Friday, July 30, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 16).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Allah (‘Azza Wa Jalla) berfirman dalam surat al-Fil (ayat 1-5): {“Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? (1) Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? (2) Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung (Ababil) yang berbondong-bondong (3) yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar (4) sehingga mereka dijadikanNya seperti daun-daun yang dimakan (ulat) (5)”}.

Ibnu Ishaq berkata: “Keesokan harinya Abrahah segera bersiap-siap untuk memasuki Makkah, dia juga mempersiapkan gajahnya yang bernama Mahmud beserta pasukannya sembari memperkuat tekadnya untuk menghancur leburkan Ka’bah, setelah Ka’bah hancur barulah dia puas dan segera kembali ke Yaman”. Setidaknya itulah yang sedang bergumul dalam pikirannya pagi itu.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 15).

“DAN SI SAKIT TIDAK MAMPU HIDUP SETELAH DIA TIBA DI NEGERINYA…”.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Ketika gajah bernama Mahmud tadi telah diposisikan menuju ke arah Makkah, Nufail bin Habib langsung mendatangi gajah tersebut dan berdiri di samping telinganya, dan sembari memegang telinga gajah tersebut dia berkata: “Duduklah engkau wahai Mahmud, atau kalau tidak pulanglah engkau secara baik-baik menuju tempat asalmu, karena sungguh engkau sekarang ini sedang berada di negeri Allah yang mulia!”.

Setelah itu dia mengembalikan telinga gajah tadi ke tempatnya sebagaimana sediakala, dan segera berlari menuju pegunungan tempat orang-orang Quraisy bersembunyi dan ikut bersembunyi disana (semua ini tentunya dia lakukan tanpa sepengetahuan orang-orang Habasyah yang sedang sibuk mempersiapkan serangan).

Ketika waktu yang ditentukan oleh Abrahah telah tiba, para pasukan segera mencambuki gajah Mahmud agar dia bangun dan berdiri, akan tetapi ternyata gajah itu menolak untuk berdiri. Oleh karena itu mereka memakai cara lain, yaitu dengan memukuli kepala gajah tadi dengan besi bengkok, akan tetapi lagi-lagi gajah tersebut menolak untuk berdiri.

Maka mereka-pun memakai cara ketiga, yaitu dengan cara memasukkan tongkat bengkok ke kulit yang berada di bagian bawah perut gajah tadi dan menusuk-nusukkannya hingga mengalirlah darah dari perut si gajah. Akan tetapi ternyata gajah tersebut tetap tidak mau berdiri.

Melihat bahwa gajah tersebut tetap tidak mau berdiri walau dengan cara kekerasan, mereka-pun memutuskan untuk mencoba mengarahkan gajah tadi ke arah Yaman, dan betapa kagetnya mereka ketika melihat gajah tadi secara tiba-tiba langsung loncat dan berlari, begitu pula jika diarahkan ke arah Syam dan negeri-negeri timur. Akan tetapi ketika gajah tersebut diarahkan kembali ke Makkah, tiba-tiba dia langsung terjatuh dan kembali duduk sebagaimana semula”.

Dan ketika para pasukan Habasyah sedang sibuk memaksa gajah Mahmud berdiri, mereka sama sekali tidak memperhatikan bahwa ada sekelompok burung yang besarnya semacam kelelawar dan burung jalak sedang bergerak dari arah pantai menuju ke tempat mereka berada, dan rupanya burung-burung ini adalah burung-burung yang dikirim oleh Allah (‘Azza Wa Jalla) untuk melindungi rumahNya yang mulia Ka’bah dan negeri Makkah yang Dia berkahi dari niat buruk Abrahah dan pasukannya.

As-Suhailiy berkata: “Berkata an-Naqqasy bahwa burung-burung ini memiliki gigi taring laksana gigi taring hewan-hewan buas, dan kakinya laksana kaki anjing. Dan dikatakan pula bahwa Ibnu Abbas berkata (mengenai bebatuan yang dibawa oleh burung-burung tadi): “Batu terkecilnya sebesar kepala manusia, dan yang terbesar sebesar unta”. Adapun Ibnu Ishaq mengatakan bahwa batu-batu tersebut hanya sebesar kacang arab dan kacang Adas, yang dimana bebatuan tersebut berada di paruh dan cengkraman kaki burung-burung Ababil.

Ibnu Katsir menyebutkan beberapa perkataan ulama yang menjelaskan perihal ciri-ciri burung-burung ini, beliau berkata: “Dan Ikrimah berkata: “Kepala burung-burung tersebut laksana kepala hewan buas, burung-burung ini datang dari arah laut dan tubuhnya berwarna hijau”.

Dan Ubaid bin Umair berkata pula: “Bahwa burung-burung tersebut berwarna kehitam-hitaman laksana burung-burung laut, dan di paruh juga kedua kakinya terdapat batu-batu (panas)”. Wallahu A’lam.   

Adapun Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Ibnu Abi Hatim ketika mensifati serangan yang dilakukan oleh burung-burung tadi terhadap para pasukan bergajah, berkata Ibnu Abi Hatim: “Burung-burung ini datang dengan cepatnya hingga mereka semua berbaris diatas kepala para pasukan bergajah, kemudian burung-burung tadi memekikkan suara sembari melemparkan bebatuan yang mereka bawa di paruh dan kedua kakinya. Dan tidaklah batu tadi mengenai kepala seseorang dari pasukan bergajah, kecuali batu tersebut akan tembus hingga keluar kembali lewat kemaluannya. Dan juga jika batu-batu tadi mengenai satu sisi dari badan para pasukan bergajah, maka batu tersebut akan tembus hingga muncul dan keluar dari sisi badan yang lain.

Tidak cukup sampai disitu, Allah (‘Azza Wa Jalla) juga mengirim tiupan angin yang sangat kencang yang mendorong batu-batu tadi dan membuat siksaannya dan cabikannya terhadap anggota tubuh pasukan bergajah semakin terasa pedih hingga membuat mereka semua binasa saat itu juga”.

Ibnu Ishaq berkata: “Tidak semua dari anggota pasukan bergajah terkena batu-batu tersebut, dan mereka yang selamat ini segera berlarian mencari jalan pulang sembari berteriak memanggil nama Nufail bin Habib agar memandu mereka kembali menuju Yaman. Nufail sendiri ketika melihat hukuman yang Allah (‘Azza Wa Jalla) turunkan kepada pasukan bergajah, dia melantunkan bait sya’ir berikut:

Kemanakah jalan keluar dan demi Tuhan tempat meminta pertolongan…

Dan al-Asyram yang terkalahkan dan bukan pemenang…”.  

Nufail juga melantunkan bait sya’ir berikut:

Rudainah jikalau saja engkau melihat akan tetapi sayangnya engkau tidak melihat…

Apa yang terjadi di sekitar daerah al-Mahashshab sebagaimana yang telah kami lihat…

Jikalau saja engkau melihatnya, maka engkau pasti akan memujiku dan memaafkanku…

Dan engkau belum juga memperbaiki apa yang telah terjadi diantara kita…

Aku memuji Allah ketika kulihat segerombolan burung…

Dan aku khawatir jika batu-batu tersebut juga dilemparkan kepada kami…

Dan semua orang bertanya akan Nufail…

Seakan-akan aku memiliki hutang kepada orang-orang Habasyah…”.

Setelah burung-burung tersebut pergi, Allah (‘Azza Wa Jalla) mengirimkan air mengalir yang membawa jasad-jasad pasukan bergajah ke laut. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Atsir dan an-Naqqasy, dimana perkataan an-Naqqasy disebutkan oleh as-Suhailiy dan Ibnu Katsir di kitab mereka berdua.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Para pasukan bergajah yang tersisa segera kabur menuju Yaman, dan ditengah jalan mereka tumbang satu persatu, dimana mayoritas dari mereka tumbang di tempat penampungan air (mungkin karena saking hausnya mereka berteduh disana untuk mencari air, akan tetapi tetap saja mereka juga meninggal akibat luka-luka sobekan dan cacahan yang diakibatkan oleh batu-batu burung Ababil).

Dan Abrahah sendiri terkena lemparan batu di salah satu bagian tubuhnya, dan ketika dia sedang diangkat oleh pasukannya yang selamat menuju Yaman, anggota badannya terlepas satu demi satu di tengah jalan, dimana setiap jatuh satu anggota tubuh akan ada jeda selama beberapa waktu yang membuat anggota tubuhnya yang tersisa dipenuhi oleh nanah dan darah, dan setelah jeda tersebut selesai anggota tubuh yang dipenuhi nanah dan darah tadi ikut jatuh, dan begitu seterusnya hingga mereka tiba di Shan’a.

Ketika memasuki Shan’a, tubuh Abrahah telah menjadi laksana anak unggas yang belum memiliki bulu, dan tidak lama kemudian dadanya pecah dan terbelah hingga membuat hatinya tersingkap (dan bisa dilihat oleh orang-orang), dan setelah itu barulah dia meninggal”.

Berkata Ibnu Ishaq: “Telah menceritakan kepadaku Ya’qub bin ‘Atabah, bahwa: pada tahun terjadinya peristiwa pasukan bergajah itulah pertama kalinya muncul di tanah arab penyakit campak dan cacar, dan juga tanaman-tanaman merambat, tanaman Peganum, tanaman Handhalah dan tanaman al-’Asyr”.

Setelah itu beliau menyebutkan perihal diturunkannya surat al-Fil kepada Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam).

Kemudian beliau berkata mengenai nasib para pengendali gajah: “Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Abi Bakr dari Umrah bintu Abdirrahman bin Sa’ad bin Zurarah dari ‘Aisyah (Radhiyallahu ‘Anha), bahwa beliau berkata: “Sungguh aku telah melihat para pengendali gajah di kota Makkah, dimana mereka dalam keadaan buta dan sedang duduk meminta makanan kepada orang-orang yang lewat”. Yakni mereka telah menjadi gelandangan dan peminta-minta. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah di artikel selanjutnya saya akan menjelaskan perihal apa yang terjadi di Yaman setelah meninggalnya Abrahah.

Was-Salam.

 

 

 

 

 

0 comments:

Post a Comment