Gambar oleh Sorbyphoto dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Berkata Ibnu Ishaq: “Dan telah menceritakan
padaku juga Yazid bin Ziyad dari Muhammad bin Ka’ab al-Quradziy, dan juga telah
menceritakan padaku para penduduk Najran sendiri perihal sejarah negeri mereka,
mereka berkata: “Dahulu para penduduk Najran adalah orang-orang musyrik, dimana
mereka semua adalah para penyembah patung dan berhala, dan pada salah satu desa
yang terletak di dekat Najran tinggal seorang penyihir yang berprofesi sebagai
guru sihir bagi anak-anak muda masyarakat Najran.
Dan pada saat Faimiyyun sampai di Najran
(berkata Ibnu Ishaq: “Penduduk Najran tidak menyebut Faimiyyun dengan nama
Faimiyyun sebagaimana yang dilakukan oleh Wahab bin Munabbih, sebagai gantinya
mereka mengatakan: “Dan pada saat seorang lelaki sampai di Najran”) dia
membangun sebuah kemah di sebuah tempat yang terletak antara Najran dengan desa
tempat tinggal si penyihir.
BACA JUGA:
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 5).
KISAH ABDULLAH MURID FAIMIYYUN DENGAN ASHHABUL UKHDUD (BAG, 2).
Maka pada suatu hari setelah kemah tersebut
selesai dibangun, sebagaimana kebiasaan sehari-hari, para masyarakat Najran
mengirim anak-anak mereka menuju desa tempat tinggal si penyihir, dan diantara orang
tua yang mengirim anaknya ada seseorang yang bernama ats-Tsamir, ia mengirim
anaknya yang bernama Abdullah bersama para pemuda yang lain menuju kediaman si
penyihir.
Ternyata pemuda yang bernama Abdullah ini
adalah seorang pemuda yang cerdas yang bisa membedakan antara kebenaran dan
kebathilan, ia sangat berbeda dari kebanyakan pemuda masyarakat Najran yang
lain, hal tersebut terbukti ketika setiap kali ia melewati kemah yang menjadi tempat
tinggal Faimiyyun ia dibuat takjub oleh gerakan-gerakan sholat dan ibadahnya
yang dipenuhi oleh ketentraman dan kedamaian, dimana hal ini sangat
bertentangan dengan praktek-praktek sihir yang selama ini dipelajarinya yang
sangat di dominasi oleh kemisteriusan dan huru-hara. Oleh karena itu ia
memutuskan untuk tidak lagi ikut bersama pemuda-pemuda yang lain menuju rumah
si penyihir, melainkan ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu belajar
sihirnya dengan berdiam diri disisi kemah Faimiyyun mendengarkan dan menyimak
lantunan-lantunan ayat suci yang dibaca oleh Faimiyyun dalam sholatnya, dan
tidak lama kemudian Abdullah memutuskan untuk memeluk agama Nashrani dan
mentauhidkan Allah (‘Azza Wa Jalla).
Setelah Abdullah memeluk agama Nashrani,
ia-pun meminta kepada Faimiyyun untuk mengajarinya syari’at-syari’at agama Nashrani,
maka Faimiyyun-pun mengajarinya hingga ia berhasil menguasai syari’at-syari’at
tersebut seluruhnya dan menjadi seorang faqih. Akan tetapi Abdullah tidak
berpuas diri dengan hanya menguasai ilmu-ilmu tersebut, maka pada suatu hari
ia-pun meminta kembali kepada Faimiyyun untuk mengajarinya ilmu-ilmu Aqidah dan
terkhusus nama Allah yang paling agung (al-Ismul A’dzam) yang dimana
jika seseorang berdo’a kepada Allah (‘Azza Wa Jalla) memakai nama tersebut,
maka pasti Allah (‘Azza Wa Jalla) akan mengabulkan do’anya”. Akan tetapi
apa yang menjadi jawaban Faimiyyun?...
Ibnu Ishaq melanjutkan: “…Faimiyyun
sebenarnya tahu akan nama Allah (‘Azza Wa Jalla) yang paling agung ini,
akan tetapi ia melihat bahwa Abdullah ini belum cocok untuk diberi tahu nama
tersebut, maka ia mengatakan padanya: “Wahai anak saudaraku (yakni Abdullah,
Faimiyyun sendiri tidak mempunyai hubungan darah sama sekali dengan orang tua
Abdullah, akan tetapi kata-kata ini memang sering digunakan oleh orang arab
untuk memanggil seseorang yang lebih muda dari mereka), sungguh engkau belum
mampu untuk memikul nama tersebut diatas pundakmu, aku khawatir engkau nanti
bisa melemah karenanya!”.
Perlu di ingat bahwa agama Nashrani yang disebut-sebut
dalam artikel ini bukanlah agama Kristen yang pada hari ini di yakini oleh
kebanyakan orang di dunia, melainkan ia adalah agama yang masih murni yang
belum di sentuh oleh tangan-tangan kotor yang dengan berani merubah ajaran
murni dari agama tersebut. Agama Nashrani yang di sebut-sebut dalam artikel ini
adalah agama Nashrani yang masih sesuai dengan ajaran Nabi Isa yang
berlandaskan Tauhid mengesakan Allah (‘Azza Wa Jalla) dan meyakini bahwa
Nabi Isa hanyalah seorang hamba sekaligus nabi. Oleh karena itu jika kita
membaca buku para ulama yang membahas kisah ini langsung yang berbahasa arab,
maka kita akan mendapati bahwa mereka menyebut Abdullah dan Faimiyyun sebagai
seorang muslim, karena pada hakikatnya agama Nashrani murni yang masih sesuai
dengan ajaran Nabi Isa itu sama dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad, keduanya berlandaskan diatas mengesakan Allah (‘Azza Wa Jalla)
dan meyakini bahwa Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak di sembah dan tidak
ada sekutu bagiNya.
Berkata as-Suhailiy di dalam bukunya ketika
membahas perihal nama Allah (‘Azza Wa Jalla) yang paling agung diatas: “Disebutkan
pada kisah ini al-Ismul A’dzam (nama Allah (‘Azza Wa Jalla) yang
paling agung), dan maksud dari perkataan sang pendeta (yakni Faimiyyun) kepada
si pemuda ketika ia mengatakan: “Sungguh engkau belum mampu memikul nama
tersebut diatas pundakmu!” adalah: bahwa si pemuda belum bisa menunaikan dan
mengerjakan syarat-syarat yang diwajibkan bagi para pemikul nama tersebut untuk
mereka lakukan, dan juga belum mampu untuk menunaikan hak-hak nama tersebut.
Telah disebutkan pula bahwa maksud dari
firman Allah (‘Azza Wa Jalla) yang berbunyi: {“Dan berkatalah
seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab…”}(an-Naml: 40), bahwa
yang dimaksudkan dari ilmu tersebut adalah al-Ismul A’dzam yakni nama Allah
(‘Azza Wa Jalla) yang paling agung yang jika seseorang berdo’a kepadaNya
memakai nama tersebut maka pasti Ia akan mengabulkan do’a orang tersebut,
dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab tersebut bernama:
Ashif bin Barkhiya dan ini yang menjadi pendapat kebanyakan para ulama…”.
Berkata syaikh Abdurrahman al-Wakil: “Dan
berkata ulama yang lain bahwa orang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab tersebut
adalah Nabi Sulaiman sendiri”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah kelanjutan kisah mengenai
Faimiyyun dan Abdullah bin ats-Tsamir akan saya sampaikan di artikel
selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment