Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Berkata Ibnu Ishaq ketika menjelaskan
mengenai apa saja yang ditemui oleh Abrahah selama perjalanannya menuju Makkah,
beliau berkata: “Ketika Abrahah bergerak bersama pasukan bergajahnya, seketika
kabar mengenai keberangkatannya tersebut tersebar dengan sangat cepat ke
seluruh penjuru jazirah arab. Dan hal ini sangat membuat takut bangsa arab, dan
sangat membuat mereka gentar (karena Abrahah membawa gajah, yang dimana
orang-orang arab pada waktu itu tidak pernah sekalipun melihat gajah sebelumnya.
Dan jikalau saja Abrahah tidak membawa gajah, maka sudah pasti pasukannya akan
habis tidak tersisa bahkan sebelum dia sampai di Makkah, karena bangsa arab
adalah bangsa pemberani). Akan tetapi bersamaan dengan munculnya rasa takut
tersebut, muncullah juga rasa peduli terhadap rumah suci Ka’bah, karena mereka
mendengar bahwa tujuan dari berangkatnya Abrahah menuju Makkah adalah demi
menghancurkan Ka’bah. Oleh karena itu, mereka melihat bahwa sudah menjadi
sebuah kewajiban bagi mereka untuk membela Ka’bah rumah Allah (‘Azza Wa
Jalla) yang mulia.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 13).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 15).
Maka demi membela kehormatan Ka’bah
keluarlah salah seorang petinggi dan orang mulia di kalangan rakyat Yaman,
orang ini bernama: Dzu Nafar. Dia keluar bersama kaumnya juga sebagian
suku-suku arab yang menjawab ajakannya untuk membela rumah Allah (‘Azza Wa
Jalla) yang mulia Ka’bah dari niat buruk Abrahah yang hendak meluluh
lantakkannya.
Dan ketika kedua pasukan bertemu, mereka
semua langsung saling menyerang, akan tetapi sayangnya Dzu Nafar bersama
seluruh pasukannya berhasil dikalahkan oleh Abrahah. Maka orang-orang Habasyah
segera menangkap mereka semua dan menjadikan mereka sebagai tawanan. Dzu Nafar
sendiri dia diikat dan dibawa ke hadapan Abrahah untuk dibunuh karena
perlawanannya tersebut, akan tetapi sebelum pedang Abrahah menyapa lehernya,
dia angkat suara dan berkata: “Wahai raja, janganlah engkau membunuhku. Karena mungkin
saja hidupku lebih berharga bagimu dari matiku”. Ketika mendengar perkataan
ini, Abrahah menurunkan kembali pedangnya dan tidak jadi membunuh Dzu Nafar,
dan sebagai gantinya dia mengikat Dzu Nafar disisinya, dan dia Abrahah adalah seseorang
yang sangat lembut.
Kemudian Abrahah kembali melanjutkan
perjalanannya, hingga ketika dia sampai di sebuah gunung yang bernama Khuts’am,
dia dihadang oleh seseorang yang bernama Nufail bin Habib al-Khuts’amiy, orang
ini membawa bersamanya 2 suku arab yang menghuni gunung Khuts’am, kedua suku
tersebut adalah: suku Syahran dan suku Nahis. Selain kedua suku tersebut dia
juga membawa beberapa suku arab lain yang bersedia ikut bersamanya menghalangi
Abrahah dari rumah suci Ka’bah.
Dan ketika kedua pasukan bertemu, mereka
langsung saling menyerang, dan lagi-lagi untuk kedua kalinya Abrahah berhasil
mengalahkan bangsa arab yang berani menghalangi jalannya. Adapun Nufail dan
pasukannya, mereka semua bernasib sama dengan Dzu Nafar dan pasukannya. Mereka semua
berakhir dalam keadaan tangan terikat dan Nufail sendiri dibawa ke hadapan
Abrahah untuk membayar perbuatannya. Sesampainya dia di hadapan Abrahah,
Abrahah segera mengangkat pedangnya hendak memenggal kepala Nufail, akan tetapi
suara Nufail ternyata lebih cepat keluar dari ayunan pedang Abrahah, Nufail
berkata: “Wahai raja, janganlah engkau membunuhku. Karena sebagai gantinya, aku
akan menjadi penunjuk jalan bagimu di tanah arab ini. Dan kedua suku yang ikut
bersamaku, yakni suku Syahran dan Nahis akan senantiasa tunduk dan patuh kepada
perintahmu”.
Melihat bahwa tawaran ini adil, Abrahah-pun
memutuskan untuk tidak membunuh Nufail dan melepaskan ikatannya, karena dia
akan menjadi penunjuk jalan baginya ketika bepergian di jazirah arab (dan bukan
menjadi penunjuk jalan bagi Abrahah menuju Makkah).
Setelah itu Abrahah bersama pasukannya
kembali meneruskan perjalanan dengan Nufail sebagai penunjuk jalan. Hingga ketika
mereka sampai di tanah Thaif, tiba-tiba ada seseorang yang bernama Mas’ud bin
Mu’tib bin Malik bin Ka’ab bin ‘Amr bin Sa’ad bin ‘Auf bin Tsaqif yang keluar
dari negeri Thaif bersama sekelompok orang dari anggota suku Tsaqif.
Dan nasab Tsaqif sendiri sebagai berikut: Namanya
adalah Qasiy bin an-Nabit bin Munabbih bin Manshur bin Yaqdum ibn Afsha bin Da’ma
bin Iyad bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan”.
Apa yang hendak dilakukan oleh sekelompok
orang dari suku Tsaqif tadi?, apakah mereka juga ingin mengajak duel Abrahah?,
atau ingin melakukan sesuatu yang lain?, dan lagipula kenapa mereka hanya
keluar dengan sekelompok orang bukannya dengan sepasukan penuh?, jawabannya
sebagai berikut…
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Sesampainya
orang-orang Bani Tsaqif tadi dihadapan Abrahah, mereka langsung berkata: “Wahai
raja, sungguh kami ini hanyalah para bawahanmu yang senantiasa taat dan patuh
kepadamu. Antara kami dan engkau sama sekali tidak ada percekcokan, karena
engkau tidak menginginkan rumah suci kami ini -maksudnya adalah patung al-Latt-,
dan yang engkau inginkan hanyalah rumah suci yang ada di Makkah. Oleh karena
itu, kami akan mengutus seseorang dari suku kami yang akan menjadi penunjuk
jalan bagimu menuju Makkah”. Mendengar hal ini, Abrahah-pun membiarkan mereka
dan tidak memerangi mereka.
Al-Latt sendiri adalah sebuah patung yang
sangat diagung-agungkan oleh masyarakat Thaif, yang bahkan penghormatan mereka
kepada patung tersebut setara dengan penghormatan bangsa arab kepada Ka’bah.
Orang yang diutus oleh masyarakat Thaif
sebagai penunjuk jalan bagi Abrahah adalah seseorang yang bernama Abu Rigal. Setelah
itu Abrahah kembali melanjutkan perjalanan bersama Abu Rigal dan pasukan
bergajah, hingga mereka sampai di daerah al-Mugammas. Sesampainya mereka disana,
secara tiba-tiba Abu Rigal meregang nyawa, dan jasadnya dikuburkan oleh Abrahah
di daerah tersebut. Dan kubur Abu Rigal inilah yang menjadi objek rajam di
daerah al-Mugammas, dimana orang-orang arab benci kepadanya karena dia bersedia
menjadi penunjuk jalan bagi Abrahah menuju Makkah.
Ketika Abrahah sampai di daerah al-Mugammas
ini yang hanya berjarak beberapa farsakh dari Makkah, dia memutuskan untuk
tidak memasuki Makkah terlebih dahulu, akan tetapi dia mengutus seseorang yang
berasal dari Habasyah sama sepertinya menuju Makkah dengan mengendarai kuda,
orang ini bernama: al-Aswad bin Maqshud.
Orang ini bergerak menuju Makkah dengan
misi mengambil semua harta yang ditemuinya di tengah jalan milik orang-orang
Quraisy untuk kemudian dibawa ke hadapan Abrahah. Maka dia-pun melaksanakan
dengan baik misinya tersebut, dan diantara harta yang diambilnya adalah 200
ekor unta milik Abdul Muththalib bin Hasyim (kakek Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam)) sang pemimpin dan petinggi suku Quraisy.
Sebenarnya orang-orang Quraisy menyaksikan
perbuatan al-Aswad ini ketika dia mengambili harta mereka secara
terang-terangan dan mereka hendak membunuhnya, akan tetapi ketika mereka ingat
akan pasukan Abrahah yang sangat besar beserta seluruh gajah-gajah yang
dibawanya, mereka-pun sadar bahwa jika mereka membunuh al-Aswad dan Abrahah
memutuskan untuk langsung menyerang mereka, maka pastinya mereka tidak
mempunyai kekuatan untuk mempertahankan tanah air beserta rumah suci Ka’bah. Oleh
karena itu, mereka menahan diri dan membiarkan al-Aswad bebas hilir mudik di
tengah-tengah mereka sembari mengambil secara bebas dan membabi buta harta
benda yang mereka cintai”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Cerita Insya Allah akan berlanjut di
artikel selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment