Pemandangan Pantai di Sore Hari, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Ibnu Ishaq berkata mengenai penyempurnaan
masuknya agama Yahudi ke Yaman: “Dahulu di negeri Yaman ada sebuah rumah
peribadatan bernama Riam, dimana penduduk Yaman sangat mengagung-agungkan rumah
tersebut. Begitu pula halnya jika mereka ingin menyembelih hewan untuk
pengorbanan atau selainnya, maka mereka akan menyembelih hewan tersebut di
rumah peribadatan mereka yakni Riam. Dan jika terjadi masalah atau ada hal-hal
buruk, maka mereka akan meminta pertolongan dari rumah tersebut. Ini semua
terjadi ketika mereka semua masih tenggelam dalam kesyirikan.
Maka ketika kedua rahib Yahudi datang
bersama Tubba’ ke sana, mereka berdua berkata kepada Tubba’: “Sungguh rumah
Riam tersebut adalah (sarang dan rumah) syaithan, yang keberadaannya di Yaman
hanya membawa kesusahan bagi kami dan seruan kami. Rumah tersebut akan
senantiasa menimbulkan fitnah bagi rakyat Yaman, maka pisahkanlah kami semua
darinya (hancurkanlah!)”.
Tubba’ menimpali perkataan kedua rahib
tersebut, ia berkata: “Urusan rumah tersebut dan masa depannya di Yaman
terserah kalian (terserah kepada kedua rahib, apakah ingin dihancurkan atau di
biarkan saja)”.
Mendengar hal itu, kedua rahib-pun segera
mendatangi dan masuk ke dalam rumah peribadatan tersebut, mereka kemudian
mengeluarkan darinya (berkata Ibnu Ishaq: “Sebagaimana yang dikatakan oleh
penduduk Yaman”) seekor anjing yang berwarna hitam, untuk kemudian mereka
berdua menyembelihnya.
Setelah urusan mereka berdua selesai dengan
anjing hitam tadi, mereka-pun segera menghancurkan rumah tersebut.
Berkata Ibnu Ishaq: “Di dapati pada
reruntuhan rumah tersebut bekas-bekas darah yang dahulu ditumpahkan oleh rakyat
Yaman di sisinya”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DANASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 7).
SEJARAH YAMAN: DARI KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’ADHINGGA KISAH DZU NUWAS BERSAMA LAKHNI’AH (BAG, 1).
Adapun asal kata Riam sendiri dalam bahasa
arab adalah: ar-Ru’mu, yang artinya adalah: kelemah lembutan dan kasih sayang. Jadi
seakan-akan mereka mengharapkan dari rumah tersebut kelemah lembutan dan kasih sayang.
As-Suhailiy menyebutkan di dalam kitabnya
sebuah cerita mengenai rumah Riam yang diagung-agungkan oleh penduduk Yaman,
ceritanya sebagai berikut…
Beliau berkata: “Dan di dalam riwayat Yunus
dari Ibnu Ishaq disebutkan bahwa dahulu ada sesosok syaithan yang berdiam atau
menghuni rumah Riam, dan penduduk Yaman senantiasa menyediakan untuknya seember
darah yang mereka ambil dari hewan-hewan yang mereka sembelih.
Maka ketika ember tersebut telah mereka
taruh di depan rumah Riam, syaithan tadi keluar dan meminumnya, setelah selesai
ia-pun berkenan mengajak bicara penduduk Yaman dan mendengarkan keluhan-keluhan
mereka. Tidak cukup dengan hanya menyediakan darah bagi si syaithan penduduk
Yaman juga menyembahnya.
Kemudian ketika kedua rahib muncul dan tiba
di Yaman bersama Tubba’, dan setelah melihat kesyirikan yang diperbuat oleh
rakyat Yaman. Mereka segera menaruh (lembaran-lembaran) Taurat di sisi-sisi
rumah tersebut, tidak cukup sampai di situ mereka juga berkeliling sambil
membacakan ayat-ayat Taurat, hingga membuat si syaithan keluar dari rumah Riam
dengan terbirit-birit untuk kemudian ia menceburkan diri di laut”.
Berkata syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil
(beliau adalah syaikh yang mentahqiq dan memberikan koreksian ke buku imam
as-Suhailiy yakni ar-Raudhul Unuf), beliau berkata mengenai kisah Riam yang
dibawakan oleh as-Suhailiy diatas: “Dan sekali lagi as-Suhailiy membawakan
cerita-cerita khurafat, yang saya sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang
memotivasinya untuk melakukan hal tersebut…”.
Dan beliau sendiri (‘Abdurrahman al-Wakil)
berpendapat bahwa rumah Riam ini bukanlah rumah peribadatan rakyat Yaman,
melainkan ia adalah rumah kuil milik suku Hamadan. Anggota suku tersebut menyebut
tuhan mereka yang bersemayam di rumah ini dengan panggilan Talib, akan tetapi
dengan berlalunya waktu dan pergantian generasi, penyebutan Talib berubah
menjadi: Ta’lib Riyam. Wallahu A’lam.
Imam Ibnu Katsir menyebutkan di dalam
bukunya sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, hadits
ini dihukumi sebagai hadits: Hasan Li Ghairihi (yakni hadits yang pada asalnya
hukumnya adalah Dhaif (lemah dan diragukan kalau ini murni perkataan Nabi),
akan tetapi karena banyak yang meriwayatkannya maka hadits ini naik derajat
menjadi Hasan (murni perkataan Nabi) Li Ghairihi (yakni Hasan karena banyaknya
yang meriwayatkan)).
Sanad yang dibawakan oleh Imam Ahmad
sendiri adalah sanad yang lemah, hadits tersebut berbunyi sebagai berikut: Dari
Sahl bin Sa’ad beliau berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam) bersabda: {“Janganlah kalian mencela Tubba’, karena sungguh
dia dahulu telah memeluk Islam (seorang muslim)”}.
Beliau Ibnu Katsir menyebutkan pula bahwa
syair yang dilantunkan Tubba’ mengenai kedatangan Nabi Muhammad (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam) senantiasa di ulang-ulang oleh kaum Anshar, dan syair
tersebut sangat di jaga oleh mereka, syair tersebut sendiri terjaga atau di
simpan oleh Abu Ayyub al-Anshari (Radhiyallahu ‘Anhu).
Bunyi syair tersebut sebagai berikut:
“Aku bersaksi bahwa Ahmad adalah seorang
Nabi yang diutus oleh Allah Rabb segenap manusia…
Jikalau saja aku bisa hidup hingga
menjumpainya maka aku akan menjadi pembantu dan sepupunya yang baik…
Dan aku akan berjuang dengan pedang melawan
musuh-musuhnya dan akan meringankan dan menghilangkan baginya segala gundah
gulana…”.
Alhamdulillah ini adalah akhir dari
rangkaian kisah mengenai Abu Karib Tubban atau yang dikenal sebagai Tubba’,
semoga ini semua bisa bermanfaat bagi kaum muslimin. Wallahu A’lam
Bish-Shawab.
Insya Allah di artikel selanjutnya akan
saya lanjutkan mengenai kisah anak Tubba’ yakni Hassan.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment