Pemandangan Hutan Berkabut, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah
Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Sebelum masuk
ke kisah Faimiyyun bersama Shalih di tanah arab, saya ingin menyebutkan
perkataan sebagian ulama yang menjelaskan tentang siapa sebenarnya Faimiyyun…
Berkata
as-Suhailiy di dalam kitabnya: “Telah disebutkan bahwa Ibnu Jarir ath-Thabariy
berkata ketika menjelaskan tentang orang tersebut (Faimiyyun): “Namanya adalah
Qaimiun”, akan tetapi pada kenyataannya beliau-pun ragu akan kebenaran dari
versi nama yang beliau bawakan tersebut.
BACA JUGA:
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 3).
KISAH FAIMIYYUN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA NASHRANI KE NEGERI NAJRAN (BAG, 5).
Al-Quttabiy
berkata ketika menjelaskan perihal Faimiyyun: “Dia adalah seorang lelaki yang
berasal dari keluarga Jufnah dari suku Ghassan yang menetap di tanah Syam, ia
mendatangi negeri Najran dan memasukkan penduduknya ke dalam agama Nashrani”,
akan tetapi sayangnya al-Quttabiy tidak menyebutkan nama orang tersebut.
Adapun
an-Naqqasy berkata mengenai Faimiyyun: “Namanya adalah Yahya, dahulu ayahnya
adalah seorang raja, dan ketika ia meninggal segenap masyarakat ingin
mengangkat Yahya (Faimiyyun) sebagai raja pengganti, akan tetapi ternyata Yahya
tidak menginginkan hal tersebut dan dia lebih memilih kabur keluar dari
kampungnya dan menjadi pengembara”.
Dan Ibnu Jarir
ath-Thabariy menyebutkan dalam kitabnya kisah mengenai seorang lelaki yang
membujuk Faimiyyun agar ia bersedia mendo’akan kesembuhan bagi anaknya dengan
lebih terperinci dari kisah yang dibawakan oleh Ibnu Ishaq. (kisah tersebut
sekaligus do’a Faimiyyun bagi sang anak telah saya sebutkan pada artikel yang
lalu).
Ibnu Ishaq
sendiri telah menyebutkan riwayat lain mengenai kisah Faimiyyun yang beliau
ambil dari Muhammad bin Ka’ab al-Quradziy (jadi riwayat yang diambil oleh
beliau ada 2 riwayat, adapun riwayat pertama yang telah saya sebutkan pada
artikel yang lalu beliau ambil dari Wahb bin Munabbih, dan yang akan saya
sebutkan sekarang adalah riwayat kedua), riwayat ini selain beliau ambil dari
Muhammad bin Ka’ab beliau juga mengambilnya dari orang-orang Najran sendiri,
beliau berkata: “Mereka (orang-orang Najran) tidak menamainya (yakni Faimiyyun)
sebagaimana Wahb bin Munabbih memberinya nama (yakni orang-orang Najran tidak
menyebut Faimiyyun dengan Faimiyyun, akan tetapi mereka menyebutnya dengan nama
lain)”.
Di perkirakan
bahwa orang-orang Najran menyebut Faimiyyun dengan nama Yahya, seperti yang
dikatakan oleh an-Naqqasy diatas”.
As-Suhailiy
melanjutkan: “Di dalam riwayat-riwayat yang menyebutkan kisah Faimiyyun di sebutkan
pula nama sebuah daerah yakni Najran, asal-usul nama Najran sendiri adalah:
bahwa dahulu ada seorang lelaki yang bernama Najran bin Zaid bin Yasyjub bin
Ya’rub bin Qahthan yang datang dan tinggal di daerah yang menjadi letak Najran
pada hari ini, dan karena dia-lah yang pertama kali tinggal di daerah tersebut,
maka dinamakanlah daerah tersebut dengan namanya. Informasi ini disebutkan pula
oleh al-Bakriy di dalam kitabnya.
Juga disebutkan
bersamaan dengan kisah Faimiyyun kisah mengenai pembakaran para Ashhabul
Ukhdud di dalam parit yang menyala-nyala.
Dan masalah
pembantaian memakai api di dalam parit ini sebenarnya telah terulang sebanyak 3
kali dalam sejarah, hal tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Sanjar
dari Jubair bin Nufair, beliau berkata: “Orang-orang yang menggali dan
menyalakan api dalam parit demi menghabisi lawan-lawannya ada 3 orang, mereka
adalah:
1). Tubba’ raja
Yaman (mungkin yang beliau maksud adalah Dzu Nuwas, karena Dzu Nuwas sendiri
adalah keturunan para Tubba’ Yaman).
2). Constantin
bin Helena (ia adalah ibunya), hal ini terjadi ketika Constantin memalingkan
ajaran agama Nashrani murni yang berdasar diatas ketauhidan menjadi agama yang
berdasar atas penyembahan kepada salib (dan doktrin trinitas).
Berkata syaikh
Abdurrahman al-Wakil mengenai Constantin: “Seluruh kekaisaran Romawi tunduk
padanya pada tahun 323 Masehi, berkata William Durant ketika membahas
Constantin: “Agama Nashrani baginya hanyalah perantara dan bukan tujuan”, suatu
hari ia pernah ditanya: “Apakah ketika Constantin masuk ke agama Nashrani ia
memasukinya dengan hati yang ikhlas dan memang murni demi memeluk keyakinan
Nashrani tersebut, ataukah hal itu hanya sebagai strategi politik yang cerdas
demi memuluskan kariernya?”. Dia menjawab: “Yang paling mendekati kebenaran
adalah kemungkinan terakhir, ibunya Helena lebih dahulu memeluk agama Nashrani
darinya, di era pemerintahannya pula di selenggarakan konsili Nicea yakni pada
tahun 325 Masehi, dimana Constantin punya andil besar di dalamnya, dan ia
berhasil menggiring pendapat sebagian besar peserta agar mereka bersedia
mengatakan bahwa Nabi Isa adalah Tuhan, setelah itu dia memerintahkan agar
semua buku yang berlawanan dengan keyakinan baru ini di bakar. Helena sendiri
adalah seorang wanita yang membawa sebuah salib dan mengatakan bahwa pada salib
inilah dahulu Nabi Isa wafat, padahal jarak antara konsili tersebut dengan peristiwa
di salibnya Nabi Isa sangat jauh yakni selama 200 tahun”.
3).
Nebukadnezar, hal tersebut terjadi ketika ia memerintahkan kepada segenap rakyatnya
agar sujud kepada dirinya, akan tetapi ternyata seorang bernama Daniyal bersama
pengikutnya menolak mentah-mentah perintah tersebut, dan karena penolakan
tersebut mereka di lempar ke dalam api yang sedang bergejolak”.
Sampai
disinilah penjelasan mengenai sosok Faimiyyun yang dipaparkan oleh imam
as-Suhailiy dalam kitabnya ar-Raudhul Unuf, dan Insya Allah cerita mengenai
Faimiyyun dan Shalih di tanah arab akan saya ceritakan pada artikel
selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment