Saturday, July 10, 2021

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 4).

Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Sebelum masuk ke cerita mengenai apa yang diperbuat Dzu Nuwas kepada rakyat Najran yang telah beriman kepada Allah (‘Azza Wa Jalla) dan telah memeluk agama Nashrani murni, saya ingin menyebutkan sebuah kisah lagi mengenai Abdullah bin ats-Tsamir. Kisah ini di ceritakan oleh sahabat Ibnu Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma) dan dibawakan oleh Ibnul Atsir di dalam buku beliau al-Kamil fit-Tarikh, ceritanya sebagai berikut…

BACA JUGA:

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 3).

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 5).

Berkata Ibnul Atsir: “Berkata Ibnu Abbas: “Dahulu di negeri Najran memerintah seorang raja dari raja-raja Himyar yang dijuluki Dzu Nuwas dan bernama Yusuf bin Syurahbil. Raja ini memerintah sebelum kelahiran Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dengan jarak 70 tahun, dan dia memiliki seorang penyihir yang hebat.

Ketika penyihir ini mencapai umur baligh, dia berkata kepada sang raja: “Wahai raja, aku sekarang telah dewasa, maka kirimkanlah padaku mulai hari ini seorang pemuda agar aku bisa mengajarinya ilmu sihir!”.

Raja-pun mengabulkan permintaannya dengan mengirimkan ke kediamannya seorang pemuda bernama Abdullah bin ats-Tsamir, maka mulai saat itu kegiatan sehari-hari Abdullah adalah pulang – pergi dari rumah ayahnya ke rumah si penyihir pada pagi hari, dan di sore harinya ia akan beranjak dari rumah si penyihir ke rumah ayahnya.

Dan juga secara kebetulan di tengah jalan yang menghubungkan antara rumah si ayah dan penyihir ada sebuah tempat tinggal yang ditempati oleh seorang rahib, rahib ini terkenal karena keilmuannya. Apa yang dilakukan oleh sang rahib di kediamannya tersebut dari gerakan-gerakan sholat dan lantunan-lantunan dzikir mampu mencuri perhatian Abdullah, hingga pada suatu hari Abdullah memutuskan untuk mampir sebentar disisi kediaman sang rahib demi melihat dan mendengarkan gerakan-gerakan sholat maupun lantunan-lantunan dzikirnya.

Apa yang dilihat dan didengarnya pada hari itu sangat membuatnya takjub hingga membuatnya menambahkan sebuah rutinitas baru ke dalam rutinitas hariannya, rutinitas tersebut adalah berkunjung ke tempat tinggal si rahib dan belajar darinya sebelum ia menjumpai si penyihir pada pagi hari, dan di sore harinya ia akan berkunjung lagi ke kediaman sang rahib sebelum pulang ke rumah ayahnya.

Perubahan ini sangat membuat jengkel si penyihir karena tentunya setiap hari Abdullah selalu datang terlambat dari waktu yang telah ditetapkan, begitu pula perihalnya dengan sang ayah. Maka Abdullah mengadukan hal ini kepada si rahib, dan si rahib-pun memberikan sebuah solusi yakni agar Abdullah mengatakan kepada si penyihir jika ia menanyainya kenapa ia selalu terlambat: “Aku terlambat karena ayahku selalu menunda-nunda keberangkatanku”, begitu juga jika ia ditanyai oleh ayahnya kenapa selalu terlambat pulang dengan mengatakan: “Aku selalu terlambat pulang karena si penyihirlah yang selalu menahanku di rumahnya hingga hari telah benar-benar gelap”.

Setelah menerapkan siasat tersebut, hari-hari Abdullah-pun kembali tenang sebagaimana sediakala. Dan suatu hari ketika Abdullah hendak pergi ke kediaman si rahib, ia menjumpai di tengah jalan ada kerumunan manusia yang sedang mengerumuni seekor ular besar yang melintang di tengah jalan hingga membuat jalanan tersebut kacau balau pada hari itu, melihat kekacauan yang dibuat oleh ular ini Abdullah berinisiatif untuk membunuh ular tersebut dengan melemparinya sebuah batu yang diiringi nama Allah (‘Azza Wa Jalla) di saat sebelum melempar. Maka setelah mengucapkan nama Allah (‘Azza Wa Jalla) ia-pun melemparkan sebuah batu yang seketika membuat ular tersebut mati, dan sesampainya dia di tempat tinggal sang rahib, dia mengkhabarinya perihal peristiwa tadi, maka si rahib-pun berkata padanya: “Sungguh engkau nanti pasti akan menjadi orang besar, dan sebelum itu engkau akan di uji terlebih dahulu, maka aku mohon padamu agar engkau tidak membocorkan ke khalayak ramai perihal diriku ketika engkau nanti di uji”.

Setelah berjanji kepada si rahib, Abdullah kembali menimba ilmu darinya dan juga kembali menjalani rutinitas hariannya sebagaimana sebelumnya. Akan tetapi kali ini setelah Abdullah melihat apa yang bisa dilakukannya dengan nama-nama Allah (‘Azza Wa Jalla), ia-pun berkeinginan untuk membantu orang-orang yang tertimpa musibah atau penyakit dengan cara menghilangkan musibah yang menimpa mereka dan menyembuhkan penyakit yang mereka derita memakai perantara nama-nama Allah tersebut.

Maka sejak hari itu ia-pun mulai menyembuhkan orang-orang sakit hingga kisah mengenai dirinya yang bahkan bisa mengembalikan penglihatan orang buta sampai ke telinga sepupu sang raja.

Sang sepupu-pun memanggil Abdullah ke istana dan berkata padanya: “Berdo’alah engkau kepada Allah, agar Dia berkenan mengembalikan penglihatanku!”, mendengar permintaan ini Abdullah bertanya kepadanya: “Jika Allah berkenan mengembalikan penglihatanmu, apakah engkau akan beriman kepadaNya?”, si sepupu menjawab: “Iya, aku akan beriman kepadaNya!”.

Mendengar jawaban tersebut Abdullah berdo’a: “Ya Allah, jika apa yang dikatakannya adalah sebuah kejujuran, maka kembalikanlah penglihatannya”. Dan seketika si sepupu raja tadi bisa kembali melihat.

Setelah penglihatan si sepupu kembali, ia segera menemui raja yang seketika terheran-heran ketika melihatnya bisa kembali melihat, raja-pun bertanya kepadanya perihal apa yang dilakukannya sehingga ia bisa kembali melihat, maka si sepupu menceritakan kisahnya bersama Abdullah.

Mendengar kisah tersebut, raja-pun memanggil Abdullah dan langsung menuduhnya sebagai penyihir sesampainya Abdullah di istana, mendengar tuduhan ini Abdullah hanya bisa tersenyum sembari berkata: “Sungguh aku ini sama sekali tidak bisa menyembuhkan orang sakit, akan tetapi Allah-lah yang telah Menyembuhkan mereka”.

Setelah itu raja-pun menyiksanya dengan tujuan agar Abdullah memberitahunya siapa yang telah mengajarinya hal tersebut dan dimana orang ini tinggal, semakin lama siksaan semakin berat hingga membuat Abdullah membocorkan tempat tinggal si rahib. Setelah si rahib didatangkan kehadapan raja, dia disuruh untuk murtad dan meninggalkan agamanya dengan balasan dia akan dibebaskan setelahnya, akan tetapi si rahib bersikukuh untuk tetap memeluk agama yang dianutnya, akhirnya si raja memerintahkan agar si rahib di belah badannya menjadi dua bagian dengan pedang”.

Setelah itu raja berpaling kepada Abdullah, dan ternyata Abdullah juga mengikuti jejak gurunya dengan tetap bertahan diatas agama yang mereka berdua anut, dan terjadilah setelah itu kejadian dimana Abdullah di seret keatas gunung dan di terjunkan ke bawah akan tetapi dengan pertolongan Allah ia bisa selamat, setelah itu dia kembali dibawa ke tengah lautan ganas dan kemudian di tenggelamkan akan tetapi lagi-lagi dengan pertolongan Allah ia berhasil selamat. Setelah itu ia kembali dibawa ke hadapan raja untuk kemudian di tebas dengan pedang akan tetapi ternyata pedangnya menjadi bengkok hingga akhirnya Abdullah memberi tahu raja tips termudah untuk membunuhnya yaitu dengan mengumpulkan semua masyarakat di sebuah tanah lapang dan mengikatnya pada sebuah tiang, kemudian raja harus mengucapkan kalimat: “Dengan nama Allah Tuhan pemuda ini” sebelum melemparkan anak panah kepadanya, maka dengan ini semua-lah sang raja baru bisa membunuhnya.

Maka raja-pun melaksanakan seluruh syarat diatas, kemudian setelah semuanya siap ia-pun membidik dan langsung menembakkan anak panahnya ke arah Abdullah, yang seketika anak panah tersebut membunuh Abdullah dan menyungkurkannya ke atas tanah. Setelah itu secara mengejutkan seluruh masyarakat yang menyaksikan kejadian ini bersorak: “Kami beriman kepada Allah Tuhan pemuda ini!”.

Setelah itu terjadilah peristiwa pembakaran Ashhabul Ukhdud. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Cerita akan berlanjut ke artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

 

 

0 comments:

Post a Comment