Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu, saya telah
menyebutkan perihal surat yang dikirimkan oleh Abrahah kepada Najasyi. Dimana
dalam surat tersebut Abrahah memberitahu Najasyi bahwa dirinya telah membangun
sebuah gereja yang sangat besar, luas, lagi indah di tanah Shan’a, dan di akhir
surat tersebut dia mengatakan bahwa dia tidak akan puas akan apa yang telah
dikerjakannya kecuali jika dia bisa membuat bangsa arab berpaling dari Ka’bah
menuju gerejanya tersebut setiap tahun untuk melakukan ritual ibadah haji
tahunan mereka.
Dan ketika bangsa arab mendengar kalimat
terakhirnya itu mereka-pun marah. Karena sejak dahulu kala, lebih tepatnya
sejak zaman Nabi Ibrahim (‘Alaihis Salam) mereka senantiasa menggantungkan
seluruh ritual ibadah mereka kepada Ka’bah dan selalu mengunjunginya setiap
tahun. Dan ketika Abrahah datang kemudian tinggal di Yaman dan bukan di Makkah
hanya selama beberapa bulan atau beberapa tahun, secara tiba-tiba dia bertekad
untuk memalingkan bangsa arab dari Ka’bah menuju bangunan yang baru saja di
bangun, maka tentu saja mereka semua marah terhadap hal ini, dan kelanjutan
ceritanya sebagai berikut…
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 11).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 13).
Berkata Ibnul Atsir: “Ketika bangsa arab
mendengar perihal surat Abrahah kepada Najasyi juga perihal tekadnya untuk
memalingkan bangsa arab dari Ka’bah menuju gereja al-Qullais, hal ini-pun
seketika langsung menjadi topik hangat di kalangan mereka, dan ketika seseorang
yang berasal dari suku Bani Fuqaim dan dia juga adalah seseorang yang gemar
melakukan perbuatan an-Nasi’ah mendengar perihal tekad Abrahah tersebut, dia
langsung marah besar dan segera berangkat menuju gereja al-Qullais”.
Adapun Ibnu Jarir berkata bahwa orang yang
marah ada 2 orang, yang pertama berasal dari suku Bani Fuqaim, dan yang kedua
berasal dari suku Bani Malik.
Dan sebelum lanjut ke kisah Ibnul Atsir,
saya ingin menyebutkan maksud dari perbuatan an-Nasi’ah yang telah di sebutkan
diatas. Ibnu Ishaq telah menjelaskan perihal perbuatan an-Nasi’ah ini, dimana
beliau mengatakan bahwa bentuk dari perbuatan ini adalah menghalalkan sebagian
dari bulan-bulan haram yang empat (Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan
Muharram) dan kemudian sebagai gantinya mereka mengharamkan sebagian yang lain
dari bulan-bulan halal yang tersisa.
Jadi perbuatan apa saja yang dilarang untuk
dilakukan pada bulan-bulan haram tersebut, bisa mereka lakukan pada bulan haram
tersebut secara bebas dengan anggapan bahwa mereka juga telah memilih bulan
yang lain dimana nanti jika bulan tersebut tiba mereka akan menahan diri dari
segala perbuatan yang dilarang. Tentu saja hal ini jika terus menerus
dilakukan, maka akan menimbulkan kekacauan dalam peraturan baku yang telah
dibuat, dan pada akhirnya keadaan akan menjadi sama mau itu di bulan haram
ataupun di bulan halal.
Lanjut ke kisah, Ibnul Atsir berkata:
“Sesampainya di gereja tersebut, dia langsung masuk dan membuang air besar di
dalamnya, dan setelah selesai dia langsung pulang menuju perkampungannya.
Tentu saja perbuatan yang sangat berani ini
langsung menjadi sorotan di kalangan penduduk Shan’a, karena yang menjadi objek
pelecehan adalah sebuah gereja yang sangat dibangga-banggakan oleh raja
Abrahah.
Maka salah seorang dari penduduk segera
melaporkan hal ini kepada Abrahah, dimana orang ini berkata padanya:
“Sesungguhnya ini adalah perbuatan salah seorang yang tinggal di dekat rumah
suci yang ada di Makkah tempat bangsa arab melakukan ritual haji mereka setiap
tahun, dia marah karena mendengar perihal tekadmu yang ingin memalingkan bangsa
arab dari Ka’bah menuju gerejamu ini, dan karena alasan itulah dia membuang air
besar di gerejamu”.
Mendengar hal ini, Abrahah-pun marah besar
dan bersumpah akan menghancurkan Ka’bah. Setelah itu dia segera memerintahkan
pasukannya orang-orang Habasyah agar bersiap-siap dan keluar bersamanya menuju
Makkah sembari membawa seekor gajah yang bernama Mahmud.
Dikatakan bahwa Abrahah membawa 13 ekor
gajah ketika keluar menuju Makkah, dan ketiga belas ekor itu mengikuti gajah
yang bernama Mahmud, tampaknya Mahmud ini adalah pemimpin dari serombongan
gajah tersebut.
Ada juga yang mengatakan bahwa jumlah
gajah-gajah tersebut bukan 13 ekor melainkan jumlah lain”. Wallahu A’lam.
Inilah cerita yang dibawakan oleh Ibnul
Atsir perihal perbuatan nekad salah seorang dari bangsa arab, yang dimana hal
tersebut berhasil memicu kemarahan Abrahah dan membuatnya bersumpah akan
menghancurkan Ka’bah hingga tidak tersisa.
Adapun al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy
berkata setelah memaparkan cerita mengenai perbuatan nekad salah seorang dari
suku Bani Fuqaim diatas: “Maka Abrahah-pun marah dan bertekad akan menyerang
suku Quraisy. Dan ketika waktu makan tiba, dia menyalakan api untuk membakar
daging yang akan mereka santap bersama (tampaknya Abrahah memerintahkan
pasukannya agar turut bersamanya berjaga-jaga di sekitar gereja al-Qullais agar
tidak ada lagi kejadian serupa yang menimpa gerejanya tersebut).
Akan tetapi ketika mereka semua telah
selesai bersantap dan telah memadamkan api pembakaran tadi sekaligus bersiap
untuk istirahat di kediaman masing-masing, tiba-tiba ada angin kencang bertiup
dan membuat bara api tadi kembali menyala dengan sangat hebat hingga membuat
gereja al-Qullais terbakar.
Maka pada saat itulah Abrahah segera keluar
bersama pasukan bergajahnya menuju Makkah untuk menghancurkan Ka’bah”.
Insya Allah cerita akan berlanjut di
artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment