Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy berkata setelah
menjelaskan perihal kematian Dzu Jadan al-Himyariy: “Kemudian orang-orang
Habasyah menetap di Yaman (setelah meninggalnya Dzu Jadan) bersama pemimpin
mereka yang bernama: Abrahah al-Asyram, Abrahah ini adalah orang yang berniat
menghancurkan Ka’bah al-Musyarrafah, maka demi mewujudkan niatnya tersebut dia
bergerak dari Yaman menuju Makkah bersama pasukan yang teramat banyak jumlahnya
dan juga serombongan gajah.
Akan tetapi Allah (‘Azza Wa Jalla)
menghancurkan makar dan segala tipu daya dan niat buruknya kepada Ka’bah dengan
mengirimkan burung Ababil kepadanya dan juga kepada pasukan bergajahnya.
Burung-burung Ababil ini melempari Abrahah
beserta seluruh pasukannya dengan bebatuan yang berasal dari neraka, hingga
membuat tubuh Abrahah dipenuhi oleh cacing dan belatung.
Setelah berlalu beberapa waktu burung-burung
tersebut-pun pergi, dan orang-orang Habasyah juga memutuskan untuk kembali ke
Yaman sembari membawa tubuh Abrahah yang sedang sekarat, sesampainya mereka di
Yaman tubuh Abrahah tidak lagi sanggup untuk menanggung beban dari siksaan yang
di deritanya akibat batu-batu dari neraka yang dilemparkan oleh burung Ababil
tadi hingga akhirnya dia-pun meninggal di tanah Yaman dalam keadaan hina dina.
Dan bertepatan dengan zaman pemerintahan
Abrahah atas tanah Yaman juga kekalahannya dari burung Ababil, lahirlah sosok
manusia yang paling mulia sepanjang masa, dia adalah Nabi Muhammad (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam)”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 6).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 8).
Inilah cerita ringkas mengenai zaman
pemerintahan Abrahah, akan tetapi bukankah pada artikel-artikel yang lalu saya katakan
bahwa yang memerintah tanah Yaman dan juga sekaligus yang menjadi gubernur bagi
Najasyi di tanah Yaman adalah Aryath bukannya Abrahah?, lalu bagaimana bisa
Abrahah yang memerintah Yaman?, dan kemana gerangan perginya Aryath?...
Jawaban dari pertanyaan diatas telah di
jawab oleh para ulama dan sejarawan muslim di dalam buku mereka masing-masing,
akan tetapi di artikel ini dan di artikel-artikel selanjutnya, Insya Allah saya
hanya akan membawakan 2 versi cerita mengenai pemindahan kekuasaan Yaman dari
tangan Aryath ke tangan Abrahah.
Versi pertama di ceritakan oleh Ibnu Ishaq,
dimana versi beliau ini dibawakan juga oleh Ibnu Katsir, as-Suhailiy, Ibnu Jarir
dan Ibnul Atsir.
Adapun versi kedua adalah versi cerita yang
hanya dibawakan oleh al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy seorang, dimana cerita
ini bisa kita baca di bukunya yang berjudul al-Badu wat-Tarikh.
Dan saya sendiri akan menuliskan terlebih
dahulu cerita Aryath dan Abrahah menurut versi kedua, yakni versi yang
dibawakan oleh al-Muthahhir al-Maqdisiy.
Berkata al-Muthahhir bin Thahir
al-Maqdisiy: “…Ketika Dzu Nuwas melihat bahwa dirinya beserta semua rakyat
Yaman tidak mampu lagi menghadapi serangan orang-orang Habasyah, dia-pun memutuskan
untuk menceburkan diri di laut bersama kudanya.
Kemudian orang-orang Habasyah segera
memasuki Yaman di bawah pimpinan Abrahah al-Asyram, dimana mereka tidak
melewati sebuah kota melainkan akan mereka hancurkan kota tersebut, mereka juga
membantai semua lelaki yang mereka temui, adapun kaum wanita dan anak-anak maka
nasib mereka akan berakhir di bawah kerangkeng dan jeruji besi, dimana mereka menjadi
tawanan dan budak orang-orang Habasyah.
Akan tetapi walaupun Abrahah masih tetap
berstatus sebagai pegawai Najasyi, ternyata setelah dia mendapatkan segala
harta dan tawanan perang ini dia laksana kacang yang lupa dengan kulitnya, dimana
dia tidak mengirimkan sedikitpun apa yang dia peroleh ke negeri Habasyah
sebagai persembahan kepada rajanya an-Najasyi.
Najasyi sendiri naik pitam setelah
mengetahui bahwa Abrahah seakan-akan telah lupa akan asal-usul dan darimana dia
berasal, juga kepada siapa dia harus tunduk dan taat. Maka Najasyi-pun
mengirimkan lagi sebuah pasukan yang sangat besar dibawah pimpinan Aryath untuk
mengingatkan Abrahah akan siapa sebenarnya yang lebih berkuasa atas tanah Habasyah
beserta tanah Yaman.
Ketika kedua pasukan telah bertemu, Aryath
dan Abrahah membuat sebuah kesepakatan untuk tidak saling menyerang hingga hari
“H” yang telah mereka sepakati bersama tiba. Kedua pasukan-pun membangun kemah
di tempat masing-masing menunggu kedatangan hari “H” tersebut. Akan tetapi
karena Abrahah adalah orang yang licik, maka dia membuat sebuah makar dan
siasat di waktu tenang tersebut, dimana dia membunuh Aryath ketika dia dan pasukannya
sedang lengah, maka dengan ini dia berhasil menguasai pasukan Aryath tanpa
bersusah payah.
Tidak membutuhkan waktu lama hingga kabar
mengenai pengkhianatan Abrahah terhadap janji yang dibuatnya dengan Aryath
sampai di telinga Najasyi, dan apa yang di dengarnya itu membuat Najasyi
bersumpah dengan nama al-Masih untuk tidak mati hingga dia berhasil menumpahkan
darah Abrahah, mencabut rambut ubun-ubunnya dan menginjak tanah Yaman yang
dikuasai olehnya.
Abrahah sendiri kaget dan sangat ketakutan
ketika mendengar kabar mengenai sumpah Najasyi ini, dan seketika akhirnya dia
tersadarkan akan apa yang telah diperbuatnya.
Maka demi memadamkan amarah Najasyi, dia segera
mengirimkan kepadanya berbagai macam hadiah dan harta yang sangat banyak, dia
juga menulis sebuah surat yang berisi perendahan dirinya dihadapan Najasyi:
bahwa dia hanyalah seorang pegawai dan bukan seorang raja sungguhan. Di akhir
surat tersebut dia meminta maaf kepada Najasyi akan apa yang telah diperbuatnya
kepada diri Aryath saudara sebangsanya.
Selain berbagai macam hadiah, harta dan
surat permohonan maaf. Abrahah juga mengirimkan sebuah botol yang dia isi
dengan: darahnya sendiri, segenggam tanah Yaman tempat dia menetap dan beberapa
helai dari rambut ubun-ubunnya.
Dia menempelkan sebuah catatan disisi botol
tersebut yang berbunyi: “Hendaknya baginda menginjak segenggam tanah yang ada
di dalam botol ini, kemudian menumpahkan darah yang juga terdapat di dalam
botol ini, dan yang terakhir hendaknya baginda menarik keluar beberapa helai
rambut yang kuambil dari ubun-ubunku yang telah tersedia pula di dalam botol
yang kukirimkan ini. Maka semoga dengan semua hal itu, baginda bisa menebus
sumpah yang baginda ucapkan (dan saya sendiri berjanji untuk memperbaiki
kesalahan yang telah kuperbuat di masa lalu)”.
Ketika semua hadiah, harta, surat beserta
botol tadi sampai di tangan Najasyi, dia-pun akhirnya bersedia memaafkan
Abrahah, dan merestuinya sebagai gubernur bagi dirinya di tanah Yaman.
Setelah itu Abrahah berhasil menundukkan
seluruh Yaman dibawah kepemimpinannya, dan demi melengkapi pengabdiannya kepada
Najasyi dan agama Kristen yang dianutnya, dia-pun membangun sebuah gereja yang tidak
pernah dilihat oleh manusia sebelumnya, dimana gereja ini adalah gereja terbaik
pada zaman itu dari sisi kemegahannya, arsitekturnya, ukiran-ukirannya yang
terbuat dari emas dan perak, kaca-kacanya, air mancurnya, hiasan berbagai warna
juga berbagai macam batu mulia yang menempel padanya. Abrahah menamai gereja
ini dengan: al-Qulais…”.
Setelah itu terjadilah kejadian-kejadian
yang mengiringi penyerangan Abrahah terhadap Makkah al-Mukarramah dan Ka’bah
al-Musyarrafah. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Ini adalah versi kedua dari cerita mengenai
percekcokan yang terjadi antara Aryath dan Abrahah, dan Insya Allah versi
pertamanya akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya. Wallahu A’lam
Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment