Pemandangan Hutan Berkabut, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Berkata Ibnu Ishaq: “…Maka ketika Faimiyyun
dan Shalih sedang berjalan di sebuah dataran luas yang terletak di negeri Syam,
mereka melewati sebatang pohon yang sangat besar, dan secara tiba-tiba ada
sebuah suara lelaki yang berasal dari pohon tersebut memanggil mereka berdua.
Lelaki tersebut berseru: “Wahai
Faimiyyun!”, mendengar namanya yang dipanggil maka Faimiyyun menjawab: “Ya, ada
apa gerangan engkau memanggilku?”. Lelaki tersebut menjawab: “Selama ini aku
selalu menunggu kedatanganmu, dan aku selalu bertanya-tanya kapan sekiranya ia
akan datang?, hingga hari ini ketika akhirnya aku mendengar suaramu, yakinlah
aku bahwa empu suara tersebut adalah benar-benar dirimu. Jangan tergesa-gesa
untuk pergi Faimiyyun, tunggulah disini barang beberapa waktu, karena aku
sebentar lagi akan meninggal!”.
Dan benar saja, tidak lama kemudian orang
tersebut meninggal dunia. Melihat bahwa orang tersebut telah meninggal,
Faimiyyun segera mengurusi jasad orang tersebut sekaligus menguburkannya,
setelah proses penguburan selesai Faimiyyun dan Shalih segera meninggalkan
dataran tersebut melanjutkan perjalanan mereka.
BACA JUGA:
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 4).
KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 1).
Setelah berlalu beberapa waktu, mereka-pun
sampai di pinggiran tanah arab, dan tanpa di sangka-sangka mereka bertemu
disana dengan segerombolan kafilah arab yang langsung menangkap dan merampas
barang-barang bawaan mereka berdua. Dan karena Faimiyyun dan Shalih masih muda
dan masih berumur prima, para kafilah tersebut berpikiran untuk membawa mereka
berdua ke pasar budak dengan harapan 2 pemuda ini bisa mendatangkan keuntungan
yang lumayan, maka para anggota kafilah tersebut sepakat untuk membawa
Faimiyyun dan Shalih demi menjual mereka berdua kepada para juragan dan
bangsawan suku-suku arab yang kaya raya.
Ternyata desa yang pertama kali di jumpai
oleh kafilah tersebut adalah desa atau negeri Najran, maka mereka-pun menjual
Faimiyyun dan Shalih di sana.
Segenap penduduk Najran sendiri pada waktu
itu beragama sebagaimana agama orang-orang arab kebanyakan pada waktu itu,
yakni mereka menyembah sebatang pohon kurma besar yang tumbuh di kampung
mereka. Mereka juga memiliki sebuah hari raya yang mereka rayakan setiap tahun,
jika hari tersebut tiba mereka akan mengambil semua pakaian dan perhiasan
wanita maupun pria yang bisa mereka temukan untuk kemudian mereka gantung itu
semua di pohon kurma sesembahan tersebut.
Setelah itu mereka akan berkumpul di
sekeliling pohon kurma, dan berdiam diri di sana selama sehari penuh.
Setelah proses transaksi selesai, Faimiyyun
ternyata di beli oleh salah seorang saudagar Najran, begitu juga perihalnya
dengan Shalih, dan mereka berdua segera di antar oleh tuan masing-masing ke
rumah yang akan jadi tempat menetap mereka beberapa waktu kedepan selama mereka
menjadi budak.
Faimiyyun sendiri di beri rumah khusus oleh
tuannya, karena rumah tersebut diperuntukkan khusus baginya maka setiap malam
Faimiyyun bangkit mendirikan sholat lail, dan jika ia sholat maka secara
menakjubkan rumah yang ia tempati tersebut seketika mengeluarkan cahaya, dimana
dengan cahaya tersebut Faimiyyun tidak membutuhkan lentera untuk menerangi
malamnya sebagaimana yang dilakukan oleh semua orang pada waktu itu.
Dan dikarenakan Faimiyyun senantiasa sholat
malam semenjak kedatangannya di negeri Najran tersebut, maka tentu saja rumah
yang bersinar terang pada setiap malam (sementara rumah lain gelap karena hanya
di sinari oleh lentera) akan menarik perhatian seisi kampung, dan tidak
terkecualikan sang tuan dari Faimiyyun sendiri. Oleh karena itu di suatu pagi
sang tuan mendatangi Faimiyyun secara khusus karena ia sangat takjub akan apa
yang ia lihat di setiap malamnya, sebuah rumah yang bersinar terang tanpa
memakai bantuan lentera (apalagi listrik yang notabene belum ada pada waktu
itu).
Sesampainya sang tuan di rumah Faimiyyun,
ia segera menanyainya perihal agama apa yang dianut olehnya, Faimiyyun
menjawab: “Sungguh selama ini kalian senantiasa berada dalam kesalahan, pohon
kurma yang kalian sembah tersebut sama sekali tidak bisa mendatangkan manfaat
atau bahaya bagi kalian, dan jikalau saja aku mau berdo’a dan meminta kepada
Tuhan yang aku sembah agar Ia dengan kekuasaanNya menghancurkan pohon tersebut,
maka pasti Dia akan menghancurkannya karena Dia adalah Allah Yang Maha Kuasa
Yang tidak memiliki sekutu sedikitpun!”.
Sang tuan menimpali dengan perkataan:
“Baiklah, lakukan saja apa yang selama ini ingin engkau lakukan!, karena jika
apa yang engkau katakan benar-benar terjadi, maka sungguh kami akan memeluk
secara sukarela agama yang engkau anut, dan kami akan meninggalkan kesesatan
yang selama ini kami pegang teguh untuk selama-lamanya!”.
Mendengar jawaban tersebut, Faimiyyun
segera bersuci dan mendirikan sholat 2 rakaat pada saat itu juga, setelah
sholat Faimiyyun berdo’a kepada Allah (‘Azza Wa Jalla) agar pohon kurma
tersebut ditumbangkan. Maka Allah (‘Azza Wa Jalla) langsung mengabulkan
do’anya dengan mengirimkan sebuah angin yang langsung mencabut pohon tersebut
sampai ke akar-akarnya dan kemudian membantingnya ke tanah.
Melihat peristiwa menakjubkan ini, dimana
Tuhan yang selama ini mereka sembah dan agung-agungkan bisa di tumbangkan hanya
dengan sekali pukul, rakyat Najran-pun segera berbondong-bondong memeluk agama
Nashrani murni dibawah bimbingan Faimiyyun, dan setelah membimbing mereka semua
masuk ke dalam agama Nashrani, Faimiyyun-pun mengajarkan kepada mereka
syari’at-syari’at atau peraturan-peraturan yang terdapat dalam agama Nashrani
sesuai dengan ajaran Nabi Isa (‘Alaihis Salam)…
…Maka inilah kisah asal-usul masuknya agama
Nashrani ke tanah Najran sekaligus tanah arab secara keseluruhan”.
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Inilah kisah
rakyat Najran bersama Faimiyyun menurut riwayat Wahab bin Munabbih”.
Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah pada artikel selanjutnya saya
akan memaparkan kisah rakyat Najran menurut riwayat Muhammad bin Ka’ab
al-Quradziy.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment