Friday, July 9, 2021

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 3).

 

Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnu Ishaq: “…Ketika raja memanggil Abdullah, ia-pun segera datang ke istana dan langsung duduk di depan raja, raja berkata padanya: “Sungguh engkau telah merusak dan membodohi masyarakatku, juga menyelisihi agamaku dan agama nenek moyangku dengan perbuatan yang engkau lakukan, oleh karena itu aku telah bersumpah akan benar-benar membunuhmu!”.

Abdullah menimpali ancaman ini dengan mengatakan: “Engkau wahai raja, selamanya tidak akan bisa membunuhku bagaimanapun caranya!”.

BACA JUGA:

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 2).

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 4).

Raja semakin bertambah geram karena mendengar ancamannya di balas dengan tantangan, dimana sebelum-sebelumnya tidak ada yang pernah menantang seorang raja walau sekali, oleh karena itu sang raja-pun memerintahkan agar Abdullah dibawa ke atas gunung demi melihat apakah dia mau menarik kembali ucapannya ataukah tidak?.

Sesampainya Abdullah dan para pengawal diatas gunung, seluruh anggota rombongan tersebut tidak melihat tanda-tanda bahwa Abdullah berniat menarik kembali tantangannya, maka mereka melaporkan hal ini kepada raja, dan raja-pun segera memerintahkan agar hukuman mati segera dilaksanakan, dan agar Abdullah benar-benar melihat kali ini bahwa keputusannya untuk menantang raja di istana tadi adalah benar-benar keputusan yang salah.

Ibnu Ishaq berkata: “Maka raja segera memerintahkan kepada para pengawal untuk membawa Abdullah ke atas puncak gunung tertinggi di Najran. Ketika mereka semua telah sampai disana, raja memerintahkan kembali agar Abdullah dilemparkan ke bawah dengan kepala terlebih dahulu, maka dilemparlah Abdullah ke bawah persis sebagaimana perintah raja, akan tetapi yang mengejutkan adalah para pengawal sekaligus semua orang di Najran dibuat terpana ketika melihat Abdullah bangkit dari tanah tempat ia mendarat dengan kepalanya dalam keadaan sehat walafiat tanpa ada kurang sedikitpun.

Mendengar akan hal ini, raja sama sekali tidak habis akal dan tidak akan menyerah, ia segera memerintahkan kembali kepada para pengawalnya untuk menangkap kembali Abdullah dan segera membawanya dengan kapal menuju tengah laut dan berhenti persis diatas perairan terdalam lautan, dimana jika ada seseorang yang dilemparkan ke dalam perairan tersebut maka ia tidak akan bisa selamat karena dalam dan ganasnya perairan tersebut.

Maka dibawalah Abdullah dalam keadaan terikat menuju ke tengah laut, sesampainya mereka semua disana, mereka-pun segera melempar Abdullah yang dalam keadaan terikat ke dalam ganasnya lautan, akan tetapi sekali lagi mereka semua sekaligus seluruh rakyat Najran dibuat takjub ketika melihat Abdullah keluar dari pantai dalam keadaan sehat walafiat tanpa ada kurang sedikitpun.

Mendengar bahwa Abdullah sekali lagi berhasil selamat secara menakjubkan dari situasi bahaya, raja-pun mengakui kekalahannya dan kali ini dia-pun percaya akan apa yang dikatakan oleh Abdullah dahulu bahwa dia tidak akan bisa membunuhnya selamanya dan bagaimanapun caranya”.

Oleh karena itu dia kembali memanggil Abdullah ke istana, akan tetapi kali ini bukan untuk menghukumnya melainkan untuk mendengarkan apa yang akan dikatakannya karena dahulu disebabkan amarah yang menggebu-gebu yang telah menguasai dirinya ia tidak sempat menyuruh Abdullah menjelaskan dan berbicara mengenai keyakinan barunya tersebut, maka kali ini dia-pun ingin memperbaiki kesalahannya tersebut dengan mendengarkan baik-baik apa yang akan dikatakan Abdullah mengenai keyakinannya.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “…Sesampainya di istana Abdullah mengatakan kepada sang raja: “Sungguh engkau tidak akan bisa membunuhku selamanya, kecuali jika engkau bersedia untuk mentauhidkan dan mengesakan Allah sekaligus beriman dan mempercayai apa yang aku beriman dan percaya kepadaNya. Karena jika engkau bersedia untuk melakukannya, maka sungguh engkau akan diberi kemampuan untuk menguasai diriku, dan pada saat itulah engkau bisa dengan bebas membunuhku!”.

Mendengar tawaran tersebut, raja-pun seketika mentauhidkan dan mengesakan Allah (‘Azza Wa Jalla) dan juga bersyahadat sebagaimana syahadatnya Abdullah ketika ia masuk dan memeluk agama Nashrani.

Ketika sang raja telah resmi memeluk agama Nashrani dihadapan khalayak ramai, dia-pun segera memukul Abdullah bin ats-Tsamir dengan tongkat yang ada ditangannya dengan sekali pukulan yang mampu memunculkan luka kecil ditubuh Abdullah, akan tetapi walaupun luka tersebut adalah luka yang kecil tetapi mampu untuk merubuhkan Abdullah dan membunuhnya saat itu juga…”.

Dan bagaimana nasib sang raja?...

Ibnu Ishaq berkata: “…Dan sang raja juga seketika ikut tewas setelah pukulannya tersebut. Melihat peristiwa menakjubkan ini, rakyat Najran-pun berbondong-bondong segera memeluk agama Abdullah yakni agama Nashrani. Dan agama Nashrani yang dimaksud disini adalah agama Nashrani murni yang masih sesuai dengan ajaran Nabi Isa (‘Alaihis Salam) dan juga yang masih sesuai dengan tuntunan kitab suci Injil.

Kemudian setelah itu mereka rakyat Najran melewati kejadian-kejadian sebagaimana kejadian-kejadian yang menimpa orang-orang sebelum mereka para pemeluk agama Nahsrani terdahulu, dan inilah kisah asal-usul masuknya agama Nashrani di tanah Najran. Wallahu A’lam”.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Ini adalah riwayat dan cerita yang dibawakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Quradziy dan sebagian rakyat Najran mengenai kisah Abdullah bin ats-Tsamir, dan Allah (‘Azza Wa Jalla)-lah Yang Lebih Mengetahui kisah versi mana yang lebih benar (versi Wahab bin Munabbih atau versi Muhammad bin Ka’ab al-Quradziy)”.

Cerita mengenai rakyat Najran selanjutnya akan saya sampaikan di artikel depan Insya Allah. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.   

0 comments:

Post a Comment