Friday, August 6, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZIN BERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 4).

 

Matahari Terbit, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel yang lalu kita telah mengetahui bersama-sama bahwa Saif bin Dzi Yazin berlagak seakan-akan orang yang sangat gampang terlena oleh harta benda setelah dia diberi harta yang sangat banyak oleh Kisra. Akan tetapi apakah kepergiannya tersebut menandakan bahwa dia sedang terlena oleh harta ataukah kepergiannya tersebut menandakan bahwa dia sedang marah besar?.

Berkata Ibnu Ishaq: “…Ketika Saif telah menerima harta pemberian Kisra tersebut, dia segera keluar dari istana. Dan ketika di luar ternyata dia melakukan suatu perbuatan yang sama sekali belum pernah terpikirkan, yakni dia membagi-bagikan semua harta benda berikut perak-perak pemberian Kisra tadi kepada khalayak ramai. Dan tentu saja tidak memerlukan waktu lama hingga kabar mengenai hal ini sampai di telinga Kisra…”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 3).

SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 5).

Ibnu Jarir berkata ketika menjelaskan perihal perbuatan Saif ini: “Ketika Saif bin Dzi Yazin telah menerima seluruh harta pemberian Kisra, dia segera keluar dari istana. Dan sesampainya dia diluar istana, dia segera membagi-bagikan seluruh harta pemberian Kisra tersebut hingga memicu sebuah keributan dikarenakan para anak-anak, budak laki-laki maupun perempuan, dan juga semua orang yang saat itu ada dijalan saling berebut untuk mendapatkan bagian dari harta yang dibagi-bagikan oleh Saif.

Kejadian ini terus berlangsung hingga masuklah seseorang ke dalam istana dan meminta izin untuk bertemu dengan Kisra. Ketika dia telah di izinkan, dia segera masuk dan berkata kepada Kisra: “Orang arab yang tadi engkau beri harta, saat ini sedang membagi-bagikan harta bendanya di luar hingga menimbulkan sebuah keributan, karena anak-anak kecil, budak laki-laki maupun perempuan, dan semua orang yang ada dijalan saling berebut untuk mendapatkan bagian dari harta tersebut!”.

Mendengar hal ini, Kisra-pun berkata: “Sesungguhnya orang ini pasti benar-benar sedang mengalami suatu masalah yang sangat berat. Datangkan dia padaku!”.

Dan ketika Saif bin Dzi Yazin telah didatangkan ke hadapan Kisra, Kisra berkata kepadanya…

Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya: “Kisra bertanya kepada Saif sesampainya dia di dalam istana: “Apa yang kamu maksudkan hingga kamu dengan sangat berani telah membagi-bagikan secara cuma-cuma semua harta pemberian dariku?”.

Saif menjawab: “Apa yang bisa aku lakukan dengan semua harta pemberianmu ini?, sedangkan tidak ada satupun gunung di negeriku kecuali terbuat dari emas dan perak!”.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa Saif mengakhiri jawabannya dengan kalimat berikut: “Sungguh tujuan dari kedatanganku ini hanyalah agar baginda berkenan menolongku agar aku dan segenap bangsaku bisa terbebas dari cengkraman kedzaliman dan perasaan terhina”.

Kisra menimpali jawaban Saif tadi dengan mengatakan: “Kalau begitu tinggallah sebentar disini sampai aku memutuskan apa yang harus aku perbuat untuk menolongmu!”. Maka tinggallah Saif di dalam istana sembari menunggu keputusan Kisra”.

Adapun Ibnul Atsir mengatakan bahwa Saif menjawab dengan kalimat berikut: “Aku tidak mendatangimu demi mendapatkan harta, akan tetapi aku mendatangimu demi mendapatkan sebuah pasukan, dan agar engkau berkenan membebaskan diriku dan segenap bangsaku dari cengkraman kehinaan, dan sungguh gunung-gunung yang ada di negeri kami semuanya terbuat dari emas dan perak!”.

Alasan yang mendasari Saif untuk mengatakan bahwa gunung-gunung yang ada di Yaman semuanya terbuat dari emas dan perak adalah agar Kisra tertarik dan segera menyiapkan pasukan untuk membantunya dalam melawan bangsa Habasyah.

Ibnul Atsir melanjutkan: “Mendengar jawaban dari Saif tersebut, Kisra berkata: “Si dungu ini mengira bahwa dia lebih tahu akan negerinya dariku?!”. Setelah itu dia segera mengumpulkan seluruh menterinya untuk bermusyawarah perihal “apakah kita harus membantu orang ini ataukah tidak?”.

Ibnu Ishaq berkata: “Setelah seluruh menteri berkumpul, Kisra berkata kepada mereka: “Apa pendapat kalian tentang orang ini dan tujuan kedatangannya ke sini?”.

Seorang menteri menjawab: “Wahai raja, sungguh diantara para napi yang engkau tahan terdapat sekelompok orang yang memang sedang menunggu giliran untuk di eksekusi. Maka bagaimana jika engkau kirim para napi tersebut bersama orang ini ke negerinya, jika para napi tersebut binasa di medan perang maka memang itulah tujuan awal dari di tahannya mereka, dan jika mereka ternyata menang maka hal itu sama saja dengan engkau memperluas daerah teritori kekuasaanmu!”.

Maka Kisra-pun menyetujui saran dari orang tersebut dengan mengirimkan para napi kelas kakap tadi bersama Saif menuju Yaman, dan para napi tersebut semuanya berjumlah 800 orang”.

Dan yang ditunjuk sebagai pemimpin dari gerombolan napi tadi adalah seseorang yang bernama Wahraz. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq, Ibnul Atsir, Ibnu Katsir, Ibnu Jarir, as-Suhailiy, dan al-Muthahhir al-Maqdisiy.

Ibnu Jarir menceritakan perihal ditunjuknya Wahraz ini sebagai pemimpin pasukan, beliau berkata: “Setelah mendengar saran dari salah satu menterinya Kisra berkata: “Aku suka saran ini!”. Dan dia segera memerintahkan agar para napi kelas kakap tadi dihitung “berapakah jumlah mereka?”, maka di dapati bahwa jumlah keseluruhan para napi tersebut adalah 800 orang. Setelah itu Kisra berkata: “Lihatlah diantara para napi tersebut, yang manakah sekiranya diantara mereka yang paling mulia silsilah nasabnya dan status sosialnya. Jika telah ketemu, jadikanlah orang tadi sebagai pemimpin dari segerombolan napi ini!”.

Maka di dapatilah orang yang paling mulia silsilah nasabnya maupun yang paling terhormat status sosialnya adalah seseorang yang bernama Wahraz -dan dia juga sudah berumur-, dan dirasa bahwa orang ini telah sempurna baik itu dari derajatnya di tengah masyarakat maupun dari umurnya, maka dia-pun ditunjuk sebagai komandan bagi para napi yang akan dikirim bersama Saif menuju Yaman.

Maka berangkatlah para napi tadi dengan menaiki kapal yang berjumlah 8 buah kapal, dimana pada setiap kapal diisi dengan 100 orang napi juga seseorang yang handal dalam masalah mengarungi lautan.

Di tengah jalan ternyata ada 2 kapal yang tenggelam beserta seluruh penumpang yang ada di dalamnya. Akan tetapi hal itu tidak memberikan pengaruh bagi para napi tersebut, dimana mereka tetap melanjutkan perjalanan hingga sampai di pesisir Aden, dan dengan tenggelamnya 2 kapal tadi maka jumlah rombongan Saif ini ketika mereka berlabuh hanya tersisa 600 orang saja.

Setelah mereka turun ke daratan, Wahraz berkata kepada Saif: “Apa yang engkau punya di negeri Yaman ini?”.

Saif menjawab: “Apa saja yang engkau butuhkan dari pasukan infanteri arab maupun pasukan kavaleri arab. Jika orang-orangku telah datang, maka gabungkanlah mereka dengan pasukanmu hingga kita bisa menang maupun mati secara bersama-sama!”.

Wahraz berkata: “Baiklah, engkau telah berbuat adil dan engkau telah berbuat baik”.

Setelah itu Saif-pun bergerak masuk ke Yaman demi mengajak suku-suku Yaman untuk ikut berjuang bersamanya (hingga titik darah penghabisan)”.

Al-Muthahhir al-Maqdisiy mengatakan perihal Wahraz ini: “Diantara para napi tersebut ada sesosok pemimpin yang bernama Wahraz, dimana konon orang ini setara dengan 10.000 orang pemimpin dalam masalah tipu daya dan kekejamannya”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.   

Insya Allah cerita akan berlanjut di artikel selanjutnya.

Was-Salam.

   

 

0 comments:

Post a Comment