Friday, July 2, 2021

KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 1).

 

Pemandangan Hutan Berkabut, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Alhamdulillah pada artikel yang lalu saya telah menyelesaikan pembahasan mengenai Hassan bin Tubba’ dan apa saja yang terjadi setelah ia naik tahta, dan juga apa yang terjadi dari semenjak ia terbunuh hingga naiknya Dzu Nuwas ke tampuk kekuasaan, yang juga menjadi pertanda akan habisnya periode masa kekuasaan orang-orang Himyar atas tanah Yaman, dan dimulainya periode masa kekuasaan bangsa-bangsa asing atas tanah tersebut.

Periode masa kekuasaan bangsa-bangsa asing ini dibuka dengan peristiwa yang sangat terkenal, bahkan al-Qur’an-pun mengabadikan peristiwa ini di dalam surat al-Buruj. Peristiwa ini di sebut sebagai peristiwa pembakaran Ashhabul Ukhdud.

Tokoh yang berperan dalam kisah pembakaran ini adalah Dzu Nuwas sendiri, adapun tokoh yang menjadi korban atas pembakaran tersebut adalah seseorang yang bernama Abdullah bin ats-Tsamir juga ada seorang shalih yang bernama Faimiyyun.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: DZU NUWAS MEMBUNUH LAKHNI’AH.

KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 2).

Sebelum kita masuk ke pembahasan saya ingin menyebutkan sebuah informasi yang terlupakan dan tidak saya sebutkan pada artikel yang lalu, yaitu masa pemerintahan Lakhni’ah. Berkata Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy: “Masa pemerintahan Lakhni’ah adalah selama 27 tahun”, dan beliau mengatakan pula bahwa: “Masa pemerintahan Dzu Nuwas adalah 68 tahun”.

Berkata Ibnu Ishaq (pada artikel yang lalu saya menyebutkan perkataan Ibnu Jarir, dan yang menyebabkan saya untuk menyebutkan perkataan Ibnu Ishaq pada artikel kali ini adalah karena perkataan yang dibawakan oleh Ibnu Jarir tersebut adalah perkataan Ibnu Ishaq dan bukan perkataan beliau): “Di tanah Najran ada sekelompok orang yang menganut agama Nashrani murni yang sesuai dengan isi dan tuntunan dari kitab suci Injil yang dibawa oleh Nabi Isa (‘Alaihis Salam), mereka adalah orang-orang mulia lagi istiqomah untuk selalu berada di atas jalan lurus tersebut (apapun yang terjadi), mereka semua dipimpin oleh seseorang yang bernama Abdullah bin ats-Tsamir.

Mereka semua tinggal dan menetap di tanah Najran yang pada waktu itu negeri Najran tersebut terletak di tengah-tengah tanah arab, dan seluruh negeri yang berada di sekeliling mereka menganut ajaran para penyembah berhala. Adapun orang yang menuntun mereka untuk memeluk agama Nashrani (agama yang berlaku pada zaman tersebut, karena agama Islam dan Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) belum di utus) adalah seorang shalih yang dia ini termasuk ke dalam golongan segelintir orang yang masih berpegang teguh dengan ajaran agama Nashrani murni, dimana sebagian besar orang di seluruh penjuru dunia telah menganut ajaran agama Nashrani palsu yang sudah di acak-acak ajarannya dan dicampuri dengan racun mematikan oleh para pendeta, orang shalih ini bernama Faimiyyun.

Dimana pada suatu hari Faimiyyun ini tinggal di tengah-tengah orang Najran, dan dia berhasil menunjuki mereka jalan yang lurus, untuk kemudian menuntun mereka agar memeluk jalan tersebut sampai akhir hayat dengan cara masuk ke dalam agama Nashrani”.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Telah menceritakan kepadaku al-Mughirah bin Abi Lubaid dari Wahab bin Munabbih al-Yamaniy bahwa ia (Wahab) berkata: “Bahwasanya agama Nashrani murni tersebut terletak di tanah Najran, dan bahwasanya ada seseorang yang bernama Faimiyyun yang memeluk ajaran murni dari agama tersebut.

Ia adalah seseorang yang shalih, rajin beribadah, zuhud dalam urusan dunia, do’anya sangat terkabul dan juga ia adalah seorang petualang yang gemar berkeliling dan mengunjungi desa-desa asing. Adapun yang menyebabkan dia gemar berpetualang ke desa-desa asing adalah (padahal sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir bahwa dia ini berasal dari sebuah desa yang terletak di pinggiran negeri Syam): karena ia sangat menyukai keterasingan dan sangat membenci ketenaran, dimana jika ia mulai di kenal oleh penduduk desa yang ia tempati tinggal, maka ia segera hengkang dari desa tersebut dan pindah ke desa yang penduduknya sama sekali tidak mengenalnya.

Dia juga mempunyai prinsip yang selalu ia pegang, dimana ia tidak akan memakan sesuatu kecuali jika sesuatu tersebut ia dapatkan dari jerih payahnya sendiri, profesi sehari-harinya adalah pekerja bangunan karena ia sangat ahli dalam masalah membuat batu bata.

Faimiyyun sendiri sangat memuliakan hari Ahad, dimana jika datang hari Ahad maka dia akan berhenti dari seluruh pekerjaan yang bersifat duniawi dan lebih memilih untuk fokus beribadah kepada Allah (‘Azza Wa Jalla). Semenjak pagi hingga sore ia akan menyendiri di sebuah tanah kosong yang jarang di kunjungi oleh masyarakat sekitar menghabiskan waktunya untuk sholat dan berdzikir.

Sampai suatu hari ketika Faimiyyun sedang menetap di sebuah desa yang terletak di tanah Syam dan dia sedang menunaikan rutinitas hari Ahadnya dan ia sangat yakin bahwa rutinitasnya ini belum di ketahui oleh seorangpun yang tinggal di desa tersebut, ternyata ia sangat keliru karena selama beberapa hari ada seseorang yang senantiasa memperhatikannya melakukan rutinitas tersebut, orang ini bernama Shalih.

Semakin banyak Shalih memperhatikan gerakan-gerakan sembahyang Faimiyyun semakin ia takjub atas diri dan ajaran yang dipeluk oleh Faimiyyun, sampai-sampai ia nekad membuntuti Fimiyyun setiap hari Ahad menuju tengah hutan, dan Faimiyyun sendiri semenjak ia tiba di desa tersebut sampai Ahad kesekian ketika Shalih mengikutinya ke tengah hutan belum menyadari bahwa seseorang sedang mengamatinya di suatu tempat di tengah hutan tersebut…”.

Insya Allah cerita akan berlanjut ke artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

 

0 comments:

Post a Comment