Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Berkata Ibnu Ishaq: “…Ketika raja memanggil
Abdullah, ia-pun segera datang ke istana dan langsung duduk di depan raja, raja
berkata padanya: “Sungguh engkau telah merusak dan membodohi masyarakatku, juga
menyelisihi agamaku dan agama nenek moyangku dengan perbuatan yang engkau
lakukan, oleh karena itu aku telah bersumpah akan benar-benar membunuhmu!”.
Abdullah menimpali ancaman ini dengan
mengatakan: “Engkau wahai raja, selamanya tidak akan bisa membunuhku
bagaimanapun caranya!”.
BACA JUGA:
KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 2).
KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 4).
Raja semakin bertambah geram karena
mendengar ancamannya di balas dengan tantangan, dimana sebelum-sebelumnya tidak
ada yang pernah menantang seorang raja walau sekali, oleh karena itu sang
raja-pun memerintahkan agar Abdullah dibawa ke atas gunung demi melihat apakah dia
mau menarik kembali ucapannya ataukah tidak?.
Sesampainya Abdullah dan para pengawal
diatas gunung, seluruh anggota rombongan tersebut tidak melihat tanda-tanda
bahwa Abdullah berniat menarik kembali tantangannya, maka mereka melaporkan hal
ini kepada raja, dan raja-pun segera memerintahkan agar hukuman mati segera
dilaksanakan, dan agar Abdullah benar-benar melihat kali ini bahwa keputusannya
untuk menantang raja di istana tadi adalah benar-benar keputusan yang salah.
Ibnu Ishaq berkata: “Maka raja segera
memerintahkan kepada para pengawal untuk membawa Abdullah ke atas puncak gunung
tertinggi di Najran. Ketika mereka semua telah sampai disana, raja
memerintahkan kembali agar Abdullah dilemparkan ke bawah dengan kepala terlebih
dahulu, maka dilemparlah Abdullah ke bawah persis sebagaimana perintah raja,
akan tetapi yang mengejutkan adalah para pengawal sekaligus semua orang di
Najran dibuat terpana ketika melihat Abdullah bangkit dari tanah tempat ia
mendarat dengan kepalanya dalam keadaan sehat walafiat tanpa ada kurang sedikitpun.
Mendengar akan hal ini, raja sama sekali
tidak habis akal dan tidak akan menyerah, ia segera memerintahkan kembali
kepada para pengawalnya untuk menangkap kembali Abdullah dan segera membawanya
dengan kapal menuju tengah laut dan berhenti persis diatas perairan terdalam
lautan, dimana jika ada seseorang yang dilemparkan ke dalam perairan tersebut maka
ia tidak akan bisa selamat karena dalam dan ganasnya perairan tersebut.
Maka dibawalah Abdullah dalam keadaan
terikat menuju ke tengah laut, sesampainya mereka semua disana, mereka-pun
segera melempar Abdullah yang dalam keadaan terikat ke dalam ganasnya lautan,
akan tetapi sekali lagi mereka semua sekaligus seluruh rakyat Najran dibuat
takjub ketika melihat Abdullah keluar dari pantai dalam keadaan sehat walafiat tanpa
ada kurang sedikitpun.
Mendengar bahwa Abdullah sekali lagi
berhasil selamat secara menakjubkan dari situasi bahaya, raja-pun mengakui
kekalahannya dan kali ini dia-pun percaya akan apa yang dikatakan oleh Abdullah
dahulu bahwa dia tidak akan bisa membunuhnya selamanya dan bagaimanapun caranya”.
Oleh karena itu dia kembali memanggil
Abdullah ke istana, akan tetapi kali ini bukan untuk menghukumnya melainkan
untuk mendengarkan apa yang akan dikatakannya karena dahulu disebabkan amarah
yang menggebu-gebu yang telah menguasai dirinya ia tidak sempat menyuruh
Abdullah menjelaskan dan berbicara mengenai keyakinan barunya tersebut, maka
kali ini dia-pun ingin memperbaiki kesalahannya tersebut dengan mendengarkan
baik-baik apa yang akan dikatakan Abdullah mengenai keyakinannya.
Ibnu Ishaq melanjutkan: “…Sesampainya di
istana Abdullah mengatakan kepada sang raja: “Sungguh engkau tidak akan bisa
membunuhku selamanya, kecuali jika engkau bersedia untuk mentauhidkan dan
mengesakan Allah sekaligus beriman dan mempercayai apa yang aku beriman dan
percaya kepadaNya. Karena jika engkau bersedia untuk melakukannya, maka sungguh
engkau akan diberi kemampuan untuk menguasai diriku, dan pada saat itulah
engkau bisa dengan bebas membunuhku!”.
Mendengar tawaran tersebut, raja-pun
seketika mentauhidkan dan mengesakan Allah (‘Azza Wa Jalla) dan juga
bersyahadat sebagaimana syahadatnya Abdullah ketika ia masuk dan memeluk agama
Nashrani.
Ketika sang raja telah resmi memeluk agama
Nashrani dihadapan khalayak ramai, dia-pun segera memukul Abdullah bin
ats-Tsamir dengan tongkat yang ada ditangannya dengan sekali pukulan yang mampu
memunculkan luka kecil ditubuh Abdullah, akan tetapi walaupun luka tersebut
adalah luka yang kecil tetapi mampu untuk merubuhkan Abdullah dan membunuhnya
saat itu juga…”.
Dan bagaimana nasib sang raja?...
Ibnu Ishaq berkata: “…Dan sang raja juga
seketika ikut tewas setelah pukulannya tersebut. Melihat peristiwa menakjubkan
ini, rakyat Najran-pun berbondong-bondong segera memeluk agama Abdullah yakni
agama Nashrani. Dan agama Nashrani yang dimaksud disini adalah agama Nashrani
murni yang masih sesuai dengan ajaran Nabi Isa (‘Alaihis Salam) dan juga
yang masih sesuai dengan tuntunan kitab suci Injil.
Kemudian setelah itu mereka rakyat Najran
melewati kejadian-kejadian sebagaimana kejadian-kejadian yang menimpa orang-orang
sebelum mereka para pemeluk agama Nahsrani terdahulu, dan inilah kisah
asal-usul masuknya agama Nashrani di tanah Najran. Wallahu A’lam”.
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Ini adalah riwayat
dan cerita yang dibawakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Quradziy dan sebagian
rakyat Najran mengenai kisah Abdullah bin ats-Tsamir, dan Allah (‘Azza Wa
Jalla)-lah Yang Lebih Mengetahui kisah versi mana yang lebih benar (versi
Wahab bin Munabbih atau versi Muhammad bin Ka’ab al-Quradziy)”.
Cerita mengenai rakyat Najran selanjutnya
akan saya sampaikan di artikel depan Insya Allah. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment