Matahari Terbit, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu kita telah
mengetahui bersama-sama bahwa Saif bin Dzi Yazin berlagak seakan-akan orang
yang sangat gampang terlena oleh harta benda setelah dia diberi harta yang
sangat banyak oleh Kisra. Akan tetapi apakah kepergiannya tersebut menandakan
bahwa dia sedang terlena oleh harta ataukah kepergiannya tersebut menandakan
bahwa dia sedang marah besar?.
Berkata Ibnu Ishaq: “…Ketika Saif telah
menerima harta pemberian Kisra tersebut, dia segera keluar dari istana. Dan ketika
di luar ternyata dia melakukan suatu perbuatan yang sama sekali belum pernah
terpikirkan, yakni dia membagi-bagikan semua harta benda berikut perak-perak
pemberian Kisra tadi kepada khalayak ramai. Dan tentu saja tidak memerlukan
waktu lama hingga kabar mengenai hal ini sampai di telinga Kisra…”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 3).
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 5).
Ibnu Jarir berkata ketika menjelaskan
perihal perbuatan Saif ini: “Ketika Saif bin Dzi Yazin telah menerima seluruh
harta pemberian Kisra, dia segera keluar dari istana. Dan sesampainya dia
diluar istana, dia segera membagi-bagikan seluruh harta pemberian Kisra
tersebut hingga memicu sebuah keributan dikarenakan para anak-anak, budak
laki-laki maupun perempuan, dan juga semua orang yang saat itu ada dijalan
saling berebut untuk mendapatkan bagian dari harta yang dibagi-bagikan oleh
Saif.
Kejadian ini terus berlangsung hingga
masuklah seseorang ke dalam istana dan meminta izin untuk bertemu dengan Kisra.
Ketika dia telah di izinkan, dia segera masuk dan berkata kepada Kisra: “Orang
arab yang tadi engkau beri harta, saat ini sedang membagi-bagikan harta
bendanya di luar hingga menimbulkan sebuah keributan, karena anak-anak kecil,
budak laki-laki maupun perempuan, dan semua orang yang ada dijalan saling
berebut untuk mendapatkan bagian dari harta tersebut!”.
Mendengar hal ini, Kisra-pun berkata: “Sesungguhnya
orang ini pasti benar-benar sedang mengalami suatu masalah yang sangat berat. Datangkan
dia padaku!”.
Dan ketika Saif bin Dzi Yazin telah
didatangkan ke hadapan Kisra, Kisra berkata kepadanya…
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya: “Kisra
bertanya kepada Saif sesampainya dia di dalam istana: “Apa yang kamu maksudkan
hingga kamu dengan sangat berani telah membagi-bagikan secara cuma-cuma semua
harta pemberian dariku?”.
Saif menjawab: “Apa yang bisa aku lakukan
dengan semua harta pemberianmu ini?, sedangkan tidak ada satupun gunung di
negeriku kecuali terbuat dari emas dan perak!”.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Saif mengakhiri
jawabannya dengan kalimat berikut: “Sungguh tujuan dari kedatanganku ini
hanyalah agar baginda berkenan menolongku agar aku dan segenap bangsaku bisa
terbebas dari cengkraman kedzaliman dan perasaan terhina”.
Kisra menimpali jawaban Saif tadi dengan
mengatakan: “Kalau begitu tinggallah sebentar disini sampai aku memutuskan apa
yang harus aku perbuat untuk menolongmu!”. Maka tinggallah Saif di dalam istana
sembari menunggu keputusan Kisra”.
Adapun Ibnul Atsir mengatakan bahwa Saif
menjawab dengan kalimat berikut: “Aku tidak mendatangimu demi mendapatkan
harta, akan tetapi aku mendatangimu demi mendapatkan sebuah pasukan, dan agar
engkau berkenan membebaskan diriku dan segenap bangsaku dari cengkraman
kehinaan, dan sungguh gunung-gunung yang ada di negeri kami semuanya terbuat
dari emas dan perak!”.
Alasan yang mendasari Saif untuk mengatakan
bahwa gunung-gunung yang ada di Yaman semuanya terbuat dari emas dan perak
adalah agar Kisra tertarik dan segera menyiapkan pasukan untuk membantunya
dalam melawan bangsa Habasyah.
Ibnul Atsir melanjutkan: “Mendengar jawaban
dari Saif tersebut, Kisra berkata: “Si dungu ini mengira bahwa dia lebih tahu
akan negerinya dariku?!”. Setelah itu dia segera mengumpulkan seluruh menterinya
untuk bermusyawarah perihal “apakah kita harus membantu orang ini ataukah
tidak?”.
Ibnu Ishaq berkata: “Setelah seluruh menteri
berkumpul, Kisra berkata kepada mereka: “Apa pendapat kalian tentang orang ini
dan tujuan kedatangannya ke sini?”.
Seorang menteri menjawab: “Wahai raja,
sungguh diantara para napi yang engkau tahan terdapat sekelompok orang yang
memang sedang menunggu giliran untuk di eksekusi. Maka bagaimana jika engkau
kirim para napi tersebut bersama orang ini ke negerinya, jika para napi
tersebut binasa di medan perang maka memang itulah tujuan awal dari di tahannya
mereka, dan jika mereka ternyata menang maka hal itu sama saja dengan engkau
memperluas daerah teritori kekuasaanmu!”.
Maka Kisra-pun menyetujui saran dari orang
tersebut dengan mengirimkan para napi kelas kakap tadi bersama Saif menuju
Yaman, dan para napi tersebut semuanya berjumlah 800 orang”.
Dan yang ditunjuk sebagai pemimpin dari
gerombolan napi tadi adalah seseorang yang bernama Wahraz. Hal ini sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq, Ibnul Atsir, Ibnu Katsir, Ibnu Jarir,
as-Suhailiy, dan al-Muthahhir al-Maqdisiy.
Ibnu Jarir menceritakan perihal ditunjuknya
Wahraz ini sebagai pemimpin pasukan, beliau berkata: “Setelah mendengar saran
dari salah satu menterinya Kisra berkata: “Aku suka saran ini!”. Dan dia segera
memerintahkan agar para napi kelas kakap tadi dihitung “berapakah jumlah mereka?”,
maka di dapati bahwa jumlah keseluruhan para napi tersebut adalah 800 orang. Setelah
itu Kisra berkata: “Lihatlah diantara para napi tersebut, yang manakah
sekiranya diantara mereka yang paling mulia silsilah nasabnya dan status
sosialnya. Jika telah ketemu, jadikanlah orang tadi sebagai pemimpin dari
segerombolan napi ini!”.
Maka di dapatilah orang yang paling mulia
silsilah nasabnya maupun yang paling terhormat status sosialnya adalah
seseorang yang bernama Wahraz -dan dia juga sudah berumur-, dan dirasa bahwa
orang ini telah sempurna baik itu dari derajatnya di tengah masyarakat maupun
dari umurnya, maka dia-pun ditunjuk sebagai komandan bagi para napi yang akan
dikirim bersama Saif menuju Yaman.
Maka berangkatlah para napi tadi dengan
menaiki kapal yang berjumlah 8 buah kapal, dimana pada setiap kapal diisi
dengan 100 orang napi juga seseorang yang handal dalam masalah mengarungi lautan.
Di tengah jalan ternyata ada 2 kapal yang
tenggelam beserta seluruh penumpang yang ada di dalamnya. Akan tetapi hal itu
tidak memberikan pengaruh bagi para napi tersebut, dimana mereka tetap
melanjutkan perjalanan hingga sampai di pesisir Aden, dan dengan tenggelamnya 2
kapal tadi maka jumlah rombongan Saif ini ketika mereka berlabuh hanya tersisa
600 orang saja.
Setelah mereka turun ke daratan, Wahraz
berkata kepada Saif: “Apa yang engkau punya di negeri Yaman ini?”.
Saif menjawab: “Apa saja yang engkau
butuhkan dari pasukan infanteri arab maupun pasukan kavaleri arab. Jika orang-orangku
telah datang, maka gabungkanlah mereka dengan pasukanmu hingga kita bisa menang
maupun mati secara bersama-sama!”.
Wahraz berkata: “Baiklah, engkau telah
berbuat adil dan engkau telah berbuat baik”.
Setelah itu Saif-pun bergerak masuk ke
Yaman demi mengajak suku-suku Yaman untuk ikut berjuang bersamanya (hingga
titik darah penghabisan)”.
Al-Muthahhir al-Maqdisiy mengatakan perihal
Wahraz ini: “Diantara para napi tersebut ada sesosok pemimpin yang bernama
Wahraz, dimana konon orang ini setara dengan 10.000 orang pemimpin dalam
masalah tipu daya dan kekejamannya”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah cerita akan berlanjut di
artikel selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment