Sunday, July 18, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 7).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy berkata setelah menjelaskan perihal kematian Dzu Jadan al-Himyariy: “Kemudian orang-orang Habasyah menetap di Yaman (setelah meninggalnya Dzu Jadan) bersama pemimpin mereka yang bernama: Abrahah al-Asyram, Abrahah ini adalah orang yang berniat menghancurkan Ka’bah al-Musyarrafah, maka demi mewujudkan niatnya tersebut dia bergerak dari Yaman menuju Makkah bersama pasukan yang teramat banyak jumlahnya dan juga serombongan gajah.

Akan tetapi Allah (‘Azza Wa Jalla) menghancurkan makar dan segala tipu daya dan niat buruknya kepada Ka’bah dengan mengirimkan burung Ababil kepadanya dan juga kepada pasukan bergajahnya.

Burung-burung Ababil ini melempari Abrahah beserta seluruh pasukannya dengan bebatuan yang berasal dari neraka, hingga membuat tubuh Abrahah dipenuhi oleh cacing dan belatung.

Setelah berlalu beberapa waktu burung-burung tersebut-pun pergi, dan orang-orang Habasyah juga memutuskan untuk kembali ke Yaman sembari membawa tubuh Abrahah yang sedang sekarat, sesampainya mereka di Yaman tubuh Abrahah tidak lagi sanggup untuk menanggung beban dari siksaan yang di deritanya akibat batu-batu dari neraka yang dilemparkan oleh burung Ababil tadi hingga akhirnya dia-pun meninggal di tanah Yaman dalam keadaan hina dina.

Dan bertepatan dengan zaman pemerintahan Abrahah atas tanah Yaman juga kekalahannya dari burung Ababil, lahirlah sosok manusia yang paling mulia sepanjang masa, dia adalah Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 6).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 8).

Inilah cerita ringkas mengenai zaman pemerintahan Abrahah, akan tetapi bukankah pada artikel-artikel yang lalu saya katakan bahwa yang memerintah tanah Yaman dan juga sekaligus yang menjadi gubernur bagi Najasyi di tanah Yaman adalah Aryath bukannya Abrahah?, lalu bagaimana bisa Abrahah yang memerintah Yaman?, dan kemana gerangan perginya Aryath?...

Jawaban dari pertanyaan diatas telah di jawab oleh para ulama dan sejarawan muslim di dalam buku mereka masing-masing, akan tetapi di artikel ini dan di artikel-artikel selanjutnya, Insya Allah saya hanya akan membawakan 2 versi cerita mengenai pemindahan kekuasaan Yaman dari tangan Aryath ke tangan Abrahah.

Versi pertama di ceritakan oleh Ibnu Ishaq, dimana versi beliau ini dibawakan juga oleh Ibnu Katsir, as-Suhailiy, Ibnu Jarir dan Ibnul Atsir.

Adapun versi kedua adalah versi cerita yang hanya dibawakan oleh al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy seorang, dimana cerita ini bisa kita baca di bukunya yang berjudul al-Badu wat-Tarikh.

Dan saya sendiri akan menuliskan terlebih dahulu cerita Aryath dan Abrahah menurut versi kedua, yakni versi yang dibawakan oleh al-Muthahhir al-Maqdisiy.

Berkata al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy: “…Ketika Dzu Nuwas melihat bahwa dirinya beserta semua rakyat Yaman tidak mampu lagi menghadapi serangan orang-orang Habasyah, dia-pun memutuskan untuk menceburkan diri di laut bersama kudanya.

Kemudian orang-orang Habasyah segera memasuki Yaman di bawah pimpinan Abrahah al-Asyram, dimana mereka tidak melewati sebuah kota melainkan akan mereka hancurkan kota tersebut, mereka juga membantai semua lelaki yang mereka temui, adapun kaum wanita dan anak-anak maka nasib mereka akan berakhir di bawah kerangkeng dan jeruji besi, dimana mereka menjadi tawanan dan budak orang-orang Habasyah.

Akan tetapi walaupun Abrahah masih tetap berstatus sebagai pegawai Najasyi, ternyata setelah dia mendapatkan segala harta dan tawanan perang ini dia laksana kacang yang lupa dengan kulitnya, dimana dia tidak mengirimkan sedikitpun apa yang dia peroleh ke negeri Habasyah sebagai persembahan kepada rajanya an-Najasyi.

Najasyi sendiri naik pitam setelah mengetahui bahwa Abrahah seakan-akan telah lupa akan asal-usul dan darimana dia berasal, juga kepada siapa dia harus tunduk dan taat. Maka Najasyi-pun mengirimkan lagi sebuah pasukan yang sangat besar dibawah pimpinan Aryath untuk mengingatkan Abrahah akan siapa sebenarnya yang lebih berkuasa atas tanah Habasyah beserta tanah Yaman.

Ketika kedua pasukan telah bertemu, Aryath dan Abrahah membuat sebuah kesepakatan untuk tidak saling menyerang hingga hari “H” yang telah mereka sepakati bersama tiba. Kedua pasukan-pun membangun kemah di tempat masing-masing menunggu kedatangan hari “H” tersebut. Akan tetapi karena Abrahah adalah orang yang licik, maka dia membuat sebuah makar dan siasat di waktu tenang tersebut, dimana dia membunuh Aryath ketika dia dan pasukannya sedang lengah, maka dengan ini dia berhasil menguasai pasukan Aryath tanpa bersusah payah.

Tidak membutuhkan waktu lama hingga kabar mengenai pengkhianatan Abrahah terhadap janji yang dibuatnya dengan Aryath sampai di telinga Najasyi, dan apa yang di dengarnya itu membuat Najasyi bersumpah dengan nama al-Masih untuk tidak mati hingga dia berhasil menumpahkan darah Abrahah, mencabut rambut ubun-ubunnya dan menginjak tanah Yaman yang dikuasai olehnya.

Abrahah sendiri kaget dan sangat ketakutan ketika mendengar kabar mengenai sumpah Najasyi ini, dan seketika akhirnya dia tersadarkan akan apa yang telah diperbuatnya.

Maka demi memadamkan amarah Najasyi, dia segera mengirimkan kepadanya berbagai macam hadiah dan harta yang sangat banyak, dia juga menulis sebuah surat yang berisi perendahan dirinya dihadapan Najasyi: bahwa dia hanyalah seorang pegawai dan bukan seorang raja sungguhan. Di akhir surat tersebut dia meminta maaf kepada Najasyi akan apa yang telah diperbuatnya kepada diri Aryath saudara sebangsanya.

Selain berbagai macam hadiah, harta dan surat permohonan maaf. Abrahah juga mengirimkan sebuah botol yang dia isi dengan: darahnya sendiri, segenggam tanah Yaman tempat dia menetap dan beberapa helai dari rambut ubun-ubunnya.

Dia menempelkan sebuah catatan disisi botol tersebut yang berbunyi: “Hendaknya baginda menginjak segenggam tanah yang ada di dalam botol ini, kemudian menumpahkan darah yang juga terdapat di dalam botol ini, dan yang terakhir hendaknya baginda menarik keluar beberapa helai rambut yang kuambil dari ubun-ubunku yang telah tersedia pula di dalam botol yang kukirimkan ini. Maka semoga dengan semua hal itu, baginda bisa menebus sumpah yang baginda ucapkan (dan saya sendiri berjanji untuk memperbaiki kesalahan yang telah kuperbuat di masa lalu)”.

Ketika semua hadiah, harta, surat beserta botol tadi sampai di tangan Najasyi, dia-pun akhirnya bersedia memaafkan Abrahah, dan merestuinya sebagai gubernur bagi dirinya di tanah Yaman.

Setelah itu Abrahah berhasil menundukkan seluruh Yaman dibawah kepemimpinannya, dan demi melengkapi pengabdiannya kepada Najasyi dan agama Kristen yang dianutnya, dia-pun membangun sebuah gereja yang tidak pernah dilihat oleh manusia sebelumnya, dimana gereja ini adalah gereja terbaik pada zaman itu dari sisi kemegahannya, arsitekturnya, ukiran-ukirannya yang terbuat dari emas dan perak, kaca-kacanya, air mancurnya, hiasan berbagai warna juga berbagai macam batu mulia yang menempel padanya. Abrahah menamai gereja ini dengan: al-Qulais…”.

Setelah itu terjadilah kejadian-kejadian yang mengiringi penyerangan Abrahah terhadap Makkah al-Mukarramah dan Ka’bah al-Musyarrafah. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Ini adalah versi kedua dari cerita mengenai percekcokan yang terjadi antara Aryath dan Abrahah, dan Insya Allah versi pertamanya akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

0 comments:

Post a Comment