Wednesday, August 18, 2021

ASAL-USUL TERJALINNYA HUBUNGAN ANTARA RASULULLAH DENGAN BADZAN (BAG, 2).

 

Matahari Terbit, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Kita telah sama-sama mengetahui kisah mengenai penghadangan suku Quraisy terhadap Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dan para sahabat (Radhiyallahu ‘Anhum) dari memasuki kota Makkah pada artikel yang lalu, juga kisah mengenai beberapa utusan suku Quraisy dan penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di malam harinya. Maka bagaimanakah kelanjutan kisah tersebut?....

Akhirnya tepat setelah penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda tadi, Nabi pun memutuskan untuk mengirim utusannya sendiri ke suku Quraisy demi menjelaskan kepada para petinggi mereka secara langsung akan tujuan dari kedatangannya tersebut.

BACA JUGA:

ASAL-USUL TERJALINNYA HUBUNGAN ANTARARASULULLAH DENGAN BADZAN (BAG, 1).

KISAH BADZAN BERSAMA RASULULLAH (SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM) (BAG, 1).

Utusan tersebut adalah sahabat Utsman bin ‘Affan (Radhiyallahu ‘Anhu). Nabi juga memerintahkan kepadanya agar mendatangi sekelompok orang muslim yang lemah, yang dimana karena kelemahan mereka tersebutlah mereka tidak bisa hijrah ke Madinah bersama para sahabat yang lain, Nabi menyuruh Utsman agar memberikan kabar gembira kepada mereka akan dekatnya hari pembukaan kota Makkah bagi kaum muslimin, dan bahwasanya Allah (‘Azza Wa Jalla) pasti akan memenangkan agamanya hingga tidak ada lagi seseorang yang menyembunyikan keimanannya disana.

Setelah mendengar pesan dari Nabi tersebut, Utsman segera berangkat menuju jantung kota Makkah seorang diri demi melaksanakan misi yang diembankan oleh Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) kepadanya.

Sesampainya beliau di Makkah, beliau langsung meminta perlindungan dan jaminan keamanan dari seseorang yang bernama Abban bin Sa’id al-Umawiy, karena sejatinya akan sangat berbahaya jika ada seorang sahabat yang berani memasuki kota Makkah pada waktu itu tanpa jaminan keamanan dari seorang petinggi suku Quraisy, karena sebagaimana yang kita tahu bahwa suku Quraisy adalah musuh nomor satu bagi agama Islam pada saat itu, maka tentunya mereka tidak akan membiarkan seorang sahabat pun untuk berkeliaran di kota Makkah tanpa jaminan keamanan kecuali pasti sahabat tersebut akan celaka.

Setelah mendapatkan jaminan keamanan, Utsman segera menemui petinggi-petinggi suku Quraisy dan memberitahukan kepada mereka perihal tujuan dari kedatangan Rasulullah dan para sahabat hari itu, bahwa beliau dan para sahabat hanya ingin melaksanakan ibadah Umrah dan sama sekali tidak ada niat untuk berperang dengan suku Quraisy. Dan setelah mendengarkan perkataan Utsman tersebut, para petinggi suku Quraisy menawarkan kepada Utsman bahwa jika dia ingin maka mereka akan mempersilahkannya untuk berthawaf di sekeliling Ka’bah, akan tetapi Utsman menolak tawaran tersebut dengan alasan “Bagaimana saya akan berthawaf di sekeliling Ka’bah sementara Rasulullah dilarang untuk berthawaf di sekelilingnya?”.

Dan tanpa ada pemberitahuan maupun alasan, secara tiba-tiba orang-orang Quraisy menahan Utsman di salah satu tempat di kota Makkah, dan tidak membutuhkan waktu lama hingga kabar mengenai penahanan ini sampai di perkemahan para sahabat, dan dengan berlalunya waktu kabar tersebut semakin membesar hingga berubah menjadi kabar angin yang berbunyi “Utsman telah terbunuh!”.

Adapun mungkin tujuan dari suku Quraisy melakukan hal tersebut adalah agar mereka bermusyawarah terlebih dahulu dengan sesama mereka hingga dicapainya sebuah kesepakatan, dan setelah tercapai kesepakatan tersebutlah baru Utsman akan dibebaskan dan dikirim kembali ke perkemahan para sahabat untuk menyampaikan pesan dan keputusan suku Quraisy dalam masalah ini.

Akan tetapi bagaimanapun juga suku Quraisy sama sekali tidak membuat sebuah pernyataan mengenai alasan mereka menahan Utsman di Makkah dan apakah Utsman masih hidup ataukah sudah meninggal?. Dan karena tidak adanya pernyataan tersebut, maka Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) memutuskan untuk membuat sebuah bai’at (yakni sumpah setia) agar para sahabat berjanji akan ikut berjuang bersama beliau hingga titik darah penghabisan demi kebebasan ataupun pembalasan atas tumpahnya darah Utsman. Maka para sahabat pun langsung menjawab ajakan Rasulullah ini, dan terciptalah sejak itu suatu bai’at yang dinamakan dengan “Bai’at Ridhwan”.

Allah (‘Azza Wa Jalla) sendiri ridho kepada seluruh sahabat yang ikut di dalam bai’at tersebut, hal ini bisa kita ketahui dengan membaca sebuah ayat di surat al-Fath, ayat tersebut adalah ayat ke-18 dari surat al-Fath.

Suku Quraisy sendiri sangat takut ketika mendengar akan terwujudnya Bai’at Ridhwan ini, maka mereka segera mengutus seseorang yang bernama Suhail bin ‘Amr untuk membuat sebuah perjanjian gencatan senjata antara 2 belah pihak. Maka disetujuilah dari musyawarah antara Suhail dengan Rasulullah poin-poin berikut:

1). Hendaknya Rasulullah bersama seluruh sahabat yang ikut bersama beliau pulang ke Madinah, dan jangan sekali-kali beliau memasuki Makkah hingga datangnya tahun depan, dan di tahun tersebutlah baru beliau diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah Umrah. Adapun waktu untuk pelaksanaannya hanya selama 3 hari, dan beliau bersama para sahabat tidak diperbolehkan untuk membawa senjata kecuali sebuah pedang yang tidak boleh dihunus dari sarungnya.

2). Gencatan senjata antara 2 pihak selama 10 tahun.

3). Siapa saja dari suku-suku arab yang ingin masuk ke pihak Nabi maka dia diperbolehkan untuk berpihak kepada pihak yang disukainya, begitu juga sebaliknya.

4). Siapa saja yang kabur dari penduduk Makkah menuju Madinah, maka hendaknya orang tersebut dikembalikan ke Makkah secepatnya. Adapun jika ada yang kabur dari penduduk Madinah menuju Makkah, maka suku Quraisy tidak akan mengembalikan orang tersebut ke Madinah.

Setelah itu ditanda tanganilah perjanjian tersebut oleh masing-masing dari Suhail sebagai perwakilan suku Quraisy, dan oleh Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sebagai perwakilan kaum muslimin. Akan tetapi karena Nabi tidak bisa menulis maka sahabat Ali bin Abi Thalib lah yang menandatangani perjanjian tersebut dengan kalimat atau paraf yang di pilih oleh Rasulullah sendiri.

Maka setelah tercapai gencatan senjata antara suku Quraisy dan kaum muslimin, Rasulullah memutuskan untuk mengirim utusan-utusan kepada raja-raja dunia sekembalinya beliau ke Madinah. Utusan-utusan ini pergi sembari membawa sebuah surat dari Rasulullah kepada masing-masing raja yang isinya adalah ajakan untuk memeluk agama Islam.

Utusan-utusan tersebut sebagai berikut:

1). ‘Amr bin Umayyah adh-Dhamariy, beliau diutus kepada raja Najasyi Ashhamah bin al-Abjar.

2). Hathib bin Abi Balta’ah, beliau diutus kepada raja Muqauqas raja Mesir dan Aleksandria.

3). Dihyah bin Khalifah al-Kalbiy, beliau diutus kepada Kaisar raja Romawi.

4). Syuja’ bin Wahab al-Asadiy, beliau diutus kepada al-Harits bin Abi Syamr al-Ghassaniy gubernur kota Damaskus bagi Kaisar.

5). Al-Harits bin ‘Umair al-Azdiy, beliau diutus kepada raja kota Bushra.

6). Salith bin ‘Amr al-‘Amiriy, beliau diutus kepada raja Yamamah  yang bernama Haudzah bin ‘Ali.

7). Al-Ala’ bin al-Hadhramiy, beliau diutus kepada raja Bahrain yang bernama al-Mundzir bin Sawi.

8). ‘Amr bin al-‘Ash, beliau diutus kepada 2 raja Oman, Jaifar dan saudaranya.

9). Abdullah bin Hudzafah as-Sahmiy, beliau diutus kepada Kisra Abrawiz raja Persia.

Ini semua sebagaimana yang dituliskan oleh syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy di dalam kitabnya yang berjudul Raudhatul Anwar fi Sirati an-Nabiyyil Mukhtar Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Adapun kisah antara Rasulullah bersama Kisra dan Badzan, Insya Allah akan saya tuliskan di artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

0 comments:

Post a Comment