Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Sebelum masuk ke cerita mengenai apa yang
diperbuat Dzu Nuwas kepada rakyat Najran yang telah beriman kepada Allah (‘Azza
Wa Jalla) dan telah memeluk agama Nashrani murni, saya ingin menyebutkan sebuah
kisah lagi mengenai Abdullah bin ats-Tsamir. Kisah ini di ceritakan oleh
sahabat Ibnu Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma) dan dibawakan oleh Ibnul Atsir
di dalam buku beliau al-Kamil fit-Tarikh, ceritanya sebagai berikut…
BACA JUGA:
KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 3).
KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 5).
Berkata Ibnul Atsir: “Berkata Ibnu Abbas: “Dahulu
di negeri Najran memerintah seorang raja dari raja-raja Himyar yang dijuluki
Dzu Nuwas dan bernama Yusuf bin Syurahbil. Raja ini memerintah sebelum
kelahiran Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dengan jarak 70 tahun,
dan dia memiliki seorang penyihir yang hebat.
Ketika penyihir ini mencapai umur baligh,
dia berkata kepada sang raja: “Wahai raja, aku sekarang telah dewasa, maka
kirimkanlah padaku mulai hari ini seorang pemuda agar aku bisa mengajarinya ilmu
sihir!”.
Raja-pun mengabulkan permintaannya dengan
mengirimkan ke kediamannya seorang pemuda bernama Abdullah bin ats-Tsamir, maka
mulai saat itu kegiatan sehari-hari Abdullah adalah pulang – pergi dari rumah
ayahnya ke rumah si penyihir pada pagi hari, dan di sore harinya ia akan
beranjak dari rumah si penyihir ke rumah ayahnya.
Dan juga secara kebetulan di tengah jalan
yang menghubungkan antara rumah si ayah dan penyihir ada sebuah tempat tinggal
yang ditempati oleh seorang rahib, rahib ini terkenal karena keilmuannya. Apa yang
dilakukan oleh sang rahib di kediamannya tersebut dari gerakan-gerakan sholat
dan lantunan-lantunan dzikir mampu mencuri perhatian Abdullah, hingga pada
suatu hari Abdullah memutuskan untuk mampir sebentar disisi kediaman sang rahib
demi melihat dan mendengarkan gerakan-gerakan sholat maupun lantunan-lantunan
dzikirnya.
Apa yang dilihat dan didengarnya pada hari
itu sangat membuatnya takjub hingga membuatnya menambahkan sebuah rutinitas baru
ke dalam rutinitas hariannya, rutinitas tersebut adalah berkunjung ke tempat
tinggal si rahib dan belajar darinya sebelum ia menjumpai si penyihir pada pagi
hari, dan di sore harinya ia akan berkunjung lagi ke kediaman sang rahib
sebelum pulang ke rumah ayahnya.
Perubahan ini sangat membuat jengkel si
penyihir karena tentunya setiap hari Abdullah selalu datang terlambat dari
waktu yang telah ditetapkan, begitu pula perihalnya dengan sang ayah. Maka Abdullah
mengadukan hal ini kepada si rahib, dan si rahib-pun memberikan sebuah solusi
yakni agar Abdullah mengatakan kepada si penyihir jika ia menanyainya kenapa ia
selalu terlambat: “Aku terlambat karena ayahku selalu menunda-nunda
keberangkatanku”, begitu juga jika ia ditanyai oleh ayahnya kenapa selalu terlambat
pulang dengan mengatakan: “Aku selalu terlambat pulang karena si penyihirlah
yang selalu menahanku di rumahnya hingga hari telah benar-benar gelap”.
Setelah menerapkan siasat tersebut,
hari-hari Abdullah-pun kembali tenang sebagaimana sediakala. Dan suatu hari
ketika Abdullah hendak pergi ke kediaman si rahib, ia menjumpai di tengah jalan
ada kerumunan manusia yang sedang mengerumuni seekor ular besar yang melintang
di tengah jalan hingga membuat jalanan tersebut kacau balau pada hari itu,
melihat kekacauan yang dibuat oleh ular ini Abdullah berinisiatif untuk
membunuh ular tersebut dengan melemparinya sebuah batu yang diiringi nama Allah
(‘Azza Wa Jalla) di saat sebelum melempar. Maka setelah mengucapkan nama
Allah (‘Azza Wa Jalla) ia-pun melemparkan sebuah batu yang seketika
membuat ular tersebut mati, dan sesampainya dia di tempat tinggal sang rahib,
dia mengkhabarinya perihal peristiwa tadi, maka si rahib-pun berkata padanya: “Sungguh
engkau nanti pasti akan menjadi orang besar, dan sebelum itu engkau akan di uji
terlebih dahulu, maka aku mohon padamu agar engkau tidak membocorkan ke khalayak
ramai perihal diriku ketika engkau nanti di uji”.
Setelah berjanji kepada si rahib, Abdullah
kembali menimba ilmu darinya dan juga kembali menjalani rutinitas hariannya
sebagaimana sebelumnya. Akan tetapi kali ini setelah Abdullah melihat apa yang
bisa dilakukannya dengan nama-nama Allah (‘Azza Wa Jalla), ia-pun
berkeinginan untuk membantu orang-orang yang tertimpa musibah atau penyakit
dengan cara menghilangkan musibah yang menimpa mereka dan menyembuhkan penyakit
yang mereka derita memakai perantara nama-nama Allah tersebut.
Maka sejak hari itu ia-pun mulai
menyembuhkan orang-orang sakit hingga kisah mengenai dirinya yang bahkan bisa
mengembalikan penglihatan orang buta sampai ke telinga sepupu sang raja.
Sang sepupu-pun memanggil Abdullah ke istana
dan berkata padanya: “Berdo’alah engkau kepada Allah, agar Dia berkenan
mengembalikan penglihatanku!”, mendengar permintaan ini Abdullah bertanya
kepadanya: “Jika Allah berkenan mengembalikan penglihatanmu, apakah engkau akan
beriman kepadaNya?”, si sepupu menjawab: “Iya, aku akan beriman kepadaNya!”.
Mendengar jawaban tersebut Abdullah berdo’a:
“Ya Allah, jika apa yang dikatakannya adalah sebuah kejujuran, maka
kembalikanlah penglihatannya”. Dan seketika si sepupu raja tadi bisa kembali
melihat.
Setelah penglihatan si sepupu kembali, ia
segera menemui raja yang seketika terheran-heran ketika melihatnya bisa kembali
melihat, raja-pun bertanya kepadanya perihal apa yang dilakukannya sehingga ia
bisa kembali melihat, maka si sepupu menceritakan kisahnya bersama Abdullah.
Mendengar kisah tersebut, raja-pun
memanggil Abdullah dan langsung menuduhnya sebagai penyihir sesampainya Abdullah
di istana, mendengar tuduhan ini Abdullah hanya bisa tersenyum sembari berkata:
“Sungguh aku ini sama sekali tidak bisa menyembuhkan orang sakit, akan tetapi
Allah-lah yang telah Menyembuhkan mereka”.
Setelah itu raja-pun menyiksanya dengan
tujuan agar Abdullah memberitahunya siapa yang telah mengajarinya hal tersebut
dan dimana orang ini tinggal, semakin lama siksaan semakin berat hingga membuat
Abdullah membocorkan tempat tinggal si rahib. Setelah si rahib didatangkan kehadapan
raja, dia disuruh untuk murtad dan meninggalkan agamanya dengan balasan dia
akan dibebaskan setelahnya, akan tetapi si rahib bersikukuh untuk tetap memeluk
agama yang dianutnya, akhirnya si raja memerintahkan agar si rahib di belah
badannya menjadi dua bagian dengan pedang”.
Setelah itu raja berpaling kepada Abdullah,
dan ternyata Abdullah juga mengikuti jejak gurunya dengan tetap bertahan diatas
agama yang mereka berdua anut, dan terjadilah setelah itu kejadian dimana
Abdullah di seret keatas gunung dan di terjunkan ke bawah akan tetapi dengan
pertolongan Allah ia bisa selamat, setelah itu dia kembali dibawa ke tengah
lautan ganas dan kemudian di tenggelamkan akan tetapi lagi-lagi dengan
pertolongan Allah ia berhasil selamat. Setelah itu ia kembali dibawa ke hadapan
raja untuk kemudian di tebas dengan pedang akan tetapi ternyata pedangnya
menjadi bengkok hingga akhirnya Abdullah memberi tahu raja tips termudah untuk
membunuhnya yaitu dengan mengumpulkan semua masyarakat di sebuah tanah lapang
dan mengikatnya pada sebuah tiang, kemudian raja harus mengucapkan kalimat: “Dengan
nama Allah Tuhan pemuda ini” sebelum melemparkan anak panah kepadanya, maka
dengan ini semua-lah sang raja baru bisa membunuhnya.
Maka raja-pun melaksanakan seluruh syarat
diatas, kemudian setelah semuanya siap ia-pun membidik dan langsung menembakkan
anak panahnya ke arah Abdullah, yang seketika anak panah tersebut membunuh
Abdullah dan menyungkurkannya ke atas tanah. Setelah itu secara mengejutkan
seluruh masyarakat yang menyaksikan kejadian ini bersorak: “Kami beriman kepada
Allah Tuhan pemuda ini!”.
Setelah itu terjadilah peristiwa pembakaran
Ashhabul Ukhdud. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Cerita akan berlanjut ke artikel
selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment