Sunday, July 11, 2021

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 5).

 

Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Allah (‘Azza Wa Jalla) berfirman di dalam surat al-Buruj ayat: 1-9 {“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang <1> dan demi hari yang dijanjikan <2> dan demi yang menyaksikan dan disaksikan <3> binasalah orang-orang yang membuat parit <4> yang berapi membara yang menyala karena kayu bakar <5> ketika mereka duduk di sekitarnya <6> sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin <7> dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena mereka (orang-orang mukmin) beriman kepada Allah yang Maha Perkasa Maha Terpuji <8> Yang Memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu <9>”}.

Berkata Ibnu Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma) setelah menjelaskan bahwa masyarakat Najran berbondong-bondong masuk ke agama Nashrani setelah meninggalnya Abdullah bin ats-Tsamir: “Secara serentak masyarakat Najran berseru: “Kami semua beriman kepada Tuhan pemuda ini! (yakni Allah (‘Azza Wa Jalla)”.

Kemudian seorang petinggi kerajaan berkata kepada sang raja: “Sungguh apa yang engkau takutkan telah benar-benar terjadi (yakni rakyat Najran memeluk keyakinan baru menggantikan keyakinan mereka yang lama)”.

BACA JUGA:

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 4).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 1).

Seketika amarah memenuhi kepala sang raja karena melihat rakyatnya telah meninggalkan penyembahan kepada patung-patung dan berhala, dan mereka malah lebih memilih untuk memeluk keyakinan seorang pemuda yang baru saja dia bunuh dengan tangannya. Oleh karena itu dia memerintahkan agar semua gerbang yang mengelilingi negeri Najran ditutup, dan seluruh masyarakat dikumpulkan menjadi satu di tengah kota, dimana sebuah parit yang sangat besar dan panjang sedang di gali, setelah penggalian selesai dinyalakanlah api pada parit tersebut dan semua orang diperintahkan untuk berkumpul di sekeliling parit, dan raja-pun mengeluarkan peringatannya yang berbunyi: siapa saja yang bersedia meninggalkan agamanya maka silahkan pulang dengan selamat, dan siapa saja yang tidak bersedia maka silahkan masuk ke dalam api yang berkobar!.

Dikisahkan bahwa diantara rakyat Najran ada seorang wanita yang memiliki 3 orang anak, 2 orang diantara mereka telah dewasa, sementara 1 orang lagi masih bayi. Ketika si wanita dan anak-anaknya telah sampai di pinggir parit, raja berkata padanya: “Tinggalkanlah agamamu!. Jika tidak, aku akan membakarmu bersama ketiga anakmu sekaligus!”.

Si wanita tidak gentar mendengar ancaman raja ini, maka raja ingin mengujinya dengan menerjunkan terlebih dahulu kedua anaknya yang telah dewasa, akan tetapi si wanita tetap tidak bergeming dan tetap memegang teguh keyakinannya. Kemudian ketika raja mengambil anaknya yang masih bayi dan ingin segera melemparkannya ke dalam parit, si wanita berteriak mencegah raja dan berjanji padanya bahwa ia akan segera murtad dari agamanya saat itu juga dengan syarat agar raja tidak membakar anaknya yang masih bayi tersebut, dan secara tidak terduga tiba-tiba si bayi ini berbicara kepada ibunya: “Wahai ibu, janganlah sekali-kali engkau keluar dari agamamu, tidak apa-apa engkau tidak usah mengkhawatirkan diriku!”. Setelah itu secara tidak pandang bulu, raja segera melemparkan si wanita dan anak bayinya tersebut ke dalam api yang membara, dan bayi ini adalah salah satu dari beberapa bayi yang bisa berbicara pada saat masih kecil”.

Inilah cerita yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma), dimana menurut beliau Dzu Nuwas memerintah negeri Najran dan bukannya negeri Yaman. Wallahu A’lam.

Adapun al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy maka beliau berkata: “…Kabar perihal rakyat Najran yang memeluk agama Nashrani secara berbondong-bondong sampai ke telinga Dzu Nuwas, kabar ini membuatnya pusing, dan dia segera menyiapkan pasukan untuk menyerbu masyarakat Najran. Sesampainya di sana, dia mendapati rakyat Najran telah mendengar kedatangannya dan bertahan dibalik tembok benteng mereka, dimana hal ini memaksa Dzu Nuwas untuk mengepung mereka selama beberapa bulan lamanya.

Bosan dengan hal ini, Dzu Nuwas-pun melancarkan tipu daya dengan memberitahu rakyat Najran bahwa dia ingin mengadakan gencatan senjata dan agar mereka membukakan pintunya bagi seorang teman yang datang berkunjung secara damai. Setelah masuk ke kota tersebut, dia mendapati rakyat Najran masih tetap saja curiga padanya dengan cara menutup seluruh pintu-pintu rumah mereka dan tidak ada seorang-pun yang keluar menyambutnya selain penjaga gerbang (tentunya). Maka dia-pun berjanji tidak akan melukai seorangpun dengan syarat mereka semua harus keluar dari rumah, dan ketika semua rakyat Najran telah keluar Dzu Nuwas segera menangkap mereka semua dan mengumpulkan mereka di tengah kota disamping sebuah parit besar yang sedang berkobar-kobar, dimana parit ini disiapkan Dzu Nuwas untuk memaksa rakyat Najran meninggalkan agama Nashrani mereka, maka dimajukanlah rakyat Najran satu persatu menuju parit dan diberi pilihan antara agama Nashrani dan api yang menyala-nyala…”. Kemudian terjadilah peristiwa pembakaran Ashhabul Ukhdud, dan juga kisah si wanita dan ketiga anaknya diatas.

Ibnu Ishaq sendiri berkata: “(Setelah Dzu Nuwas mendengar kabar bahwa rakyat Najran telah memeluk agama Nashrani) Dzu Nuwas segera berangkat bersama pasukannya yang terdiri dari orang-orang Himyar dan suku-suku Yaman yang lain menuju negeri Najran, sesampainya disana dia langsung mengumpulkan rakyat Najran pada suatu tempat dan mengajak mereka untuk memeluk agama Yahudi sembari memberi mereka pilihan antara agama Yahudi dan dibakar di dalam parit.

Ternyata rakyat Najran lebih memilih untuk dibakar dalam parit daripada murtad dari agama mereka, maka Dzu Nuwas langsung menggali sebuah parit yang sangat besar dan menyalakan api padanya, kemudian dia membakar sebagian orang dan membunuh sebagian lainnya dengan pedang sembari mencincang tubuh mereka, hingga korban yang berjatuhan akibat haus darahnya ini mencapai angka 20,000 jiwa. Setelah itu, selang beberapa puluh tahun kemudian Allah (‘Azza Wa Jalla) menurunkan surat al-Buruj pada Nabi kita tercinta Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) demi memperingati kejadian berdarah ini…”.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Diantara yang dibunuh oleh Dzu Nuwas adalah Abdullah bin ats-Tsamir pemimpin rakyat Najran dari sisi keagamaan”.

Kemudian beliau berkata: “Telah menceritakan padaku Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad bin ‘Amr ibn Hazm: “Dahulu pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab (Radhiyallahu ‘Anhu) ada seseorang dari Najran yang menggali sebuah reruntuhan bangunan, dan tiba-tiba dia mendapati di bawah reruntuhan tersebut jasad Abdullah bin ats-Tsamir pada sebuah liang lahat dalam keadaan duduk, dimana kedua tangannya sedang memegang sebuah luka bekas pukulan di kepalanya, dan jika tangannya di tarik dari bekas luka tersebut, mengalirlah darah segar daripadanya, dan jika tangannya dikembalikan ke posisi semula, darah tersebut berhenti mengalir. Selain itu mereka mendapati pula pada jemari Abdullah bin ats-Tsamir sebuah cincin yang bertuliskan kalimat: “Tuhanku adalah Allah”.

Setelah itu rakyat Najran mengirim surat ke Umar bin Khaththab mengkhabarinya perihal terungkapnya jasad Abdullah bin ats-Tsamir, maka Umar mengirim surat balasan yang isinya sebagai berikut: “Biarkanlah dia pada posisinya semula, dan kuburlah dia kembali pada liang lahat tersebut!”. Mereka-pun menuruti perintah Umar ini”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Kisah selanjutnya mengenai apa yang terjadi setelah pembakaran akan saya paparkan pada artikel yang akan datang Insya Allah.

Was-Salam.   

 

 

 

 

 

 

0 comments:

Post a Comment