Gambar oleh Kanenori dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Setelah Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu)
dan pasukannya mendapatkan tambahan kekuatan dari kota Madinah, mereka segera
berangkat menuju negeri Yamamah. Yang dimana kisah mengenai keberangkatan
mereka ini berbunyi sebagaimana berikut…
Berkata Ibnu Jarir (Rahimahullah): “Telah
menuliskan kepadaku as-Sirriy, dari Syu’aib, dari Saif, dari Abi ‘Amr bin al-‘Alla’,
dari beberapa orang gurunya, dimana mereka berkata: ‘…Maka berjalanlah Khalid
dan pasukannya menuju negeri Yamamah. Hingga ketika mereka telah mendekati
negeri tersebut, mereka mendapati beberapa ekor kuda milik ‘Iqqah, al-Hudzail,
dan Ziyad (mereka adalah para pengikut Sajah binti al-Harits).
Ketiga orang ini berada dinegeri Yamamah
karena sebuah tugas yang diembankan oleh Sajah kepada mereka, yaitu menunggu
keluarnya upeti yang dijanjikan oleh Musailamah kepada Sajah sebagai bentuk
jaminan akan persekutuan kedua kelompok. Khalid sendiri memutuskan untuk
menuliskan surat perihal ketiga orang tersebut ke suku Tamim (yang telah
kembali kepada naungan Islam), maka setelah suku Tamim membaca surat Khalid
tadi, mereka segera mengusir ketiga orang tersebut keluar dari jazirah arab.
BACA JUGA:
KISAH PERTEMUAN ANTARA KHALID (RADHIYALLAHU ‘ANHU) DENGAN MAJA’AH BIN MIRARAH.
Ditengah jalan, Khalid mendapatkan kabar bahwa Syarhabil atau Syurahbil bin Hasanah rupanya memilih untuk mengikuti jejak Ikrimah dengan cara menyerang Musailamah al-Kadzdzab terlebih dahulu sebelum Khalid tiba di negeri tersebut. Dan rupanya upaya Syurahbil ini berujung kepada kegagalan sebagaimana upaya Ikrimah sebelumnya. Maka ketika akhirnya Khalid tiba dinegeri Yamamah, beliau menegur Syurahbil atas ketergesa-gesaannya dalam mengambil keputusan…”.
Imam al-Ya’qubiy (Rahimahullah)
sendiri sang pengarang kitab Tarikh al-Ya’qubiy mengatakan dalam
kitabnya: “Dahulu Abu Bakar telah menunjuk Syurahbil bin Hasanah untuk memimpin
sebuah pasukan dan menyuruhnya untuk bergerak bersama pasukannya tersebut
menuju negeri Yamamah, dan sesampainya disana hendaknya dia menunggu
kedatangan Khalid.
Kemudian setelah itu Abu Bakar menunjuk
Khalid dan mengangkatnya sebagai komandan tertinggi bagi pasukan yang akan
menumpas Musailamah. Maka Khalid pun segera menuliskan surat kepada Syurahbil
setelah pengangkatannya tersebut, dimana isi surat tersebut adalah: ‘Janganlah
engkau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, dan tunggulah kedatanganku!’…”.
Maka wajarlah jika Khalid memarahi Syurahbil atas ketergesa-gesaannya
sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Jarir diatas.
Dan ketika Khalid dan pasukan semakin dekat
dengan negeri Yamamah, Musailamah dan pengikutnyapun semakin waspada akan
kekuatan kaum muslimin yang sedang bergerak menuju negeri mereka.
Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata: “…Ketika
Musailamah mendengar bahwa Khalid dan pasukannya semakin mendekat dan sebentar
lagi akan tiba dinegeri Yamamah, dia memutuskan untuk mendirikan perkemahan
bersama pasukannya disebuah daerah yang bernama Aqraba (daerah Aqraba ini
terletak di sebelah timur jazirah arab, lebih tepatnya di wilayah al-Yamamah)
yang terletak diujung negeri Yamamah, dimana pedesaan sekaligus perkampungan
berada dibelakang mereka.
Diperkemahannya tersebut Musailamah
menyemangati pasukannya dan mengobarkan api perlawanan didalam diri mereka. Pidato motivasi yang diberikan oleh Musailamah kepada pasukannya membuat penduduk
Yamamah tergerak hatinya untuk ikut berkumpul bersamanya diperkemahan tersebut. Dan setelah
semua pasukannya berkumpul, Musailamah pun mulai mengatur barisan mereka. Dimana
dia menjadikan seseorang yang bernama al-Muhkam bin ath-Thufail dan seorang
lagi yakni ar-Rihal bin ‘Unfuwwah sebagai 2 komandan yang akan mengomandoi 2
sayap pasukannya…”. Kemudian setelah itu beliau menuliskan kisah mengenai
ar-Rihal bin ‘Unfuwwah dan perannya yang sangat besar dalam menyesatkan suku
Bani Hanifah.
Setelah itu beliau melanjutkan kisahnya: “…Dan
ketika Khalid telah tiba dinegeri Yamamah dan telah bertemu dengan Syurahbil,
beliau menjadikan Syurahbil sebagai komandan bagi pasukan yang berada di baris
depan atau tengah, adapun pasukan yang berada dibaris kanan dan kiri, maka
beliau menunjuk Zaid bin al-Khaththab dan Abu Hudzaifah untuk menjadi komandan
bagi mereka.
Dan dimalam harinya, pasukan yang berada
dibawah komando Syurahbil bertemu dengan sekelompok penunggang kuda yang jumlahnya
berkisar sekitar 40 atau 60 orang penunggang kuda (adapun Ibnul Jauziy (Rahimahullah),
beliau mengatakan didalam kitabnya bahwa jumlah penunggang kuda tersebut
hanyalah 6 orang saja. Dan adapun Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah),
maka keduanya mengatakan hal yang sama dengan Ibnu Katsir, yakni jumlah
penunggang kuda tersebut adalah 40 atau 60 orang).
Yang menjadi pemimpin bagi sekelompok
penunggang kuda tersebut adalah seseorang yang bernama Maja’ah bin Mirarah. Maja’ah
dan sekumpulan penunggang kudanya ini baru saja tiba dari sebuah perjalanan
menuju suku Bani Tamim dan Bani ‘Amir.
Dan ketika Maja’ah dan teman-temannya telah
ditangkap oleh Syurahbil, mereka diperhadapkan kepada Khalid, dimana beliau
menanyai perihal kabar (keadaan dan kepada siapa mereka berpihak) mereka, dan
ketika mereka menjawab, Khalid tidak mempercayai mereka dan langsung
memerintahkan agar mereka semua dibunuh. Maka semua penunggang kuda tadi langsung
dibunuh kecuali pemimpin mereka yakni Maja’ah yang tetap dibiarkan hidup oleh
Khalid dalam keadaan terikat sebagai tawanan -karena orang ini ahli dalam masalah
strategi perang dan tipu daya-. Selain karena keahliannya tersebut, dia
dibiarkan hidup juga karena dia adalah seorang pemimpin yang disegani dan
dimuliakan oleh kaumnya (suku Bani Hanifah).
Dikatakan juga bahwa ketika para penunggang
kuda tadi dibawa ke hadapan Khalid, Khalid bertanya kepada mereka: ‘Apa yang
kalian katakan (dalam masalah kenabian ini) wahai Bani Hanifah?’.
Mereka menjawab: ‘Kami mengatakan bahwa
dari kami ada seorang Nabi, dan dari kalian ada seorang Nabi pula’.
Mendengar jawaban mereka tersebut, Khalid langsung
memerintahkan agar mereka semua dibunuh kecuali seseorang yang bernama Sariyah
(Ibnul Jauziy (Rahimahullah) yang membawakan kisah serupa didalam
kitabnya mengatakan bahwa yang dibiarkan hidup ada 2 orang, seorang bernama
Sariyah bin Amir dan seorang lagi adalah Maja’ah).
Sariyah berkata kepada Khalid: ‘Wahai pemimpin,
jika engkau menginginkan kebaikan ataupun keburukan atas kaum tersebut (yakni
suku Bani Hanifah), maka ada baiknya jika engkau membiarkannya (yakni Maja’ah)
hidup’.
Maka Khalidpun membiarkannya tetap hidup
sebagai seorang tawanan, untuk kemudian beliau memerintahkan agar dia dan
istrinya diberi naungan dibawah satu kemah yang sama. Dimana beliau berkata
kepada istrinya: ‘Berilah dia saran dan nasehat-nasehat yang baik’.
Dan ketika kedua pasukan telah saling
berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada kaumnya: ‘Hari ini adalah hari
kecemburuan, hari ini jika kalian dikalahkan maka istri-istri dan anak-anak
perempuan kalian akan dirampas dan dijadikan sebagai tawanan, dan kemudian
mereka akan dinikahi bukan sebagai istri yang akan paling diutamakan (yakni
hanya sebagai budak atau istri kedua ataupun ketiga yang tidak banyak diberi
perhatian. Ini hanya menurut Musailamah). Maka oleh karenanya, berjuanglah
kalian demi nasab kalian dan lindungilah wanita-wanita kalian’…”. Wallahu A’lam
Bish-Shawab.
Kisah mengenai Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu)
dan Maja’ah dikisahkan pula oleh Ibnul Atsir (Rahimahullah) didalam
kitabnya dengan sangat ringkas, dan dikisahkan pula oleh Ibnul Jauziy (Rahimahullah)
didalam kitabnya. Adapun Ibnu Jarir (Rahimahullah) maka beliau
menuliskan kisahnya dengan beberapa rincian, yang Insya Allah kisah tersebut
akan saya tuliskan pada artikel yang akan datang.
Was-Salam.