan untanya, dimana
unta tersebut dia siapkan untuk di kendarai oleh istrinya yang bernama
an-Nawwar.
Maka ketika para pengikutnya telah
berkumpul di sekelilingnya, mereka bertanya kepada Thulaihah: “Apa yang engkau
perintahkan kepada kami?”.
Thulaihah menjawab sembari menaikkan
istrinya ke atas unta dan dia sendiri menaiki kudanya: “Siapa saja diantara
kalian yang mampu untuk melakukan persis seperti yang aku lakukan pada saat ini
(yaitu kabur dari kejaran kaum muslimin), maka lakukanlah!”.
Setelah itu Thulaihah segera kabur menuju
negeri Syam bersama istrinya, dan pasukannya sendiri dia tinggalkan dalam
keadaan tercerai berai, berlari tidak menentu karena telah kehilangan sosok
sang pemimpin.
Sebagian dari pasukan Thulaihah sendiri
berhasil di bunuh dan ditumpas di medan perang wal-hamdulillah. Kisah ini
disebutkan oleh Ibnu Katsir, Ibnul Atsir, Ibnu Jarir, Ibnul Jauziy, dan
al-Muthahhir al-Maqdisiy (Rahimahumullah).
Adapun suku-suku arab yang pada saat itu
mencuri-curi kabar perihal apa yang terjadi di Buzakhah seperti suku Bani Amir,
Sulaim, dan Hawazin. Ketika mereka mendengar bahwa Allah (‘Azza Wa Jalla)
telah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin, dan bahwa gerakan Thulaihah
telah berhasil di tumpas, mereka berkata: “Kami akan masuk kembali ke agama
yang kami telah keluar darinya (yakni agama Islam), dan kami akan beriman
(kembali) kepada Allah dan RasulNya, dan kami akan rela harta dan jiwa kami
berada dalam naungan hukum keduanya”. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Katsir juga Ibnu
Jarir dalam kitab mereka berdua.
Thulaihah sendiri sebagaimana yang disebutkan
oleh Ibnul Atsir dan Ibnul Jauziy, dia kabur ke negeri Syam untuk kemudian
tinggal dan menetap di tengah-tengah suku Kalb, dimana pada akhirnya dia
memutuskan untuk kembali memeluk agama Islam setelah mendengar bahwa suku Asad
dan Ghathafan (Ibnul Jauziy menambahkan suku Amir) telah kembali ke naungan
Islam. Wal-Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
Ibnul Atsir berkata bahwa Thulaihah tetap
tinggal di tengah-tengah suku Kalb hingga Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu)
wafat. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah pada artikel selanjutnya saya
akan menjelaskan mengenai apa yang menimpa Uyainah bin Hishn setelah perang
tersebut, juga kisah umrahnya Thulaihah pada saat Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu)
masih hidup.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment