Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu, telah saya
ceritakan perihal perginya Daus Dzu Tsa’laban ke negeri Syam untuk meminta
bantuan dari Kaisar demi membalaskan dendam para korban pembakaran terhadap Dzu
Nuwas.
Kurang lebih hal inilah yang diceritakan
oleh Ibnu Ishaq, Ibnu Katsir, Ibnul Atsir, Ibnu Jarir ath-Thabariy dan
as-Suhailiy di dalam kitab mereka masing-masing.
Sementara 2 ulama lain yakni Ibnu Qutaibah
ad-Dainuriy dan al-Muthahhir al-Maqdisiy menyebutkan cerita yang berbeda di
dalam kitab mereka berdua…
Dimana menurut keduanya Daus sama sekali
tidak pergi ke negeri Syam, melainkan dia pergi ke negeri Habasyah dan meminta
bantuan dari raja yang memerintah di sana demi melancarkan balas dendam
terhadap Dzu Nuwas.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 1).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 3).
Berkata Ibnu Qutaibah: “Ketika pembantaian
sedang berlangsung, ada seseorang yang berasal dari Yaman bernama (Daus) Dzu
Tsa’laban, orang ini kabur memakai kudanya menuju negeri Habasyah yang rajanya
dan mayoritas penduduknya beragama Nashrani, agama yang sama dengan yang dianut
oleh para korban pembakaran (Ashhabul Ukhdud)…”.
Al-Muthahhir al-Maqdisiy berkata perihal
kepergian Daus ke negeri Habasyah: “Pada saat pembantaian sedang berlangsung,
ada seorang warga Yaman bernama (Daus) Dzu Tsa’laban yang kabur dengan kudanya
menuju negeri Habasyah sembari membawa lembaran-lembaran tersisa dari kitab
suci Injil yang setengah terbakar. Kepergiannya ini demi meminta bantuan dari
raja Habasyah untuk melancarkan balas dendam terhadap Dzu Nuwas dan pasukannya.
Maka sang raja-pun mengabulkan permintaannya dengan mengirimkan sebuah pasukan
yang sangat besar menuju negeri Yaman, dengan tujuan menumpas Dzu Nuwas beserta
semua orang yang terlibat dalam pembantaian tersebut”.
Ibnu Qutaibah melanjutkan: “…Sesampainya Daus
di negeri Habasyah, dia segera menemui raja dan mengkhabarinya perihal
perbuatan keji yang dilakukan Dzu Nuwas terhadap saudara-saudara seimannya
rakyat Najran.
Mendengar hal ini, raja Habasyah segera
menulis sebuah surat ke Kaisar sang komando umum bagi para raja penganut agama
Nashrani. Dalam suratnya tersebut dia menyebutkan semua yang telah diceritakan
oleh Daus perihal yang menimpa saudara seiman mereka para penganut agama
Nashrani dari Najran, sekaligus meminta izinnya untuk mengirim pasukan menuju
Yaman demi menumpas Dzu Nuwas beserta semua orang yang terlibat dalam peristiwa
keji tersebut.
Sesampainya surat ini ke tangan Kaisar, dia
segera membacanya dan langsung mengirimkan surat balasan yang berbunyi: bahwa
dia mengizinkan raja Habasyah untuk mengirimkan pasukannya ke Yaman, dan bahwa
dia (raja Habasyah) dan pasukannya-lah yang akan keluar sebagai pemenang. Kaisar
juga memerintahkan agar nanti setelah misi balas dendam ini selesai, hendaknya
Daus ditunjuk sebagai penanggung jawab dan sebagai gubernur bagi Kaisar di
negerinya, dan agar dia sendirilah yang nanti mengurusi urusan orang-orang
sebangsanya…”.
Adapun cerita mengenai penyerangan
orang-orang Habasyah terhadap negeri Yaman, maka tidak ada perbedaan pendapat
dalam masalah ini dan semua ulama satu suara mengenai peristiwa-peristiwa apa
saja yang mengawali, mengiringi dan mengakhiri penumpasan Dzu Nuwas dan
pasukannya sekaligus penghapusan dan pemusnahan selama-lamanya kekaisaran para Tababi’ah,
kerajaan kuno Yaman.
Sebelum masuk ke cerita mengenai penyerbuan
orang-orang Habasyah terhadap Dzu Nuwas dan rakyat Yaman, saya ingin
menyebutkan 2 informasi yang dipaparkan oleh imam as-Suhailiy dalam kitab
beliau mengenai 2 tokoh utama dalam kisah kita ini…
Menurut saya sendiri, informasi-informasi
tambahan yang disampaikan oleh imam as-Suhailiy dalam kitabnya selalu menarik
untuk disimak.
Berkata as-Suhailiy: “Disebutkan dalam
cerita ini seseorang yang bernama: Daus Dzu Tsa’laban, yang konon dia-lah yang
mendatangi Kaisar dan meminta bantuan darinya untuk menghadapi Dzu Nuwas dan
pasukannya. Daus ini sendiri adalah putra dari Tubba’ yang dibunuh oleh
saudaranya (mungkin yang beliau maksud adalah bahwa Daus Dzu Tsa’laban ini
adalah putra Hassan bin Tubban As’ad, karena setahu saya satu-satunya Tubba’
yang dibunuh oleh saudaranya sendiri adalah Hassan, karena sebagaimana yang
pernah saya ceritakan bahwa Hassan ini dibunuh oleh saudaranya yang bernama ‘Amr
dalam rangka memenuhi permintaan orang-orang Himyar, dan juga karena haus
kekuasaan. Jadi jika Dzu Nuwas ini adalah saudara kandung Hassan, maka Daus
adalah keponakannya sendiri. Wallahu A’lam Bish-Shawab)”.
As-Suhailiy melanjutkan: “Disebutkan pula
dalam kisah ini Kaisar dan suratnya yang dia tujukan kepada Najasyi (raja
Habasyah). Nama Kaisar sendiri diperuntukkan bagi semua orang yang memegang
tampuk kekuasaan negeri Romawi.
Tafsir dari kata Kaisar dalam bahasa Romawi
adalah: al-Buqair (yakni orang yang perut ibunya dibelah karena melahirkan
dirinya), mereka menyebut raja mereka tersebut sebagai al-Buqair karena sang Kaisar
dilahirkan melalui metode bedah Caesar.
Dan Kaisar kita ini adalah orang pertama
yang dijuluki al-Buqair (yakni orang pertama yang dijuluki Kaisar), ketika dia
memerintah dia diberi julukan tersebut hingga raja-raja Romawi setelahnya-pun
mengikutinya dengan menjuluki diri mereka sendiri dengan al-Buqair (atau
Kaisar). Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Mas’udiy”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Syaikh Abdurrahman al-Wakil berkata
mengenai apa yang dikatakan oleh as-Suhailiy diatas: “Disebutkan dalam kitab al-Muruj
(yakni kitab Muruju adz-Dzahab Wa Ma’adin al-Jauhar) bahwa tafsiran kata
Kaisar adalah: Baqar dan bukannya Buqair. Sang penulis sendiri (yakni penulis
kitab Muruju adz-Dzahab Wa Ma’adin al-Jauhar) mengatakan perihal alasan
yang mendasari penamaan tersebut: “Yakni dia (Kaisar) dilahirkan dengan metode
Caesar. Hal tersebut disebabkan karena ibunya meninggal dalam keadaan hamil
(mengandung sang Kaisar), maka di belahlah perutnya (demi menyelamatkan dirinya).
Ketika si Kaisar ini beranjak dewasa, dia
membesar-besarkan dirinya dan berbangga sebagai orang yang tidak dilahirkan
oleh wanita…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Cerita selanjutnya akan saya ceritakan pada
artikel yang akan datang Insya Allah.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment