This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, August 31, 2021

KEISLAMAN SUKU-SUKU YAMAN (BAG, 1).

 

Gambar oleh Rajesh Balouria dari Pixabay 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Keislaman suku Yaman yang akan saya bahas pertama kali adalah keislaman suku Hamadan. Kisah mengenai keislaman suku ini juga suku-suku yang lain saya ambil dari buku karangan syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy yang berjudul Raudhatul Anwar fi Sirati an-Nabiyyil Mukhtar Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy berkata ketika menceritakan mengenai keislaman suku Hamadan: “Hamadan adalah sebuah kabilah yang sangat terkenal dari negeri Yaman. Utusan suku ini tiba di Madinah pada tahun 9 Hijriyah, lebih tepatnya setelah Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) pulang dari Tabuk, dan diantara rombongan mereka ini terdapat seseorang yang bernama Malik bin an-Namth, dia adalah seorang penyair yang handal…”.

BACA JUGA:

SURAT RASULULLAH (SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM) YANG BELIAU PERUNTUKKAN BAGI RAJA-RAJA HIMYAR.

KEISLAMAN SUKU-SUKU YAMAN (BAG, 2). 

Kemudian beliau menyebutkan satu bait syair karangan Malik bin an-Namth, dan setelah itu beliau kembali melanjutkan perkataannya: “…Setelah itu Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) mengirim sebuah surat kepada suku Hamadan yang berisi jawaban dari beberapa pertanyaan yang ditanyakan oleh suku Hamadan kepada Rasulullah. Beliau juga memutuskan untuk menjadikan Malik bin an-Namth sebagai pemimpin bagi anggota sukunya yang telah memeluk Islam.

Lalu setelah beliau menyelesaikan urusannya dengan utusan suku Hamadan, beliau mengirim sahabat Khalid bin Walid menuju perkampungan suku Hamadan demi mengajak para anggota suku tersebut yang belum memeluk Islam agar mereka bersedia memeluk Islam sebagaimana yang dilakukan oleh saudara-saudara mereka yang lain.

Maka berangkatlah Khalid menuju perkampungan mereka, dan sesampainya Khalid di sana, dia segera mengajak segenap penduduk Hamadan yang belum memeluk Islam untuk memeluk Islam. Akan tetapi ternyata mereka enggan untuk memeluk Islam, dimana keputusan mereka tersebut memaksa Khalid untuk berdiam dan menetap di perkampungan mereka hingga 6 bulan lamanya (beliau melakukan hal tersebut karena Rasulullah belum memerintahkan beliau untuk melakukan hal-hal lain seperti: pulang ke Madinah, atau memerangi anggota suku Hamadan tersebut).

Dan ketika Rasulullah mendengar kabar akan enggannya anggota suku Hamadan yang tersisa untuk memeluk Islam, beliau pun memutuskan untuk mengganti Khalid dengan Ali bin Abi Thalib sebagai pendakwah di sana.

Maka berangkatlah Ali menuju perkampungan suku Hamadan tempat Khalid berdakwah, sebelum Ali berangkat Rasulullah memerintahkannya agar sesampainya dia di sana, dia harus membebas tugaskan Khalid dari tugasnya sekarang (yakni berdakwah, hal tersebut beliau lakukan agar beliau bisa memakai tenaga Khalid untuk menyelesaikan misi-misi lain yang memang lebih cocok dengan keahlian seorang Khalid bin Walid).

Sesampainya Ali di perkampungan suku Hamadan, dia segera membebas tugaskan Khalid dari tugasnya semula sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Dan setelah itu Ali segera memulai dakwahnya.

Yang pertama kali Ali lakukan sebagai pendakwah di tengah-tengah suku Hamadan adalah membacakan surat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) kepada segenap penduduk perkampungan tersebut, kemudian setelah itu beliau segera mengajak mereka untuk memeluk Islam, dan tanpa di sangka ternyata kali ini penduduk Hamadan bersedia untuk memeluk Islam.

Ali pun segera menulis sebuah surat kepada Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam), dimana pada surat tersebut beliau memberitahu Rasulullah bahwa anggota suku Hamadan yang tersisa telah bersedia untuk memeluk Islam.

Dan sesampainya surat tersebut di Madinah, Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) segera membacanya (lebih tepatnya dibacakan, karena sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) adalah seseorang yang tidak bisa membaca maupun menulis).

Setelah beliau membaca surat tersebut, beliau segera sujud (demi mensyukuri nikmat Allah yang satu ini, yakni keislaman suku Hamadan).

Dan setelah beliau sujud, beliau segera mengangkat kepalanya dan berkata: {“Keselamatan bagi Hamadan, keselamatan bagi Hamadan”}.

Inilah kisah mengenai keislaman suku Hamadan sebagaimana yang dikisahkan oleh syaikh Shafiyyur Rahman dalam kitabnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.  

Insya Allah pada artikel selanjutnya saya akan menceritakan mengenai misi Khalid bin Walid yang kedua setelah dia dibebas tugaskan oleh Rasulullah dari mendakwahi suku Hamadan.

Misi apakah itu?, dan suku Yaman yang mana lagi yang kali ini memeluk Islam?.

Kisah mengenai misi tersebut Insya Allah akan saya kisahkan pada artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

 

 

Sunday, August 29, 2021

SURAT RASULULLAH (SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM) YANG BELIAU PERUNTUKKAN BAGI RAJA-RAJA HIMYAR.

 

Gambar oleh Steppinstars dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu mengenai kedatangan utusan raja-raja Himyar ke Madinah, dan saya juga menyebutkan bahwa Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) mengirimkan surat balasan kepada mereka…

Bagaimanakah isi dari surat balasan tersebut?.

BACA JUGA:

KEDATANGAN UTUSAN RAJA-RAJA HIMYAR DAN DIUTUSNYA MU’ADZ BIN JABAL KE YAMAN.

KEISLAMAN SUKU-SUKU YAMAN (BAG, 1).

 As-Suhailiy, Ibnu Jarir ath-Thabariy, Ibnu Katsir, al-Baihaqiy di dalam bukunya (Dalail an-Nubuwwah) juga Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa surat Rasulullah tersebut berbunyi sebagaimana berikut:

{“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dari Muhammad utusan Allah kepada al-Harits bin Abdi Kilal, Nu’aim bin Abdi Kilal, an-Nu’man Qail Dzi Ru’ain, Ma’afir, juga kepada Hamadan. Amma ba’du.

Sesungguhnya aku memuji Allah yang tiada sesembahan yang berhak di sembah selain Dia. Amma ba’du.

Sungguh utusan kalian telah bertemu dengan kami sepulangnya kami dari negeri Romawi, kami bertemu dengannya di kota Madinah. Dan dia juga telah menyampaikan pesan dan surat kalian, juga mengkhabari kami akan apa yang terjadi sebelum kalian, dan bahwa kalian pada saat ini telah memeluk agama Islam juga telah memerangi kaum musyrikin.

Dia juga mengkhabari kami bahwa Allah telah memberikan petunjukNya kepada kalian.

Maka oleh karena itu, jika kalian telah benar-benar berbuat baik dan telah tunduk sepenuhnya kepada Allah dan rasulNya, juga telah mendirikan shalat, menunaikan zakat, memberikan seperlima dari harta rampasan perang kepada Allah dan juga telah memberikan bagian rasulNya.

Dan juga jika kalian telah menunaikan kewajiban kalian sebagai orang mukmin yakni mengeluarkan zakatnya tanah pertanian yang berupa sepersepuluh dari penghasilan yang di dapat dari ladang yang di airi dengan mata air maupun air hujan.

Adapun ladang yang di airi dengan memakai ember besar (yakni kita memerlukan tenaga dan biaya tambahan dalam mengairi ladang tersebut karena hujan yang lama tidak turun maupun karena tidak adanya mata air) maka cukup di keluarkan setengah dari sepersepuluh penghasilan ladang tersebut.

Dan juga jika kalian telah mengeluarkan zakatnya hewan ternak yang berupa seekor Bintu Labun (unta betina yang berumur 2 tahun) jika kalian memiliki 40 ekor unta.

Adapun jika kalian memiliki 30 ekor unta, maka zakatnya adalah Ibnu Labun (unta jantan yang berumur 2 tahun). Dan jika kalian hanya memiliki 5 ekor unta maka zakatnya hanyalah seekor kambing. Dan jika kalian memiliki 10 ekor unta maka zakatnya adalah 2 ekor kambing.

Adapun jika kalian memiliki 40 ekor sapi maka zakatnya adalah seekor sapi. Dan jika kalian memiliki 30 ekor sapi maka zakatnya adalah seekor Tabi’ (seekor sapi yang berumur 1 tahun) atau bisa juga zakatnya adalah seekor Jadza’ atau Jadza’ah (seekor kambing jantan atau betina yang berumur 1 tahun).

Adapun jika kalian memiliki 40 ekor kambing, maka zakatnya adalah seekor Saimah (seekor kambing yang di biarkan mencari makan sendiri dan tidak di kurung).

Ini semua adalah suatu kewajiban yang Allah wajibkan bagi setiap orang mukmin. Maka siapa saja yang menambah kebaikannya, maka hal itu baik baginya.

Dan siapa saja yang melaksanakan seluruh kewajiban tersebut dan dia telah bersaksi akan keislamannya, juga telah membela dan menolong orang-orang beriman atas orang musyrik, maka sungguh dia termasuk ke dalam golongan orang yang beriman. Untuknya (dari hal-hal baik) apa yang diperuntukkan bagi orang beriman, dan atasnya (sesuatu yang menyusahkan dan lain-lain) apa yang diwajibkan atas orang beriman. Dan baginya juga jaminan keamanan dari Allah dan rasulNya (tidak boleh dilecehkan kehormatannya, tidak boleh dirampas atau dicuri atau dirusak hartanya, dan tidak boleh ditumpahkan darahnya tanpa ada alasan yang hak (alasan yang jelas)).

Begitu juga halnya bagi setiap orang Yahudi maupun Nashrani yang memeluk Islam, untuknya apa yang diperuntukkan bagi orang yang beriman, dan atasnya apa yang diwajibkan atas orang yang beriman.

Adapun jika ada diantara kalian yang tetap memegang teguh agama Yahudinya ataupun agama Nashraninya, maka sungguh dia tidak akan dipaksa untuk meninggalkan agamanya tersebut. Akan tetapi sebagai gantinya dia diwajibkan untuk membayar jizyah.

Pada setiap orang laki-laki maupun perempuan, orang merdeka maupun budak (akan tetapi terdapat hadits lain yang lebih shahih yang menyebutkan bahwa jizyah tidak diwajibkan atas wanita dan anak-anak, para ulama juga berpendapat bahwa jizyah juga tidak di wajibkan bagi budak karena dia sejatinya tidak memiliki apa-apa, adapun alasan dari tidak diwajibkannya jizyah bagi wanita dan anak-anak adalah karena mereka bukanlah orang-orang yang bisa mengangkat senjata untuk berperang. Maka oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa jizyah ini hanya diwajibkan bagi seorang lelaki yang telah mencapai umur dewasa, merdeka, kaya dan memiliki kemampuan untuk membayar jizyah)  jizyahnya adalah 1 dinar (4,25 gram emas)

Maka siapa saja yang menyerahkan bayaran jizyah tersebut kepada Rasulullah, baginya jaminan keamanan dari Allah dan rasulNya (tidak boleh dibunuh, tidak boleh dirampas atau diambil atau dicuri hartanya, tidak boleh dilecehkan kehormatannya, bebas dalam melakukan apa yang dia mau, tidak boleh diganggu, dan siapa saja yang mengganggu mereka baik itu orang muslim maupun non muslim maka orang tersebut akan dihukum). Dan siapa saja yang tidak membayarnya, maka dia adalah musuh Allah dan rasulNya.

Amma ba’du, sungguh Rasulullah Muhammad telah mengirimkan kepada Zur’ah Dzi Yazin bahwa jika para utusanku telah tiba di tempat kalian maka berbuat baiklah kepada mereka, mereka adalah: Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Zaid, Malik ibn Ubadah, Uqbah bin Namir, Malik bin Murrah juga segenap rombongan mereka.

Rasulullah juga mewasiatkan kepada kalian agar kalian mengumpulkan bayaran sedekah juga jizyah dari segenap rakyat kalian, dan serahkanlah bayaran tersebut kepada para utusanku (untuk dibagi-bagikan kepada orang fakir-miskin), pemimpin mereka adalah Mu’adz bin Jabal, maka berjanjilah untuk selalu membuatnya ridha.

Amma ba’du, sesungguhnya Muhammad bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak di sembah selain Allah dan bahwa dirinya adalah hamba Allah dan utusanNya.

Sungguh Malik ibn Murrah ar-Rahawiy telah memberitahuku bahwa engkau telah memeluk Islam, dan bahwa engkau juga telah memerangi kaum musyrikin, maka bergembiralah akan datangnya kebaikan.

Saya mewasiatkan kepadamu agar senantiasa berbuat baik kepada orang-orang Himyar, janganlah kalian saling mengkhianati dan jangan pula saling bermusuhan. Karena Rasulullah adalah pemimpin orang kaya maupun orang miskin kalian.

Sedekah itu tidak di halalkan bagi Muhammad dan ahlu baitnya (keluarganya), akan tetapi sedekah itu adalah zakat yang wajib di berikan kepada orang-orang muslim yang miskin juga kepada orang-orang yang sedang dalam perjalanan.

Saya juga berjanji bahwa Malik telah menyampaikan kabar, dan juga telah menunaikan amanah dengan baik, dan aku mewasiatkan kepada kalian agar senantiasa berbuat baik kepadanya.

Sungguh saya telah mengutus kepada kalian sekelompok orang terbaik di kalangan keluargaku (mungkin yang dimaksud beliau dengan keluarga di sini adalah sahabat-sahabat beliau), yang paling baik agamanya, dan yang paling berilmu diantara mereka. Maka oleh karena itu aku memerintahkanmu agar senantiasa berbuat baik kepada mereka, karena mereka adalah panutan. Wassalamu ‘Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuhu”}.

Inilah isi surat yang Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) kirimkan kepada raja-raja Himyar. Dan Insya Allah kisah mengenai keislaman suku-suku Yaman yang lain akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

Saturday, August 28, 2021

KEDATANGAN UTUSAN RAJA-RAJA HIMYAR DAN DI UTUSNYA MU’ADZ BIN JABAL KE YAMAN.

 

Gambar oleh ELG21 dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Kedatangan utusan raja-raja Himyar ke Madinah terjadi setelah kembalinya Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dari daerah Tabuk. Kisah mengenai kedatangan utusan ini telah diceritakan oleh syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy di dalam kitabnya…

Beliau berkata: “Setelah Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) tiba dari daerah Tabuk, datanglah seseorang yang bernama Malik bin Murrah ar-Rahawiy, dia datang sembari membawa surat yang ditulis oleh raja-raja Himyar.

BACA JUGA:

SEBUAH KISAH MENGENAI PARA UTUSAN RAKYATNAJRAN.

SURAT RASULULLAH (SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM) YANG BELIAU PERUNTUKKAN BAGI RAJA-RAJA HIMYAR.

Para raja tersebut adalah: al-Harits bin Abdi Kilal, Nu’aim bin Abdi Kilal, an-Nu’man Qail Dzi Ru’ain, juga terdapat surat yang berasal dari pemimpin suku Ma’afir dan Hamadan. Mereka semua ini telah memeluk agama Islam, maka karena keislaman mereka inilah mereka mengirim Malik bin Murrah untuk membawa surat mereka ke Madinah sekaligus memberitahu Rasulullah akan keislaman mereka.

Maka setelah Nabi membaca surat mereka, beliau langsung menulis surat balasan yang isinya adalah penjelasan mengenai syariat-syariat Islam, apa saja yang boleh dilakukan sekaligus balasannya dan juga apa saja yang tidak boleh dilakukan sekaligus konsekuensinya. Beliau juga memberikan jaminan keamanan (dzimmah) bagi yang belum memeluk Islam.

Kemudian untuk lebih memantapkan lagi keislaman mereka, Nabi tidak hanya mengirimkan surat yang berisi penjelasan mengenai syariat-syariat Islam, akan tetapi beliau juga mengirim dua orang utusan menuju negeri Yaman untuk mengajari rakyat Yaman secara langsung mengenai ajaran-ajaran Islam.

Utusan pertama adalah sahabat Mu’adz bin Jabal bersama serombongan sahabat yang lain. Mereka diperintahkan untuk pergi menuju daerah pegunungan Yaman tempat tinggalnya suku as-Sukun dan as-Sakasik. Tugas beliau adalah menjadi pemimpin dalam peperangan, juga sebagai petugas yang mengumpulkan bayaran sedekah (bagi yang muslim) dan bayaran jizyah (bagi yang belum memeluk Islam).

Adapun tugas utama beliau di daerah tersebut adalah menjadi imam sholat lima waktu.

Utusan kedua adalah sahabat Abu Musa al-Asy’ariy, beliau diutus menuju daerah dataran rendah Yaman, menuju daerah Zabid, Ma’rib, juga daerah pesisir.

Sebelum mereka berdua berangkat, Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) berkata kepada mereka: {“Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan menakut-nakuti, bekerja samalah dan jangan berselisih”}.

Mu’adz sendiri tetap tinggal di Yaman melaksanakan tugasnya hingga meninggalnya Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Adapun Abu Musa al-Asy’ariy, beliau masih sempat menemui Rasulullah pada saat beliau berhaji yang dinamakan haji tersebut sebagai Haji Wada’ (haji perpisahan)”.

Imam Bukhari (nomor hadits 4347) dan Imam Muslim (19-30, 31) masing-masing dari mereka berdua meriwayatkan sebuah hadits yang dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Abbas, dimana dalam hadits tersebut beliau menceritakan mengenai wasiat Rasulullah kepada Mu’adz bin Jabal sebelum dia berangkat ke Yaman.

Haditsnya sebagai berikut: [Dari Abdullah bin Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma) beliau berkata: “Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke Yaman: {“Sungguh dirimu nanti akan mendatangi suatu kaum yang mereka itu adalah Ahlu Kitab. Maka jika engkau telah sampai di tengah-tengah mereka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak di sembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka menurutimu dalam mengucapkan persaksian tersebut, maka setelah itu kabarilah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka menurutimu untuk melaksanakan sholat lima waktu tersebut, maka kabarilah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka untuk bersedekah, yang dimana sedekah ini akan diambil dari orang-orang kaya untuk kemudian diserahkan kepada orang-orang miskin. Jika mereka menurutimu untuk membayar sedekah, maka berhati-hatilah engkau dari mengambil harta terbaik mereka, dan waspadalah terhadap doanya orang yang terdzalimi, karena sungguh sama sekali tidak ada penghalang antara doa mereka dengan Allah!!”}].

Berkata syaikh Abdullah bin Abdirrahman al-Bassam di dalam kitabnya yang berjudul Taisirul ‘Allam fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam ketika beliau menjelaskan mengenai kandungan hadits diatas (penjelasan ini bisa di lihat pada buku beliau halaman 327), beliau berkata: “Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) mengutus Mu’adz bin Jabal menuju negeri Yaman sebagai seorang penyeru, seorang guru, juga seorang qadhi. Maka sebelum Mu’adz berangkat, beliau memberitahunya terlebih dahulu mengenai dasar-dasar dakwah sekaligus hikmah.

Awal-mula beliau memberitahunya mengenai keadaan masyarakat yang akan di datanginya, karena setiap masyarakat itu memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi dengan baik kepada mereka.

Beliau mengkhabarinya bahwa masyarakat yang akan di datanginya kali ini adalah masyarakat yang dipenuhi oleh Ahlu Kitab (Yahudi dan Nashrani), dimana mereka ini adalah orang-orang yang memiliki ilmu dan hujjah yang bisa mereka gunakan untuk adu argumen. Ini semua agar Mu’adz bersiap-siap terlebih dahulu jika ingin mendakwahi mereka.

Kemudian beliau memerintahkan Mu’adz agar mendakwahi rakyat Yaman dimulai dari yang terpenting.

Dan ajaran Islam yang terpenting adalah 2 kalimat syahadat, hal tersebut dikarenakan keduanya adalah pondasi yang tidak akan bisa berdiri sebuah bangunan tanpa keduanya.

Ibadah sendiri tidak akan diterima jika belum mengucapkan 2 kalimat syahadat tersebut.

Kemudian beliau memerintahkannya untuk mengajak rakyat Yaman melaksanakan ibadah yang terpenting kedua setelah 2 kalimat syahadat, ibadah tersebut adalah shalat lima waktu. Tentunya seruan ini dilakukan jika rakyat Yaman telah bersedia mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Kemudian setelah itu hendaknya Mu’adz menjelaskan kepada rakyat Yaman akan wajibnya zakat setelah mereka melaksanakan dengan rutin shalat lima waktu, dimana zakat ini adalah temannya shalat, jika shalat adalah ibadahnya anggota badan, maka zakat adalah ibadahnya harta. Hendaknya juga Mu’adz menjelaskan kepada mereka bahwa tujuan dari di syariatkannya ibadah zakat ini adalah untuk mewujudkan kebiasaan saling membantu di dalam tubuh ummat Islam. Oleh karena itulah zakat ini hanya diambil dari orang-orang kaya untuk kemudian diserahkan kepada orang-orang miskin.

Kemudian setelah itu beliau menjelaskan kepada Mu’adz bahwa hendaknya dia mengambil jalan tengah dalam megumpulkan bayaran zakat dari rakyat Yaman setelah mereka patuh untuk melaksanakan ibadah zakat ini dengan rutin.

Jalan tengah ini adalah agar jangan sekali-kali Mu’adz mengambil harta terbaik yang dimiliki oleh rakyat Yaman untuk dijadikan sebagai pembayar zakat, akan tetapi hendaknya dia mengambil bayaran zakat ini dari harta pertengahan mereka saja (yakni harta yang biasa-biasa saja). Karena hakikat dari di syariatkannya ibadah zakat ini adalah agar kaum muslimin bisa saling bantu membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dan karena Mu’adz ini nantinya akan menjadi pemuka dan pemimpin rakyat Yaman, maka Nabi takut jika nanti Mu’adz akan berbuat dzalim dan semena-mena terhadap rakyatnya, maka oleh karena itu beliau memperingatinya agar jangan sekali-kali berbuat dzalim terhadap rakyat.

Itu semua demi menghindari adanya seorang rakyat yang terdzalimi, karena jika ada diantara mereka yang terdzalimi dan kemudian dia berdoa kepada Allah agar menghukum orang yang mendzaliminya, maka pasti doa orang ini akan dikabulkan dengan segera oleh Allah (‘Azza Wa Jalla), karena Dia adalah Sang Maha Pengabul doa orang yang terdzalimi. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kisah selanjutnya mengenai utusan rakyat Yaman akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

 

 

Friday, August 27, 2021

SEBUAH KISAH MENGENAI PARA UTUSAN RAKYAT NAJRAN.

 

Gambar oleh Son Hoa Nguyen dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy ketika bercerita mengenai kedatangan utusan rakyat Najran ke Madinah demi menemui Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam): “Najran adalah sebuah daerah yang sangat besar yang berbatasan dengan negeri Yaman, panjang daerah Najran ini bisa kita capai kedua ujungnya jika kita berkendara dengan kecepatan penuh.

Najran mencakup di dalam daerah teritorinya sebanyak 73 desa dan perkampungan, di dalamnya juga terdapat 120.000 pejuang (yang siap membela daerah mereka jika diserang oleh musuh). Dimana ke-120.000 pejuang ini semuanya beragama Nashrani.

BACA JUGA:

KEDATANGAN UTUSAN SUKU-SUKU ARAB KE KOTAMADINAH.

KEDATANGAN UTUSAN RAJA-RAJA HIMYAR DAN DI UTUSNYA MU’ADZ BIN JABAL KE YAMAN. 

Dan pada suatu hari, Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) mengirimkan sebuah surat kepada para pendeta Najran yang isinya adalah ajakan dan seruan agar mereka bersedia memeluk agama Islam (sebagai satu-satunya agama yang sah pada saat itu hingga akhir zaman).

Maka ketika surat ini sampai ke tangan para pendeta Najran, mereka pun membacanya dan seketika mereka terkejut (entah karena apa, tapi yang pasti adalah bahwa reaksi mereka ini adalah reaksi yang sama dengan yang ditunjukkan oleh masing-masing dari pendeta negeri Habasyah dan Romawi ketika mereka membaca surat yang dikirimkan oleh Rasulullah).

Ketika mereka telah selesai membaca surat tersebut, mereka segera mengadakan sebuah musyawarah bersama para petinggi Najran juga bersama masyarakat secara umum demi mendapatkan solusi terbaik (“akan apa yang harus mereka lakukan terhadapa seruan untuk masuk Islam ini?”).

Setelah musyawarah diantara mereka usai, mereka sepakat untuk mengirimkan beberapa orang utusan menuju ke kota Madinah tempat Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Utusan mereka ini terdiri dari 60 orang lelaki.

Maka berangkatlah ke-60 orang tersebut menuju Madinah sembari memakai pakaian yang terbuat dari katun atau linen yang bergaris, dan dilapisi pada bagian luarnya oleh jubah yang terbuat dari sutra, selain itu mereka juga memakai cincin-cincin yang terbuat dari emas.

Sesampainya mereka dihadapan Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam), Nabi hanya terdiam ketika melihat penampilan mereka tersebut dan enggan untuk berbicara dengan mereka (hal ini dikarenakan dalam agama Islam para kaum lelaki dilarang untuk memakai cincin yang terbuat dari emas, dan sepertinya Nabi ingin lebih mempertegas larangan ini kepada para sahabat yang saat itu hadir bersama beliau menyambut kedatangan utusan dari Najran tersebut).

Melihat bahwa Nabi hanya terdiam yang padahal para utusan dari Najran tersebut telah ada dihadapan beliau, para pembesar sahabat pun paham akan makna tersirat dari diamnya Nabi ini, maka mereka segera mengisyaratkan kepada segenap utusan Najran tadi agar segera merubah pakaian yang mereka kenakan juga menanggalkan semua cincin-cincin emas mereka. Maka para utusan tadi segera melepas dan mengganti seluruh perhiasan mereka.

Setelah mereka kembali kepada penampilan layaknya masyarakat umum, Nabi pun bersedia untuk berbicara dengan mereka, dimana beliau langsung mengajak mereka untuk memeluk Islam, akan tetapi ternyata mereka enggan untuk memeluk Islam dengan alasan: “Kami ini lebih dahulu masuk Islam dari kalian”. (hal tersebut dikarenakan mereka para penganut agama Nashrani, dimana agama inilah satu-satunya agama yang sah sebelum agama Islam muncul).

Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) menimpali perkataan mereka dengan berkata: {“Kalian bukanlah seorang muslim karena 3 alasan berikut ini: Pertama, karena kalian menyembah salib. Kedua, karena kalian memakan daging babi. Ketiga, karena kalian mengatakan bahwa Allah mempunyai seorang anak”}.

Mereka berkata: “Kalau begitu siapa kiranya yang bisa menyamai dan menyerupai Isa?, dia dilahirkan tanpa adanya seorang ayah”.

Maka Allah (‘Azza Wa Jalla) menurunkan ayat berikut ini untuk menjawab argumen mereka, Allah berfirman dalam surat Ali Imran, ayat 59 – 61: {“Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, “Jadilah!”. Maka jadilah sesuatu itu (59) Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu (60) Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita ber-mubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”}”.

Mubahalah adalah: suatu kesepakatan yang dibuat oleh kedua pihak yang saling berbeda pendapat agar masing-masing dari mereka berdoa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta.

Syaikh Shafiyyur Rahman melanjutkan: “Setelah ayat ini turun, Nabi segera membacakannya kepada para utusan Najran sekaligus mengajak untuk bermubahalah.

Mendengar ayat dan ajakan tersebut, mereka pun meminta kepada Nabi sebuah kesempatan agar mereka bermusyawarah terlebih dahulu diantara mereka sebelum memberikan jawaban.

Nabi pun setuju untuk memberi mereka waktu bermusyawarah, maka mereka segera berkumpul dan berkata: “Jika dia benar seorang Nabi dan kita bersedia untuk saling melaknat dengannya, maka bisa dipastikan dia akan menang sementara kita semua akan binasa!”. Maka mereka pun sepakat untuk tidak menerima tantangan Nabi dan lebih memilih untuk membayar jizyah, dan Nabi pun setuju atas hal ini…

…Dan setelah para utusan Najran tadi sepakat untuk membayar jizyah, Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) pun menjadikan mereka sebagai ahlu dzimmah (yakni orang-orang kafir yang dijamin keamanan nyawa dan hartanya oleh ummat Islam, para ahlu dzimmah ini juga sangat dilarang untuk di ganggu terlebih lagi di bunuh, dan bagi siapa saja yang berani membunuh mereka, maka Nabi telah mengancamnya dengan suatu ancaman yakni tidak akan bisa mencium bau surga dari jarak perjalanan 40 hari. Jika mencium bau surga saja tidak bisa, maka bagaimana dengan memasukinya?).

Selain itu, Nabi juga menjamin keamanan mereka dan juga menjamin kebebasan dalam beragama (siapa yang ingin masuk Islam, maka silahkan. Dan siapa yang tetap ingin memeluk agama Nashrani, maka silahkan).

Dan setelah mendapatkan berbagai jaminan dari Nabi ini, mereka berkata kepada beliau: “Kirimkanlah bersama kami seseorang yang terpercaya”. Maka Nabi pun mengirim bersama mereka sahabat Abu Ubaidah Amir bin al-Jarrah (Radhiyallahu ‘Anhu), dan semenjak itulah sahabat Abu Ubaidah ini dijuluki sebagai orang terpercaya ummat Islam.

Ketika rombongan Najran tadi telah pulang, ternyata di tengah jalan ada 2 orang dari mereka yang masuk Islam, dan dengan ini mulailah cahaya Islam masuk ke dada-dada rakyat Najran hingga nantinya ada lagi sekelompok orang yang masuk Islam diantara mereka”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kisah mengenai kedatangan utusan rakyat Yaman akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

             

 

Thursday, August 26, 2021

KEDATANGAN UTUSAN SUKU-SUKU ARAB KE KOTA MADINAH.

 

Gambar oleh Manil Tebibel dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sebab paling utama dari dihancurkannya pasukan bergajah adalah dikarenakan mereka telah dengan berani berniat untuk menghancurkan Ka’bah sekaligus menyerang kota Makkah dan mengganggu penduduknya. Maka karena niat buruk mereka inilah Allah (‘Azza Wa Jalla) menghancurkan pasukan tersebut hingga tidak tersisa, adapun orang-orang yang berhasil selamat dari kematian akibat bebatuan panas yang dilemparkan oleh burung Ababil, keselamatan mereka dari kematian tersebut bukan berarti bahwa mereka bisa hidup enak dan tenang, dimana walau mereka semua masih hidup, akan tetapi mereka hidup dalam keadaan terhina sebagaimana kehidupan para pengendali gajah yang menghabiskan sisa umurnya dalam keadaan menjadi pengemis.

BACA JUGA:

APAKAH ARTI DAN KANDUNGAN KATA ‘PERANG’BAGI MASYARAKAT JAHILIYAH?.

SEBUAH KISAH MENGENAI PARA UTUSAN RAKYAT NAJRAN.

Lalu selang beberapa tahun kemudian, lebih tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 8 Hijriyah, bergeraklah sebuah pasukan dari kota Madinah menuju kota Makkah, pasukan yang berjumlah 10.000 personel ini bergerak dibawah pimpinan manusia yang paling mulia yaitu Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam).

Mendengar akan keberangkatan Nabi dan para sahabat yang berjumlah 10.000 personel tersebut menuju ke kota Makkah, terlebih lagi ketika orang-orang arab mendengar kabar lanjutan mengenai pasukan tersebut yang berbunyi “Nabi dan para sahabat telah menaklukkan kota Makkah”. Orang-orang arab pun menunggu hasil akhir dari penaklukan kota Makkah tersebut, apakah Muhammad dan para sahabatnya akan ditimpa azab juga sebagaimana dahulu Abrahah dan pasukannya tertimpa azab yang sangat pedih?...

Ternyata waktu demi waktu berlalu tidak ada sama sekali kejadian buruk yang menimpa Nabi dan para sahabat selama mereka menetap di kota Makkah, dan yang lebih mengejutkannya lagi ternyata Nabi dan para sahabat mampu untuk kembali pulang ke kota Madinah dalam keadaan aman tanpa ada satupun kejadian buruk yang menimpa mereka, bahkan sepulangnya beliau ke Madinah beliau dan para sahabat masih bisa bertempur di daerah Hunain, mengepung kota Thaif, dan yang terpenting adalah beliau mampu untuk mengirim pasukan Islam menuju daerah Tabuk demi menghadapi pasukan Romawi disana.

Maka dari semua kenyataan inilah masyarakat arab pun percaya bahwa beliau benar-benar seorang Nabi dan Rasul yang Allah utus kepada ummat manusia untuk menunjuki mereka jalan yang benar dan memperingati mereka agar jangan menempuh jalan yang salah.

Maka setelah kepulangan kaum muslimin dari penaklukan kota Makkah, mulailah suku-suku arab berbondong-bondong mengirim utusannya ke kota Madinah demi menemui Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) disana. Dan dalam waktu yang sangat singkat daerah teritori Islam pun meluas hingga mencakup seluruh daerah yang terletak antara pesisir laut Merah dan pesisir teluk Arab, juga seluruh daerah yang terletak antara bagian selatan Yordania dan pesisir Yaman dan Oman.

Dikatakan oleh syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy bahwa jumlah utusan yang berdatangan ke kota Madinah adalah lebih dari 70 utusan, adapun sebagian ulama ahli Sirah ada yang mengatakan bahwa utusan-utusan ini mencapai angka 100 orang utusan.

Para utusan ini sebagian besar adalah para pemuka suku, dimana diantara mereka ada yang berangkat seorang diri menuju kota Madinah, dan ada pula yang berangkat bersama sekelompok kecil orang.

Adapun tujuan dari kedatangan para utusan tadi sangat bermacam-macam, diantara mereka ada yang datang untuk mengambil kembali anggota suku mereka yang sempat ditawan oleh Rasulullah dan para sahabat, hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh suku Hawazin dan suku Tamim.

Adapula yang datang hanya ingin memastikan keamanan diri mereka sendiri, atau memastikan keamanan diri mereka juga keamanan suku mereka sekaligus.

Ada juga yang datang hanya ingin membangga-banggakan diri, atau hanya ingin berdebat dan adu argumen dengan Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam).

Diantara mereka ada juga yang datang dengan tujuan meminta sekaligus memastikan agar sekiranya kaum muslimin tidak menyerang perkampungan sukunya. Dan ada juga yang datang dengan tujuan menyampaikan ketundukan sukunya terhadap kekuatan Islam dan rela membayar Jizyah setiap tahun.

Juga ada yang datang karena ingin mempelajari Islam sekaligus mengajarkannya kepada kaumnya sepulangnya dia ke kampung halamannya. Dan kelompok yang terakhir adalah mereka yang datang ke Madinah dalam keadaan muslim, dimana kedatangan mereka ini demi memberitahu Rasulullah bahwa dirinya dan kaumnya telah memeluk agama Islam, dan agar Rasulullah berkenan mengajari mereka ajaran-ajaran dan tuntunan-tuntunan Islam yang mulia.

Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sendiri menerima semua utusan-utusan tadi terlepas dari segala tujuan dan maksud yang melatar belakangi kedatangan mereka, beliau menerima mereka semua dengan senyuman dan perilaku yang baik.

Beliau memenuhi semua permintaan mereka, mengajak mereka untuk memeluk agama Islam sekaligus menerangkan kepada mereka hakikat dari iman dan mengajarkan kepada mereka akan mulianya syariat-syariat Islam agar sepulangnya mereka semua ke kampung halaman masing-masing, mereka bisa mengajarkan semua yang telah diajarkan tadi kepada kaum mereka.

Dan diantara rombongan utusan-utusan tersebut, terdapat sekelompok orang yang berasal dari negeri Najran dan negeri Yaman. Bagaimanakah kisah mereka?.

Insya Allah kisah mereka akan saya ceritakan pada artikel-artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

Wednesday, August 25, 2021

APAKAH ARTI DAN KANDUNGAN KATA ‘PERANG’ BAGI MASYARAKAT JAHILIYAH?.

 

Mercu Suar, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Apakah arti dan kandungan dari kata ‘perang’ bagi masyarakat Jahiliyah?.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masa Jahiliyah adalah suatu masa dimana masyarakat arab pada umumnya masih tenggelam dalam kebodohan, dimana mereka bisa menyerang satu sama lain hanya dikarenakan sebab yang sangat sepele hingga terjadilah perang berkepanjangan yang bahkan perang tersebut bisa berlangsung selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Oleh karena itu… ‘apakah arti dan kandungan dari kata ‘perang’ bagi masyarakat Jahiliyah?’.

BACA JUGA:

“AKAN MENJADI MILIK SIAPAKAH KERAJAANDZIMAR?”.

KEDATANGAN UTUSAN SUKU-SUKU ARAB KE KOTA MADINAH.

Berkata syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy di dalam kitabnya yang berjudul Raudhatul Anwar fi Sirati an-Nabiyyil Mukhtar Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di halaman 168, beliau berkata: “Dahulu di masa Jahiliyah (masa sebelum datangnya Islam) kata ‘perang’ itu berarti: membunuh, menghancur leburkan, membakar, menghancurkan, merampok, merampas, melecehkan kehormatan, membuat kerusakan di atas muka Bumi, memporak porandakan kebun dan ladang sekaligus membantai hewan-hewan ternak dan manusia tanpa ada rasa belas kasihan.

Dan ketika Islam datang, Islam merubah secara total pengertian dari ‘perang’ tadi. Dimana arti dan kandungan yang baru bagi kata ‘perang’ sesudah datangnya Islam adalah: menolong orang-orang yang terdzalimi, menghukum para pelaku kejahatan yakni orang-orang yang berbuat dzalim, menyebarkan rasa aman dan damai di seluruh penjuru negeri (yang dikuasai oleh kaum muslimin), menegakkan keadilan, menyelamatkan orang-orang yang lemah dari penindasan yang dilakukan oleh orang-orang yang kuat, dan yang terpenting adalah mengeluarkan ummat manusia dari jerat penghambaan kepada sesama manusia menuju ke penghambaan kepada Allah (Subhanahu Wa Ta’ala) saja, dan juga menyelamatkan ummat manusia dari dzalimnya agama-agama menuju adilnya Islam.

Diantara ciri-ciri orang arab adalah: mereka tidak akan mau tunduk kepada siapapun walau harga yang harus dibayar sangatlah mahal yakni perang yang berlangsung selama berpuluh-puluh tahun lamanya juga banyaknya korban yang berjatuhan.

Hal tersebut bisa kita lihat dari catatan-catatan sejarah yang menggambarkan mengenai perang Basus, dimana pada perang ini suku Bakr berhadapan dengan suku Taglib, kedua suku ini saling menyerang dan saling membunuh selama kurun waktu 40 tahun lamanya. Adapun korban yang berjatuhan pada perang tersebut mencapai angka 70.000 jiwa. Walaupun begitu tidak ada diantara kedua suku tersebut yang mempunyai keinginan untuk menyerah dan menyudahi peperangan.

Adapun peperangan yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj berlangsung selama lebih dari 100 tahun lamanya, dan selama itu tidak ada diantara keduanya yang mau menyerah dan tunduk kepada yang lain. Inilah ciri-ciri orang arab Jahiliyah yang hidup pada masa Jahiliyah, suatu masa sebelum datangnya Islam: melanjutkan perang dan jangan sekali-kali tunduk kepada musuh.

Dan ketika Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) muncul dengan membawa risalah Islam, orang-orang arab pun berusaha menyeret beliau menuju ke peperangan yang berkepanjangan sebagaimana biasanya. Akan tetapi beliau memilih untuk tidak membiarkan dirinya ikut terseret menuju arus yang melelahkan tersebut, dimana beliau menghadapi mereka dengan siasat yang lebih jitu dari yang dimiliki oleh orang-orang arab tersebut.

Beliau (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) lebih memilih untuk menaklukkan hati mereka terlebih dahulu sebelum menaklukkan negeri mereka (yang pastinya jika beliau tergesa-gesa untuk menaklukkan negeri mereka sebelum hati mereka, maka bisa dipastikan bahwa beliau akan benar-benar terseret masuk ke dalam arus peperangan yang tiada henti yang bahkan sangat mungkin arus ini bisa menghancurkan dakwah Islam dalam sekejap, karena para pembelanya sudah terlalu lelah untuk menyebarkan ajaran mulia ini ke seluruh penjuru dunia).

Maka jika kita membandingkan antara hasil dan buah yang dipetik oleh beliau dari peperangan yang beliau jalani (dimana peperangan tersebut di dahului dengan menaklukkan hati musuh) dengan hasil dan buah yang dipetik oleh orang-orang arab dari peperangan yang mereka jalani di masa Jahiliyah, kita pasti akan melihat sesuatu yang sangat menakjubkan.

Dimana total dari korban yang berjatuhan akibat peperangan yang dijalani oleh Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) baik itu dari kaum muslimin maupun kaum musyrik arab, juga Yahudi dan Nashrani, total korban yang berjatuhan dari keempat kelompok tersebut jika digabung adalah tidak lebih dari angka 1.000 jiwa. Adapun waktu yang dihabiskan oleh beliau dalam menjalani peperangan tersebut hanyalah 8 tahun saja.

Akan tetapi walaupun waktu yang dihabiskan oleh beliau untuk menaklukkan seluruh jazirah arab hanyalah 8 tahun, beliau ternyata berhasil menundukkan seluruh jazirah arab secara keseluruhan dalam kurun waktu tersebut.

Dimana setelah beliau menundukkan seluruh jazirah arab, beliau pun menyebarkan rasa aman dan damai di seluruh penjuru jazirah tersebut. Maka cobalah perhatikan sekarang apakah semua hasil tersebut mampu beliau dapatkan hanya dengan kekuatan pedang? (ataukah ada sebab-sebab lain yang membantu beliau untuk menundukkan sebuah dataran yang sangat luas tersebut?).

Terlebih lagi bangsa yang beliau hadapi di jazirah arab tersebut adalah suatu bangsa yang sangat gemar berperang dan sangat gemar menghabisi satu sama lain hanya dikarenakan sebab-sebab yang sangat sepele, juga mereka adalah suatu bangsa yang rela mengorbankan beribu-beribu jiwa tanpa memikirkan akan solusi perdamaian sama sekali… (apakah mungkin beliau mampu menaklukkan bangsa semacam ini dalam kurun waktu 8 tahun hanya dengan kekuatan pedang?, ataukah ada sebab-sebab yang lain yang membantu beliau menaklukkan mereka?).

Jawaban dari pertanyaan “apakah beliau mampu menaklukkan bangsa semacam ini hanya menggunakan kekuatan pedang?” adalah: sama sekali tidak bisa!!!. Semua pencapaian tersebut tidak lain adalah tanda-tanda kenabian sekaligus rahmat, juga pertanda bahwa beliau adalah seorang utusan Allah sekaligus hikmah, juga semua itu dikarenakan dakwah beliau yang membawa kedamaian bagi seluruh alam sekaligus mukjizat, dan juga itu semua pertanda akan kemuliaan yang Allah (‘Azza Wa Jalla) berikan kepada beliau sekaligus nikmatNya atas beliau (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)”.

Pembahasan ini sebenarnya tidak ada sangkut pautnya secara langsung dengan pembahasan kita mengenai dakwah Islam di Yaman, akan tetapi karena bagi saya pembahasan ini sangat menarik maka saya tulislah pembahasan ini pada artikel hari ini. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Dan Insya Allah kisah mengenai dakwah Islam di Yaman akan saya kisahkan pada artikel selanjutnya.

Was-Salam.