This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, June 30, 2021

SEJARAH YAMAN: RAJA-RAJA YAMAN SETELAH TUBBA' BIN HASSAN DAN AWAL-MULA KEMUNCULAN DZU NUWAS.

 

Gambar oleh ianproc64 dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Sebelum masuk ke pembahasan yang saya janjikan pada artikel lalu, saya ingin meralat sebuah informasi mengenai julukan yang diperuntukkan bagi ‘Amr bin Tubba’.

Pada artikel yang saya isi mengenai penjelasan tentang sosok ‘Amr, saya mengatakan bahwa julukan yang disematkan padanya adalah al-Mautsaban, dimana asal katanya adalah al-Watsabu yang saya katakan bahwa arti dari kata ini adalah kasur, dan ini adalah sebuah kesalahan. Arti sebenarnya dari al-Watsabu adalah meloncat, menyerang, bangkit, mencapai, dll. Dan bukannya kasur. Ini jika dilihat dari arti bahasa arab.

Adapun jika kita hanya melihat kata Mautsaban saja dan tidak melihat asal katanya, maka menurut al-Mu’jam al-Wasith kata ini sebenarnya dipakai oleh orang-orang Himyar untuk mengatakan bahwa: “seseorang itu sangat senang berada diatas kasur, dan dia sama sekali tidak punya tekad untuk bepergian”. Wallahu A’lam.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH TUBBA' BIN HASSAN.

SEJARAH YAMAN: DZU NUWAS MEMBUNUH LAKHNI’AH.

Sekarang saya akan masuk ke pembahasan, sebenarnya tidak hal-hal istimewa yang terjadi di zaman pemerintahan Tubba’ bin Hassan selain apa-apa yang telah saya sebutkan pada artikel sebelum ini. Akan tetapi bagi para sejarawan muslim yang berpendapat bahwa Tubba’ bin Hassan ini adalah orang yang menyerang Madinah, membawa 2 rahib yahudi ke Yaman, melapisi Ka’bah dengan Kiswah, dan juga yang membawa agama yahudi ke Yaman, maka mereka juga menambahkan cerita mengenai hal-hal diatas pada lembaran-lembaran sejarah pemerintahan Tubba’ bin Hassan.

Dan jikalau pendapat mereka mengenai Tubba’ bin Hassan ini benar, maka saya juga tidak perlu untuk membahas ulang cerita mengenai penyerangannya atas kota Madinah hingga peristiwa penghakiman 2 rahib Yahudi di depan api, karena ini semua telah saya bahas pada artikel-artikel yang membahas sosok Tubban As’ad Abu Karib. Oleh karena itu saya pada artikel ini hanya akan membahas tentang seberapa lama masa pemerintahan Tubba’ bin Hassan, dan setelah itu saya akan langsung pindah membahas perihal raja-raja yang memerintah setelahnya hingga sampai ke cerita Dzu Nuwas bersama Lakhni’ah.

Berhubung kebanyakan sejarawan muslim ketika menulis mengenai periode antara ‘Amr bin Tubba’ hingga pemerintahan Dzu Nuwas mereka mengambil ceritanya dari buku Ibnu Ishaq, dan Ibnu Ishaq sendiri tidak menulis perihal siapa saja yang memerintah pada periode tersebut, maka saya hanya akan mengambil informasi ini dari buku al-Ma’arif karya seorang ulama bernama Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy, dimana beliau ini menyebutkan secara ringkas nama-nama raja yang memerintah pada periode tersebut, dan seberapa lama mereka memegang tampuk kekuasaan.

Berkata Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy: “Tubba’ bin Hassan ini memerintah selama 78 tahun.

Kemudian naik tahta setelahnya seseorang yang bernama Murtsid bin Abdi Kilal, orang ini mempunyai hubungan darah dengan Tubba’ melalui jalur ibunya. Dia adalah seseorang yang cerdas, kuat dan memiliki tekad baja. Setelah kepemimpinannya, tercerai berailah kekuasaan orang-orang Himyar, dimana mereka tidak lagi mampu untuk memerintah Yaman dan seluruh masyarakatnya. Masa pemerintahan Murtsid ini berlangsung selama 41 tahun.

Kemudian naik tahta setelah Murtsid anaknya sendiri yang bernama Wali’ah bin Murtsid, ia adalah seseorang yang cerdas sebagaimana ayahnya, dan mempunyai kemampuan untuk mengatur urusan-urusan negara dengan sangat baik. Dia memerintah selama 37 tahun.

Kemudian naik tahta setelahnya seseorang yang bernama Abrahah bin ash-Shabah, dia adalah seorang yang berilmu dan sangat dermawan. Dia memerintah selama 73 tahun.

Kemudian naik tahta setelahnya anak dari ‘Amr bin Tubba’ yang bernama Hassan, dia ini adalah orang yang didatangi oleh Khalid bin Ja’far bin Kilab dari suku Amir sembari membawa sekumpulan orang dari kaumnya untuk dijadikan budak oleh Hassan, akan tetapi dengan kemurahan hatinya Hassan-pun membebaskan mereka semua, hal inilah yang menyebabkan Khalid memuja-mujanya. Hassan bin ‘Amr ini berkuasa selama 57 tahun.

Kemudian naik tahta setelahnya seseorang yang sama sekali bukan termasuk dari keluarga kerajaan, dia dijuluki dengan Dzu Syanatir (adapun Ibnu Ishaq mengatakan bahwa nama orang ini adalah: Lakhni’ah Yanuf Dzu Syanatir). Dia adalah orang yang sangat kasar dan kejam, dan dia sangat haus darah. Telah dikatakan bahwa orang ini tidak bisa mendengar bahwa di suatu tempat ada seorang pemuda dari keturunan para raja dan telah mencapai umur baligh, kecuali ia akan memanggilnya ke istana untuk mempraktekkan perbuatan homoseksual dengan pemuda tersebut.

Dan dikabarkan pula bahwa suatu hari ia memanggil ke istana seorang pemuda yang termasuk dari keturunan para raja, pemuda ini dijuluki: Dzu Nuwas.

Pemuda ini dijuluki dengan Dzu Nuwas dikarenakan ia mempunyai rambut yang menjuntai hingga pundak, setelah pemuda ini sampai di istana ia segera dibawa menuju kamar (terkutuk) tempat Lakhni’ah memangsa para pemuda tidak berdosa.

Akan tetapi ternyata Dzu Nuwas bukanlah pemuda yang bodoh, dimana sebelum keberangkatannya ia telah menyiapkan pisau kecil yang ia sembunyikan di balik bajunya, maka ketika Lakhni’ah mendekatinya Dzu Nuwas segera mengeluarkan pisau tersebut dan langsung menikam perut Lakhni’ah sekaligus merobeknya, tidak lupa ia juga menyempurnakan pembunuhan tersebut dengan memenggal kepala Lakhni’ah (agar tidak ada lagi kemungkinan walau 1% dimana Lakhni’ah bisa kembali hidup dan melanjutkan perbuatan laknatnya kepada pemuda-pemuda tidak berdosa yang masih tersisa). Lakhni’ah sendiri memerintah selama 27 tahun”.

Insya Allah pada artikel selanjutnya saya akan memaparkan cerita mengenai Lakhni’ah ini menurut versi Ibnu Ishaq. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

 

Tuesday, June 29, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH TUBBA' BIN HASSAN.

 

Gambar oleh Mitrey dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnu Jarir perihal apa yang dilakukan oleh Tubba’ bin Hassan ketika ia naik tahta: “Maka semenjak kemunculannya, Tubba’ bin Hassan bin Tubba’ bin Mulki Karib bin Tubba’ al-Aqran segera naik tahta dan memegang kekuasaan di seluruh penjuru Yaman, dan dengan naiknya ia ke singgasana kekuasaan semakin bertambahlah rasa takut dan gentar orang-orang Himyar dan suku-suku arab secara keseluruhan padanya.

Melihat itu semua maka ia berkeinginan untuk memanfaatkan momen tersebut dengan menaklukkan dan menguasai negeri-negeri arab maupun asing, sebagai langkah pertama ia mengirim keponakannya yakni anak saudarinya yang bernama al-Harits bin ‘Amr dengan pasukan yang sangat besar menuju negeri Ma’ad dan Hirah dan juga semua negeri yang bertetangga dengan kedua negeri tersebut (tentunya dengan tujuan untuk menaklukkan dan menguasai negeri-negeri tersebut)”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: RAJA-RAJA YAMAN SETELAH AMR BIN TUBBA'. 

SEJARAH YAMAN: RAJA-RAJA YAMAN SETELAH TUBBA' BIN HASSAN DAN AWAL-MULA KEMUNCULAN DZU NUWAS.

Adapun Ibnul Atsir beliau menyebutkan bahwa negeri tujuan al-Harits hanyalah negeri al-Hirah, akan tetapi meski ada perbedaan masalah negeri tujuan, keduanya (yakni Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir) sepakat bahwa raja yang menjadi sasaran dari invasi ini adalah raja an-Nu’man bin Imriil Qais, jadi bisa juga dikatakan bahwa raja an-Nu’man inilah yang menguasai daerah Ma’ad, al-Hirah dan semua daerah yang bertetangga dengan keduanya. Wallahu A’lam.

Lanjut ke kisah, Ibnu Jarir melanjutkan: “…Maka al-Harits segera berangkat dengan pasukannya menuju negeri kekuasaan an-Nu’man bin Imriil Qais, ketika kedua pasukan bertemu, mereka segera saling menyerang satu sama lain, dan akhirnya al-Harits berhasil membunuh an-Nu’man bersama sebagian dari keluarganya, juga membantai seluruh pasukannya. Ia juga memutuskan untuk membiarkan hidup anak dari an-Nu’man yang bernama al-Mundzir bersama ibunya yang bernama Maa’ as-Sama’ yang berasal dari suku an-Namir, dengan syarat mereka harus segera pergi meninggalkan negeri tersebut setelah peperangan selesai.

Maka dengan ini sirnalah kekuasaan dan dinasti keluarga an-Nu’man untuk selamanya, dan al-Harits berhasil menguasai seluruh negeri yang dahulu dikuasai oleh keluarga an-Nu’man”.

Ibnul Atsir yang menyebutkan kisah serupa dengan kisah diatas berkata: “Inilah yang dikatakan oleh Abu Ja’far (yakni Ibnu Jarir ath-Thabariy) bahwa al-Harits bin ‘Amr telah membunuh an-Nu’man bin Imriil Qais pada perang tersebut, merampas dan menguasai daerah kekuasaannya dan membumi hanguskan seluruh sejarah dinasti keluarga an-Nu’man. Padahal telah disebutkan sebelumnya bahwa al-Mundzir bin Nu’man atau an-Nu’man sendirilah yang mengumpulkan dan memobilisasi pasukan yang sangat besar (demi memerangi negeri Persia), dan kemudian menjadikan seseorang yang bernama Bahram Jur sebagai raja atas orang-orang Persia. Tidak cukup sampai di situ beliau juga menyebutkan silsilah raja-raja negeri al-Hirah yang berasal dari keturunan an-Nu’man bin Imriil Qais, yang artinya adalah bahwa kekuasaan keluarga an-Nu’man tidak terputus dengan kedatangan al-Harits ke negeri mereka, melainkan mereka tetap menguasai al-Hirah terlepas dari apakah al-Harits berhasil menaklukkan negeri mereka atau tidak…”.

kemudian Ibnul Atsir menyebutkan alasan pokok yang mendasari banyaknya ketidak jelasan dan juga banyaknya perbedaan pendapat di dalam sejarah bangsa Arab, beliau berkata: “…Dan yang menyebabkan ketidak jelasan ini adalah bahwa sejarah bangsa Arab terdahulu tidak terdokumentasi dengan baik, maka disebabkan oleh hal ini orang-orangpun bebas menyebutkan cerita apa saja dan mengklaimnya sebagai sejarah bangsa Arab tanpa ada yang bisa mengoreksi kebenarannya”. Hal ini pulalah yang menyebabkan adanya sebagian sejarawan muslim yang mengatakan bahwa Tubba’ bin Hassan tokoh kita kali inilah yang memerangi penduduk Madinah, membawa 2 rahib yahudi ke Yaman, melapisi Ka’bah dengan Kiswah dan yang membawa masuk agama Yahudi ke negeri Yaman, bukannya sang kakek (Tubban As’ad Abu Karib) yang melakukan ini semua sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq.

Diantara sejarawan tersebut adalah Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy (beliau menyebutkan hal ini dibukunya: al-Ma’arif) dan al-Muthahhir al-Maqdisiy (di dalam bukunya: al-Badu wat-Tarikh).

Sebelum melanjutkan kisah mengenai Tubba’ bin Hassan, saya ingin menyebutkan versi shahih (yang benar dan tidak ada ketidak jelasan di dalamnya) dari kisah al-Harits bin ‘Amr bersama keluarga an-Nu’man diatas.

Versi shahih ini dibawakan oleh Ibnul Atsir di dalam bukunya al-Kamil fit-Tarikh, beliau berkata: “Dan yang shahih dari kisah diatas (kisah al-Harits bersama keluarga an-Nu’man) adalah: bahwa raja-raja dari suku Kindah yakni ‘Amr bin Hujr al-Kindiy dan anaknya al-Harits, mereka menguasai daerah Najd di tanah arab.

Adapun dinasti al-Lakhmiyyun yakni keluarga an-Nu’man, kerajaan mereka terletak di daerah al-Hirah, dan mereka tetap menguasai daerah tersebut hingga seorang bernama Qubadz naik tahta dan menguasai singgasana kerajaan Persia, dimana orang inilah yang bertanggung jawab atas terusirnya seluruh keluarga kerajaan an-Nu’man keluar dari negeri mereka al-Hirah.

Dan diantara keputusan yang dibuat oleh orang tadi adalah: memberikan daerah al-Hirah kepada keluarga al-Harits bin ‘Amr (yang saat itu telah naik menjadi raja menggantikan ayahnya), maka otomatis daerah al-Hirah tadi dikuasai oleh suku Kindah untuk sementara waktu.

Setelah berlalu beberapa waktu, datanglah seseorang yang bernama Anusyiruwan dimana orang ini mengembalikan daerah al-Hirah ke tangan keluarga al-Lakhmiyyun yakni keluarga an-Nu’man kembali”.

Ibnul Atsir melanjutkan: “Kisah ini akan kami sebutkan secara rinci di tempatnya, Insya Allah”.

Insya Allah cerita mengenai Tubba’ bin Hassan dan silsilah raja-raja yang berkuasa setelahnya hingga naiknya Dzu Nuwas ke tahta kerajaan, akan saya ceritakan di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

 

Monday, June 28, 2021

SEJARAH YAMAN: RAJA-RAJA YAMAN SETELAH AMR BIN TUBBA'.

 

Gambar oleh yoshitaka2 dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Satu-satunya kejadian penting yang terjadi di zaman pemerintahan ‘Amr bin Tubba’ saudara Hassan (tentunya selain pembantaian yang telah disebutkan pada artikel yang lalu) adalah pernikahan antara seorang lelaki bernama ‘Amr bin Hujr al-Kindiy dengan anak perempuan Hassan. Ceritanya sebagai berikut…

Berkata Ibnul Atsir: “Dahulu yang menjadi pembantu bagi raja-raja Himyar adalah orang-orang terkemuka Himyar sendiri, dan yang menjadi pembantu Hassan dalam menjalankan pemerintahannya adalah seorang yang bernama ‘Amr bin Hujr al-Kindiy, ia adalah kepala suku bagi suku Kindah.

Dan ketika ‘Amr bin Tubba’ membunuh saudaranya Hassan, ia-pun menyeleksi diantara para pembantu raja, yang mana sekiranya cocok untuk dinikahkan dengan anak perempuan saudaranya. Maka pilihannya jatuh pada ‘Amr bin Hujr al-Kindiy, setelah itu ‘Amr bin Tubba’ segera menikahkan mereka berdua, yang padahal sebelum-sebelumnya tidak ada seorangpun dari rakyat Yaman yang pernah menikah dengan keluarga kerajaan (yakni keluarga ‘Amr dan Hassan), dan dari pernikahan mereka berdua lahirlah seorang anak yang bernama al-Harits bin ‘Amr”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: HUKUMAN BAGI AMR YANG TELAH MEMBUNUH SAUDARANYA HASSAN.

SEJARAH YAMAN: KISAH TUBBA' BIN HASSAN.

Adapun sebab dari dipilihnya ‘Amr bin Hujr untuk menikahi anak perempuan Hassan adalah karena diantara semua petinggi negara, ‘Amr inilah yang dianggap sebagai orang yang paling dipercaya oleh Hassan.

Berkata Ibnu Jarir: “…Diantara orang-orang yang membantu Hassan adalah ‘Amr bin Hujr al-Kindiy kepala sukunya orang-orang Kindah. Ketika Hassan memutuskan untuk berangkat menuju Yamamah demi memerangi suku Judais, ia menunjuk ‘Amr ini sebagai penggantinya untuk mengatur urusan rakyat Yaman sementara waktu…

Orang ini adalah orang yang sangat cerdas, suatu hari ‘Amr bin Tubba’ berkeinginan untuk memuliakannya sekaligus merendahkan derajat anak-anak saudaranya dengan cara menikahkan orang ini dengan anak perempuan Hassan, dan tentu saja tidak membutuhkan waktu lama hingga hal ini menjadi topik hangat di kalangan orang-orang Himyar, karena sebelum-sebelumnya tidak ada seorangpun yang pernah menikah dengan keluarga kerajaan. Dan akhirnya lahirlah dari pernikahan mereka berdua seorang anak yang bernama al-Harits bin ‘Amr…”.

Tidak lama setelah pernikahan tersebut meninggallah ‘Amr bin Tubba’, berkata Ibnu Qutaibah bahwa masa pemerintahan ‘Amr adalah selama 33 tahun.

Dan yang menjadi raja setelah ‘Amr adalah seorang yang bernama Abdu Kilal bin Mutsawwib, hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Qutaibah, al-Muthahhir al-Maqdisiy, Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir di buku mereka masing-masing.

Adapun sebab dari naiknya orang ini menjadi raja dikarenakan anak-anak lelaki ‘Amr bin Tubba’ juga anak-anak lelaki Hassan mereka semua belum mencapai umur baligh dan masih sangat kecil, oleh karena itu ia-pun naik menjadi raja dengan alasan agar singgasana tersebut tidak jatuh kepada orang yang bukan dari keluarga kerajaan.

Abdu Kilal sendiri adalah orang yang menganut agama Nashrani murni yang belum terkena perubahan, dan karena mayoritas orang Himyar masih menganut agama Yahudi maka ia memutuskan untuk menyembunyikan agama Nashraninya, hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Atsir dan juga Ibnu Jarir.

Akan tetapi selain menyebutkan perihal agama yang dianut oleh Abdu Kilal, Ibnu Jarir juga menyebutkan sebab asal-usul yang menyebabkan ia memeluk agama tersebut, beliau berkata: “…Dan orang yang mengajaknya untuk memeluk agama Nashrani tersebut adalah seseorang yang berasal dari Bani Ghassan, ia datang ke Yaman dari Syam (untuk mengajak rakyat Yaman memeluk agama Nashrani), akan tetapi akhirnya orang-orang Himyar berhasil membunuhnya…”.

Sebenarnya diantara anak-anak Hassan ada yang sudah mencapai umur baligh, dan seharusnya dialah yang diangkat menjadi raja setelah meninggalnya sang paman, anak ini bernama Tubba’ bin Hassan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir bahwa anak ini saat pamannya meninggal ia diculik oleh Jin, dan semenjak itu hingga naiknya Abdu Kilal ia masih hilang tidak bisa ditemukan. Hingga suatu hari Tubba’ bin Hassan ini muncul secara tiba-tiba dalam keadaan sehat wal-afiat, dan yang menakjubkan dari kemunculannya itu adalah ternyata ia telah menguasai dan mengetahui secara detail seluruh kabar mengenai kejadian-kejadian penting yang terjadi sebelum kelahirannya, bukan saja kejadian-kejadian di tanah arab melainkan di seluruh dunia, ini yang dikatakan oleh Ibnul Atsir.

Adapun Ibnu Jarir beliau mengatakan: “…Suatu hari Tubba’ bin Hassan muncul secara tiba-tiba secara sehat wal-afiat, bersamaan dengan kemunculannya tersebut ia juga menjadi orang yang paling ahli dalam ilmu Nujum, orang yang paling cerdas, yang paling menguasai ilmu Sejarah dan yang paling tahu akan apa saja yang akan terjadi di masa depan…”.

Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir sepakat bahwa dengan kemunculan spektakulernya tersebut orang-orang Himyar segera tunduk padanya sekaligus mengangkatnya sebagai raja, bahkan seluruh suku-suku arab-pun ikut segan dan tunduk padanya.

Kisah mengenai Tubba’ bin Hassan akan berlanjut di artikel selanjutnya.

Adapun masa kekuasaan Abdu Kilal selama menghilangnya Tubba’ bin Hassan adalah selama 74 tahun sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qutaibah dan al-Muthahhir al-Maqdisiy. Wallahu A’lam Bish Shawab.   

Was-Salam.

 

Sunday, June 27, 2021

SEJARAH YAMAN: HUKUMAN BAGI AMR YANG TELAH MEMBUNUH SAUDARANYA HASSAN.

Gambar oleh Lukas31 dari Pixabay.

 

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnu Ishaq: “Ketika ‘Amr sampai di Yaman bersama pasukannya, seketika ia tertimpa penyakit insomnia, dimana ia sama sekali tidak bisa tidur walau sekejap. Khawatir akan hal ini, ia-pun memanggil seluruh tabib, dukun-dukun terhandal, sekaligus para paranormal demi mencari solusi akan permasalahan pelik yang dihadapinya kali ini.

Ketika mereka ditanyai akan penyebab sekaligus solusi terbaik dari penyakit tersebut, salah seorang dari kumpulan tabib dan dukun tersebut angkat suara, ia berkata: “Sungguh demi Allah, tidak ada seorang-pun diatas muka bumi ini yang membunuh saudara atau keluarga dekatnya secara khianat sebagaimana yang telah engkau lakukan kepada saudaramu, melainkan ia akan tertimpa dengan suatu penyakit yang membuatnya susah tidur dan tidak akan bisa tidur walau sekejap!”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 6).

SEJARAH YAMAN: RAJA-RAJA YAMAN SETELAH AMR BIN TUBBA'.

Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy mengatakan: “Dan setelah ‘Amr bin Tubba’ naik tahta, ia segera tertimpa suatu penyakit yang membuatnya tidak bisa tidur walau sekejap. Maka pada pagi harinya ia menceritakan perihal penyakit tersebut kepada orang-orang yang ada disekelilingnya (para pejabat kerajaan), mendengar keluhan raja tersebut seseorang dari mereka angkat suara dan mengatakan: “Sungguh solusi paling mujarab dari penyakit tersebut adalah: engkau harus membunuh semua orang yang terlibat ataupun ikut andil dalam pembunuhan saudaramu!”.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Setelah mendengar perkataan orang tersebut, ‘Amr segera mencari dan membunuhi semua orang yang dahulu di tanah Bahrain menyuruhnya dan mengomporinya agar ia membunuh saudaranya Hassan walaupun orang tersebut adalah orang yang terhormat di kalangan rakyat Yaman. Hingga sampailah ia ke hadapan Dzu Ru’ain, seketika Dzu Ru’ain berkata kepadanya: “Sungguh waktu itu di Bahrain aku telah berlepas diri dari pembunuhan saudaramu Hassan!”. ‘Amr bertanya: “Mana buktinya?”, Dzu Ru’ain menjawab: “Selembar kertas yang waktu itu kuberikan padamu”. ‘Amr-pun segera ingat bahwa memang Dzu Ru’ain pada waktu itu memberikan kepadanya selembar kertas, dan ketika ia memerintahkan agar kertas tersebut dibawa kepadanya (agar ia bisa melihat apa gerangan tulisan yang ada didalamnya sehingga bisa membuat Dzu Ru’ain terbebas dari pembantaian), ia mendapati pada kertas tersebut 2 bait sya’ir yang menandakan berlepas dirinya Dzu Ru’ain dari pembunuhan Hassan (2 bait sya’ir tersebut telah saya sebutkan pada artikel yang lalu), setelah membaca kedua bait sya’ir tadi ia memerintahkan agar Dzu Ru’ain dibiarkan pergi karena ia dahulu di Bahrain telah menasehatinya agar tidak membunuh Hassan akan tetapi dia sendiri yang tidak mendengarkan nasehat tersebut. Tidak lama kemudian ‘Amr-pun wafat yang kemudian dengan wafatnya dia orang-orang Himyar menjadi terpecah belah”.

Adapun Ibnu Qutaibah berkata perihal pembantaian yang dilakukan oleh ‘Amr: “Mendengar saran dari salah seorang pejabatnya, ‘Amr segera mengumumkan bahwa diharuskan bagi semua rakyat untuk berkumpul di istana besok karena raja ingin mengatakan sesuatu kepada mereka. Keesokan harinya orang-orang pun segera berkumpul di pelataran istana, dan ‘Amr memerintahkan para pengawalnya untuk berjaga-jaga di sekeliling istana agar tidak ada yang kabur selama acara.

Melihat orang-orang telah berkumpul ‘Amr segera duduk di singgasana dan memerintahkan agar masing-masing dibawa masuk secara berkelompok yang maksimal jumlahnya 5 – 10 orang perkelompok. Ketika mereka masuk, ia-pun mengadili mereka dan setelahnya membantai mereka semua, hingga para dedengkot yang dahulu menyuruhnya untuk membunuh saudaranya Hassan telah habis dan tiba giliran masyarakat umum, ia mendapati diantara mereka ada Dzu Ru’ain, dan ketika mereka berdua telah berhadap-hadapan Dzu Ru’ain langsung mengingatkannya akan nasehat dan wanti-wanti yang ia diberikan kepada ‘Amr, agar ia berhati-hati dan jangan membunuh Hassan. Tidak cukup sampai di situ ia Dzu Ru’ain juga menambahkan 2 bait sya’ir sebagai isyarat bahwa ia telah berlepas diri sejak lama dari pembunuhan Hassan (2 bait tersebut senada dengan 2 bait yang telah saya sebutkan di artikel yang lalu).

Mendengar alibi-alibi yang diberikan oleh Dzu Ru’ain, ‘Amr memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibiarkan pulang secara aman ke rumahnya, bahkan ‘Amr juga sampai memuliakan Dzu Ru’ain sekaligus menjadikannya orang yang spesial di sisinya.

Setelah pembantaian yang ia lakukan, tentu saja kekuatan rakyat Yaman berkurang secara drastis karena banyaknya para pejuang yang dibantai, dan dampaknya yang lain adalah keadaan di Yaman semakin kacau dari hari ke hari, hingga memaksa ‘Amr untuk tidak menjalankan ekspedisi-ekspedisi yang dahulu gemar dilakukan oleh saudara, ayah dan moyangnya. Karena kurangnya penaklukan di zamannya ia-pun dijuluki sebagai: Mautsaban, dimana asal kata dari kalimat tersebut adalah: al-Watsabu yang artinya adalah: Kasur, jadi seakan-akan mereka ingin menjuluki ‘Amr sebagai raja pemalas yang lebih senang tidur-tiduran diatas kasur daripada menjalankan ekspedisi menaklukkan negeri dan bangsa-bangsa asing”.

Beliau melanjutkan dengan menyebutkan perihal peristiwa apa saja yang terjadi di zaman pemerintahan ‘Amr, diantaranya adalah pernikahan antara seorang lelaki bernama ‘Amr bin Hujr al-Kindiy dengan keponakan perempuan ‘Amr yakni anak perempuannya Hassan bin Tubba’. Insya Allah cerita mengenai pernikahan ini akan saya sampaikan di artikel selanjutnya.

Juga beliau menyebutkan bahwa kepindahan ‘Amr bin Amir dan hengkangnya ia dari negeri Yaman juga terjadi di zaman ‘Amr bin Tubba’ tokoh kita ini, perlu di ketahui bahwa penyebab dari hengkangnya ‘Amr bin Amir dari negeri Yaman adalah jebolnya bendungan Ma’rib.

Beliau menyebutkan pula bahwa sosok ‘Amr bin Amir inilah yang nantinya akan melahirkan kedua suku Madinah Aus dan Khazraj, yakni orang inilah yang menjadi moyang mereka juga moyang suku Khuza’ah, dan dengan menyebutkan fakta ini maka otomatis orang yang memerangi Madinah, membawa 2 rahib yahudi ke Yaman, melapisi Ka’bah dengan kain Kiswah juga yang membawa masuk agama Yahudi ke Yaman bukanlah sosok Tubba’ yang di sebutkan oleh Ibnu Ishaq sebagai: Tubban As’ad Abu Karib.

Lalu siapa sosok Tubba’ yang sebenarnya melakukan semua hal diatas jika bukan Tubban As’ad?.

Dan kenapa banyak sekali perbedaan pendapat di dalam sejarah bangsa arab?.

Insya Allah pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya jawab di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was -Salam.   

 

 

 

Saturday, June 26, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 6).

 

Pemandangan Bukit dan Pantai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Setelah Hassan menyelesaikan urusannya dengan orang-orang suku Judais, ia-pun kembali melanjutkan penyelidikannya terhadap siapa saja yang terlibat diantara orang-orang Himyar dalam pembunuhan ayahnya.

Berkata Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy setelah memaparkan cerita perihal kedua suku Thasim dan Judais dan kisah mereka bersama Hassan, beliau berkata: “Dan Hassan kembali melanjutkan investigasi terhadap siapa saja dari orang-orang Himyar yang terlibat dalam pembunuhan ayahnya Tubba’, maka setiap ia menemukan seseorang atau mengetahui bahwa orang tersebut terlibat ia langsung memburunya dan membunuhnya saat itu juga. Satu persatu para pembunuh tersebut ditemukan sekaligus dibunuh, hingga akhirnya Hassan mempunyai sebuah ide dimana ia akan menghukum orang-orang Himyar dengan senantiasa membawa dan memerintahkan mereka untuk berperang, ia juga senantiasa berperilaku kasar kepada mereka selama perjalanan…”.

Berkata Ibnu Ishaq mengenai perjalanan Hassan ini: “Ketika Hassan bin Tubban As’ad Abu Karib naik tahta menggantikan ayahnya, ia ingin membawa rakyat Yaman (yakni orang-orang Himyar) untuk mengunjungi negeri dan bangsa-bangsa asing (sekaligus menaklukkan mereka (sebagaimana yang dilakukan oleh ayah dan moyangnya dahulu)). Hingga akhirnya ketika ia tiba di suatu daerah yang terletak di tanah Iraq (berkata imam as-Suhailiy di dalam kitabnya: “berkata Ibnu Hisyam: ‘Daerah tersebut adalah daerah Bahrain sebagaimana yang dikatakan kepadaku oleh para sejarawan”), orang-orang Himyar tiba-tiba menjadi tidak senang akan perjalanan ini dan mereka berkeinginan untuk segera kembali ke Yaman…”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 5).

SEJARAH YAMAN: HUKUMAN BAGI AMR YANG TELAH MEMBUNUH SAUDARANYA HASSAN.

Akan tetapi mereka tidak berani mengutarakan keinginan mereka tersebut kepada Hassan, disebabkan oleh apa yang telah dikatakan Ibnu Qutaibah diatas bahwa pada hakikatnya perjalanan tersebut adalah sebagian dari bentuk hukuman yang diberikan oleh Hassan kepada orang-orang Himyar, oleh karena itu mereka-pun mengajak bicara saudara Hassan yakni ‘Amr agar ia berkenan membawa mereka kembali ke Yaman…

Yang menjadi pertanyaan disini adalah: apa yang menyebabkan mereka membujuk ‘Amr yang sejatinya dia bukanlah raja?, bukankah seharusnya mereka membujuk Hassan yang berperan sebagai raja dan bukannya membujuk ‘Amr yang tidak memiliki kendali terhadap para pasukan?.

Apa yang sebenarnya mereka rencanakan?...

Pertanyaan-pertanyaan diatas di jawab oleh Ibnu Ishaq, beliau berkata: “…Maka mereka mengajak bicara saudara kandung Hassan yakni ‘Amr bin Tubba’ yang pada waktu itu ia juga ikut dalam pasukan Hassan ini, mereka orang-orang Himyar berkata kepadanya: “Wahai ‘Amr bunuhlah saudaramu Hassan, karena jika engkau berhasil membunuhnya kami akan mengangkatmu sebagai raja yang baru, dan engkau bisa kembali bersama kami ke Yaman setelah itu dan tidak perlu bercapek-capek ria di tanah orang…”.

‘Amr sendiri setuju dan menyanggupi permintaan orang-orang Himyar tersebut, karena ia sendiri juga mungkin sudah lelah akan seluruh murka dan perilaku Hassan selama ini, belum lagi ia juga diperintahkan untuk ikut dalam rombongan tersebut, maka tentu saja ia setuju akan usul gila orang-orang Himyar tadi.

Ibnu Ishaq melanjutkan: “…Ketika ‘Amr setuju untuk menjalankan rencana tadi, maka orang-orang Himyar yang tersisa juga segera mengamini rencana dan makar tersebut. Akan tetapi ternyata tidak selamanya orang-orang Himyar bisa satu kata dalam menjalankan misi-misi hina seperti ini, karena salah seorang dari mereka yang bernama: Dza Ru’ain al-Himyariy lebih memilih untuk tidak ikut ambil bagian dalam rencana tersebut, bahkan ia juga mewanti-wanti ‘Amr dan memperingatinya akan akibat-akibat menakutkan yang nanti bakal menimpanya jika ia tetap saja bersikeras untuk menjalankan rencana tersebut, tidak cukup hanya dengan memperingatinya dengan omongan biasa ia juga bahkan melantunkan 2 bait sya’ir agar sekiranya ‘Amr berkenan mendengar peringatan yang ia berikan, ia berkata:

Aduhai celakalah orang yang membeli insomnia dengan nikmat tidur…

Sungguh orang yang bahagia adalah orang yang bisa tidur dengan cukup…

Maka jika Himyar tetap bersikeras untuk berkhianat…

Semoga Tuhan berkenan untuk memberi ampunan bagi Dzu Ru’ain…”.

Bahkan ia juga menuliskan 2 bait tadi pada selembar kertas dan memberikan tanda tangannya di atas kertas tersebut (ia berkeinginan agar kertas ini nantinya bisa menjadi bukti atas ketidak terlibatannya dalam pembunuhan Hassan), untuk kemudian membawanya ke hadapan ‘Amr, ketika tiba di kemahnya Dzu Ru’ain berkata padanya: “Simpanlah kertas ini di sisimu (jika engkau tetap ingin menjalankan rencanamu)”, ‘Amr mengabulkan permintaannya dan segera menyimpan kertas tersebut baik-baik.

Kemudian ia (‘Amr) keluar dan menemui teman-temannya yang lain untuk kemudian ia berhasil membunuh saudaranya Hassan, dan orang-orang Himyar menepati janji mereka dengan mengangkatnya sebagai raja baru.

Dan setelah ia dilantik, ia segera memerintahkan pasukannya agar bersiap-siap untuk pulang kembali ke kampung halaman, setelah itu mereka-pun kembali ke Yaman.

Cerita perihal ‘Amr akan berlanjut di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.  

Was-Salam.

 

 

 

Friday, June 25, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 5).

 

Pemandangan Bukit dan Pantai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Ibnul Atsir berkata: “Kemudian orang-orang suku Thasim yang tersisa dan selamat dari pembantaian segera kabur menuju Yaman demi bertemu dengan Hassan bin Tubba’ dan meminta pertolongan darinya untuk menghadapi amukan suku Judais…”.

Adapun Ibnu Jarir maka beliau mengatakan: “Maka seseorang yang selamat dari suku Thasim segera kabur demi melihat pembantaian tersebut, orang tersebut bernama: Riyah bin Murrah, ia kabur menuju Yaman demi bertemu dengan Hassan bin Tubba’ dan meminta pertolongan darinya…”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 4).

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 6).

Ibnul Atsir melanjutkan: “…Hassan mengabulkan permohonan orang-orang Thasim tersebut dan segera menyiapkan pasukan kemudian berangkat menuju Jaww (Yamamah). Ketika jarak hanya tersisa 3 hari perjalanan, seseorang dari rombongan Thasim berkata kepada Hassan: “Wahai raja, sungguh aku memiliki seorang saudari perempuan yang sekarang tinggal bersama orang-orang Judais karena ia menikah dengan seseorang dari mereka, namanya adalah: al-Yamamah. Saudariku tersebut mempunyai kemampuan untuk melihat rombongan yang sedang menuju ke daerah kami secara detail, yang dimana syaratnya adalah jarak antara mereka dan kami hanya tersisa selama 3 hari perjalanan. Dan aku sungguh khawatir jika rombongan kita ini ketahuan dan membuat orang-orang Judais mampu mempersiapkan pasukan yang kuat untuk melawan kita, oleh karena itu perintahkanlah pasukanmu agar setiap dari mereka menebang satu pohon dan menaruhnya di depannya hingga kita sampai di Jaww (hal tersebut agar kita mampu membuat suatu pengalihan dan mengecoh penglihatan Yamamah)…”.

Adapun Ibnu Jarir, maka beliau berkata: “…Mendengar permintaan tolong tersebut, Hassan segera menyiapkan pasukan dan langsung berangkat dari (daerahnya orang-orang) Himyar, dan ketika jarak antara rombongan Hassan dan daerah Jaww hanya tersisa selama 3 hari perjalanan, berkata Riyah bin Murrah kepada Hassan: “Wahai raja, engkau sungguh telah menyepelekan kutukan!. Aku mempunyai seorang saudari yang hari ini tinggal di tengah-tengah orang Judais karena ia menikah dengan seseorang dari mereka, namanya adalah: al-Yamamah. Tidak ada seorangpun diatas muka bumi ini yang bisa mengalahkan kemampuan melihatnya, karena sungguh ia mampu melihat rombongan yang sedang menuju ke daerah kami dengan syarat jarak yang memisahkan antara kami dengan mereka hanya selama 3 hari perjalanan!. Dan aku sungguh khawatir akan kemampuannya tersebut yang mampu melihat rombongan kita untuk kemudian melaporkannya ke orang-orang Judais, oleh karena itu perintahkanlah pasukanmu agar setiap dari mereka menebang satu pohon dan membawanya di depannya hingga kita sampai di Jaww (Yamamah)”…”.

Ibnul Atsir melanjutkan: “…Hassan-pun mematuhi saran yang di berikan oleh seorang dari Thasim tersebut, dan tidak lama kemudian benar saja si Yamamah akhirnya melihat rombongan mereka, dan ia berkata kepada orang-orang Judais: “Orang-orang Himyar akhirnya hampir tiba di tengah-tengah kalian”, mereka bertanya: “Apa lagi yang engkau lihat?”, ia menjawab: “Aku melihat seseorang yang berada di dalam pohon, lengan orang tersebut yang menjadi ranting pohon, sementara sendalnya-lah yang menjadi akar dari pohon tersebut”. Pada asalnya memang hal itulah yang terjadi, akan tetapi karena orang-orang Judais menganggap aneh peringatan tersebut, mereka-pun tidak menghiraukannya.

Sampai akhirnya tibalah Hassan bersama pasukannya di Jaww pada pagi hari, dan langsung membantai habis seluruh orang-orang Judais yang masih terlelap dalam tidur mereka. Ketika Hassan telah merampungkan urusannya, dibawalah ke hadapannya wanita bernama Yamamah tadi, karena ia penasaran akan apa yang sebenarnya ada di dalam mata Yamamah ia-pun mencongkel keluar mata Yamamah tersebut, seketika ia mendapati di rongga matanya ada air yang berwarna hitam.

Ia bertanya kepada wanita tersebut perihal air berwarna hitam yang ia lihat di dalam rongga matanya, ia berkata: “Air apa ini?”, Yamamah menjawab: “Itu adalah air mata yang tercemari oleh warna dari sebuah batu hitam yang bernama: al-Itsmid yang sering aku pakai untuk bercelak”.

Ibnul Atsir melanjutkan: “Banyak sejarawan yang berpendapat bahwa wanita tersebutlah yang pertama kali memakai celak diatas muka bumi, dan dari nama wanita tersebutlah, juga di karenakan keunikannya maka nama daerah tersebut yang asalnya adalah Jaww diganti dengan Yamamah (hingga hari ini)”.

Ibnu Jarir membawakan cerita yang sama persis dengan cerita diatas dan yang membedakan antara cerita mereka berdua hanyalah: 1). Ibnu Jarir menyebutkan bahwa Hassan juga menghancurkan istana-istana yang sempat dibangun oleh suku Judais, juga rumah dan perkampungan mereka sekaligus banteng mereka. 2). Batu yang dipakai oleh Yamamah untuk bercelak adalah batu-batu kecil berwarna hitam. 3). Hassan-lah yang mengganti nama Jaww menjadi Yamamah.

Kemudian Ibnu Jarir membawakan sya’ir-sya’ir yang dilantunkan oleh orang-orang arab terdahulu mengenai penyerangan Hassan terhadap suku Judais.

Adapun Ibnul Atsir maka beliau mengatakan: “Ketika orang-orang Judais sedang dibantai, al-Aswad sang kepala suku sekaligus orang yang bertanggung jawab atas kematian ‘Imliq kabur menuju pegunungan Thayyi’, dan ia memutuskan untuk tinggal di sana. Hal ini terjadi sebelum suku Thayyi’ menetap di gunung tersebut.

Dahulu orang-orang Thayyi’ sendiri menetap di daerah al-Jurf yang terletak di Yaman, dan pada hari ini (zamannya Ibnul Atsir) daerah tersebut ditinggali oleh suku Murad dan Hamadan.

Penyebab dari berpindahnya suku Thayyi’ ke pegunungan yang ditempati oleh al-Aswad adalah karena di setiap musim gugur mereka didatangi oleh seekor Unta berbadan besar yang gemuk, mereka sendiri tidak tahu darimana gerangan Unta tersebut datang dan siapa pemiliknya.

Hingga akhirnya karena penasaran, suatu hari mereka memutuskan untuk mengikuti Unta tersebut kemana-pun ia berjalan, sampai akhirnya Unta tersebut berhenti di tempat bersemayamnya 2 gunung Thayyi’ yang bernama: Aja’ dan Sulma.

Mereka melihat di dua gunung tersebut terdapat pohon-pohon kurma juga hewan-hewan ternak yang sangat banyak, mereka juga melihat al-Aswad bin ‘Affar sang pemilik dari pohon kurma dan ternak tersebut.

Bukannya meminta izin dari al-Aswad untuk tinggal bersamanya di 2 gunung tersebut, mereka malah lebih memilih untuk membunuh al-Aswad dan mengambil kebun sekaligus hewan ternaknya. Dan mereka memutuskan untuk menetap di gunung Thayyi’ menggantikan al-Aswad, hingga hari ini (maksudnya hari ketika Ibnul Atsir masih hidup).

Cerita mengenai Hassan akan berlanjut di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

Thursday, June 24, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 4).

 

Pemandangan Bukit dan Pantai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Kita kembali sebentar ke saat-saat ketika saudara lelaki ‘Ufairah menyerukan seruan perlawanan…

Berkata Ibnul Atsir: “Maka ketika saudara lelaki ‘Ufairah mendengar perkataannya, dan ia sendiri adalah seorang pemimpin yang dihormati, ia mengatakan di depan kaumnya: “Wahai sekalian orang-orang Judais!. Sungguh mereka semua itu (suku Thasim) tidak lebih mulia dari kalian di atas tanah ini, yang menjadikan mereka lebih mulia dari kita hanyalah kenyataan bahwa saudara merekalah yang menjadi raja bagi kita dan mereka. Jikalau saja kita tidak lemah, maka ia sungguh tidak akan bisa menjadi raja, dan jika kita melawan maka tahta tersebut akan menjadi milik kita!.

Maka taatilah diriku atas apa yang akan aku perintahkan, karena sungguh perintahku ini akan memberikan kepada kalian kemuliaan untuk selama-lamanya!”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 3).

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 5).

Ibnul Atsir melanjutkan: “Sebenarnya orang-orang Judais-pun telah naik pitam ketika mendengar bait-bait sya’ir yang dilantunkan oleh ‘Ufairah, juga ketika akhirnya mereka menyadari akan apa yang dialami oleh saudari mereka itu di rumah raja.

Dan akhirnya ketika mereka mendengar seruan al-Aswad pemimpin yang mereka cintai, mereka berkata: “Kami akan mentaatimu dan mengikuti arahan-arahanmu!, akan tetapi apakah kamu tidak melihat?, orang-orang Thasim itu lebih banyak jumlahnya dari kita!”.

Al-Aswad menjawab: “Tenang, aku mempunyai sebuah siasat. Aku akan menyiapkan sebuah hidangan yang akan cukup untuk orang banyak, setelah itu aku akan mengundang raja beserta seluruh keluarganya (suku Thasim), maka ketika mereka datang dan bersiap untuk menyantap hidangan tersebut, dan setelah mereka menanggalkan seluruh atribut-atribut kerajaan, di saat itulah kita akan mengambil pedang dan membantai mereka semua!”.

Orang-orang Judais berkata: “Baiklah, mari kita mulai bekerja!”.

Mendengar persetujuan kaumnya al-Aswad segera menyiapkan hidangan besar-besaran, setelah semua hidangan tersebut matang dan telah siap, ia memerintahkan agar hidangan tersebut ditaruh di tengah alun-alun kota.

Kemudian ia bersama seluruh anggota sukunya mengambil pedang mereka masing-masing dan menguburnya di samping meja-meja tempat hidangan tersaji. Setelah semua siap, ia-pun mengundang sang raja beserta seluruh jajaran pemerintahan dan juga seluruh keluarganya.

Mendengar undangan tersebut, tentu saja sang raja senang mendengarnya dan ia bersedia untuk memenuhi undangan tersebut. Maka datanglah ia beserta seluruh kemegahannya dan juga sebagian besar kaumnya, ketika mereka semua telah menanggalkan atribut-atribut dan telah duduk di kursi-kursi yang disediakan bersiap untuk menyantap hidangan. Di saat itulah orang-orang Judais mengambil pedang mereka dan langsung menebas semua leher yang ada di depannya, dengan didahului tebasan ke leher sang raja, maka setelahnya adalah giliran para bawahan”.

Adapun Ibnu Jarir maka beliau berkata: “Maka seorang dari suku Judais angkat suara (mengenai pelecehan-pelecahan yang dilakukan sang raja kepada mereka), orang tersebut bernama al-Aswad bin ‘Affar. Ia berkata kepada para pembesar kaumnya: “Kalian telah melihat semua pelecehan yang kita terima selama ini, yang bahkan seekor anjing-pun jika ia diperlakukan seperti itu maka ia akan menyerang balik dan menggigit orang yang mengganggunya. Maka taatilah aku, karena aku mampu untuk memberikan kepada kalian kemuliaan yang akan bertahan selama-lamanya, sekaligus menghapus segala kehinaan yang selama ini kita berada di dalamnya!”.

Mereka berkata: “Apa maksudmu?, dan apa yang perlu kita lakukan?”.

Al-Aswad menjawab: “Pertama-tama aku akan menyiapkan sebuah hidangan yang kuperuntukkan bagi raja dan segenap kaumnya. Maka jika mereka datang kita akan segera menyerbu dan membantai mereka sekaligus, dan aku sendiri yang akan membunuh raja”.

Mereka-pun sepakat untuk menjalankan siasat tersebut, al-Aswad sendiri segera menyiapkan hidangan besar-besaran, dan tidak lupa ia memerintahkan kaumnya untuk membawa pedang mereka dan menguburnya di samping meja yang nanti akan dipakai untuk menghidangkan makanan bagi raja dan kaumnya.

Ia berkata kepada mereka: “Jika mereka datang, maka tunggulah saat ketika mereka telah menanggalkan seluruh atribut kerajaan, di saat itulah kalian harus mengambil seluruh pedang yang mereka bawa dan segera kepung mereka sebelum mereka duduk di kursi masing-masing, dan bunuhlah terlebih dahulu para pembesar dan tetua-tetua suku, karena jika kalian telah membunuh mereka maka para bawahan tidak akan bisa melakukan apa-apa!”.

Tidak lama kemudian datanglah rombongan raja (beserta seluruh kesombongan dan kemegahan mereka), dan ketika mereka semua telah menanggalkan seluruh atribut yang mereka pakai dan hendak duduk di kursi masing-masing, orang-orang Judais segera mengambil pedang-pedang mereka dan langsung membantai raja beserta tetua-tetua Thasim, setelah itu mereka mengepung seluruh anggota suku Thasim yang tersisa dan segera membantai mereka semua hingga habis”.

Setelah kejadian tersebut, tibalah giliran Hassan bin Tubba’ untuk menjalankan perannya dalam cerita ini.

Insya Allah cerita mengenai Hassan akan berlanjut di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.