Matahari Terbit, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Kita telah sama-sama mengetahui kisah
mengenai penghadangan suku Quraisy terhadap Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam) dan para sahabat (Radhiyallahu ‘Anhum) dari memasuki kota
Makkah pada artikel yang lalu, juga kisah mengenai beberapa utusan suku Quraisy
dan penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di malam harinya. Maka bagaimanakah
kelanjutan kisah tersebut?....
Akhirnya tepat setelah penyerangan yang
dilakukan oleh sekelompok pemuda tadi, Nabi pun memutuskan untuk mengirim
utusannya sendiri ke suku Quraisy demi menjelaskan kepada para petinggi mereka
secara langsung akan tujuan dari kedatangannya tersebut.
BACA JUGA:
ASAL-USUL TERJALINNYA HUBUNGAN ANTARARASULULLAH DENGAN BADZAN (BAG, 1).
KISAH BADZAN BERSAMA RASULULLAH (SHALLALLAHU
‘ALAIHI WA SALLAM) (BAG, 1).
Utusan tersebut adalah sahabat Utsman bin ‘Affan
(Radhiyallahu ‘Anhu). Nabi juga memerintahkan kepadanya agar mendatangi
sekelompok orang muslim yang lemah, yang dimana karena kelemahan mereka
tersebutlah mereka tidak bisa hijrah ke Madinah bersama para sahabat yang lain,
Nabi menyuruh Utsman agar memberikan kabar gembira kepada mereka akan dekatnya
hari pembukaan kota Makkah bagi kaum muslimin, dan bahwasanya Allah (‘Azza
Wa Jalla) pasti akan memenangkan agamanya hingga tidak ada lagi seseorang
yang menyembunyikan keimanannya disana.
Setelah mendengar pesan dari Nabi tersebut,
Utsman segera berangkat menuju jantung kota Makkah seorang diri demi
melaksanakan misi yang diembankan oleh Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam) kepadanya.
Sesampainya beliau di Makkah, beliau
langsung meminta perlindungan dan jaminan keamanan dari seseorang yang bernama
Abban bin Sa’id al-Umawiy, karena sejatinya akan sangat berbahaya jika ada
seorang sahabat yang berani memasuki kota Makkah pada waktu itu tanpa jaminan
keamanan dari seorang petinggi suku Quraisy, karena sebagaimana yang kita tahu
bahwa suku Quraisy adalah musuh nomor satu bagi agama Islam pada saat itu, maka
tentunya mereka tidak akan membiarkan seorang sahabat pun untuk berkeliaran di
kota Makkah tanpa jaminan keamanan kecuali pasti sahabat tersebut akan celaka.
Setelah mendapatkan jaminan keamanan,
Utsman segera menemui petinggi-petinggi suku Quraisy dan memberitahukan kepada
mereka perihal tujuan dari kedatangan Rasulullah dan para sahabat hari itu,
bahwa beliau dan para sahabat hanya ingin melaksanakan ibadah Umrah dan sama
sekali tidak ada niat untuk berperang dengan suku Quraisy. Dan setelah
mendengarkan perkataan Utsman tersebut, para petinggi suku Quraisy menawarkan
kepada Utsman bahwa jika dia ingin maka mereka akan mempersilahkannya untuk
berthawaf di sekeliling Ka’bah, akan tetapi Utsman menolak tawaran tersebut
dengan alasan “Bagaimana saya akan berthawaf di sekeliling Ka’bah sementara
Rasulullah dilarang untuk berthawaf di sekelilingnya?”.
Dan tanpa ada pemberitahuan maupun alasan,
secara tiba-tiba orang-orang Quraisy menahan Utsman di salah satu tempat di
kota Makkah, dan tidak membutuhkan waktu lama hingga kabar mengenai penahanan
ini sampai di perkemahan para sahabat, dan dengan berlalunya waktu kabar
tersebut semakin membesar hingga berubah menjadi kabar angin yang berbunyi “Utsman
telah terbunuh!”.
Adapun mungkin tujuan dari suku Quraisy
melakukan hal tersebut adalah agar mereka bermusyawarah terlebih dahulu dengan sesama
mereka hingga dicapainya sebuah kesepakatan, dan setelah tercapai kesepakatan
tersebutlah baru Utsman akan dibebaskan dan dikirim kembali ke perkemahan para
sahabat untuk menyampaikan pesan dan keputusan suku Quraisy dalam masalah ini.
Akan tetapi bagaimanapun juga suku Quraisy
sama sekali tidak membuat sebuah pernyataan mengenai alasan mereka menahan
Utsman di Makkah dan apakah Utsman masih hidup ataukah sudah meninggal?. Dan karena
tidak adanya pernyataan tersebut, maka Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam) memutuskan untuk membuat sebuah bai’at (yakni sumpah setia) agar
para sahabat berjanji akan ikut berjuang bersama beliau hingga titik darah
penghabisan demi kebebasan ataupun pembalasan atas tumpahnya darah Utsman. Maka
para sahabat pun langsung menjawab ajakan Rasulullah ini, dan terciptalah sejak
itu suatu bai’at yang dinamakan dengan “Bai’at Ridhwan”.
Allah (‘Azza Wa Jalla) sendiri ridho
kepada seluruh sahabat yang ikut di dalam bai’at tersebut, hal ini bisa kita ketahui
dengan membaca sebuah ayat di surat al-Fath, ayat tersebut adalah ayat ke-18
dari surat al-Fath.
Suku Quraisy sendiri sangat takut ketika
mendengar akan terwujudnya Bai’at Ridhwan ini, maka mereka segera mengutus
seseorang yang bernama Suhail bin ‘Amr untuk membuat sebuah perjanjian gencatan
senjata antara 2 belah pihak. Maka disetujuilah dari musyawarah antara Suhail
dengan Rasulullah poin-poin berikut:
1). Hendaknya Rasulullah bersama seluruh
sahabat yang ikut bersama beliau pulang ke Madinah, dan jangan sekali-kali
beliau memasuki Makkah hingga datangnya tahun depan, dan di tahun tersebutlah
baru beliau diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah Umrah. Adapun waktu untuk
pelaksanaannya hanya selama 3 hari, dan beliau bersama para sahabat tidak
diperbolehkan untuk membawa senjata kecuali sebuah pedang yang tidak boleh
dihunus dari sarungnya.
2). Gencatan senjata antara 2 pihak selama
10 tahun.
3). Siapa saja dari suku-suku arab yang
ingin masuk ke pihak Nabi maka dia diperbolehkan untuk berpihak kepada pihak
yang disukainya, begitu juga sebaliknya.
4). Siapa saja yang kabur dari penduduk
Makkah menuju Madinah, maka hendaknya orang tersebut dikembalikan ke Makkah
secepatnya. Adapun jika ada yang kabur dari penduduk Madinah menuju Makkah,
maka suku Quraisy tidak akan mengembalikan orang tersebut ke Madinah.
Setelah itu ditanda tanganilah perjanjian
tersebut oleh masing-masing dari Suhail sebagai perwakilan suku Quraisy, dan oleh
Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sebagai perwakilan kaum
muslimin. Akan tetapi karena Nabi tidak bisa menulis maka sahabat Ali bin Abi Thalib
lah yang menandatangani perjanjian tersebut dengan kalimat atau paraf yang di
pilih oleh Rasulullah sendiri.
Maka setelah tercapai gencatan senjata
antara suku Quraisy dan kaum muslimin, Rasulullah memutuskan untuk mengirim
utusan-utusan kepada raja-raja dunia sekembalinya beliau ke Madinah. Utusan-utusan
ini pergi sembari membawa sebuah surat dari Rasulullah kepada masing-masing
raja yang isinya adalah ajakan untuk memeluk agama Islam.
Utusan-utusan tersebut sebagai berikut:
1). ‘Amr bin Umayyah adh-Dhamariy, beliau
diutus kepada raja Najasyi Ashhamah bin al-Abjar.
2). Hathib bin Abi Balta’ah, beliau diutus
kepada raja Muqauqas raja Mesir dan Aleksandria.
3). Dihyah bin Khalifah al-Kalbiy, beliau
diutus kepada Kaisar raja Romawi.
4). Syuja’ bin Wahab al-Asadiy, beliau
diutus kepada al-Harits bin Abi Syamr al-Ghassaniy gubernur kota Damaskus bagi
Kaisar.
5). Al-Harits bin ‘Umair al-Azdiy, beliau
diutus kepada raja kota Bushra.
6). Salith bin ‘Amr al-‘Amiriy, beliau
diutus kepada raja Yamamah yang bernama
Haudzah bin ‘Ali.
7). Al-Ala’ bin al-Hadhramiy, beliau diutus
kepada raja Bahrain yang bernama al-Mundzir bin Sawi.
8). ‘Amr bin al-‘Ash, beliau diutus kepada
2 raja Oman, Jaifar dan saudaranya.
9). Abdullah bin Hudzafah as-Sahmiy, beliau
diutus kepada Kisra Abrawiz raja Persia.
Ini semua sebagaimana yang dituliskan oleh
syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy di dalam kitabnya yang berjudul Raudhatul
Anwar fi Sirati an-Nabiyyil Mukhtar Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Wallahu
A’lam Bish-Shawab.
Adapun kisah antara Rasulullah bersama
Kisra dan Badzan, Insya Allah akan saya tuliskan di artikel selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment