Bismillah…
Apa kabar teman-teman semua ?, semoga
semuanya selalu dalam perlindungan Allah (Azza Wa Jalla) dan senantiasa
di beri keistiqomahan agar tetap berada di atas agama yang lurus (Islam) hingga
akhir hayat.
Sesuai janji pada pekan yang lalu, maka
saya akan membahas pada pekan ini tentang jasa-jasa Abu Bakar yang beliau
persembahkan untuk Islam dan kaum muslimin. Pembahasan kita kali ini akan
berporos seputar fitnah yang dikhawatirkan oleh ash-Shiddiq akan terjadi,
seberapa besar fitnah tersebut?, sebesar apakah ancamannya terhadap eksistensi
Islam dan kaum muslimin?, dan bagaimana Abu Bakar menghadapi segala badai
tersebut yang datang bertubi-tubi menggempur tubuh ummat Islam setelah
ditinggal oleh sang Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) tercinta?. Akan
tetapi sebelum itu maka mari kita bersama-sama menyimak perihal keputusan
pertama yang diambil oleh Abu Bakar setelah dibai’at menjadi khalifah, kisahnya
sebagai berikut…
foto jerash, yoordania. diambil dari: pixabay. |
(-). MELANJUTKAN EKSPEDISI PASUKAN USAMAH BIN ZAID BIN HARITSAH (RADHIYALLAHU ANHUMA).
Sebelum Rasulullah (Shallallahu Alaihi
Wa Sallam) wafat beliau telah mempersiapkan sebuah pasukan yang rencananya
pasukan ini akan berjalan menuju ke sebuah daerah di Syam yang bernama:
al-Balqa, dimana di tempat itulah dahulu perang Mu’tah berkecamuk, dan juga
sekaligus tempat terbunuhnya 3 orang sahabat yang mulia, mereka adalah: Zaid
bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah (Radhiyallahu
‘Anhum). Beliau menunjuk Usamah bin Zaid untuk menjadi pemimpin pasukan ini
(saat itu umur Usamah kurang lebih adalah: 18 tahun) yang didalamnya ada
pembesar-pembesar sahabat seperti: Abu Bakar dan Umar, dan misi yang beliau
bebankan ke pundak Usamah adalah: menaklukkan daerah al-Balqa. Maka
berangkatlah pasukan Usamah dan akhirnya mereka sampai di sebuah daerah yang
bernama: Jurf (suatu tempat yang berjarak 3 mil dari Madinah ke arah Syam), dan
mereka memutuskan untuk istirahat barang sejenak di daerah tersebut dan
mendirikan perkemahan di sana.
Akan tetapi Qodarullah tidak lama kemudian
Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) wafat, dan pasukan Usamah
masih berada di Jurf. Pada saat Abu Bakar telah di bai’at menjadi khalifah, Usamah
berniat untuk mengundurkan diri dan menyerahkan posisinya kepada orang yang
nantinya direstui oleh Abu Bakar untuk menduduki posisi tersebut. Akan tetapi
Abu Bakar tetap mempertahankan apa yang dahulu telah menjadi keputusan
Rasulullah yakni: beliau tetap menjadikan Usamah sebagai pemimpin dan tetap
melanjutkan ekspedisi pasukan Usamah.
Saif bin Umar at-Tamimi berkata bahwa Ashim
bin Adi bercerita: “Salah seorang pesuruh Abu Bakar berseru di tengah-tengah
khalayak ramai setelah meninggalnya Rasulullah (dan setelah beliau
dikebumikan): “Hendaklah pasukan Usamah segera berangkat, ingatlah tidak
seorangpun dari pasukan Usamah yang boleh tinggal di Madinah, melainkan harus
pergi ke Jurf, pangkalan militer pasukan Usamah”.
Setelah itu Abu Bakar berpidato (setelah
pidato pelantikannya) setelah memuji Allah beliau berkata: “Wahai saudara-saudara
sekalian, sesungguhnya aku adalah seperti kalian juga, dan aku tidak tahu
apakah aku sanggup memikul beban yang kalian letakkan di pundakku sebagaimana
Rasulullah mampu memikulnya. Sesungguhnya Allah telah memilih Muhammad atas
sekalian alam, dan Allah menjaganya dari segala keburukan, sementara aku
hanyalah seseorang yang berusaha mengikuti jejak beliau dan aku bukanlah
seorang pembuat bid’ah. Maka jika aku istiqomah diatas kebenaran tolong ikuti
aku, tetapi jika aku keliru maka luruskanlah diriku. Sesungguhnya Rasulullah (Shallallahu
Alaihi Wa Sallam) telah wafat dan tidak seorangpun dari ummat ini menuntut
atas kedzaliman yang telah beliau lakukan terhadapnya baik berupa pukulan
dengan cambuk ataupun yang lebih ringan dari itu (artinya adalah: bahwa Nabi
selama hidupnya tidak pernah mendzalimi seorangpun). Ingatlah, sesungguhnya aku
senantiasa disertai setan yang selalu berusaha menggodaku, maka jika setan
mendatangiku tolong aku agar aku bisa menjauh darinya. Aku berusaha untuk tidak
menyakiti kalian sedikitpun walau seujung kuku, dan sesungguhnya kalian setiap
pagi dan sore senantiasa dibayang-bayangi ajal yang siap menjemput sementara
kalian tidak menyadarinya, maka jika sanggup janganlah kalian melewati
waktu-waktu kecuali kalian mengisinya dengan amal shalih, yakinlah kalian tidak
akan mampu melakukan amal-amal tersebut kecuali dengan izin Allah. Berlombalah
dalam kebaikan sebelum ajal menghalangi kalian beramal, sebab banyak orang yang
lupa pada ajalnya, dan selalu menunda-nunda amalan mereka. Maka jangan kalian
tiru mereka, bersungguh-sungguhlah kalian dan berusahalah menyelamatkan diri
(dari adzab Allah). Sesungguhnya di hadapan kalian telah menunggu ajal yang
selalu mengejar kalian dan akan datang dengan cepat. Oleh karena itu waspadalah
terhadap kematian dan banyak-banyaklah mengambil pelajaran dari apa yang telah
menimpa bapak-bapak kalian serta saudara-saudara kalian (yang telah meninggal).
Janganlah kalian merasa cemburu terhadap orang yang hidup kecuali sebagaimana
kalian cemburu kepada orang-orang yang telah mati”. Setelah itu beliaupun
memerintahkan agar pasukan Usamah segera berangkat melaksanakan misinya.
BACA JUGA:
KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 6}. PEMBAI'ATAN SECARA UMUM DI MASJID NABAWI.
KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 8}. SEBUAH KISAH TENTANG PARA PENOLAK KEWAJIBAN ZAKAT.
Akan tetapi bersamaan dengan perintah tersebut keadaan di Madinah dan seluruh wilayah teritori kaum muslimin menjadi kacau balau disebabkan meninggalnya Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam), kemunafikan mulai menunjukkan taringnya di Madinah. Bahkan banyak dari suku-suku Arab Badui sekitar Madinah yang murtad keluar dari Islam, ditambah lagi sebagian dari mereka enggan membayar zakat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Dan ketika itu sholat Jum’at tidak lagi didirikan kecuali di Makkah dan Madinah. Tersebutlah sebuah kota di Bahrain yang bernama: Juwatsan, kota ini termasuk kota yang pertama kali mendirikan sholat Jum’at setelah situasi menjadi agak tenang dan orang-orang kembali kepada kebenaran.
Diantara negeri yang tetap istiqomah berada
diatas jalan yang lurus (Islam) juga adalah: Thaif negerinya Bani Tsaqif,
mereka tidak berbalik kebelakang dan tidak pula murtad sepeninggal Rasulullah (Shallallahu
Alaihi Wa Sallam). Ketika berbagai masalah ini terjadi, banyak dari para
sahabat yang mengusulkan kepada Abu Bakar agar menunda keberangkatan ekspedisi
pasukan Usamah, karena ummat saat itu sangat butuh kepada bantuan mereka untuk mengatasi
masalah yang lebih penting, dan juga dengan alasan bahwa Nabi sebelumnya
mempersiapkan pasukan tersebut dan berniat memberangkatkannya pada saat kota
Madinah dalam keadaan damai dan aman sentausa.
Saif bin Umar berkata: “Diriwayatkan dari
Hisyam bin Urwah dari bapaknya dia berkata: “Tatkala Abu Bakar dibai’at, beliau
mengumpulkan kaum Anshar dalam rangka menyikapi permasalahan yang mereka
perselisihkan. Abu Bakar berkata: “Pasukan Usamah akan tetap diberangkatkan,
sebab orang-orang Arab kembali murtad baik secara umum maupun secara khusus
dalam tiap-tiap kabilah, kemunafikan sekarang telah menampakkan dirinya dan
Yahudi maupun Nasrani sedang mengintai dan bersiap-siap untuk menerkam kaum
muslimin ibarat serigala yang mengintai sekumpulan domba yang sedang tercerai
berai kehujanan di tengah malam gelap gulita setelah mereka kehilangan Nabi dan
jumlah mereka yang minoritas di tengah-tengah musuh yang mayoritas”.
Ada yang memberikan pendapat dan berkata:
“Sesungguhnya pasukan Usamah adalah jumlah mayoritas kaum muslimin, sementara
orang-orang Arab sebagaimana yang anda lihat telah bersiap-siap untuk
menyerang. Sungguh tidak bijak jika engkau memecah jumlah kaum muslimin (dan
berperang di dua front)”, Abu Bakar menjawab: “Demi Allah yang jiwaku berada di
tanganNya, andaikata binatang buas seluruhnya mencabik-cabikku, aku akan tetap
menjalankan misi pasukan Usamah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh
Rasulullah, aku akan tetap menjalankan pasukan tersebut walaupun tidak ada lagi
seorangpun di dalam kota ini selain diriku”.
Termasuk diantara orang-orang yang
mengajukan usul tersebut adalah Umar (Radhiyallahu ‘Anhu), ia
mengusulkan agar keberangkatan pasukan Usamah ditunda terlebih dahulu hingga
situasi kembali aman dan terkendali. Namun Abu Bakar ash-Shiddiq dengan tegas
menolak saran tersebut. Beliau berpendapat harus tetap menyegerakan
keberangkatan pasukan Usamah, sampai-sampai beliau bersumpah: “Demi Allah aku
tidak akan melepas tali yang telah diikat oleh Rasulullah (Shallallahu
Alaihi Wa Sallam), walaupun burung menyambar kita dan seluruh binatang buas
di sekitar Madinah menyerang kita, bahkan sekalipun anjing-anjing mengejar
kaki-kaki Ummahatul Mukminin -istri-istri Rasulullah- aku akan tetap
menjalankan misi pasukan Usamah, dan aku akan memerintahkan agar orang-orang
tetap siaga dan berjaga-jaga di sekitar Madinah”.
Saif bin Umar meriwayatkan bahwa al-Hasan
al-Bashri berkata: “Ketika Abu Bakar bersiap-siap memberangkatkan pasukan
Usamah, sebagian kaum Anshar berkata kepada Umar: “Katakan padanya agar
mengganti dan tidak menunjuk Usamah sebagai pemimpin”, maka Umar segera
memberitahukan hal tersebut kepada Abu Bakar. Maka seketika Abu Bakar menarik
janggut Umar seraya berkata: “Payah-payah ibumu mengandungmu wahai Umar bin
al-Khaththab, bagaimana mungkin aku mengganti pemimpin yang telah ditunjuk oleh
Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam)”. Kemudian Abu Bakar segera
bangkit dan berjalan sendiri menuju Jurf untuk memeriksa pasukan Usamah dan
memerintahkan mereka untuk mulai berjalan, sementara beliau sendiri ikut
berjalan bersama mereka (dalam keadaan beliau berjalan kaki sementara Usamah
mengendarai kuda, ini merupakan bentuk penghormatan beliau kepada Usamah yang
telah di percaya oleh Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) untuk
memimpin sebuah pasukan walaupun ia masih sangat muda).
Sebelum mereka berangkat Abu Bakar
mewasiatkan kepada mereka (dan wasiat ini sebenarnya adalah wasiat yang
senantiasa Rasulullah wasiatkan kepada para sahabat sebelum mereka berangkat
menuju medan perang, dengan kata lain: wasiat ini adalah wasiat Islam kepada
para pengikutnya jika mereka ingin memerangi suatu kaum), wasiat itu adalah: “Janganlah
kalian mengkhianati (baik teman maupun musuh yang sudah menyerah atau
menawarkan perdamaian), janganlah kalian berlebih-lebihan, dan janganlah kalian
kabur (dari medan perang), dan janganlah pula kalian memutilasi (musuh-musuh
kalian), janganlah kalian membunuh anak kecil (bayi, balita, dan anak-anak yang
belum mampu mengangkat senjata untuk ikut berperang), dan janganlah pula
membunuh seseorang yang sudah tua (yang sudah memasuki usia senja), dan jangan
pula membunuh para wanita (baik itu yang masih kecil maupun yang sudah dewasa),
dan janganlah kalian memotong pohon kurma (dan segala jenis pepohonan dan
tumbuh-tumbuhan) jangan membakarnya, dan jangan pula menebang pohon (ataupun
kebun) yang sedang berbuah…”. Wasiat ini adalah wasiat yang sangat
agung dan inilah ajaran Islam dan ajaran Nabi Muhammad (Shallallahu Alaihi
Wa Sallam) yang sesungguhnya, dalam wasiat ini kita bisa melihat ajaran
Islam yang sesungguhnya dan bahwasanya Islam tidaklah sama dengan apa yang
selama ini di dengung-dengungkan oleh media, Islam adalah agama yang adil dan
senantiasa mengajak pengikutnya untuk berhias dengan akhlak yang mulia, senantiasa
mengasihi orang-orang lemah (baik itu pria maupun wanita), dan senantiasa
mengajak para pengikutnya agar tidak menyebarkan kerusakan di atas muka bumi.
Setelah menyampaikan wasiat tersebut, maka
berangkatlah pasukan Usamah dan Abu Bakar ikut berjalan (kaki) juga mengiringi
keberangkatan mereka. Waktu itu Usamah mengendarai kuda, dan beliau mengatakan
kepada Abu Bakar: “Wahai khalifah Rasulullah, naiklah ke atas kendaraan ini
atau aku yang turun (ikut berjalan bersamamu)”, Abu Bakar menjawab: “Demi Allah
aku tidak akan naik dan engkau tidak boleh turun”. Setelah itu Abu Bakar
memohon kepada Usamah agar Umar (pada saat itu Umar termasuk anggota pasukan
Usamah) dibebastugaskan untuk menemaninya di Madinah, maka Usamah mengabulkan
permintaannya.
Setelah peristiwa ini tidak pernah Umar
bertemu Usamah melainkan ia mengucapkan salam kepadanya seraya menambahkan
kata-kata: “Ya Amir (wahai pemimpin)”.
Al-Qashim bin Amrah meriwayatkan bahwa
‘Aisyah berkata: “Ketika Rasulullah wafat, orang-orang Arab sepakat untuk
murtad dan kemunafikan tersebar di mana-mana. Demi Allah sungguh ayahku
mendapat beban yang sangat berat, jika di pikul oleh gunung yang kokoh
sekalipun niscaya akan hancur luluh. Dan sahabat Muhammad (Shallallahu
Alaihi Wa Sallam) ibarat sekumpulan domba yang kocar-kacir di terpa hujan
di malam yang gelap gulita dan dingin, di tengah-tengah padang yang dipenuhi
binatang buas. Demi Allah semua perselisihan mereka berhasil diselesaikan oleh
ayahku dengan keistiqomahannya dalam Islam”.
Kemudian beliau menyebutkan perihal Umar,
beliau berkata: “Barangsiapa yang melihat Umar niscaya ia tahu bahwa Umar
diciptakan untuk kemaslahatan Islam. Demi Allah ia ibarat penenun ulung yang
telah menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi apa yang akan terjadi”.
Ternyata berangkatnya pasukan Usamah
membawa kemaslahatan besar, disebabkan setiap kali mereka melewati perkampungan
Arab, maka mereka pasti akan menimbulkan rasa gentar ke hati orang-orang dan
membuat mereka enggan untuk murtad mengikuti suku-suku lain yang telah murtad.
Pasukan Usamah berada di daerah al-Balqa selama kurang lebih 70 hari.
Inilah gambaran singkat tentang keputusan
pertama Abu Bakar setelah dibai’at menjadi khalifah dan juga situasi Madinah
dan situasi Jazirah Arab secara umum. Semoga bisa bermanfaat untuk Islam dan
kaum muslimin.
Dan Insya Allah pekan depan saya akan
membahas tentang fitnah yang telah mengguncang tubuh kaum muslimin secara
bertubi-tubi setelah meninggalnya Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam),
dan hampir saja merobohkan tubuh kaum muslimin.
Saya pikir cukup sekian dulu untuk pekan
ini, dan sampai jumpa di pekan depan dengan tema diatas Insya Allah.
Was-salam.
0 comments:
Post a Comment