Monday, July 26, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 12).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel yang lalu, saya telah menyebutkan perihal surat yang dikirimkan oleh Abrahah kepada Najasyi. Dimana dalam surat tersebut Abrahah memberitahu Najasyi bahwa dirinya telah membangun sebuah gereja yang sangat besar, luas, lagi indah di tanah Shan’a, dan di akhir surat tersebut dia mengatakan bahwa dia tidak akan puas akan apa yang telah dikerjakannya kecuali jika dia bisa membuat bangsa arab berpaling dari Ka’bah menuju gerejanya tersebut setiap tahun untuk melakukan ritual ibadah haji tahunan mereka.

Dan ketika bangsa arab mendengar kalimat terakhirnya itu mereka-pun marah. Karena sejak dahulu kala, lebih tepatnya sejak zaman Nabi Ibrahim (‘Alaihis Salam) mereka senantiasa menggantungkan seluruh ritual ibadah mereka kepada Ka’bah dan selalu mengunjunginya setiap tahun. Dan ketika Abrahah datang kemudian tinggal di Yaman dan bukan di Makkah hanya selama beberapa bulan atau beberapa tahun, secara tiba-tiba dia bertekad untuk memalingkan bangsa arab dari Ka’bah menuju bangunan yang baru saja di bangun, maka tentu saja mereka semua marah terhadap hal ini, dan kelanjutan ceritanya sebagai berikut…

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 11).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 13).

Berkata Ibnul Atsir: “Ketika bangsa arab mendengar perihal surat Abrahah kepada Najasyi juga perihal tekadnya untuk memalingkan bangsa arab dari Ka’bah menuju gereja al-Qullais, hal ini-pun seketika langsung menjadi topik hangat di kalangan mereka, dan ketika seseorang yang berasal dari suku Bani Fuqaim dan dia juga adalah seseorang yang gemar melakukan perbuatan an-Nasi’ah mendengar perihal tekad Abrahah tersebut, dia langsung marah besar dan segera berangkat menuju gereja al-Qullais”.

Adapun Ibnu Jarir berkata bahwa orang yang marah ada 2 orang, yang pertama berasal dari suku Bani Fuqaim, dan yang kedua berasal dari suku Bani Malik.

Dan sebelum lanjut ke kisah Ibnul Atsir, saya ingin menyebutkan maksud dari perbuatan an-Nasi’ah yang telah di sebutkan diatas. Ibnu Ishaq telah menjelaskan perihal perbuatan an-Nasi’ah ini, dimana beliau mengatakan bahwa bentuk dari perbuatan ini adalah menghalalkan sebagian dari bulan-bulan haram yang empat (Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram) dan kemudian sebagai gantinya mereka mengharamkan sebagian yang lain dari bulan-bulan halal yang tersisa.

Jadi perbuatan apa saja yang dilarang untuk dilakukan pada bulan-bulan haram tersebut, bisa mereka lakukan pada bulan haram tersebut secara bebas dengan anggapan bahwa mereka juga telah memilih bulan yang lain dimana nanti jika bulan tersebut tiba mereka akan menahan diri dari segala perbuatan yang dilarang. Tentu saja hal ini jika terus menerus dilakukan, maka akan menimbulkan kekacauan dalam peraturan baku yang telah dibuat, dan pada akhirnya keadaan akan menjadi sama mau itu di bulan haram ataupun di bulan halal.

Lanjut ke kisah, Ibnul Atsir berkata: “Sesampainya di gereja tersebut, dia langsung masuk dan membuang air besar di dalamnya, dan setelah selesai dia langsung pulang menuju perkampungannya.

Tentu saja perbuatan yang sangat berani ini langsung menjadi sorotan di kalangan penduduk Shan’a, karena yang menjadi objek pelecehan adalah sebuah gereja yang sangat dibangga-banggakan oleh raja Abrahah.

Maka salah seorang dari penduduk segera melaporkan hal ini kepada Abrahah, dimana orang ini berkata padanya: “Sesungguhnya ini adalah perbuatan salah seorang yang tinggal di dekat rumah suci yang ada di Makkah tempat bangsa arab melakukan ritual haji mereka setiap tahun, dia marah karena mendengar perihal tekadmu yang ingin memalingkan bangsa arab dari Ka’bah menuju gerejamu ini, dan karena alasan itulah dia membuang air besar di gerejamu”.

Mendengar hal ini, Abrahah-pun marah besar dan bersumpah akan menghancurkan Ka’bah. Setelah itu dia segera memerintahkan pasukannya orang-orang Habasyah agar bersiap-siap dan keluar bersamanya menuju Makkah sembari membawa seekor gajah yang bernama Mahmud.

Dikatakan bahwa Abrahah membawa 13 ekor gajah ketika keluar menuju Makkah, dan ketiga belas ekor itu mengikuti gajah yang bernama Mahmud, tampaknya Mahmud ini adalah pemimpin dari serombongan gajah tersebut.

Ada juga yang mengatakan bahwa jumlah gajah-gajah tersebut bukan 13 ekor melainkan jumlah lain”. Wallahu A’lam.

Inilah cerita yang dibawakan oleh Ibnul Atsir perihal perbuatan nekad salah seorang dari bangsa arab, yang dimana hal tersebut berhasil memicu kemarahan Abrahah dan membuatnya bersumpah akan menghancurkan Ka’bah hingga tidak tersisa.

Adapun al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy berkata setelah memaparkan cerita mengenai perbuatan nekad salah seorang dari suku Bani Fuqaim diatas: “Maka Abrahah-pun marah dan bertekad akan menyerang suku Quraisy. Dan ketika waktu makan tiba, dia menyalakan api untuk membakar daging yang akan mereka santap bersama (tampaknya Abrahah memerintahkan pasukannya agar turut bersamanya berjaga-jaga di sekitar gereja al-Qullais agar tidak ada lagi kejadian serupa yang menimpa gerejanya tersebut).

Akan tetapi ketika mereka semua telah selesai bersantap dan telah memadamkan api pembakaran tadi sekaligus bersiap untuk istirahat di kediaman masing-masing, tiba-tiba ada angin kencang bertiup dan membuat bara api tadi kembali menyala dengan sangat hebat hingga membuat gereja al-Qullais terbakar.

Maka pada saat itulah Abrahah segera keluar bersama pasukan bergajahnya menuju Makkah untuk menghancurkan Ka’bah”.

Insya Allah cerita akan berlanjut di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

0 comments:

Post a Comment