Wednesday, July 7, 2021

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 1).

 

Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnu Ishaq: “Dan telah menceritakan padaku juga Yazid bin Ziyad dari Muhammad bin Ka’ab al-Quradziy, dan juga telah menceritakan padaku para penduduk Najran sendiri perihal sejarah negeri mereka, mereka berkata: “Dahulu para penduduk Najran adalah orang-orang musyrik, dimana mereka semua adalah para penyembah patung dan berhala, dan pada salah satu desa yang terletak di dekat Najran tinggal seorang penyihir yang berprofesi sebagai guru sihir bagi anak-anak muda masyarakat Najran.

Dan pada saat Faimiyyun sampai di Najran (berkata Ibnu Ishaq: “Penduduk Najran tidak menyebut Faimiyyun dengan nama Faimiyyun sebagaimana yang dilakukan oleh Wahab bin Munabbih, sebagai gantinya mereka mengatakan: “Dan pada saat seorang lelaki sampai di Najran”) dia membangun sebuah kemah di sebuah tempat yang terletak antara Najran dengan desa tempat tinggal si penyihir.

BACA JUGA:

KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 5).

KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DENGAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 2).

Maka pada suatu hari setelah kemah tersebut selesai dibangun, sebagaimana kebiasaan sehari-hari, para masyarakat Najran mengirim anak-anak mereka menuju desa tempat tinggal si penyihir, dan diantara orang tua yang mengirim anaknya ada seseorang yang bernama ats-Tsamir, ia mengirim anaknya yang bernama Abdullah bersama para pemuda yang lain menuju kediaman si penyihir.

Ternyata pemuda yang bernama Abdullah ini adalah seorang pemuda yang cerdas yang bisa membedakan antara kebenaran dan kebathilan, ia sangat berbeda dari kebanyakan pemuda masyarakat Najran yang lain, hal tersebut terbukti ketika setiap kali ia melewati kemah yang menjadi tempat tinggal Faimiyyun ia dibuat takjub oleh gerakan-gerakan sholat dan ibadahnya yang dipenuhi oleh ketentraman dan kedamaian, dimana hal ini sangat bertentangan dengan praktek-praktek sihir yang selama ini dipelajarinya yang sangat di dominasi oleh kemisteriusan dan huru-hara. Oleh karena itu ia memutuskan untuk tidak lagi ikut bersama pemuda-pemuda yang lain menuju rumah si penyihir, melainkan ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu belajar sihirnya dengan berdiam diri disisi kemah Faimiyyun mendengarkan dan menyimak lantunan-lantunan ayat suci yang dibaca oleh Faimiyyun dalam sholatnya, dan tidak lama kemudian Abdullah memutuskan untuk memeluk agama Nashrani dan mentauhidkan Allah (‘Azza Wa Jalla).

Setelah Abdullah memeluk agama Nashrani, ia-pun meminta kepada Faimiyyun untuk mengajarinya syari’at-syari’at agama Nashrani, maka Faimiyyun-pun mengajarinya hingga ia berhasil menguasai syari’at-syari’at tersebut seluruhnya dan menjadi seorang faqih. Akan tetapi Abdullah tidak berpuas diri dengan hanya menguasai ilmu-ilmu tersebut, maka pada suatu hari ia-pun meminta kembali kepada Faimiyyun untuk mengajarinya ilmu-ilmu Aqidah dan terkhusus nama Allah yang paling agung (al-Ismul A’dzam) yang dimana jika seseorang berdo’a kepada Allah (‘Azza Wa Jalla) memakai nama tersebut, maka pasti Allah (‘Azza Wa Jalla) akan mengabulkan do’anya”. Akan tetapi apa yang menjadi jawaban Faimiyyun?...

Ibnu Ishaq melanjutkan: “…Faimiyyun sebenarnya tahu akan nama Allah (‘Azza Wa Jalla) yang paling agung ini, akan tetapi ia melihat bahwa Abdullah ini belum cocok untuk diberi tahu nama tersebut, maka ia mengatakan padanya: “Wahai anak saudaraku (yakni Abdullah, Faimiyyun sendiri tidak mempunyai hubungan darah sama sekali dengan orang tua Abdullah, akan tetapi kata-kata ini memang sering digunakan oleh orang arab untuk memanggil seseorang yang lebih muda dari mereka), sungguh engkau belum mampu untuk memikul nama tersebut diatas pundakmu, aku khawatir engkau nanti bisa melemah karenanya!”.

Perlu di ingat bahwa agama Nashrani yang disebut-sebut dalam artikel ini bukanlah agama Kristen yang pada hari ini di yakini oleh kebanyakan orang di dunia, melainkan ia adalah agama yang masih murni yang belum di sentuh oleh tangan-tangan kotor yang dengan berani merubah ajaran murni dari agama tersebut. Agama Nashrani yang di sebut-sebut dalam artikel ini adalah agama Nashrani yang masih sesuai dengan ajaran Nabi Isa yang berlandaskan Tauhid mengesakan Allah (‘Azza Wa Jalla) dan meyakini bahwa Nabi Isa hanyalah seorang hamba sekaligus nabi. Oleh karena itu jika kita membaca buku para ulama yang membahas kisah ini langsung yang berbahasa arab, maka kita akan mendapati bahwa mereka menyebut Abdullah dan Faimiyyun sebagai seorang muslim, karena pada hakikatnya agama Nashrani murni yang masih sesuai dengan ajaran Nabi Isa itu sama dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, keduanya berlandaskan diatas mengesakan Allah (‘Azza Wa Jalla) dan meyakini bahwa Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak di sembah dan tidak ada sekutu bagiNya.

Berkata as-Suhailiy di dalam bukunya ketika membahas perihal nama Allah (‘Azza Wa Jalla) yang paling agung diatas: “Disebutkan pada kisah ini al-Ismul A’dzam (nama Allah (‘Azza Wa Jalla) yang paling agung), dan maksud dari perkataan sang pendeta (yakni Faimiyyun) kepada si pemuda ketika ia mengatakan: “Sungguh engkau belum mampu memikul nama tersebut diatas pundakmu!” adalah: bahwa si pemuda belum bisa menunaikan dan mengerjakan syarat-syarat yang diwajibkan bagi para pemikul nama tersebut untuk mereka lakukan, dan juga belum mampu untuk menunaikan hak-hak nama tersebut.

Telah disebutkan pula bahwa maksud dari firman Allah (‘Azza Wa Jalla) yang berbunyi: {“Dan berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab…”}(an-Naml: 40), bahwa yang dimaksudkan dari ilmu tersebut adalah al-Ismul A’dzam yakni nama Allah (‘Azza Wa Jalla) yang paling agung yang jika seseorang berdo’a kepadaNya memakai nama tersebut maka pasti Ia akan mengabulkan do’a orang tersebut, dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab tersebut bernama: Ashif bin Barkhiya dan ini yang menjadi pendapat kebanyakan para ulama…”.

Berkata syaikh Abdurrahman al-Wakil: “Dan berkata ulama yang lain bahwa orang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab tersebut adalah Nabi Sulaiman sendiri”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.    

Insya Allah kelanjutan kisah mengenai Faimiyyun dan Abdullah bin ats-Tsamir akan saya sampaikan di artikel selanjutnya.

Was-Salam.  

 

0 comments:

Post a Comment