Wednesday, July 28, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 14).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnu Ishaq ketika menjelaskan mengenai apa saja yang ditemui oleh Abrahah selama perjalanannya menuju Makkah, beliau berkata: “Ketika Abrahah bergerak bersama pasukan bergajahnya, seketika kabar mengenai keberangkatannya tersebut tersebar dengan sangat cepat ke seluruh penjuru jazirah arab. Dan hal ini sangat membuat takut bangsa arab, dan sangat membuat mereka gentar (karena Abrahah membawa gajah, yang dimana orang-orang arab pada waktu itu tidak pernah sekalipun melihat gajah sebelumnya. Dan jikalau saja Abrahah tidak membawa gajah, maka sudah pasti pasukannya akan habis tidak tersisa bahkan sebelum dia sampai di Makkah, karena bangsa arab adalah bangsa pemberani). Akan tetapi bersamaan dengan munculnya rasa takut tersebut, muncullah juga rasa peduli terhadap rumah suci Ka’bah, karena mereka mendengar bahwa tujuan dari berangkatnya Abrahah menuju Makkah adalah demi menghancurkan Ka’bah. Oleh karena itu, mereka melihat bahwa sudah menjadi sebuah kewajiban bagi mereka untuk membela Ka’bah rumah Allah (‘Azza Wa Jalla) yang mulia.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 13).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 15).

Maka demi membela kehormatan Ka’bah keluarlah salah seorang petinggi dan orang mulia di kalangan rakyat Yaman, orang ini bernama: Dzu Nafar. Dia keluar bersama kaumnya juga sebagian suku-suku arab yang menjawab ajakannya untuk membela rumah Allah (‘Azza Wa Jalla) yang mulia Ka’bah dari niat buruk Abrahah yang hendak meluluh lantakkannya.

Dan ketika kedua pasukan bertemu, mereka semua langsung saling menyerang, akan tetapi sayangnya Dzu Nafar bersama seluruh pasukannya berhasil dikalahkan oleh Abrahah. Maka orang-orang Habasyah segera menangkap mereka semua dan menjadikan mereka sebagai tawanan. Dzu Nafar sendiri dia diikat dan dibawa ke hadapan Abrahah untuk dibunuh karena perlawanannya tersebut, akan tetapi sebelum pedang Abrahah menyapa lehernya, dia angkat suara dan berkata: “Wahai raja, janganlah engkau membunuhku. Karena mungkin saja hidupku lebih berharga bagimu dari matiku”. Ketika mendengar perkataan ini, Abrahah menurunkan kembali pedangnya dan tidak jadi membunuh Dzu Nafar, dan sebagai gantinya dia mengikat Dzu Nafar disisinya, dan dia Abrahah adalah seseorang yang sangat lembut.

Kemudian Abrahah kembali melanjutkan perjalanannya, hingga ketika dia sampai di sebuah gunung yang bernama Khuts’am, dia dihadang oleh seseorang yang bernama Nufail bin Habib al-Khuts’amiy, orang ini membawa bersamanya 2 suku arab yang menghuni gunung Khuts’am, kedua suku tersebut adalah: suku Syahran dan suku Nahis. Selain kedua suku tersebut dia juga membawa beberapa suku arab lain yang bersedia ikut bersamanya menghalangi Abrahah dari rumah suci Ka’bah.

Dan ketika kedua pasukan bertemu, mereka langsung saling menyerang, dan lagi-lagi untuk kedua kalinya Abrahah berhasil mengalahkan bangsa arab yang berani menghalangi jalannya. Adapun Nufail dan pasukannya, mereka semua bernasib sama dengan Dzu Nafar dan pasukannya. Mereka semua berakhir dalam keadaan tangan terikat dan Nufail sendiri dibawa ke hadapan Abrahah untuk membayar perbuatannya. Sesampainya dia di hadapan Abrahah, Abrahah segera mengangkat pedangnya hendak memenggal kepala Nufail, akan tetapi suara Nufail ternyata lebih cepat keluar dari ayunan pedang Abrahah, Nufail berkata: “Wahai raja, janganlah engkau membunuhku. Karena sebagai gantinya, aku akan menjadi penunjuk jalan bagimu di tanah arab ini. Dan kedua suku yang ikut bersamaku, yakni suku Syahran dan Nahis akan senantiasa tunduk dan patuh kepada perintahmu”.

Melihat bahwa tawaran ini adil, Abrahah-pun memutuskan untuk tidak membunuh Nufail dan melepaskan ikatannya, karena dia akan menjadi penunjuk jalan baginya ketika bepergian di jazirah arab (dan bukan menjadi penunjuk jalan bagi Abrahah menuju Makkah).

Setelah itu Abrahah bersama pasukannya kembali meneruskan perjalanan dengan Nufail sebagai penunjuk jalan. Hingga ketika mereka sampai di tanah Thaif, tiba-tiba ada seseorang yang bernama Mas’ud bin Mu’tib bin Malik bin Ka’ab bin ‘Amr bin Sa’ad bin ‘Auf bin Tsaqif yang keluar dari negeri Thaif bersama sekelompok orang dari anggota suku Tsaqif.

Dan nasab Tsaqif sendiri sebagai berikut: Namanya adalah Qasiy bin an-Nabit bin Munabbih bin Manshur bin Yaqdum ibn Afsha bin Da’ma bin Iyad bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan”.

Apa yang hendak dilakukan oleh sekelompok orang dari suku Tsaqif tadi?, apakah mereka juga ingin mengajak duel Abrahah?, atau ingin melakukan sesuatu yang lain?, dan lagipula kenapa mereka hanya keluar dengan sekelompok orang bukannya dengan sepasukan penuh?, jawabannya sebagai berikut…

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Sesampainya orang-orang Bani Tsaqif tadi dihadapan Abrahah, mereka langsung berkata: “Wahai raja, sungguh kami ini hanyalah para bawahanmu yang senantiasa taat dan patuh kepadamu. Antara kami dan engkau sama sekali tidak ada percekcokan, karena engkau tidak menginginkan rumah suci kami ini -maksudnya adalah patung al-Latt-, dan yang engkau inginkan hanyalah rumah suci yang ada di Makkah. Oleh karena itu, kami akan mengutus seseorang dari suku kami yang akan menjadi penunjuk jalan bagimu menuju Makkah”. Mendengar hal ini, Abrahah-pun membiarkan mereka dan tidak memerangi mereka.

Al-Latt sendiri adalah sebuah patung yang sangat diagung-agungkan oleh masyarakat Thaif, yang bahkan penghormatan mereka kepada patung tersebut setara dengan penghormatan bangsa arab kepada Ka’bah.

Orang yang diutus oleh masyarakat Thaif sebagai penunjuk jalan bagi Abrahah adalah seseorang yang bernama Abu Rigal. Setelah itu Abrahah kembali melanjutkan perjalanan bersama Abu Rigal dan pasukan bergajah, hingga mereka sampai di daerah al-Mugammas. Sesampainya mereka disana, secara tiba-tiba Abu Rigal meregang nyawa, dan jasadnya dikuburkan oleh Abrahah di daerah tersebut. Dan kubur Abu Rigal inilah yang menjadi objek rajam di daerah al-Mugammas, dimana orang-orang arab benci kepadanya karena dia bersedia menjadi penunjuk jalan bagi Abrahah menuju Makkah.

Ketika Abrahah sampai di daerah al-Mugammas ini yang hanya berjarak beberapa farsakh dari Makkah, dia memutuskan untuk tidak memasuki Makkah terlebih dahulu, akan tetapi dia mengutus seseorang yang berasal dari Habasyah sama sepertinya menuju Makkah dengan mengendarai kuda, orang ini bernama: al-Aswad bin Maqshud.

Orang ini bergerak menuju Makkah dengan misi mengambil semua harta yang ditemuinya di tengah jalan milik orang-orang Quraisy untuk kemudian dibawa ke hadapan Abrahah. Maka dia-pun melaksanakan dengan baik misinya tersebut, dan diantara harta yang diambilnya adalah 200 ekor unta milik Abdul Muththalib bin Hasyim (kakek Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)) sang pemimpin dan petinggi suku Quraisy.

Sebenarnya orang-orang Quraisy menyaksikan perbuatan al-Aswad ini ketika dia mengambili harta mereka secara terang-terangan dan mereka hendak membunuhnya, akan tetapi ketika mereka ingat akan pasukan Abrahah yang sangat besar beserta seluruh gajah-gajah yang dibawanya, mereka-pun sadar bahwa jika mereka membunuh al-Aswad dan Abrahah memutuskan untuk langsung menyerang mereka, maka pastinya mereka tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankan tanah air beserta rumah suci Ka’bah. Oleh karena itu, mereka menahan diri dan membiarkan al-Aswad bebas hilir mudik di tengah-tengah mereka sembari mengambil secara bebas dan membabi buta harta benda yang mereka cintai”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Cerita Insya Allah akan berlanjut di artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

 

0 comments:

Post a Comment