Tuesday, July 13, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 2).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel yang lalu, telah saya ceritakan perihal perginya Daus Dzu Tsa’laban ke negeri Syam untuk meminta bantuan dari Kaisar demi membalaskan dendam para korban pembakaran terhadap Dzu Nuwas.  

Kurang lebih hal inilah yang diceritakan oleh Ibnu Ishaq, Ibnu Katsir, Ibnul Atsir, Ibnu Jarir ath-Thabariy dan as-Suhailiy di dalam kitab mereka masing-masing.

Sementara 2 ulama lain yakni Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy dan al-Muthahhir al-Maqdisiy menyebutkan cerita yang berbeda di dalam kitab mereka berdua…

Dimana menurut keduanya Daus sama sekali tidak pergi ke negeri Syam, melainkan dia pergi ke negeri Habasyah dan meminta bantuan dari raja yang memerintah di sana demi melancarkan balas dendam terhadap Dzu Nuwas.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 1).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 3).

Berkata Ibnu Qutaibah: “Ketika pembantaian sedang berlangsung, ada seseorang yang berasal dari Yaman bernama (Daus) Dzu Tsa’laban, orang ini kabur memakai kudanya menuju negeri Habasyah yang rajanya dan mayoritas penduduknya beragama Nashrani, agama yang sama dengan yang dianut oleh para korban pembakaran (Ashhabul Ukhdud)…”.

Al-Muthahhir al-Maqdisiy berkata perihal kepergian Daus ke negeri Habasyah: “Pada saat pembantaian sedang berlangsung, ada seorang warga Yaman bernama (Daus) Dzu Tsa’laban yang kabur dengan kudanya menuju negeri Habasyah sembari membawa lembaran-lembaran tersisa dari kitab suci Injil yang setengah terbakar. Kepergiannya ini demi meminta bantuan dari raja Habasyah untuk melancarkan balas dendam terhadap Dzu Nuwas dan pasukannya. Maka sang raja-pun mengabulkan permintaannya dengan mengirimkan sebuah pasukan yang sangat besar menuju negeri Yaman, dengan tujuan menumpas Dzu Nuwas beserta semua orang yang terlibat dalam pembantaian tersebut”.

Ibnu Qutaibah melanjutkan: “…Sesampainya Daus di negeri Habasyah, dia segera menemui raja dan mengkhabarinya perihal perbuatan keji yang dilakukan Dzu Nuwas terhadap saudara-saudara seimannya rakyat Najran.

Mendengar hal ini, raja Habasyah segera menulis sebuah surat ke Kaisar sang komando umum bagi para raja penganut agama Nashrani. Dalam suratnya tersebut dia menyebutkan semua yang telah diceritakan oleh Daus perihal yang menimpa saudara seiman mereka para penganut agama Nashrani dari Najran, sekaligus meminta izinnya untuk mengirim pasukan menuju Yaman demi menumpas Dzu Nuwas beserta semua orang yang terlibat dalam peristiwa keji tersebut.

Sesampainya surat ini ke tangan Kaisar, dia segera membacanya dan langsung mengirimkan surat balasan yang berbunyi: bahwa dia mengizinkan raja Habasyah untuk mengirimkan pasukannya ke Yaman, dan bahwa dia (raja Habasyah) dan pasukannya-lah yang akan keluar sebagai pemenang. Kaisar juga memerintahkan agar nanti setelah misi balas dendam ini selesai, hendaknya Daus ditunjuk sebagai penanggung jawab dan sebagai gubernur bagi Kaisar di negerinya, dan agar dia sendirilah yang nanti mengurusi urusan orang-orang sebangsanya…”.

Adapun cerita mengenai penyerangan orang-orang Habasyah terhadap negeri Yaman, maka tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini dan semua ulama satu suara mengenai peristiwa-peristiwa apa saja yang mengawali, mengiringi dan mengakhiri penumpasan Dzu Nuwas dan pasukannya sekaligus penghapusan dan pemusnahan selama-lamanya kekaisaran para Tababi’ah, kerajaan kuno Yaman.

Sebelum masuk ke cerita mengenai penyerbuan orang-orang Habasyah terhadap Dzu Nuwas dan rakyat Yaman, saya ingin menyebutkan 2 informasi yang dipaparkan oleh imam as-Suhailiy dalam kitab beliau mengenai 2 tokoh utama dalam kisah kita ini…

Menurut saya sendiri, informasi-informasi tambahan yang disampaikan oleh imam as-Suhailiy dalam kitabnya selalu menarik untuk disimak.

Berkata as-Suhailiy: “Disebutkan dalam cerita ini seseorang yang bernama: Daus Dzu Tsa’laban, yang konon dia-lah yang mendatangi Kaisar dan meminta bantuan darinya untuk menghadapi Dzu Nuwas dan pasukannya. Daus ini sendiri adalah putra dari Tubba’ yang dibunuh oleh saudaranya (mungkin yang beliau maksud adalah bahwa Daus Dzu Tsa’laban ini adalah putra Hassan bin Tubban As’ad, karena setahu saya satu-satunya Tubba’ yang dibunuh oleh saudaranya sendiri adalah Hassan, karena sebagaimana yang pernah saya ceritakan bahwa Hassan ini dibunuh oleh saudaranya yang bernama ‘Amr dalam rangka memenuhi permintaan orang-orang Himyar, dan juga karena haus kekuasaan. Jadi jika Dzu Nuwas ini adalah saudara kandung Hassan, maka Daus adalah keponakannya sendiri. Wallahu A’lam Bish-Shawab)”.

As-Suhailiy melanjutkan: “Disebutkan pula dalam kisah ini Kaisar dan suratnya yang dia tujukan kepada Najasyi (raja Habasyah). Nama Kaisar sendiri diperuntukkan bagi semua orang yang memegang tampuk kekuasaan negeri Romawi.

Tafsir dari kata Kaisar dalam bahasa Romawi adalah: al-Buqair (yakni orang yang perut ibunya dibelah karena melahirkan dirinya), mereka menyebut raja mereka tersebut sebagai al-Buqair karena sang Kaisar dilahirkan melalui metode bedah Caesar.

Dan Kaisar kita ini adalah orang pertama yang dijuluki al-Buqair (yakni orang pertama yang dijuluki Kaisar), ketika dia memerintah dia diberi julukan tersebut hingga raja-raja Romawi setelahnya-pun mengikutinya dengan menjuluki diri mereka sendiri dengan al-Buqair (atau Kaisar). Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Mas’udiy”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Syaikh Abdurrahman al-Wakil berkata mengenai apa yang dikatakan oleh as-Suhailiy diatas: “Disebutkan dalam kitab al-Muruj (yakni kitab Muruju adz-Dzahab Wa Ma’adin al-Jauhar) bahwa tafsiran kata Kaisar adalah: Baqar dan bukannya Buqair. Sang penulis sendiri (yakni penulis kitab Muruju adz-Dzahab Wa Ma’adin al-Jauhar) mengatakan perihal alasan yang mendasari penamaan tersebut: “Yakni dia (Kaisar) dilahirkan dengan metode Caesar. Hal tersebut disebabkan karena ibunya meninggal dalam keadaan hamil (mengandung sang Kaisar), maka di belahlah perutnya (demi menyelamatkan dirinya).

Ketika si Kaisar ini beranjak dewasa, dia membesar-besarkan dirinya dan berbangga sebagai orang yang tidak dilahirkan oleh wanita…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Cerita selanjutnya akan saya ceritakan pada artikel yang akan datang Insya Allah.

Was-Salam.

 

 

 

0 comments:

Post a Comment