Hari yang Cerah, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Ketika bangsa Persia berhasil memenangkan
pertempuran melawan orang-orang Habasyah, masuklah Wahraz sang pemimpin ke
dalam kota Shan’a sembari mengangkat tinggi-tinggi benderanya sebagai isyarat kemenangan.
Adapun Saif bin Dzi Yazin, ketika dia
melihat bahwa cita-cita ayahnya telah tercapai, juga ketika melihat segenap
bangsanya telah berhasil terbebaskan dari cengkraman kehinaan di bawah tangan
bangsa Habasyah, dia melantunkan bait sya’ir berikut…
Berkata Ibnu Ishaq: “Maka Saif bin Dzi
Yazin melantunkan bait syair berikut:
“Orang-orang mengira bahwa kedua raja
tersebut telah saling berbaikan dan telah saling berdamai…
Dan siapa saja yang mendengar kabar bahwa
keduanya telah saling berbaikan, maka sungguh dia telah mendapatkan kabar yang
sangat menyesatkan…
Sungguh kami telah membunuh sang raja
Masruq, dan sungguh kami telah membasahi bukit-bukit pasir dengan aliran darah
segar…
Dan sungguh sang raja yang sesungguhnya,
raja para rakyat jelata Wahraz telah mengikrarkan sebuah sumpah…
Bahwa dia akan mencicipi minuman Musya’sya’,
dan dia akan mengambil para tawanan juga harta rampasan perang…”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 6).
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 8).
Setelah itu Saif-pun memasuki kota Shan’a
mengikuti Wahraz, dan selang beberapa waktu kemudian Wahraz menulis sebuah
surat dan mengirimkannya kepada Kisra…
Berkata Ibnu Jarir: “Ketika Wahraz telah
menguasai Yaman dan telah mengusir orang-orang Habasyah dia segera menulis
sebuah surat yang dia peruntukkan bagi Kisra, surat tersebut berbunyi: “Sungguh
aku telah menundukkan Yaman untukmu dan telah mengusir keluar orang-orang Habasyah
darinya”.
Wahraz juga mengirimkan bersama surat tersebut
harta rampasan perang yang sangat banyak. Dan ketika suratnya telah di baca
oleh Kisra, Kisra menulis surat balasan yang isinya: agar Saif bin Dzi Yazin
diangkat sebagai raja bagi negeri Yaman.
Kisra juga mewajibkan bagi Saif dan
penduduk Yaman untuk membayar upeti dalam jumlah tertentu setiap tahunnya.
Setelah itu Kisra memerintahkan Wahraz agar
segera kembali ke negeri Persia, maka Wahraz-pun mentaati perintah tersebut
setelah dia melantik Saif bin Dzi Yazin menjadi raja Yaman yang baru. Sebagaimana
dahulu ayahnya Saif yakni Dzu Yazin juga adalah seorang raja”.
Tidak membutuhkan waktu lama setelah
kemenangan Saif bersama sekutunya atas bangsa Habasyah hingga berita mengenai
hal ini tersebar begitu cepatnya ke seluruh penjuru jazirah arab, apalagi
setelah beredar kabar bahwa yang naik tahta setelah terbunuhnya Masruq bukanlah
seseorang dari bangsa Persia melainkan seseorang yang memiliki darah Yaman
asli, maka semakin bertambahlah kegembiraan bangsa arab atas hal ini.
Mereka-pun datang berbondong-bondong menuju
Yaman demi mengucapkan selamat atas Saif karena telah berhasil meruntuhkan
kekuasaan bangsa Habasyah yang sangat mereka benci tersebut.
Berkata Ibnu Katsir: “Utusan bangsa arab
dari seluruh penjuru jazirah arab berdatangan ke negeri Yaman demi mengucapkan
selamat kepada Saif atas keberhasilannya mengambil kembali singgasana nenek
moyangnya dari tangan orang-orang Habasyah.
Dan diantara para utusan tersebut, terdapat
pula sekelompok orang yang dikirim oleh suku Quraisy demi mengucapkan selamat kepada
Saif. Dan diantara utusan suku Quraisy tersebut terdapat ‘Abdul Muththalib bin
Hasyim (sang pemilik 200 unta yang dirampas oleh Abrahah pada peristiwa
hancurnya pasukan bergajah, orang ini juga adalah kakek Rasulullah (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam)).
Ketika ‘Abdul Muththalib bertatap muka
dengan Saif, Saif memberikan kabar gembira kepadanya akan diutusnya seorang
Nabi akhir zaman, dan Nabi tersebut adalah salah satu dari anak keturunannya. Saif
juga memberitahunya perihal apa saja yang diketahuinya mengenai sang Nabi akhir
zaman tersebut”.
Dan sebagaimana yang telah kita ketahui,
Nabi akhir zaman tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Nabi kita tercinta
Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam).
Sebelum mengakhiri artikel hari ini saya
ingin menuliskan beberapa info tambahan mengenai mahkota yang dipakai oleh Kisra,
info tersebut saya ambil dari buku karangan imam as-Suhailiy yang berjudul
ar-Raudhul Unuf.
Berkata as-Suhailiy: “Al-Qanqal yakni
daun timbangan yang diserupakan dengan mahkota Kisra adalah daun timbangan yang
sangat besar.
Disebutkan dalam kitab al-Gharibin
karya imam al-Harwi bahwa al-Qanqal ini adalah sebuah daun timbangan yang mampu
menampung (minyak tanah) sebanyak 33 mannan. Akan tetapi beliau (yakni
al-Harwi) tidak menyebutkan seberapa beratkah 1 mannan itu?. Adapun saya
sendiri berpendapat bahwa 1 mannan itu seberat 2 liter (minyak tanah)”.
Dikatakan oleh syaikh Abdurrahman al-Wakil
bahwa al-Qanqal ini adalah daun timbangan yang terbuat dari besi. Wallahu A’lam.
As-Suhailiy melanjutkan: “Mahkota yang
sangat besar ini pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab (Radhiyallahu ‘Anhu)
di datangkan ke hadapan beliau setelah diambil dari Kisra Yazdajurd bin
Syahriar…
Dan ketika mahkota (dan segala perhiasan
Kisra) tersebut telah sampai ke tangan Umar (Radhiyallahu ‘Anhu), beliau
segera memanggil Suraqah bin Malik al-Mudlijiy.
Sesampainya Suraqah di hadapan Umar, Umar segera
mengalungkan gelang-gelang Kisra ke tangan Suraqah sekaligus memakaikan mahkota
Kisra diatas kepala Suraqah. Lalu Umar berkata kepadanya: “Katakanlah wahai
Suraqah kalimat ini: “Segala puji bagi Allah yang telah mencabut mahkota ini
dari kepala Kisra sang raja diraja yang dihormati, dan kemudian menaruhnya
diatas kepala seorang arab badui dari suku Mudlij. Dan itu semua dikarenakan kemuliaan
Islam dan kekuatannya, bukan dikarenakan kemuliaan dan kekuatan kami!”.
Adapun kenapa Umar hanya mengkhususkan
mahkota beserta gelang Kisra tadi bagi Suraqah, hal itu dikarenakan dahulu pada
saat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) masih hidup beliau
pernah berkata kepada Suraqah: {“Wahai Suraqah, bagaimana jika pada suatu saat
nanti mahkota Kisra akan dipakaikan diatas kepalamu dan gelang-gelangnya akan
dipakaikan di tanganmu?”}, atau sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam)”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah cerita mengenai Saif akan
berlanjut di artikel selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment