Pemandangan Hutan di Malam Hari, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Tidak lama setelah dialog antara Rabi’ah
dan Sathih selesai datanglah Syiqq. Rabi’ah sendiri menyembunyikan segala
informasi yang dia dapat dari Sathih perihal mimpinya dengan tujuan agar ia
bisa mengetahui apakah ucapan Syiqq nantinya akan sama dengan ucapan Sathih
atau sebaliknya.
Akan tetapi faktanya apa yang dikatakan
oleh Syiqq perihal mimpi Rabi’ah sama persis dengan apa yang dikatakan oleh
Sathih.
Awal mula Rabi’ah menjelaskan perihal bahwa
ia telah bermimpi melihat sesuatu yang sangat menakutkan, kemudian persis
seperti apa yang dikatakannya kepada Sathih di awal percakapan mereka berdua,
Rabi’ah menantang Syiqq untuk menceritakan perihal mimpinya yang bahkan semua
orang belum di beritahu perihal mimpi tersebut.
Dialog antara mereka berdua pun di mulai,
dialog yang telah di rekam dengan sangat baik oleh buku-buku sejarah tersebut
berlangsung sebagaimana berikut:
Syiqq menjawab tantangan sang raja dengan
mengatakan: “Ya, engkau melihat benda hitam yang keluar dari tempat gelap. Benda
tersebut kemudian jatuh di sebuah dataran antara padang rumput dan anak bukit,
kemudian semua makhluk hidup mengerubunginya dan memakannya”.
Rabi’ah memahami dari perkataan ini bahwa
apa yang dikatakan oleh Sathih dan Syiqq perihal mimpinya adalah sama,
perbedaan antara mereka berdua hanya terletak pada tempat jatuh benda hitam
tersebut. Sathih mengatakan bahwa benda hitam tersebut jatuh di sebuah dataran,
sementara Syiqq mengatakan bahwa benda tersebut jatuh diantara padang rumput
dan anak bukit. Hal ini sebagaimana apa yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq.
Lanjut ke kisah, Rabi’ah menimpali
perkataan Syiqq dengan berkata: “Sedikitpun engkau tidak salah. Sekarang jelaskan
ta’wil mimpiku tersebut!”.
Syiqq berkata: “Aku bersumpah dengan seluruh
manusia yang ada diantara 2 gunung (perihal sumpah dengan memakai nama selain
nama Allah, telah saya jelaskan di artikel sebelum ini), sungguh negeri kalian
ini akan dikuasai oleh orang-orang Sudan, mereka akan menguasai dan merampas
seluruh gadis-gadis remaja kalian, dan mereka akan menguasai daerah antara
Abyan hingga Najran”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 2).
SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 1).
Rabi’ah menimpalinya dengan mengatakan: “Demi
ayahmu wahai Syiqq, sungguh kabar ini sangat menyakitkan dan sangat membuat
kami marah. Kapan hal tersebut akan terjadi?, apakah di zamanku atau di zaman
sesudahku?”.
Syiqq menjawab: “Hal tersebut akan terjadi
pada zaman sesudahmu. Kemudian kalian akan di selamatkan dari cengkraman mereka
oleh orang agung yang hebat, orang ini akan menimpakan kehinaan kepada mereka”.
Rabi’ah berkata: “Siapa gerangan orang
hebat itu?”.
Syiqq menjawab: “Dia adalah seorang pemuda,
pemuda ini bukan dari keluarga rendahan bukan pula dari keluarga yang terlalu
berkecukupan. Dia akan bergerak untuk menumpas mereka dari rumah Dzi Yazin”.
Rabi’ah berkata: “Apakah negeri ini akan
terus menerus dalam genggamannya, ataukah kekuasaannya akan sirna pada suatu
waktu?”.
Syiqq menjawab: “Kekuasaan pemuda tersebut
akan sirna di tangan seorang Nabi yang akan diutus, Nabi ini diutus dengan
kebenaran dan keadilan, dia adalah orang yang beragama lagi mulia. Kekuasaan akan
berada dalam genggaman pengikutnya hingga hari pembalasan”.
Rabi’ah bertanya: “Apa itu hari pembalasan?”.
Syiqq menjawab: “Hari itu adalah hari
ketika para penguasa di beri balasan atas segala apa yang mereka perbuat. Pada hari
itu akan ada seruan dari langit, seruan ini akan di dengar oleh seluruh makhluk
baik itu yang masih hidup maupun mereka yang telah meninggal. Seluruh manusia
akan berkumpul di waktu yang telah di tetapkan, kemenangan dan keberuntungan
pada hari itu hanya milik orang yang bertakwa”.
Rabi’ah bertanya: “Apakah yang engkau katakan
ini benar?”.
Syiqq menjawab: “Ya, demi Tuhan Langit dan Bumi,
dan segala apa yang berada diantara keduanya dari pengangkatan dan penurunan. Sungguh
apa yang aku katakan adalah kebenaran yang tidak ada kebatilan di dalamnya”.
Setelah dialog Rabi’ah dengan kedua dukun
Sathih dan Syiqq perihal tafsir dari mimpinya, maka apa yang dikatakan oleh
keduanya tentang ramalan-ramalan masa depan sangat membekas di hati Rabi’ah
hingga membuatnya pergi dari negeri Yaman beserta seluruh keluarganya menuju
tanah Iraq. Sesampainya mereka di Iraq Rabi’ah mengirim surat ke raja Persia
yang bernama Sabur bin Kharzadz, ia memohon dalam surat tersebut agar sekiranya
sang raja berkenan menjamu mereka dan melindungi mereka di salah satu daerah
kekuasaannya. Sabur-pun mengabulkan permohonan Rabi’ah dan ia menempatkan
keluarga Rabi’ah di sebuah daerah bernama: al-Hirah. Hal ini sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Ishaq di buku Sirah Ibnu Hisyam.
Berkata Abul Qasim as-Suhailiy: “Tidak ada
seorang-pun dari raja-raja Persia yang bernama Kharzadz, karena pada asalnya
raja-raja Persia adalah anak keturunan Ardsyir bin Babik dan orang ini sendiri
adalah raja Persia yang pertama. Silsilah Ardsyir terus berlanjut hingga
Yazdajurd, nama-nama mereka semua telah terjaga di lembaran-lembaran sejarah
dan tidak ada diantara mereka yang bernama Kharzadz. Akan tetapi mungkin saja
Kharzadz ini adalah salah satu dari sekian banyak gubernur Kisra di Iraq atau
bisa saja orang ini adalah salah satu dari raja-raja kerajaan kecil di tanah
Iraq dan sekitarnya, karena zaman kepemimpinan Rabi’ah sendiri bertepatan
dengan periode pemerintahan raja-raja kecil tersebut (raja-raja yang hanya
memiliki kerajaan sebatas satu provinsi, bukan seperti Kaisar, Kisra, Najasyi,
Fir’aun yang memiliki kekuasaan meliputi puluhan negara-negara modern) Wallahu A’lam”.
Era kekuasaan raja-raja kecil tersebut
sebenarnya di mulai dari sebelum di utusnya Nabi Isa (‘Alaihis Salam),
periode ini terus berlanjut hingga setelah beliau di angkat ke Langit. Sampai akhirnya
muncullah seseorang yang bernama Iskandar al-Makduni, orang inilah yang
akhirnya memporak-porandakan kerajaan-kerajaan kecil tersebut hingga tidak
tersisa. Waktu demi waktu berlalu dengan pengikut Iskandar yang berkuasa selama
kurang lebih 500 tahun, hingga akhirnya berdirilah kerajaan Persia
as-Sasaniyyah di atas tanah Iraq di bawah kendali Ardsyir dan kemudian di
lanjutkan oleh anaknya Sabur.
Berkata Ibnu Ishaq: “Diantara anak
keturunan Rabi’ah adalah an-Nu’man bin Mundzir bin Nu’man bin Mundzir bin ‘Amr
bin ‘Adi bin Rabi’ah bin Nashr. An-Nu’man sendiri melanjutkan pekerjaan
pendahulunya sebagai gubernur Kisra di daerah al-Hirah”.
Pendapat Ibnu Ishaq ini yang mengatakan
bahwa an-Nu’man adalah anak cucu Rabi’ah juga menjadi pendapat sebagian besar
orang.
Ibnu Ishaq sendiri telah meriwayatkan
sebuah kisah bahwa ketika Umar bin Khaththab di serahi pedang an-Nu’man, beliau
bertanya kepada Jubair bin Muth’im perihal an-Nu’man: “Dari keturunan siapakah
dia ini?”. Jubair menjawab: “Dia dari keturunan Qunsh bin Ma’d bin ‘Adnan”. Ibnu
Ishaq mengatakan setelah itu: “Allah lebih mengetahui jalur nasabnya yang
sebenarnya”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment