Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Ibnul Atsir membawakan versi lain dari
cerita kedatangan orang-orang Habasyah ke tanah Yaman, dimana menurut versi kedua
ini orang-orang Habasyah datang secara berkelompok sebanyak 2 kali. Versi ini
sebenarnya juga dibawakan dan dituliskan oleh as-Suhailiy dan al-Muthahhir
al-Maqdisiy di buku mereka berdua, akan tetapi saya hanya akan mengambil
ceritanya dari buku Ibnul Atsir, dan adapun jikalau ada catatan tambahan maka
akan saya ambil dari buku kedua ulama diatas.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 3).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 5).
Berkata Ibnul Atsir: “Dikatakan bahwa
ketika orang-orang Habasyah (rombongan pertama) sampai di daerah al-Mandab yang
terletak di dalam teritori Yaman, Dzu Nuwas segera menulis surat yang dia
tujukan kepada semua raja-raja kecil (gubernur) Yaman yang secara hukum tunduk
pada kekuasaan Himyar (yakni para Tubba’ dan keturunannya termasuk Dzu Nuwas
sebagai raja tertinggi rakyat Yaman yang ditaati oleh para gubernur tadi),
dimana isi dari surat tersebut adalah ajakan dan seruan agar para gubernur
tersebut bersedia bersatu dengan Dzu Nuwas demi menghadapi serbuan orang-orang
Habasyah.
Akan tetapi (walau secara hukum para
gubernur tersebut harus taat pada Dzu Nuwas selaku penguasa tertinggi) ternyata
para gubernur tersebut tidak mengindahkan seruan Dzu Nuwas ini, dan mereka
malah menulis surat balasan berikut: “Hendaknya setiap orang berjuang
mempertahankan daerahnya sendiri (dan tidak usah mengharapkan bantuan dari
orang lain)!”.
Setelah membaca surat balasan tersebut (Dzu
Nuwas tetap tidak kehabisan akal dalam mencari jalan agar bagaimanapun juga
para gubernur tersebut harus bertarung mempertahankan tanah Yaman sebagai tanah
air tempat kelahiran mereka), Dzu Nuwas segera membuat kunci-kunci (yang
tentunya hanya kunci tidak berguna kaena dibuat hanya untuk melancarkan tipu daya)
dan menaruhnya diatas punggung segerombolan unta. Kemudian dia berjalan bersama
pasukannya yang masih setia dan juga unta-unta tersebut menuju daerah al-Mandab
tempat bermukimnya orang-orang Habasyah untuk sementara waktu.
Sesampainya disana, dia segera bertemu
dengan sang komandan dan berkata padanya: “Kunci-kunci yang engkau lihat diatas
punuk-punuk unta ini adalah kunci-kunci perbendaharaan kami (para rakyat Yaman).
Engkau boleh mengambilnya dan seluruh harta yang ada di dalamnya dengan syarat:
engkau tidak boleh membantai seorang-pun dari rakyat Yaman terlebih para
anak-anak!”.
Mendengar tawaran menggiurkan tersebut, si
komandan-pun menerima dan menyanggupi semua permintaan berikut syarat yang
diberikan Dzu Nuwas. Setelah itu Dzu Nuwas membawa orang-orang Habasyah tadi
(yang belum juga menyadari bahwa ini hanyalah tipu daya yang sedang dimainkan
oleh Dzu Nuwas) ke Shan’a (ibu kota Yaman pada saat itu).
Sesampainya disana, Dzu Nuwas-pun memberitahu
si komandan bahwa gudang-gudang harta yang dia maksud tersebar di seluruh
penjuru Yaman (yakni dia bermaksud untuk mencerai beraikan pasukan Habasyah
agar mereka tersebar ke seluruh penjuru Yaman, yang pastinya hal ini akan lebih
mempermudah Dzu Nuwas untuk masuk ke langkah terakhir, langkah yang akan
menjadi penutup bagi tipu daya yang sedang dia mainkan). Oleh karena itu dia
berkata kepada si komandan: “Sebarlah pasukanmu ke seluruh penjuru Yaman untuk
mengambil harta-harta perbendaharaan tersebut!”.
Maka ketika orang-orang Habasyah telah
berpencar dan Dzu Nuwas sendiri telah membagi-bagikan sampai habis kunci-kunci
palsu tadi, dia segera mengirim surat ke setiap gubernur yang berisi perintah: “Bunuhlah
semua kerbau hitam!”.
Setelah menerima surat Dzu Nuwas tadi,
segera saja para gubernur memahami maksudnya. Maka terjadilah pembantaian
secara besar-besaran di seluruh penjuru Yaman terhadap semua orang Habasyah
yang tentunya berkulit hitam. Tidak ada orang Habasyah (rombongan pertama) yang
selamat dari pembantaian tersebut kecuali hanya sekelompok kecil orang yang
lari tunggang langgang tanpa arah di gurun Yaman”.
Berkata al-Muthahhir al-Maqdisiy: “…Maka
segera saja para gubernur memahami maksud dari surat Dzu Nuwas, dan mereka
langsung membunuh semua orang Habasyah yang masuk ke daerah pemerintahan
mereka. Proses pembantaian ini selesai hanya dalam waktu satu hari…”.
Ibnul Atsir melanjutkan: “Ketika Najasyi
mendengar kabar pembantaian ini, dia segera mengirim rombongan kedua yang
berjumlah 70.000 orang dibawah pimpinan Aryath dan Abrahah al-Asyram, dimana
rombongan kedua ini berhasil menguasai Yaman dan berkuasa disana selama
beberapa tahun lamanya…”.
Bagaimana nasib Dzu Nuwas ketika rombongan
kedua ini datang?, nasibnya sama dengan yang telah saya sebutkan pada artikel
yang lalu, yakni karena takut dan merasa bersalah dia menenggelamkan diri di
laut merah bersama kudanya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh
al-Muthahhir al-Maqdisiy di dalam bukunya al-Badu wat-Tarikh.
Sebenarnya kerajaan Yaman kuno tetap
berlanjut sepeninggal Dzu Nuwas, akan tetapi hanya satu raja yang berhasil
berkuasa, dan hal itu terjadi hanya dalam waktu singkat.
Berkata Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy di dalam
kitabnya al-Ma’arif: “Kemudian yang naik tahta setelah meninggalnya Dzu
Nuwas adalah Dzu Jadan al-Himyariy. Dimana orang ini juga diperangi oleh
orang-orang Habasyah, hingga mereka berhasil memojokkannya ke lautan. Dan ketika
melihat tidak ada lagi jalan ataupun celah untuk kabur dan menyelamatkan diri,
Dzu Jadan bersama pasukannya yang setia padanya memutuskan untuk masuk ke
lautan hingga tenggelam (sebagaimana pendahulunya Dzu Nuwas).
Dzu Nuwas sendiri memerintah dalam kurun
waktu 68 tahun”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Cerita akan berlanjut di artikel
selanjutnya Insya Allah.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment