Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu telah saya sebutkan
bahwa yang naik tahta menggantikan Dzu Nuwas sebelum orang-orang Habasyah mengambil
secara keseluruhan negeri Yaman dari orang-orang Himyar adalah Dzu Jadan
al-Himyariy.
Berkata as-Suhailiy di dalam bukunya ar-Raudhul
Unuf mengenai Dzu Jadan ini: “…Kemudian Dzu Nuwas menceburkan diri di laut,
dan yang naik tahta setelahnya dari orang Himyar adalah seseorang yang dipanggil
dengan julukan Dzu Jadan, nama aslinya adalah ‘Alas bin al-Harits (berkata
syaikh Abdurrahman al-Wakil: “Disebutkan di dalam kamus bahwa namanya adalah: ‘Alas
bin Yasyrah ibn al-Harits)”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 4).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 6).
Kemudian imam as-Suhailiy menyebutkan arti
dari julukan yang disematkan pada ‘Alas ini, beliau berkata: “Dan arti dari
al-Jadan adalah: suara yang merdu (jadi arti dari Dzu Jadan adalah: seseorang
yang memiliki suara emas).
Dikatakan bahwa sebab dari disematkannya
julukan Dzu Jadan pada ‘Alas bin al-Harits adalah: karena orang ini adalah
orang pertama yang melantunkan nyanyian secara terang-terangan di negeri Yaman,
maka orang-orangpun menjulukinya sebagai Dzu Jadan (seseorang yang memiliki
suara merdu).
Adapun arti lain (atau maksud lain) dari
kata al-Jadan adalah: nama sebuah gurun pasir yang terletak di negeri Yaman. Dimana
al-Bakriy menjelaskan sebab dari dijulukinya ‘Alas bin al-Harits dengan Dzu
Jadan (jika al-Jadan ini diartikan sebagai gurun pasir): bahwa dia (‘Alas bin
al-Harits) berasal dari gurun pasir yang bernama al-Jadan tersebut, dan kepada
gurun pasir itulah dia dinisbatkan (oleh karena itu dia dijuluki sebagai Dzu
Jadan, seakan-akan julukan ini mengisyaratkan kepada asal-usul ‘Alas bin
al-Harits dan dari mana dia berasal)”.
Kemudian as-Suhailiy menyebutkan cerita
mengenai kekalahan Dzu Jadan ketika berhadapan dengan orang-orang Habasyah, dan
juga cerita mengenai bunuh dirinya dia dengan menenggelamkan diri di laut
sebagaimana yang dilakukan oleh Dzu Nuwas.
Berkata Ibnu Ishaq bahwa Dzu Jadan ini
melantunkan beberapa bait sya’ir dalam rangka menangisi keadaan rakyat Yaman yang
ditimpa oleh kehinaan setelah kedatangan orang-orang Habasyah ke tanah mereka,
dimana dahulu mereka tidak pernah dihinakan sedikitpun, bahkan mereka dahulu
adalah sebuah bangsa yang sangat disegani…
Berkata Ibnu Ishaq: “Berkata Dzu Jadan
al-Himyariy:
“Janganlah engkau menangis, apa-apa yang
telah berlalu itu sama sekali tidak bisa menahan keluarnya air mata…
Jangan sampai engkau binasa hanya karena
meratapi orang-orang yang telah wafat…
Apakah setelah Yabnun yang tidak ada lagi
pemandangan yang setara dengannya…
Dan juga setelah Silhin orang-orang masih
mampu merangkai bait-bait sya’ir?...”.
Ibnu Ishaq berkata: “Yabnun, Silhin dan
Gumdan adalah nama 3 benteng dari sekian banyak benteng-benteng Yaman yang
dihancurkan oleh Aryath, dimana tidak ada satupun benteng pada zaman itu yang
bisa menyamai ketiga benteng tersebut”.
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Suatu hari
seseorang yang bernama ‘Amr bin Ma’di Karib az-Zubaidiy berselisih pendapat
dalam suatu masalah dengan seseorang yang bernama Qais bin Maksyuh al-Muradiy,
kemudian ternyata Qais ini melampaui batas dengan mengirimkan ancaman pada ‘Amr,
maka ketika ‘Amr mendengar bahwa Qais mengancamnya dia segera melantunkan
beberapa bait sya’ir demi mengingatkan Qais perihal hal-hal buruk yang telah menimpa
orang-orang Himyar. Dimana dahulu mereka adalah orang-orang yang mulia, dan
ketika mereka melampaui batas seketika mereka ditimpa kehinaan sekaligus sirna
kerajaan mereka untuk selama-lamanya.
Berkata ‘Amr bin Ma’di Karib:
“Apakah engkau mengancamku hingga seakan-akan
engkau merasa laksana Dzu Ru’ain…
Yang memiliki hidup yang sangat
berkecukupan ataukah engkau merasa laksana Dzu Nuwas?...
Dimana mereka berdua dahulu hidup sebelum
engkau dilahirkan dalam gelimang kenikmatan…
Juga memiliki kerajaan yang teramat kuat
hingga semua orang tunduk pada mereka…
Kerajaan mereka bahkan lebih dahulu ada
sebelum munculnya kaum ‘Aad…
Kerajaan yang sangat luas juga kuat
sekaligus disegani dan sangat perkasa…
Dan tiba-tiba dalam sekejap seluruh
masyarakatnya sirna di waktu sore hari…
Dan di waktu sore itu juga mereka di rubah
dari sekumpulan manusia (mulia) menjadi sekumpulan manusia yang lain (hina
dina)…”.
Cerita mengenai kekuasaan orang-orang
Habasyah di Yaman akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya Insya Allah. Wallahu
A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment