Monday, July 19, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 8).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnu Ishaq ketika bercerita mengenai percekcokan antara Aryath dan Abrahah: “Maka Aryath-pun berkuasa di Yaman selama beberapa tahun sebelum Abrahah membuat masalah dengannya perihal urusan orang-orang Habasyah di Yaman.

Ketika akhirnya pada suatu hari Abrahah membuat masalah perihal urusan orang-orang Habasyah di Yaman, terpecah belahlah para pasukan Habasyah menjadi 2 bagian. Dimana 1 bagian lebih memilih untuk mengikuti Aryath sebagai pemimpin resmi yang ditunjuk oleh Najasyi, dan 1 bagian yang lain lebih memilih untuk mengikuti Abrahah.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 7).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 9).

Kedua kelompok ini tidak bisa menahan diri lebih lama lagi, hingga keduanya memutuskan untuk menguji kekuatan masing-masing di sebuah medan perang, siapakah sekiranya yang lebih kuat dan lebih berhak untuk memerintah tanah Yaman atas nama bangsa Habasyah (Etiopia)?.

Ketika kedua kelompok ini semakin mendekat dan hampir saja peperangan meletus, tiba-tiba seorang kurir datang dan menghadap kepada Aryath sembari memberikan kepadanya sebuah surat dari Abrahah yang berbunyi: “Sungguh, janganlah sekali-kali engkau nekat mengadukan antara sesama orang Habasyah hingga mereka saling menghabisi satu sama lain. Akan tetapi sebagai gantinya, bagaimana jika engkau keluar dari perlindungan pasukanmu begitu juga dengan diriku, dan kita akan bertemu untuk berduel di sebuah tanah lapang dimana pasukan kita mengelilingi kita. Maka siapa saja yang berhasil membunuh lawannya terlebih dahulu, dialah yang akan diangkat sebagai raja resmi bagi bangsa Habasyah yang ada di Yaman!”.

Adapun as-Suhailiy menyebutkan 2 riwayat di dalam bukunya mengenai sebab percekcokan ini, salah satunya dia ambil dari perkataan Ibnu Ishaq seperti yang telah saya sebutkan diatas, sementara yang kedua berbunyi sebagaimana berikut, berkata as-Suhailiy: “Dan mereka menyebutkan sebab percekcokan antara Aryath dan Abrahah, bahwa percekcokan ini dimulai dari sebuah surat yang dikirim oleh Abrahah kepada Najasyi, dimana dalam surat tersebut Abrahah memberitahu Najasyi bahwa Aryath telah bertindak semena-mena dengan cara menguasai seluruh harta rampasan maupun perbendaharaan Yaman untuk dirinya sendiri, dimana dia sama sekali tidak memberikan walau sedikit dari harta tersebut kepada dirinya maupun Najasyi, begitu juga halnya dengan singgasana Yaman.

Ketika mendengar pengaduan ini, Aryath segera bergerak bersama pasukannya menuju tempat tinggal Abrahah, dan semenjak itulah Abrahah mengajak duel Aryath…”.

Kembali ke kisah Ibnu Ishaq, beliau melanjutkan: “Setelah membaca surat Abrahah, Aryath mengirim surat balasan yang berbunyi: “Ide yang bagus, mari kita berduel!”.

Maka Abrahah segera keluar menuju tempat berduel, dan dia adalah seseorang yang bertubuh pendek lagi gempal juga seseorang yang taat beragama. Aryath-pun juga segera muncul di tempat berduel, dan dia adalah seseorang yang bertubuh tinggi besar lagi memiliki paras rupawan, Aryath muncul sembari membawa tombak di tangannya.

Akan tetapi rupanya Abrahah dengan kecerdikannya lebih unggul dari Aryath dalam masalah strategi yang telah dia pikirkan secara matang, dimana dia memerintahkan salah satu budaknya yang bernama ‘Ataudah untuk bersiaga di belakangnya sekaligus menjaga punggungnya jika sekiranya Aryath mengincar punggungnya di tengah duel. (Walaupun sebenarnya Aryath sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk menyerang punggung Abrahah berkat strategi liciknya tersebut).

Ketika keduanya telah siap, Aryath melempar tombaknya lebih dahulu sebelum Abrahah sempat memberikan serangan, sasaran Aryath adalah tulang tengkorak bagian atas yang terletak dekat ubun-ubun, akan tetapi ternyata tombaknya meleset dan malah mengenai dahi Abrahah, dimana tombak tersebut membuat sedikit celah atau belahan yang memanjang dari atas sampai bawah pada dahi, mata, hidung dan bibir Abrahah. Karena sebab adanya belahan tersebutlah Abrahah sering di panggil sebagai Abrahah al-Asyram (yakni Abrahah yang terbelah (mukanya)).

Melihat tidak adanya lagi senjata dalam genggaman Aryath, juga melihat adanya sebuah kesempatan emas dimana Aryath baru saja selesai menyerang, dan tentunya jika seseorang baru saja menyerang maka dia membutuhkan sepersekian detik untuk mempersiapkan serangan berikutnya, senggang waktu inilah yang dilihat oleh ‘Ataudah dan dia gunakan sebaik-baiknya dengan segera melemparkan serangannya dan berhasil mengenai Aryath dengan telak dan berhasil membunuhnya.

Ketika pasukan Aryath melihat komandannya tergeletak tanpa daya akibat serangan yang berasal dari pihak Abrahah, maka mereka melihat bahwa yang berhak naik tahta menggantikan Aryath adalah Abrahah, maka dengan ini bergabunglah kedua kekuatan Habasyah tersebut menjadi satu kesatuan yang kuat dan terpadu sebagaimana sedia kala.

Kemudian setelah itu Abrahah membayar ke keluarga Aryath yang sedang berduka sebuah bayaran yang dianggap sebagai pengganti dari darah yang telah tumpah, bayaran ini bernama bayaran diyath”.

Dalam agama Islam sendiri para pembunuh maupun orang-orang yang berniat untuk membunuh diancam dengan bayaran diyath yang sangat tinggi, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) yang berbunyi: {“Bayaran diyath bagi yang membunuh sebuah jiwa yang mukmin adalah sebanyak 100 unta…”}(hadits ini diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dengan nomor hadits: 4857, dan di shahihkan oleh Imam al-Albaniy).  

Tentunya selain ancaman lewat bayaran diyath, para pembunuh juga diancam dengan kekekalan di dalam api neraka, kemurkaan Allah (‘Azza Wa Jalla) atasnya, juga laknatNya atas si pembunuh dan adzab yang sangat pedih (lihat: surat an-Nisa’, ayat: 93).

Mereka juga di wanti-wanti oleh agama Islam dengan ancaman psikologis yang berbunyi: “Siapa saja yang membunuh sebuah jiwa secara sengaja maupun berbuat kerusakan diatas muka bumi bagaimanapun bentuknya, maka seakan-akan orang tersebut telah membunuh semua manusia yang ada diatas muka bumi ini (lihat surat al-Maidah, ayat: 32).

Selain ancaman agar tidak membunuh sesama muslim, agama Islam juga melarang kaum muslimin untuk membunuh orang-orang kafir, baik itu yang beragama Kristen, Yahudi, Majusi dan lain-lainnya sebagai bentuk penghormatan kepada jiwa manusia.

Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dan Imam at-Tirmidzi (nomor: 1413) dan dihasankan oleh Imam al-Albaniy, Nabi bersabda: {“Bayaran diyath seorang mu’ahad adalah setengah dari bayaran diyath seorang muslim…”}.

Akan tetapi siapakah mu’ahad itu?, mereka adalah orang-orang kafir yang telah memiliki perjanjian dengan kaum muslimin, baik itu perjanjian damai maupun ikatan dan hubungan diplomatik antar negara.

Orang kafir di dalam islam sendiri terbagi menjadi 4 macam, 3 diantaranya adalah mu’ahad yang sama sekali tidak boleh dibunuh maupun di perangi, bahkan jika ada seorang muslim yang memerangi mereka maka akan diancam dengan tidak bisa mencium bau surga (jika baunya saja tidak bisa di cium, maka bagaimana dengan memasukinya?).

Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (nomor: 3166), hadits ini dibawakan oleh sahabat Abdullah bin ‘Amr (Radhiyallahu ‘Anhu), beliau (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) bersabda: {“Siapa saja yang membunuh mu’ahad, maka dia tidak akan mencium bau surga”}. Seperti yang saya katakan diatas: jika mencium bau surga saja tidak bisa, maka bagaimana dengan memasukinya?.

Kaum mu’ahad ada 3 macam: 1). Orang kafir yang tinggal di negeri muslim. 2). Orang kafir yang tinggal di sebuah negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan negara muslim. 3). Orang kafir yang berkunjung ke negeri muslim dan telah mendapat jaminan keamanan dari pemerintah negeri muslim tersebut untuk tinggal dan menetap selama kurun waktu yang telah ditentukan (seperti: turis, pelajar, pebisnis, dll).

Adapun yang terakhir dari 4 macam orang kafir adalah: orang kafir yang boleh diperangi, dengan syarat: mereka memerangi kaum muslimin secara jelas dan terang-terangan. Adapun jika bukti-bukti yang menunjukkan penyerangan mereka kepada kaum muslimin masih abu-abu dan tidak jelas benar atau tidaknya, maka hukumnya di kembalikan sebagaimana semula (yakni tidak boleh diperangi). Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Kembali ke kisah Abrahah, Ibnu Ishaq setelah menjelaskan perihal terbunuhnya Aryath, beliau lanjut menjelaskan perihal sumpah Najasyi untuk tidak mati hingga dia berhasil menghukum Abrahah, juga perihal surat permohonan maaf Abrahah yang dia kirimkan kepada Najasyi bersama botol yang berisi segenggam pasir, sejumput rambut ubun-ubun dan segenang darahnya sendiri, kemudian setelah itu Najasyi mengampuninya dan menjadikannya gubernur untuk wilayah Yaman dan sekitarnya. Cerita mengenai ini semua telah saya sebutkan di artikel yang lalu.

Dan Insya Allah pada artikel selanjutnya saya akan menjelaskan perihal siapakah ‘Ataudah, dan kisahnya bersama Abrahah dan rakyat Yaman. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

 

0 comments:

Post a Comment