Matahari Terbit, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu saya telah
menyebutkan sebuah pertanyaan mengenai apakah yang sebenarnya terjadi di istana
Yaman tempat Saif dan ibunya tinggal, dimana kejadian tersebut memiliki dampak
yang sangat besar hingga membuat Saif bertekad untuk mewujudkan mimpi ayahnya?.
Jawaban dari pertanyaan ini telah di jawab
oleh masing-masing dari Ibnul Atsir dan al-Muthahhir al-Maqdisiy di dalam buku
mereka berdua, kisahnya sebagaimana berikut…
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 1).
SEJARAH YAMAN: KISAH SAIF BIN DZI YAZINBERSAMA BANGSA PERSIA (BAG, 3).
Berkata Ibnul Atsir: “Ketika Yaksum wafat,
singgasana Yaman diambil alih oleh saudaranya yang bernama Masruq bin Abrahah, orang
inilah yang nantinya dibunuh oleh Wahraz. Dan pada masa kepemimpinan Masruq
inilah berbagai cobaan beserta gangguan semakin keras menimpa rakyat Yaman
hingga membuat Saif bin Dzi Yazin bertekad untuk keluar dari Yaman demi mencari
uluran tangan yang berkenan membantunya beserta saudara-saudara sebangsanya
untuk terbebas dari belenggu bangsa Habasyah. Saif sendiri sering dipanggil
dengan sebutan Abu Murrah”.
Ibnu Katsir menyebutkan dalam bukunya
silsilah nasab Saif bin Dzi Yazin, beliau berkata: “Dia adalah Saif bin Dzi
Yazin bin Dzi Ashbah bin Malik bin Zaid bin Sahl bin ‘Amr bin Qais bin Mu’awiyah
bin Jusyam bin ‘Abdi Syams bin Wail bin al-Gauts bin Quthn bin ‘Arib bin Zuhair
bin Aiman bin al-Hamaisa’ bin al-‘Aranjaj, dan al-‘Aranjaj ini bernama Himyar
bin Saba’…”.
Ibnul Atsir melanjutkan: “…Adapula yang
mengatakan bahwa Dzu Yazinlah yang sebenarnya dipanggil sebagai Abu Murrah.
Saif bin Dzi Yazin ternyata lebih memilih
untuk berjalan menuju ke negeri Syam demi menemui Kaisar, adapun sebab dari
keputusannya tersebut yang lebih mengedepankan Kaisar daripada Kisra yang
dahulu dimintai bantuan oleh ayahnya adalah: karena dahulu semasa ayahnya masih
hidup, Kisra yang bernama Anusyiruwan ini benar-benar membuat si ayah kecewa
karena telah memberikan janji kosong kepadanya. Dimana sang ayah dahulu ketika
istrinya (yakni ibu Saif) di ambil secara paksa oleh Abrahah, dia marah dan
segera keluar dari Yaman menuju Persia demi meminta bantuan dari Kisra untuk
mengusir bangsa Habasyah dari negerinya tercinta.
Dan si Kisra menjawab bahwa dia berkenan
memberinya bantuan, akan tetapi hendaknya Dzu Yazin beristirahat barang
beberapa hari terlebih dahulu di negeri Persia, dan ketika dia telah siap dan
segar bugar barulah bantuan yang dijanjikan tersebut akan diberikan kepadanya.
Maka karena melihat bahwa tawaran ini masuk
akal dan bahwa dia harus mengumpulkan kembali kekuatannya agar nantinya bisa
berjuang melawan bangsa Habasyah secara seratus persen, Dzu Yazin-pun
memutuskan untuk menuruti saran Kisra dengan beristirahat di penginapan yang
telah disediakan. Akan tetapi ternyata bantuan tersebut tak kunjung datang
hingga Dzu Yazin wafat”.
Oleh karena itulah Saif lebih memilih untuk
bergerak menuju negeri Syam dan meminta bantuan dari Kaisar, ketimbang harus
meminta bantuan dari Kisra yang sudah jelas-jelas mengingkari janjinya terhadap
ayahnya.
Setelah menjelaskan perihal kepergian Saif
ini, barulah Ibnul Atsir menyebutkan sebab musabab yang telah memaksa Saif
untuk keluar dari negeri Yaman demi mewujudkan mimpi ayahnya. Kisahnya sebagaimana
berikut…
Ibnul Atsir berkata: “Konon anak Dzu Yazin
yang bernama Saif ini berada dibawah tanggungan Abrahah bersama ibunya, maka
karena yang menanggung kehidupannya semenjak dia kecil adalah Abrahah, dia-pun
mengira bahwa Abrahah inilah ayah kandungnya.
Akan tetapi selama dia tinggal di istana
bersama anak-anak Abrahah lainnya yang dianggapnya sebagai saudara kandungnya,
dia terus menerus jadi bahan olok-olokan oleh mereka, dimana mereka setiap hari
mengejeknya sekaligus mengejek ayahnya.
Dan karena olok-olok ini terus berlangsung
dia-pun penasaran (tentu saja dia penasaran, karena selama ini dia mengira
bahwa ayahnya adalah Abrahah, akan tetapi kenapa saudara-saudaranya terus
menerus mengejeknya dan mengejek ayahnya?, bukankah Abrahah adalah ayahnya dan
ayah mereka juga?).
Maka pada suatu hari dia-pun bertanya
kepada ibunya mengenai “siapakah ayahnya yang sebenarnya?”. Dan setelah beberapa
hari dan beberapa paksaan, ibunya-pun buka mulut perihal ayahnya yang
sebenarnya.
Dan semenjak hari itu, dia-pun bertekad
untuk melanjutkan apa yang telah dimulai oleh ayahnya. Dan demi memuluskan
rencananya, dia-pun menunggu waktu yang tepat untuk menjalankan misinya. Oleh karena
itu dia tetap berdiam diri hingga Abrahah wafat begitu juga anaknya yang
bernama Yaksum (dan ketika Masruq naik tahta, dia-pun melihat bahwa inilah
waktu yang tepat baginya untuk bergerak, karena dia sendiri punya dendam
kesumat terhadap Masruq)”. Dendam apakah itu?.....
Al-Muthahhir bin Thahir al-Maqdisiy berkata:
“…Hari demi hari anak Dzu Yazin-pun beranjak dewasa dan berubah menjadi seorang
pemuda yang matang di bawah tanggungan Abrahah hingga dia mengira bahwa
Abrahah-lah ayah kandungnya.
Dan pada suatu hari, salah seorang anak
Abrahah yang bernama Masruq berkata kepadanya: “Semoga engkau bersama ayahmu
dilaknat oleh Allah!”.
Setelah mendengar kalimat yang mengejutkan
tersebut keluar dari mulut seorang lelaki yang selama ini dianggapnya sebagai
saudara diapun kebingungan, maka dia memutuskan untuk bertanya kepada ibunya
perihal maksud dari perkataan tersebut.
Dia berkata: “ Wahai ibu, siapakah sebenarnya
ayahku?”.
Ibunya menjawab: “Abrahah”.
Dia kembali berkata: “Demi Allah, Tidak
mungkin ayahku adalah Abrahah. Karena jika benar dia adalah ayahku, maka aku beserta
ayahku tidak akan di olok-olok oleh Masruq!”.
Ibunya-pun membenarkan perkataannya
tersebut, dan langsung memberitahunya perihal ayahnya dan bahwasanya ayahnya
dahulu telah pergi menghadap Kisra demi meminta bantuan darinya untuk
membebaskan rakyat Yaman dari belenggu bangsa Habasyah, akan tetapi Kisra tak
kunjung memberinya bantuan (hingga dia wafat).
Maka setelah mendengar perkataan ibunya
tersebut, dia segera bersiap-siap untuk pergi menuju negeri Syam demi menghadap
kepada Kaisar…”.
Insya Allah kisah mengenai pertemuan antara
Saif bin Dzi Yazin dengan Kaisar akan saya jelaskan pada artikel selanjutnya. Wallahu
A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment