Friday, June 25, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 5).

 

Pemandangan Bukit dan Pantai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Ibnul Atsir berkata: “Kemudian orang-orang suku Thasim yang tersisa dan selamat dari pembantaian segera kabur menuju Yaman demi bertemu dengan Hassan bin Tubba’ dan meminta pertolongan darinya untuk menghadapi amukan suku Judais…”.

Adapun Ibnu Jarir maka beliau mengatakan: “Maka seseorang yang selamat dari suku Thasim segera kabur demi melihat pembantaian tersebut, orang tersebut bernama: Riyah bin Murrah, ia kabur menuju Yaman demi bertemu dengan Hassan bin Tubba’ dan meminta pertolongan darinya…”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 4).

SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 6).

Ibnul Atsir melanjutkan: “…Hassan mengabulkan permohonan orang-orang Thasim tersebut dan segera menyiapkan pasukan kemudian berangkat menuju Jaww (Yamamah). Ketika jarak hanya tersisa 3 hari perjalanan, seseorang dari rombongan Thasim berkata kepada Hassan: “Wahai raja, sungguh aku memiliki seorang saudari perempuan yang sekarang tinggal bersama orang-orang Judais karena ia menikah dengan seseorang dari mereka, namanya adalah: al-Yamamah. Saudariku tersebut mempunyai kemampuan untuk melihat rombongan yang sedang menuju ke daerah kami secara detail, yang dimana syaratnya adalah jarak antara mereka dan kami hanya tersisa selama 3 hari perjalanan. Dan aku sungguh khawatir jika rombongan kita ini ketahuan dan membuat orang-orang Judais mampu mempersiapkan pasukan yang kuat untuk melawan kita, oleh karena itu perintahkanlah pasukanmu agar setiap dari mereka menebang satu pohon dan menaruhnya di depannya hingga kita sampai di Jaww (hal tersebut agar kita mampu membuat suatu pengalihan dan mengecoh penglihatan Yamamah)…”.

Adapun Ibnu Jarir, maka beliau berkata: “…Mendengar permintaan tolong tersebut, Hassan segera menyiapkan pasukan dan langsung berangkat dari (daerahnya orang-orang) Himyar, dan ketika jarak antara rombongan Hassan dan daerah Jaww hanya tersisa selama 3 hari perjalanan, berkata Riyah bin Murrah kepada Hassan: “Wahai raja, engkau sungguh telah menyepelekan kutukan!. Aku mempunyai seorang saudari yang hari ini tinggal di tengah-tengah orang Judais karena ia menikah dengan seseorang dari mereka, namanya adalah: al-Yamamah. Tidak ada seorangpun diatas muka bumi ini yang bisa mengalahkan kemampuan melihatnya, karena sungguh ia mampu melihat rombongan yang sedang menuju ke daerah kami dengan syarat jarak yang memisahkan antara kami dengan mereka hanya selama 3 hari perjalanan!. Dan aku sungguh khawatir akan kemampuannya tersebut yang mampu melihat rombongan kita untuk kemudian melaporkannya ke orang-orang Judais, oleh karena itu perintahkanlah pasukanmu agar setiap dari mereka menebang satu pohon dan membawanya di depannya hingga kita sampai di Jaww (Yamamah)”…”.

Ibnul Atsir melanjutkan: “…Hassan-pun mematuhi saran yang di berikan oleh seorang dari Thasim tersebut, dan tidak lama kemudian benar saja si Yamamah akhirnya melihat rombongan mereka, dan ia berkata kepada orang-orang Judais: “Orang-orang Himyar akhirnya hampir tiba di tengah-tengah kalian”, mereka bertanya: “Apa lagi yang engkau lihat?”, ia menjawab: “Aku melihat seseorang yang berada di dalam pohon, lengan orang tersebut yang menjadi ranting pohon, sementara sendalnya-lah yang menjadi akar dari pohon tersebut”. Pada asalnya memang hal itulah yang terjadi, akan tetapi karena orang-orang Judais menganggap aneh peringatan tersebut, mereka-pun tidak menghiraukannya.

Sampai akhirnya tibalah Hassan bersama pasukannya di Jaww pada pagi hari, dan langsung membantai habis seluruh orang-orang Judais yang masih terlelap dalam tidur mereka. Ketika Hassan telah merampungkan urusannya, dibawalah ke hadapannya wanita bernama Yamamah tadi, karena ia penasaran akan apa yang sebenarnya ada di dalam mata Yamamah ia-pun mencongkel keluar mata Yamamah tersebut, seketika ia mendapati di rongga matanya ada air yang berwarna hitam.

Ia bertanya kepada wanita tersebut perihal air berwarna hitam yang ia lihat di dalam rongga matanya, ia berkata: “Air apa ini?”, Yamamah menjawab: “Itu adalah air mata yang tercemari oleh warna dari sebuah batu hitam yang bernama: al-Itsmid yang sering aku pakai untuk bercelak”.

Ibnul Atsir melanjutkan: “Banyak sejarawan yang berpendapat bahwa wanita tersebutlah yang pertama kali memakai celak diatas muka bumi, dan dari nama wanita tersebutlah, juga di karenakan keunikannya maka nama daerah tersebut yang asalnya adalah Jaww diganti dengan Yamamah (hingga hari ini)”.

Ibnu Jarir membawakan cerita yang sama persis dengan cerita diatas dan yang membedakan antara cerita mereka berdua hanyalah: 1). Ibnu Jarir menyebutkan bahwa Hassan juga menghancurkan istana-istana yang sempat dibangun oleh suku Judais, juga rumah dan perkampungan mereka sekaligus banteng mereka. 2). Batu yang dipakai oleh Yamamah untuk bercelak adalah batu-batu kecil berwarna hitam. 3). Hassan-lah yang mengganti nama Jaww menjadi Yamamah.

Kemudian Ibnu Jarir membawakan sya’ir-sya’ir yang dilantunkan oleh orang-orang arab terdahulu mengenai penyerangan Hassan terhadap suku Judais.

Adapun Ibnul Atsir maka beliau mengatakan: “Ketika orang-orang Judais sedang dibantai, al-Aswad sang kepala suku sekaligus orang yang bertanggung jawab atas kematian ‘Imliq kabur menuju pegunungan Thayyi’, dan ia memutuskan untuk tinggal di sana. Hal ini terjadi sebelum suku Thayyi’ menetap di gunung tersebut.

Dahulu orang-orang Thayyi’ sendiri menetap di daerah al-Jurf yang terletak di Yaman, dan pada hari ini (zamannya Ibnul Atsir) daerah tersebut ditinggali oleh suku Murad dan Hamadan.

Penyebab dari berpindahnya suku Thayyi’ ke pegunungan yang ditempati oleh al-Aswad adalah karena di setiap musim gugur mereka didatangi oleh seekor Unta berbadan besar yang gemuk, mereka sendiri tidak tahu darimana gerangan Unta tersebut datang dan siapa pemiliknya.

Hingga akhirnya karena penasaran, suatu hari mereka memutuskan untuk mengikuti Unta tersebut kemana-pun ia berjalan, sampai akhirnya Unta tersebut berhenti di tempat bersemayamnya 2 gunung Thayyi’ yang bernama: Aja’ dan Sulma.

Mereka melihat di dua gunung tersebut terdapat pohon-pohon kurma juga hewan-hewan ternak yang sangat banyak, mereka juga melihat al-Aswad bin ‘Affar sang pemilik dari pohon kurma dan ternak tersebut.

Bukannya meminta izin dari al-Aswad untuk tinggal bersamanya di 2 gunung tersebut, mereka malah lebih memilih untuk membunuh al-Aswad dan mengambil kebun sekaligus hewan ternaknya. Dan mereka memutuskan untuk menetap di gunung Thayyi’ menggantikan al-Aswad, hingga hari ini (maksudnya hari ketika Ibnul Atsir masih hidup).

Cerita mengenai Hassan akan berlanjut di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

0 comments:

Post a Comment