Thursday, July 15, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 4).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Ibnul Atsir membawakan versi lain dari cerita kedatangan orang-orang Habasyah ke tanah Yaman, dimana menurut versi kedua ini orang-orang Habasyah datang secara berkelompok sebanyak 2 kali. Versi ini sebenarnya juga dibawakan dan dituliskan oleh as-Suhailiy dan al-Muthahhir al-Maqdisiy di buku mereka berdua, akan tetapi saya hanya akan mengambil ceritanya dari buku Ibnul Atsir, dan adapun jikalau ada catatan tambahan maka akan saya ambil dari buku kedua ulama diatas.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 3).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 5).

Berkata Ibnul Atsir: “Dikatakan bahwa ketika orang-orang Habasyah (rombongan pertama) sampai di daerah al-Mandab yang terletak di dalam teritori Yaman, Dzu Nuwas segera menulis surat yang dia tujukan kepada semua raja-raja kecil (gubernur) Yaman yang secara hukum tunduk pada kekuasaan Himyar (yakni para Tubba’ dan keturunannya termasuk Dzu Nuwas sebagai raja tertinggi rakyat Yaman yang ditaati oleh para gubernur tadi), dimana isi dari surat tersebut adalah ajakan dan seruan agar para gubernur tersebut bersedia bersatu dengan Dzu Nuwas demi menghadapi serbuan orang-orang Habasyah.

Akan tetapi (walau secara hukum para gubernur tersebut harus taat pada Dzu Nuwas selaku penguasa tertinggi) ternyata para gubernur tersebut tidak mengindahkan seruan Dzu Nuwas ini, dan mereka malah menulis surat balasan berikut: “Hendaknya setiap orang berjuang mempertahankan daerahnya sendiri (dan tidak usah mengharapkan bantuan dari orang lain)!”.

Setelah membaca surat balasan tersebut (Dzu Nuwas tetap tidak kehabisan akal dalam mencari jalan agar bagaimanapun juga para gubernur tersebut harus bertarung mempertahankan tanah Yaman sebagai tanah air tempat kelahiran mereka), Dzu Nuwas segera membuat kunci-kunci (yang tentunya hanya kunci tidak berguna kaena dibuat hanya untuk melancarkan tipu daya) dan menaruhnya diatas punggung segerombolan unta. Kemudian dia berjalan bersama pasukannya yang masih setia dan juga unta-unta tersebut menuju daerah al-Mandab tempat bermukimnya orang-orang Habasyah untuk sementara waktu.

Sesampainya disana, dia segera bertemu dengan sang komandan dan berkata padanya: “Kunci-kunci yang engkau lihat diatas punuk-punuk unta ini adalah kunci-kunci perbendaharaan kami (para rakyat Yaman). Engkau boleh mengambilnya dan seluruh harta yang ada di dalamnya dengan syarat: engkau tidak boleh membantai seorang-pun dari rakyat Yaman terlebih para anak-anak!”.

Mendengar tawaran menggiurkan tersebut, si komandan-pun menerima dan menyanggupi semua permintaan berikut syarat yang diberikan Dzu Nuwas. Setelah itu Dzu Nuwas membawa orang-orang Habasyah tadi (yang belum juga menyadari bahwa ini hanyalah tipu daya yang sedang dimainkan oleh Dzu Nuwas) ke Shan’a (ibu kota Yaman pada saat itu).

Sesampainya disana, Dzu Nuwas-pun memberitahu si komandan bahwa gudang-gudang harta yang dia maksud tersebar di seluruh penjuru Yaman (yakni dia bermaksud untuk mencerai beraikan pasukan Habasyah agar mereka tersebar ke seluruh penjuru Yaman, yang pastinya hal ini akan lebih mempermudah Dzu Nuwas untuk masuk ke langkah terakhir, langkah yang akan menjadi penutup bagi tipu daya yang sedang dia mainkan). Oleh karena itu dia berkata kepada si komandan: “Sebarlah pasukanmu ke seluruh penjuru Yaman untuk mengambil harta-harta perbendaharaan tersebut!”.

Maka ketika orang-orang Habasyah telah berpencar dan Dzu Nuwas sendiri telah membagi-bagikan sampai habis kunci-kunci palsu tadi, dia segera mengirim surat ke setiap gubernur yang berisi perintah: “Bunuhlah semua kerbau hitam!”.

Setelah menerima surat Dzu Nuwas tadi, segera saja para gubernur memahami maksudnya. Maka terjadilah pembantaian secara besar-besaran di seluruh penjuru Yaman terhadap semua orang Habasyah yang tentunya berkulit hitam. Tidak ada orang Habasyah (rombongan pertama) yang selamat dari pembantaian tersebut kecuali hanya sekelompok kecil orang yang lari tunggang langgang tanpa arah di gurun Yaman”.

Berkata al-Muthahhir al-Maqdisiy: “…Maka segera saja para gubernur memahami maksud dari surat Dzu Nuwas, dan mereka langsung membunuh semua orang Habasyah yang masuk ke daerah pemerintahan mereka. Proses pembantaian ini selesai hanya dalam waktu satu hari…”.

Ibnul Atsir melanjutkan: “Ketika Najasyi mendengar kabar pembantaian ini, dia segera mengirim rombongan kedua yang berjumlah 70.000 orang dibawah pimpinan Aryath dan Abrahah al-Asyram, dimana rombongan kedua ini berhasil menguasai Yaman dan berkuasa disana selama beberapa tahun lamanya…”.

Bagaimana nasib Dzu Nuwas ketika rombongan kedua ini datang?, nasibnya sama dengan yang telah saya sebutkan pada artikel yang lalu, yakni karena takut dan merasa bersalah dia menenggelamkan diri di laut merah bersama kudanya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Muthahhir al-Maqdisiy di dalam bukunya al-Badu wat-Tarikh.

Sebenarnya kerajaan Yaman kuno tetap berlanjut sepeninggal Dzu Nuwas, akan tetapi hanya satu raja yang berhasil berkuasa, dan hal itu terjadi hanya dalam waktu singkat.

Berkata Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy di dalam kitabnya al-Ma’arif: “Kemudian yang naik tahta setelah meninggalnya Dzu Nuwas adalah Dzu Jadan al-Himyariy. Dimana orang ini juga diperangi oleh orang-orang Habasyah, hingga mereka berhasil memojokkannya ke lautan. Dan ketika melihat tidak ada lagi jalan ataupun celah untuk kabur dan menyelamatkan diri, Dzu Jadan bersama pasukannya yang setia padanya memutuskan untuk masuk ke lautan hingga tenggelam (sebagaimana pendahulunya Dzu Nuwas).

Dzu Nuwas sendiri memerintah dalam kurun waktu 68 tahun”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Cerita akan berlanjut di artikel selanjutnya Insya Allah.

Was-Salam.

 

0 comments:

Post a Comment