Pemandangan Hutan Berkabut, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Kisah mengenai Ashhabul Ukhdud
bermula di sebuah desa yang terletak di pinggiran negeri Syam, dimana di desa
tersebut ada seorang shalih yang suka menyendiri dan tidak menyukai ketenaran,
rutinitas hariannya adalah bekerja pada sebuah proyek bangunan dengan tugas khusus
sebagai pembuat batu bata, dan ada lagi sebuah rutinitas yang sangat
menakjubkan, yang mana rutinitas ini membuat seorang pemuda takjub padanya,
rutinitas tersebut adalah beribadah sehari penuh kepada Allah (‘Azza Wa Jalla)
di tengah keheningan hutan belantara. Pemuda ini terus menerus mengawasi
rutinitas harian maupun mingguan si orang shalih ini secara sembunyi-sembunyi sehingga
si orang shalih tersebut tidak menyadari bahwa selama ini ada seseorang yang
senantiasa mengawasinya di sebuah tempat di tengah hutan belantara tersebut…
BACA JUGA:
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 1).
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 3).
Setidaknya inilah ringkasan dari kisah
Faimiyyun bersama seorang pemuda bernama Shalih yang saya tuliskan pada artikel
yang lalu, dan sekarang saya akan menceritakan kelanjutan dari kisah mereka
berdua…
Berkata Ibnu Ishaq: “…Suatu hari lebih
tepatnya pada hari Ahad, Faimiyyun kembali keluar dari perkampungan penduduk
menuju ke hutan belantara yang biasa dia tempati untuk beribadah, dan dia tetap
yakin bahwa belum ada diantara penduduk desa yang mengetahui dirinya juga
rutinitas mingguannya. Akan tetapi dia benar-benar keliru selama ini, karena
seorang pemuda bernama shalih sedang mengikutinya secara diam-diam menuju
tengah hutan.
Sesampainya mereka di tengah hutan yang
biasa di tempati oleh Faimiyyun untuk sholat, Shalih segera mencari tempat
bersembunyi agar kehadirannya tidak di sadari oleh Faimiyyun dan duduk di sana,
Faimiyyun sendiri setelah melakukan persiapan yang dibutuhkan segera berdiri dan
memulai sholatnya.
Akan tetapi selang beberapa waktu kemudian
di saat Faimiyyun telah tenggelam dalam kenikmatan jiwa yang didapatnya dari
sholat tersebut, dan di saat Shalih juga sedang tenggelam dalam keasyikannya
menyaksikan ritual beribadah yang langka ini, secara tiba-tiba dan tidak
terduga sebelumnya muncullah seekor Naga (ditulis dalam keterangan yang tertera
di buku Ibnu Ishaq: yang muncul adalah seekor ular berkepala tujuh) yang
merayap ke arah Faimiyyun yang sedang sholat, merasakan aura mematikan dan
membahayakan dari ular tersebut Faimiyyun segera berdo’a agar ular tersebut
dimatikan, dan seketika itu juga ular tersebut mati.
Sontak melihat peristiwa spektakuler dari
kemunculan sang Naga, Shalih tidak bisa menahan emosinya karena ia melihat
Faimiyyun tetap saja melanjutkan sholatnya dan tidak peduli sama sekali akan
bahaya yang mengancam dirinya, maka Shalih-pun segera berteriak dengan sekuat
tenaga: “Wahai Faimiyyun!, ada seekor Naga yang sedang merayap mendekatimu!”,
akan tetapi Faimiyyun tidak menggubris teriakan Shalih karena dia sendirilah
yang telah berdo’a agar Naga tersebut dimatikan dan dia sangat tahu bahwa Allah
(‘Azza Wa Jalla) telah mengkaruniakan kepadanya do’a yang mustajab. Jadi
dia tidak perlu melihat kembali keadaan si Naga setelah ia mendo’akan keburukan
padanya, karena ia sangat tahu bahwa Naga tersebut pasti telah mati.
Setelah itu keadaan kembali tenang
sebagaimana biasanya, Shalih sendiri lebih memilih untuk tidak meneriaki
Faimiyyun lagi karena ia melihat Naga tersebut tidak lagi bergerak semenjak
jaraknya dengan Faimiyyun hanya tersisa beberapa meter, dan Faimiyyun juga
kembali kepada ketenangan jiwanya hingga masuklah waktu sore, ketika menyadari
bahwa hari sudah hampir gelap Faimiyyun segera menyudahi sholatnya dan segera
bergegas pergi, karena akhirnya ia sadar bahwa selama ini ada seseorang yang
selalu mengikuti dan mengamati aktifitasnya.
Shalih sendiri juga tahu diri, bahwa pasti
dengan teriakannya tadi Faimiyyun akhirnya sadar bahwa ia selalu membuntutinya
ke tengah hutan tersebut, maka segera saja ia menghampiri Faimiyyun sebelum ia
terlampau jauh dan memiliki kesempatan untuk keluar dan pindah ke desa lain,
Shalih berkata padanya: “Wahai Faimiyyun, sungguh semenjak teriakanku tadi
pasti engkau menyadari bahwa aku sungguh mencintaimu, dan aku juga sangat
berharap agar engkau mengizinkanku untuk selalu menyertaimu kemana pun engkau
pergi!”.
Faimiyyun menjawab: “Terserah kamu, karena
apa yang kamu lihat dari diriku selama ini, maka itu jugalah aku yang
sebenarnya, jika kamu merasa kuat untuk melakukan hal-hal tersebut bersamaku,
maka mari silahkan engkau mengikutiku!”.
Maka semenjak hari itu, Shalih senantiasa
mengikuti Faimiyyun kemana-pun ia pergi”.
Akan tetapi tidak sebagaimana yang kita
duga, ternyata Faimiyyun tetap tinggal di desa tersebut, mungkin dengan alasan
bahwa Shalih adalah seorang pemuda yang bisa di percaya dan bisa di serahi
rahasia.
Hal tersebut dibuktikan oleh fakta bahwa
walaupun Shalih selama ini telah memata-matai Faimiyyun dan senantiasa
mengikutinya kemana-pun ia pergi, walau harus mengikutinya ke hutan demi
mengawasinya sedang melakukan sebuah ritual yang benar-benar asing di desa
tersebut dari pagi sampai matahari hampir terbenam, ternyata para penduduk lain
sama sekali tidak ada yang tau perihal kebiasaan aneh Faimiyyun tersebut. Maka dengan
ini bisa di simpulkan bahwa Shalih adalah seorang pemuda yang bisa di percaya
dan tidak mudah membeberkan rahasia orang lain ke khalayak ramai.
Mungkin saja hal inilah yang menjadi
pertimbangan Faimiyyun sehingga ia memutuskan untuk tidak terburu-buru
meninggalkan desa tersebut menuju desa lain.
Cerita mereka berdua akan saya lanjutkan
pada artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment