Sunday, August 8, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZIN BERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 6).

 

Sinar Matahari dan Pohon, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel yang lalu telah saya jelaskan mengenai tragedi terbunuhnya anak Wahraz sang komandan bagi pasukan Persia. Dimana Wahraz ini menurut al-Muthahhir al-Maqdisiy tetap menahan amarahnya dan tetap menaati dan menghormati tenggat waktu yang dibuatnya bersama Masruq. Keadaan terus terkendali hingga habislah masa tenggat waktu tersebut, maka segera saja Wahraz melakukan beberapa tindakan demi membesarkan kembali api semangat perjuangan pasukannya dengan…

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 5).

SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 7).

Berkata al-Muthahhir al-Maqdisiy: “Ketika masa tenggat waktu yang dibuatnya bersama Masruq telah habis, Wahraz segera keluar dari kemahnya menuju dermaga tempat keenam kapalnya ditambat. Sesampainya disana dia segera membakar keenam kapal tersebut hingga habis tidak tersisa.

Setelah itu dia memerintahkan seseorang agar mengumpulkan seluruh pasukan, dan setelah mereka semua berkumpul, Wahraz berkata kepada mereka semua: “Makanlah kalian!”. Maka mereka semua pun makan.

Dan ketika semua pasukannya telah kenyang, diambilnya-lah makanan-makanan yang masih tersisa kemudian dibuangnya seluruh makanan sisa tersebut ke dalam laut. Kemudian dia berjalan menuju ke kemah-kemah pasukannya dan mengambil seluruh pakaian, peralatan-peralatan, dan seluruh barang bawaan pasukannya untuk kemudian dia bakar seluruh barang-barang tersebut.

Setelah dirasa tidak ada lagi yang perlu dibuang dan dibakar, Wahraz segera berdiri di depan pasukannya dan berkata: “Adapun alasan yang memaksaku untuk membakar seluruh kapal-kapal kita adalah agar kalian semua tahu dan menyadari bahwa tidak ada lagi jalan yang bisa dilewati untuk pulang ke negeri kita, maka jika ada diantara kalian yang mampu mengarungi lautan tanpa kapal, maka silahkan dia mengarunginya hingga sampai di negeri Persia!.

Adapun alasan dari perbuatanku yang membuang seluruh makanan sisa kita ke laut, adalah agar tidak ada seorang pun dari kalian yang mempunyai pikiran untuk mundur dari medan perang dengan membawa sekantong makanan yang diambilnya dari makanan-makanan sisa tadi!.

Dan adapun alasan dari perbuatanku yang membakar seluruh pakaian, kasur dan barang-barang bawaan kalian adalah karena aku sangat tidak suka jika nanti pada peperangan yang akan datang kita kalah, maka pakaian beserta seluruh barang bawaan kita akan dipakai oleh orang-orang Habasyah, dan aku sangat benci dan sangat tidak suka jika mereka memakai apa yang kita pakai sehari-hari!.

Adapun jika nanti kita menang, maka sungguh kita akan mendapatkan ganti yang berlipat-lipat ganda dari kasur, pakaian, dan barang bawaan kita yang telah terbakar pada hari ini.

Dan adapun jika kita mati, maka sungguh orang-orang yang telah mati itu sama sekali tidak membutuhkan pakaian, kasur, beserta barang-barang lainnya.

Oleh karena itu, percayalah kalian kepadaku dan juga kepada diri kalian sendiri. Dan jika ada seseorang dari kalian atau bahkan jika kalian semua memang sejak detik ini telah berniat untuk kabur dari medan perang, jika ada yang hendak melakukan hal tersebut, maka kabarilah aku sebelum waktunya terlambat agar aku bisa menusukkan pedang ini ketubuhku hingga aku mati, karena sungguh aku tidak mampu memikul beban aib kabur dari medan perang selama aku hidup!”.

Maka setelah pasukannya mendengar pidatonya tersebut, mereka berkata: “Kami akan selalu mentaatimu, dan akan selalu ikut kemanapun engkau pergi!”.

Adapun Ibnul Atsir maka beliau mengatakan bahwa pidato yang dibawakan oleh Wahraz berbunyi sebagaimana berikut: “Aku membakar seluruh barang-barang bawaan kita adalah agar nanti jika kita kalah, maka orang-orang Habasyah tidak akan bisa memakai barang-barang kita tersebut!.

Dan jika kita menang, maka kita akan mendapatkan jumlah yang berlipat ganda dari barang bawaan kita yang terbakar pada hari ini!.

Jika kalian telah berniat untuk bersabar di medan perang bersamaku, maka beritahulah diriku. Karena jika tidak, maka aku akan menusukkan pedangku ini ke tubuhku hingga tembus dan keluar dari punggungku. Maka pikirkanlah apa yang akan terjadi pada kalian jika komandan kalian melakukan hal tersebut!”.

Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh komandan mereka ini, mereka berkata secara serempak: “Kami akan berperang bersamamu hingga titik darah penghabisan, dan kami tidak akan peduli apakah kami akan mati di medan perang ataukah akan menang!”.

Al-Muthahhir al-Maqdisiy kembali melanjutkan kisahnya: “Setelah itu Wahraz mempersiapkan pasukannya dan memerintahkan mereka untuk mempersiapkan busur-busur sekaligus anak-anak panah. Dimana pada hari itulah untuk pertama kalinya orang-orang Yaman melihat panah dan pasukan pemanah”.

Berkata Ibnul Atsir: “Kemudian datanglah Masruq sembari membawa sebuah pasukan yang sama sekali tidak bisa dilihat dimana ujungnya (karena saking banyaknya). Dia datang sembari menunggangi seekor gajah, dan diatas kepalanya terdapat sebuah mahkota, dimana jika dia memakai mahkota tersebut maka akan terdapat diantara kedua matanya sebuah batu Mirah Delima sebesar telur yang berwarna merah…”.

Berkata al-Muthahhir al-Maqdisiy ketika mensifati Wahraz: “Wahraz sendiri adalah seseorang yang sudah sangat tua dan telah sangat berkurang kemampuan melihatnya, belum lagi penglihatannya juga sedikit terganggu akibat alis matanya yang terjulur hingga menutupi kedua matanya. Akan tetapi walaupun begitu, dia tetaplah seseorang yang sangat kuat. Hal itu dikarenakan busur panahnya yang konon tidak ada seorangpun yang mampu menarik busur tersebut dan melemparkan anak panahnya selain dirinya seorang…”.

Berkata Ibnu Ishaq sembari menceritakan perihal detik-detik ketika Wahraz membunuh Masruq: “Ketika kedua pasukan telah saling berhadap-hadapan dan telah siap di barisan masing-masing, Wahraz berkata: “Tunjukkan padaku yang mana raja mereka!”. Maka dikatakanlah padanya: “Apakah engkau melihat seseorang yang sedang mengendarai seekor gajah dan diatas kepalanya ada mahkota, dan diantara kedua matanya terdapat batu Mirah Delima berwarna merah?”. Wahraz menjawab: “Iya, aku melihatnya”. Mereka menimpali: “Orang itulah raja mereka!”.

Wahraz berkata: “Biarkanlah dia dan jangan menyerangnya!”. Setelah itu mereka berdiam diri selama beberapa waktu. Tidak lama kemudian, Wahraz kembali bertanya: “Sekarang dia sedang mengendarai apa?”, maka dijawab: “Dia sekarang sedang mengendarai kuda”. Wahraz berkata: “Biarkanlah dia dan jangan menyerangnya!”. Setelah itu mereka kembali berdiam diri untuk kedua kalinya selama beberapa waktu.

Dan Tidak lama kemudian, Wahraz kembali bertanya: “Sekarang dia sedang mengendarai apa?”, mereka menjawab: “Dia sekarang sedang mengendarai Baghal betina”. Wahraz bertanya: “Anak betina dari Keledai?!. Sungguh dia akan terhina dan akan terhina pula kerajaannya. Aku akan memanahnya, dan jika kalian melihat pasukannya sama sekali tidak bergerak, maka diamlah kalian hingga kuberi perintah selanjutnya karena aku telah salah sasaran. Adapun jika kalian melihat pasukannya tiba-tiba mengelilinginya, maka sungguh aku telah tepat sasaran, dan seranglah mereka pada saat itu juga!”.

Kemudian Wahraz melentingkan busur panahnya yang konon tidak ada seorangpun yang mampu melentingkan busur panah tersebut selain dirinya karena saking kerasnya busur tersebut, setelah itu dia memerintahkan agar alis matanya disingkapkan supaya matanya bisa melihat dengan jelas.

Dan setelah semuanya siap, Wahraz segera menembakkan anak panahnya menuju dahi Masruq. Anak panah tersebut melesat dengan cepatnya hingga menembus batu Mirah Delima yang ada diantara kedua mata Masruq, dan terus masuk ke dalam tengkorak kepalanya hingga keluar di tengkuknya, maka setelah itu tersungkurlah Masruq ke atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa.

Ketika melihat pemimpin mereka terjengkang dari atas Baghal, orang-orang Habasyah segera bubar dari barisan dan langsung mengerubungi tubuh Masruq yang sudah tidak bernyawa tersebut. Dan pada saat itulah bangsa Persia segera maju menyerbu orang-orang Habasyah yang sedang linglung hingga berhasil mengalahkan mereka semua. Maka tercerai berailah kesatuan bangsa Habasyah dan mereka lari terbirit-birit tanpa arah sambil di kejar dan dibantai oleh pasukan Persia.

Wahraz sendiri segera bergerak ke arah Shan’a (ibu kota Yaman pada saat itu), dan ketika dia telah sampai di depan gerbangnya yang dalam keadaan tertutup, dia berkata: “Benderaku ini tidak akan masuk ke kota dalam keadaan miring selamanya!. Hancurkanlah gerbang ini!”. Maka dihancurkanlah gerbang tersebut dan Wahraz memasuki kota Shan’a sembari mengangkat tinggi-tinggi benderanya (sebagai isyarat kemenangan)”.

Ibnul Atsir berkata setelah menjelaskan mengenai Wahraz yang berhasil membunuh Masruq: “Wahraz berkata: “Janganlah kalian membunuh orang-orang arab, akan tetapi bunuhilah orang-orang Sudan (yakni Habasyah), dan jangan biarkan seorang-pun dari mereka di dapati dalam keadaan hidup setelah hari ini!”.

Beliau melanjutkan: “Kekuasaan bangsa Habasyah di Yaman berlangsung selama 72 tahun, dimana raja yang berkuasa selama kurun waktu tersebut hanyalah 4 orang, mereka adalah: Aryath, Abrahah, Yaksum, dan Masruq”.

Al-Muthahhir al-Maqdisiy berkata: “Kejadian dimana negeri Yaman terkhusus kota  Shan’a di taklukkan oleh bangsa Persia terjadi pada tahun ke-41 dari zaman pemerintahan Kisra Anusyiruwan. Dan umur Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sendiri pada waktu itu baru sekitar 1 atau 2 tahun, atau bahkan lebih.

Dan dikatakan juga bahwa kejadian tersebut terjadi di zaman pemerintahan Kisra Hurmuz bin Anusyiruwan. Wallahu A’lam”.

Insya Allah cerita mengenai apa saja yang terjadi setelah tunduknya Yaman terhadap bangsa Persia akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

   

0 comments:

Post a Comment