Saturday, June 12, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 3).

 

Pemandangan Hutan di Malam Hari, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Tidak lama setelah dialog antara Rabi’ah dan Sathih selesai datanglah Syiqq. Rabi’ah sendiri menyembunyikan segala informasi yang dia dapat dari Sathih perihal mimpinya dengan tujuan agar ia bisa mengetahui apakah ucapan Syiqq nantinya akan sama dengan ucapan Sathih atau sebaliknya.

Akan tetapi faktanya apa yang dikatakan oleh Syiqq perihal mimpi Rabi’ah sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Sathih.

Awal mula Rabi’ah menjelaskan perihal bahwa ia telah bermimpi melihat sesuatu yang sangat menakutkan, kemudian persis seperti apa yang dikatakannya kepada Sathih di awal percakapan mereka berdua, Rabi’ah menantang Syiqq untuk menceritakan perihal mimpinya yang bahkan semua orang belum di beritahu perihal mimpi tersebut.

Dialog antara mereka berdua pun di mulai, dialog yang telah di rekam dengan sangat baik oleh buku-buku sejarah tersebut berlangsung sebagaimana berikut:

Syiqq menjawab tantangan sang raja dengan mengatakan: “Ya, engkau melihat benda hitam yang keluar dari tempat gelap. Benda tersebut kemudian jatuh di sebuah dataran antara padang rumput dan anak bukit, kemudian semua makhluk hidup mengerubunginya dan memakannya”.

Rabi’ah memahami dari perkataan ini bahwa apa yang dikatakan oleh Sathih dan Syiqq perihal mimpinya adalah sama, perbedaan antara mereka berdua hanya terletak pada tempat jatuh benda hitam tersebut. Sathih mengatakan bahwa benda hitam tersebut jatuh di sebuah dataran, sementara Syiqq mengatakan bahwa benda tersebut jatuh diantara padang rumput dan anak bukit. Hal ini sebagaimana apa yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq.

Lanjut ke kisah, Rabi’ah menimpali perkataan Syiqq dengan berkata: “Sedikitpun engkau tidak salah. Sekarang jelaskan ta’wil mimpiku tersebut!”.

Syiqq berkata: “Aku bersumpah dengan seluruh manusia yang ada diantara 2 gunung (perihal sumpah dengan memakai nama selain nama Allah, telah saya jelaskan di artikel sebelum ini), sungguh negeri kalian ini akan dikuasai oleh orang-orang Sudan, mereka akan menguasai dan merampas seluruh gadis-gadis remaja kalian, dan mereka akan menguasai daerah antara Abyan hingga Najran”.

BACA JUGA: 

SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 2).

SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 1).

Rabi’ah menimpalinya dengan mengatakan: “Demi ayahmu wahai Syiqq, sungguh kabar ini sangat menyakitkan dan sangat membuat kami marah. Kapan hal tersebut akan terjadi?, apakah di zamanku atau di zaman sesudahku?”.

Syiqq menjawab: “Hal tersebut akan terjadi pada zaman sesudahmu. Kemudian kalian akan di selamatkan dari cengkraman mereka oleh orang agung yang hebat, orang ini akan menimpakan kehinaan kepada mereka”.

Rabi’ah berkata: “Siapa gerangan orang hebat itu?”.

Syiqq menjawab: “Dia adalah seorang pemuda, pemuda ini bukan dari keluarga rendahan bukan pula dari keluarga yang terlalu berkecukupan. Dia akan bergerak untuk menumpas mereka dari rumah Dzi Yazin”.

Rabi’ah berkata: “Apakah negeri ini akan terus menerus dalam genggamannya, ataukah kekuasaannya akan sirna pada suatu waktu?”.

Syiqq menjawab: “Kekuasaan pemuda tersebut akan sirna di tangan seorang Nabi yang akan diutus, Nabi ini diutus dengan kebenaran dan keadilan, dia adalah orang yang beragama lagi mulia. Kekuasaan akan berada dalam genggaman pengikutnya hingga hari pembalasan”.

Rabi’ah bertanya: “Apa itu hari pembalasan?”.

Syiqq menjawab: “Hari itu adalah hari ketika para penguasa di beri balasan atas segala apa yang mereka perbuat. Pada hari itu akan ada seruan dari langit, seruan ini akan di dengar oleh seluruh makhluk baik itu yang masih hidup maupun mereka yang telah meninggal. Seluruh manusia akan berkumpul di waktu yang telah di tetapkan, kemenangan dan keberuntungan pada hari itu hanya milik orang yang bertakwa”.

Rabi’ah bertanya: “Apakah yang engkau katakan ini benar?”.

Syiqq menjawab: “Ya, demi Tuhan Langit dan Bumi, dan segala apa yang berada diantara keduanya dari pengangkatan dan penurunan. Sungguh apa yang aku katakan adalah kebenaran yang tidak ada kebatilan di dalamnya”.

Setelah dialog Rabi’ah dengan kedua dukun Sathih dan Syiqq perihal tafsir dari mimpinya, maka apa yang dikatakan oleh keduanya tentang ramalan-ramalan masa depan sangat membekas di hati Rabi’ah hingga membuatnya pergi dari negeri Yaman beserta seluruh keluarganya menuju tanah Iraq. Sesampainya mereka di Iraq Rabi’ah mengirim surat ke raja Persia yang bernama Sabur bin Kharzadz, ia memohon dalam surat tersebut agar sekiranya sang raja berkenan menjamu mereka dan melindungi mereka di salah satu daerah kekuasaannya. Sabur-pun mengabulkan permohonan Rabi’ah dan ia menempatkan keluarga Rabi’ah di sebuah daerah bernama: al-Hirah. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq di buku Sirah Ibnu Hisyam.

Berkata Abul Qasim as-Suhailiy: “Tidak ada seorang-pun dari raja-raja Persia yang bernama Kharzadz, karena pada asalnya raja-raja Persia adalah anak keturunan Ardsyir bin Babik dan orang ini sendiri adalah raja Persia yang pertama. Silsilah Ardsyir terus berlanjut hingga Yazdajurd, nama-nama mereka semua telah terjaga di lembaran-lembaran sejarah dan tidak ada diantara mereka yang bernama Kharzadz. Akan tetapi mungkin saja Kharzadz ini adalah salah satu dari sekian banyak gubernur Kisra di Iraq atau bisa saja orang ini adalah salah satu dari raja-raja kerajaan kecil di tanah Iraq dan sekitarnya, karena zaman kepemimpinan Rabi’ah sendiri bertepatan dengan periode pemerintahan raja-raja kecil tersebut (raja-raja yang hanya memiliki kerajaan sebatas satu provinsi, bukan seperti Kaisar, Kisra, Najasyi, Fir’aun yang memiliki kekuasaan meliputi puluhan negara-negara modern) Wallahu A’lam”.

Era kekuasaan raja-raja kecil tersebut sebenarnya di mulai dari sebelum di utusnya Nabi Isa (‘Alaihis Salam), periode ini terus berlanjut hingga setelah beliau di angkat ke Langit. Sampai akhirnya muncullah seseorang yang bernama Iskandar al-Makduni, orang inilah yang akhirnya memporak-porandakan kerajaan-kerajaan kecil tersebut hingga tidak tersisa. Waktu demi waktu berlalu dengan pengikut Iskandar yang berkuasa selama kurang lebih 500 tahun, hingga akhirnya berdirilah kerajaan Persia as-Sasaniyyah di atas tanah Iraq di bawah kendali Ardsyir dan kemudian di lanjutkan oleh anaknya Sabur.

Berkata Ibnu Ishaq: “Diantara anak keturunan Rabi’ah adalah an-Nu’man bin Mundzir bin Nu’man bin Mundzir bin ‘Amr bin ‘Adi bin Rabi’ah bin Nashr. An-Nu’man sendiri melanjutkan pekerjaan pendahulunya sebagai gubernur Kisra di daerah al-Hirah”.

Pendapat Ibnu Ishaq ini yang mengatakan bahwa an-Nu’man adalah anak cucu Rabi’ah juga menjadi pendapat sebagian besar orang.

Ibnu Ishaq sendiri telah meriwayatkan sebuah kisah bahwa ketika Umar bin Khaththab di serahi pedang an-Nu’man, beliau bertanya kepada Jubair bin Muth’im perihal an-Nu’man: “Dari keturunan siapakah dia ini?”. Jubair menjawab: “Dia dari keturunan Qunsh bin Ma’d bin ‘Adnan”. Ibnu Ishaq mengatakan setelah itu: “Allah lebih mengetahui jalur nasabnya yang sebenarnya”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

0 comments:

Post a Comment