Sinar Matahari dan Pohon, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu telah saya jelaskan
mengenai tragedi terbunuhnya anak Wahraz sang komandan bagi pasukan Persia. Dimana
Wahraz ini menurut al-Muthahhir al-Maqdisiy tetap menahan amarahnya dan tetap
menaati dan menghormati tenggat waktu yang dibuatnya bersama Masruq. Keadaan terus
terkendali hingga habislah masa tenggat waktu tersebut, maka segera saja Wahraz
melakukan beberapa tindakan demi membesarkan kembali api semangat perjuangan
pasukannya dengan…
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 5).
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 7).
Berkata al-Muthahhir al-Maqdisiy: “Ketika
masa tenggat waktu yang dibuatnya bersama Masruq telah habis, Wahraz segera
keluar dari kemahnya menuju dermaga tempat keenam kapalnya ditambat. Sesampainya
disana dia segera membakar keenam kapal tersebut hingga habis tidak tersisa.
Setelah itu dia memerintahkan seseorang
agar mengumpulkan seluruh pasukan, dan setelah mereka semua berkumpul, Wahraz
berkata kepada mereka semua: “Makanlah kalian!”. Maka mereka semua pun makan.
Dan ketika semua pasukannya telah kenyang,
diambilnya-lah makanan-makanan yang masih tersisa kemudian dibuangnya seluruh
makanan sisa tersebut ke dalam laut. Kemudian dia berjalan menuju ke
kemah-kemah pasukannya dan mengambil seluruh pakaian, peralatan-peralatan, dan
seluruh barang bawaan pasukannya untuk kemudian dia bakar seluruh barang-barang
tersebut.
Setelah dirasa tidak ada lagi yang perlu
dibuang dan dibakar, Wahraz segera berdiri di depan pasukannya dan berkata: “Adapun
alasan yang memaksaku untuk membakar seluruh kapal-kapal kita adalah agar
kalian semua tahu dan menyadari bahwa tidak ada lagi jalan yang bisa dilewati untuk
pulang ke negeri kita, maka jika ada diantara kalian yang mampu mengarungi
lautan tanpa kapal, maka silahkan dia mengarunginya hingga sampai di negeri
Persia!.
Adapun alasan dari perbuatanku yang
membuang seluruh makanan sisa kita ke laut, adalah agar tidak ada seorang pun
dari kalian yang mempunyai pikiran untuk mundur dari medan perang dengan
membawa sekantong makanan yang diambilnya dari makanan-makanan sisa tadi!.
Dan adapun alasan dari perbuatanku yang
membakar seluruh pakaian, kasur dan barang-barang bawaan kalian adalah karena
aku sangat tidak suka jika nanti pada peperangan yang akan datang kita kalah,
maka pakaian beserta seluruh barang bawaan kita akan dipakai oleh orang-orang
Habasyah, dan aku sangat benci dan sangat tidak suka jika mereka memakai apa
yang kita pakai sehari-hari!.
Adapun jika nanti kita menang, maka sungguh
kita akan mendapatkan ganti yang berlipat-lipat ganda dari kasur, pakaian, dan barang
bawaan kita yang telah terbakar pada hari ini.
Dan adapun jika kita mati, maka sungguh
orang-orang yang telah mati itu sama sekali tidak membutuhkan pakaian, kasur,
beserta barang-barang lainnya.
Oleh karena itu, percayalah kalian kepadaku
dan juga kepada diri kalian sendiri. Dan jika ada seseorang dari kalian atau
bahkan jika kalian semua memang sejak detik ini telah berniat untuk kabur dari
medan perang, jika ada yang hendak melakukan hal tersebut, maka kabarilah aku
sebelum waktunya terlambat agar aku bisa menusukkan pedang ini ketubuhku hingga
aku mati, karena sungguh aku tidak mampu memikul beban aib kabur dari medan
perang selama aku hidup!”.
Maka setelah pasukannya mendengar pidatonya
tersebut, mereka berkata: “Kami akan selalu mentaatimu, dan akan selalu ikut
kemanapun engkau pergi!”.
Adapun Ibnul Atsir maka beliau mengatakan
bahwa pidato yang dibawakan oleh Wahraz berbunyi sebagaimana berikut: “Aku
membakar seluruh barang-barang bawaan kita adalah agar nanti jika kita kalah,
maka orang-orang Habasyah tidak akan bisa memakai barang-barang kita tersebut!.
Dan jika kita menang, maka kita akan
mendapatkan jumlah yang berlipat ganda dari barang bawaan kita yang terbakar
pada hari ini!.
Jika kalian telah berniat untuk bersabar di
medan perang bersamaku, maka beritahulah diriku. Karena jika tidak, maka aku
akan menusukkan pedangku ini ke tubuhku hingga tembus dan keluar dari
punggungku. Maka pikirkanlah apa yang akan terjadi pada kalian jika komandan
kalian melakukan hal tersebut!”.
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh
komandan mereka ini, mereka berkata secara serempak: “Kami akan berperang
bersamamu hingga titik darah penghabisan, dan kami tidak akan peduli apakah
kami akan mati di medan perang ataukah akan menang!”.
Al-Muthahhir al-Maqdisiy kembali
melanjutkan kisahnya: “Setelah itu Wahraz mempersiapkan pasukannya dan
memerintahkan mereka untuk mempersiapkan busur-busur sekaligus anak-anak panah.
Dimana pada hari itulah untuk pertama kalinya orang-orang Yaman melihat panah
dan pasukan pemanah”.
Berkata Ibnul Atsir: “Kemudian datanglah
Masruq sembari membawa sebuah pasukan yang sama sekali tidak bisa dilihat
dimana ujungnya (karena saking banyaknya). Dia datang sembari menunggangi
seekor gajah, dan diatas kepalanya terdapat sebuah mahkota, dimana jika dia
memakai mahkota tersebut maka akan terdapat diantara kedua matanya sebuah batu Mirah
Delima sebesar telur yang berwarna merah…”.
Berkata al-Muthahhir al-Maqdisiy ketika
mensifati Wahraz: “Wahraz sendiri adalah seseorang yang sudah sangat tua dan telah
sangat berkurang kemampuan melihatnya, belum lagi penglihatannya juga sedikit
terganggu akibat alis matanya yang terjulur hingga menutupi kedua matanya. Akan
tetapi walaupun begitu, dia tetaplah seseorang yang sangat kuat. Hal itu dikarenakan
busur panahnya yang konon tidak ada seorangpun yang mampu menarik busur
tersebut dan melemparkan anak panahnya selain dirinya seorang…”.
Berkata Ibnu Ishaq sembari menceritakan perihal
detik-detik ketika Wahraz membunuh Masruq: “Ketika kedua pasukan telah saling
berhadap-hadapan dan telah siap di barisan masing-masing, Wahraz berkata: “Tunjukkan
padaku yang mana raja mereka!”. Maka dikatakanlah padanya: “Apakah engkau
melihat seseorang yang sedang mengendarai seekor gajah dan diatas kepalanya ada
mahkota, dan diantara kedua matanya terdapat batu Mirah Delima berwarna merah?”.
Wahraz menjawab: “Iya, aku melihatnya”. Mereka menimpali: “Orang itulah raja
mereka!”.
Wahraz berkata: “Biarkanlah dia dan jangan
menyerangnya!”. Setelah itu mereka berdiam diri selama beberapa waktu. Tidak lama
kemudian, Wahraz kembali bertanya: “Sekarang dia sedang mengendarai apa?”, maka
dijawab: “Dia sekarang sedang mengendarai kuda”. Wahraz berkata: “Biarkanlah
dia dan jangan menyerangnya!”. Setelah itu mereka kembali berdiam diri untuk
kedua kalinya selama beberapa waktu.
Dan Tidak lama kemudian, Wahraz kembali
bertanya: “Sekarang dia sedang mengendarai apa?”, mereka menjawab: “Dia
sekarang sedang mengendarai Baghal betina”. Wahraz bertanya: “Anak betina dari Keledai?!.
Sungguh dia akan terhina dan akan terhina pula kerajaannya. Aku akan
memanahnya, dan jika kalian melihat pasukannya sama sekali tidak bergerak, maka
diamlah kalian hingga kuberi perintah selanjutnya karena aku telah salah
sasaran. Adapun jika kalian melihat pasukannya tiba-tiba mengelilinginya, maka
sungguh aku telah tepat sasaran, dan seranglah mereka pada saat itu juga!”.
Kemudian Wahraz melentingkan busur panahnya
yang konon tidak ada seorangpun yang mampu melentingkan busur panah tersebut
selain dirinya karena saking kerasnya busur tersebut, setelah itu dia
memerintahkan agar alis matanya disingkapkan supaya matanya bisa melihat dengan
jelas.
Dan setelah semuanya siap, Wahraz segera
menembakkan anak panahnya menuju dahi Masruq. Anak panah tersebut melesat
dengan cepatnya hingga menembus batu Mirah Delima yang ada diantara kedua mata
Masruq, dan terus masuk ke dalam tengkorak kepalanya hingga keluar di
tengkuknya, maka setelah itu tersungkurlah Masruq ke atas tanah dalam keadaan
tidak bernyawa.
Ketika melihat pemimpin mereka terjengkang
dari atas Baghal, orang-orang Habasyah segera bubar dari barisan dan langsung
mengerubungi tubuh Masruq yang sudah tidak bernyawa tersebut. Dan pada saat
itulah bangsa Persia segera maju menyerbu orang-orang Habasyah yang sedang linglung
hingga berhasil mengalahkan mereka semua. Maka tercerai berailah kesatuan
bangsa Habasyah dan mereka lari terbirit-birit tanpa arah sambil di kejar dan
dibantai oleh pasukan Persia.
Wahraz sendiri segera bergerak ke arah Shan’a
(ibu kota Yaman pada saat itu), dan ketika dia telah sampai di depan gerbangnya
yang dalam keadaan tertutup, dia berkata: “Benderaku ini tidak akan masuk ke
kota dalam keadaan miring selamanya!. Hancurkanlah gerbang ini!”. Maka dihancurkanlah
gerbang tersebut dan Wahraz memasuki kota Shan’a sembari mengangkat
tinggi-tinggi benderanya (sebagai isyarat kemenangan)”.
Ibnul Atsir berkata setelah menjelaskan
mengenai Wahraz yang berhasil membunuh Masruq: “Wahraz berkata: “Janganlah
kalian membunuh orang-orang arab, akan tetapi bunuhilah orang-orang Sudan
(yakni Habasyah), dan jangan biarkan seorang-pun dari mereka di dapati dalam
keadaan hidup setelah hari ini!”.
Beliau melanjutkan: “Kekuasaan bangsa
Habasyah di Yaman berlangsung selama 72 tahun, dimana raja yang berkuasa selama
kurun waktu tersebut hanyalah 4 orang, mereka adalah: Aryath, Abrahah, Yaksum,
dan Masruq”.
Al-Muthahhir al-Maqdisiy berkata: “Kejadian
dimana negeri Yaman terkhusus kota Shan’a
di taklukkan oleh bangsa Persia terjadi pada tahun ke-41 dari zaman
pemerintahan Kisra Anusyiruwan. Dan umur Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam) sendiri pada waktu itu baru sekitar 1 atau 2 tahun, atau bahkan
lebih.
Dan dikatakan juga bahwa kejadian tersebut
terjadi di zaman pemerintahan Kisra Hurmuz bin Anusyiruwan. Wallahu A’lam”.
Insya Allah cerita mengenai apa saja yang
terjadi setelah tunduknya Yaman terhadap bangsa Persia akan saya ceritakan pada
artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment