Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Allah (‘Azza Wa Jalla) berfirman di
dalam surat al-Buruj ayat: 1-9 {“Demi langit yang mempunyai gugusan
bintang <1> dan demi hari yang dijanjikan <2> dan demi yang
menyaksikan dan disaksikan <3> binasalah orang-orang yang membuat parit
<4> yang berapi membara yang menyala karena kayu bakar <5> ketika
mereka duduk di sekitarnya <6> sedang mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang-orang mukmin <7> dan mereka menyiksa orang-orang
mukmin itu hanya karena mereka (orang-orang mukmin) beriman kepada Allah yang
Maha Perkasa Maha Terpuji <8> Yang Memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan
Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu <9>”}.
Berkata Ibnu Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma)
setelah menjelaskan bahwa masyarakat Najran berbondong-bondong masuk ke agama
Nashrani setelah meninggalnya Abdullah bin ats-Tsamir: “Secara serentak
masyarakat Najran berseru: “Kami semua beriman kepada Tuhan pemuda ini! (yakni
Allah (‘Azza Wa Jalla)”.
Kemudian seorang petinggi kerajaan berkata
kepada sang raja: “Sungguh apa yang engkau takutkan telah benar-benar terjadi
(yakni rakyat Najran memeluk keyakinan baru menggantikan keyakinan mereka yang
lama)”.
BACA JUGA:
KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 4).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 1).
Seketika amarah memenuhi kepala sang raja
karena melihat rakyatnya telah meninggalkan penyembahan kepada patung-patung
dan berhala, dan mereka malah lebih memilih untuk memeluk keyakinan seorang
pemuda yang baru saja dia bunuh dengan tangannya. Oleh karena itu dia
memerintahkan agar semua gerbang yang mengelilingi negeri Najran ditutup, dan
seluruh masyarakat dikumpulkan menjadi satu di tengah kota, dimana sebuah parit
yang sangat besar dan panjang sedang di gali, setelah penggalian selesai
dinyalakanlah api pada parit tersebut dan semua orang diperintahkan untuk
berkumpul di sekeliling parit, dan raja-pun mengeluarkan peringatannya yang
berbunyi: siapa saja yang bersedia meninggalkan agamanya maka silahkan pulang
dengan selamat, dan siapa saja yang tidak bersedia maka silahkan masuk ke dalam
api yang berkobar!.
Dikisahkan bahwa diantara rakyat Najran ada
seorang wanita yang memiliki 3 orang anak, 2 orang diantara mereka telah
dewasa, sementara 1 orang lagi masih bayi. Ketika si wanita dan anak-anaknya
telah sampai di pinggir parit, raja berkata padanya: “Tinggalkanlah agamamu!. Jika
tidak, aku akan membakarmu bersama ketiga anakmu sekaligus!”.
Si wanita tidak gentar mendengar ancaman
raja ini, maka raja ingin mengujinya dengan menerjunkan terlebih dahulu kedua
anaknya yang telah dewasa, akan tetapi si wanita tetap tidak bergeming dan tetap
memegang teguh keyakinannya. Kemudian ketika raja mengambil anaknya yang masih
bayi dan ingin segera melemparkannya ke dalam parit, si wanita berteriak
mencegah raja dan berjanji padanya bahwa ia akan segera murtad dari agamanya
saat itu juga dengan syarat agar raja tidak membakar anaknya yang masih bayi
tersebut, dan secara tidak terduga tiba-tiba si bayi ini berbicara kepada
ibunya: “Wahai ibu, janganlah sekali-kali engkau keluar dari agamamu, tidak
apa-apa engkau tidak usah mengkhawatirkan diriku!”. Setelah itu secara tidak
pandang bulu, raja segera melemparkan si wanita dan anak bayinya tersebut ke
dalam api yang membara, dan bayi ini adalah salah satu dari beberapa bayi yang
bisa berbicara pada saat masih kecil”.
Inilah cerita yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
(Radhiyallahu ‘Anhuma), dimana menurut beliau Dzu Nuwas memerintah
negeri Najran dan bukannya negeri Yaman. Wallahu A’lam.
Adapun al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy
maka beliau berkata: “…Kabar perihal rakyat Najran yang memeluk agama Nashrani
secara berbondong-bondong sampai ke telinga Dzu Nuwas, kabar ini membuatnya
pusing, dan dia segera menyiapkan pasukan untuk menyerbu masyarakat Najran. Sesampainya
di sana, dia mendapati rakyat Najran telah mendengar kedatangannya dan bertahan
dibalik tembok benteng mereka, dimana hal ini memaksa Dzu Nuwas untuk mengepung
mereka selama beberapa bulan lamanya.
Bosan dengan hal ini, Dzu Nuwas-pun
melancarkan tipu daya dengan memberitahu rakyat Najran bahwa dia ingin mengadakan
gencatan senjata dan agar mereka membukakan pintunya bagi seorang teman yang
datang berkunjung secara damai. Setelah masuk ke kota tersebut, dia mendapati
rakyat Najran masih tetap saja curiga padanya dengan cara menutup seluruh
pintu-pintu rumah mereka dan tidak ada seorang-pun yang keluar menyambutnya
selain penjaga gerbang (tentunya). Maka dia-pun berjanji tidak akan melukai
seorangpun dengan syarat mereka semua harus keluar dari rumah, dan ketika semua
rakyat Najran telah keluar Dzu Nuwas segera menangkap mereka semua dan
mengumpulkan mereka di tengah kota disamping sebuah parit besar yang sedang
berkobar-kobar, dimana parit ini disiapkan Dzu Nuwas untuk memaksa rakyat
Najran meninggalkan agama Nashrani mereka, maka dimajukanlah rakyat Najran satu
persatu menuju parit dan diberi pilihan antara agama Nashrani dan api yang
menyala-nyala…”. Kemudian terjadilah peristiwa pembakaran Ashhabul Ukhdud,
dan juga kisah si wanita dan ketiga anaknya diatas.
Ibnu Ishaq sendiri berkata: “(Setelah Dzu
Nuwas mendengar kabar bahwa rakyat Najran telah memeluk agama Nashrani) Dzu
Nuwas segera berangkat bersama pasukannya yang terdiri dari orang-orang Himyar
dan suku-suku Yaman yang lain menuju negeri Najran, sesampainya disana dia
langsung mengumpulkan rakyat Najran pada suatu tempat dan mengajak mereka untuk
memeluk agama Yahudi sembari memberi mereka pilihan antara agama Yahudi dan
dibakar di dalam parit.
Ternyata rakyat Najran lebih memilih untuk
dibakar dalam parit daripada murtad dari agama mereka, maka Dzu Nuwas langsung
menggali sebuah parit yang sangat besar dan menyalakan api padanya, kemudian
dia membakar sebagian orang dan membunuh sebagian lainnya dengan pedang sembari
mencincang tubuh mereka, hingga korban yang berjatuhan akibat haus darahnya ini
mencapai angka 20,000 jiwa. Setelah itu, selang beberapa puluh tahun kemudian
Allah (‘Azza Wa Jalla) menurunkan surat al-Buruj pada Nabi kita tercinta
Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) demi memperingati kejadian
berdarah ini…”.
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Diantara yang
dibunuh oleh Dzu Nuwas adalah Abdullah bin ats-Tsamir pemimpin rakyat Najran
dari sisi keagamaan”.
Kemudian beliau berkata: “Telah
menceritakan padaku Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad bin ‘Amr ibn Hazm: “Dahulu
pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab (Radhiyallahu ‘Anhu) ada seseorang
dari Najran yang menggali sebuah reruntuhan bangunan, dan tiba-tiba dia
mendapati di bawah reruntuhan tersebut jasad Abdullah bin ats-Tsamir pada
sebuah liang lahat dalam keadaan duduk, dimana kedua tangannya sedang memegang
sebuah luka bekas pukulan di kepalanya, dan jika tangannya di tarik dari bekas
luka tersebut, mengalirlah darah segar daripadanya, dan jika tangannya
dikembalikan ke posisi semula, darah tersebut berhenti mengalir. Selain itu
mereka mendapati pula pada jemari Abdullah bin ats-Tsamir sebuah cincin yang
bertuliskan kalimat: “Tuhanku adalah Allah”.
Setelah itu rakyat Najran mengirim surat ke
Umar bin Khaththab mengkhabarinya perihal terungkapnya jasad Abdullah bin
ats-Tsamir, maka Umar mengirim surat balasan yang isinya sebagai berikut: “Biarkanlah
dia pada posisinya semula, dan kuburlah dia kembali pada liang lahat tersebut!”.
Mereka-pun menuruti perintah Umar ini”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Kisah selanjutnya mengenai apa yang terjadi
setelah pembakaran akan saya paparkan pada artikel yang akan datang Insya
Allah.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment