Pemandangan Bukit dan Pantai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah
Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Ibnul Atsir
berkata: “Kemudian orang-orang suku Thasim yang tersisa dan selamat dari
pembantaian segera kabur menuju Yaman demi bertemu dengan Hassan bin Tubba’ dan
meminta pertolongan darinya untuk menghadapi amukan suku Judais…”.
Adapun Ibnu
Jarir maka beliau mengatakan: “Maka seseorang yang selamat dari suku Thasim
segera kabur demi melihat pembantaian tersebut, orang tersebut bernama: Riyah
bin Murrah, ia kabur menuju Yaman demi bertemu dengan Hassan bin Tubba’ dan
meminta pertolongan darinya…”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 4).
SEJARAH YAMAN: KISAH HASSAN BIN TUBBAN AS’AD (BAG, 6).
Ibnul Atsir
melanjutkan: “…Hassan mengabulkan permohonan orang-orang Thasim tersebut dan
segera menyiapkan pasukan kemudian berangkat menuju Jaww (Yamamah). Ketika jarak
hanya tersisa 3 hari perjalanan, seseorang dari rombongan Thasim berkata kepada
Hassan: “Wahai raja, sungguh aku memiliki seorang saudari perempuan yang
sekarang tinggal bersama orang-orang Judais karena ia menikah dengan seseorang
dari mereka, namanya adalah: al-Yamamah. Saudariku tersebut mempunyai kemampuan
untuk melihat rombongan yang sedang menuju ke daerah kami secara detail, yang
dimana syaratnya adalah jarak antara mereka dan kami hanya tersisa selama 3
hari perjalanan. Dan aku sungguh khawatir jika rombongan kita ini ketahuan dan
membuat orang-orang Judais mampu mempersiapkan pasukan yang kuat untuk melawan
kita, oleh karena itu perintahkanlah pasukanmu agar setiap dari mereka menebang
satu pohon dan menaruhnya di depannya hingga kita sampai di Jaww (hal tersebut
agar kita mampu membuat suatu pengalihan dan mengecoh penglihatan Yamamah)…”.
Adapun Ibnu Jarir,
maka beliau berkata: “…Mendengar permintaan tolong tersebut, Hassan segera
menyiapkan pasukan dan langsung berangkat dari (daerahnya orang-orang) Himyar,
dan ketika jarak antara rombongan Hassan dan daerah Jaww hanya tersisa selama 3
hari perjalanan, berkata Riyah bin Murrah kepada Hassan: “Wahai raja, engkau
sungguh telah menyepelekan kutukan!. Aku mempunyai seorang saudari yang hari
ini tinggal di tengah-tengah orang Judais karena ia menikah dengan seseorang
dari mereka, namanya adalah: al-Yamamah. Tidak ada seorangpun diatas muka bumi
ini yang bisa mengalahkan kemampuan melihatnya, karena sungguh ia mampu melihat
rombongan yang sedang menuju ke daerah kami dengan syarat jarak yang memisahkan
antara kami dengan mereka hanya selama 3 hari perjalanan!. Dan aku sungguh
khawatir akan kemampuannya tersebut yang mampu melihat rombongan kita untuk
kemudian melaporkannya ke orang-orang Judais, oleh karena itu perintahkanlah
pasukanmu agar setiap dari mereka menebang satu pohon dan membawanya di
depannya hingga kita sampai di Jaww (Yamamah)”…”.
Ibnul Atsir
melanjutkan: “…Hassan-pun mematuhi saran yang di berikan oleh seorang dari
Thasim tersebut, dan tidak lama kemudian benar saja si Yamamah akhirnya melihat
rombongan mereka, dan ia berkata kepada orang-orang Judais: “Orang-orang Himyar
akhirnya hampir tiba di tengah-tengah kalian”, mereka bertanya: “Apa lagi yang
engkau lihat?”, ia menjawab: “Aku melihat seseorang yang berada di dalam pohon,
lengan orang tersebut yang menjadi ranting pohon, sementara sendalnya-lah yang
menjadi akar dari pohon tersebut”. Pada asalnya memang hal itulah yang terjadi,
akan tetapi karena orang-orang Judais menganggap aneh peringatan tersebut,
mereka-pun tidak menghiraukannya.
Sampai akhirnya
tibalah Hassan bersama pasukannya di Jaww pada pagi hari, dan langsung
membantai habis seluruh orang-orang Judais yang masih terlelap dalam tidur
mereka. Ketika Hassan telah merampungkan urusannya, dibawalah ke hadapannya
wanita bernama Yamamah tadi, karena ia penasaran akan apa yang sebenarnya ada
di dalam mata Yamamah ia-pun mencongkel keluar mata Yamamah tersebut, seketika
ia mendapati di rongga matanya ada air yang berwarna hitam.
Ia bertanya
kepada wanita tersebut perihal air berwarna hitam yang ia lihat di dalam rongga
matanya, ia berkata: “Air apa ini?”, Yamamah menjawab: “Itu adalah air mata
yang tercemari oleh warna dari sebuah batu hitam yang bernama: al-Itsmid yang
sering aku pakai untuk bercelak”.
Ibnul Atsir melanjutkan:
“Banyak sejarawan yang berpendapat bahwa wanita tersebutlah yang pertama kali
memakai celak diatas muka bumi, dan dari nama wanita tersebutlah, juga di
karenakan keunikannya maka nama daerah tersebut yang asalnya adalah Jaww
diganti dengan Yamamah (hingga hari ini)”.
Ibnu Jarir
membawakan cerita yang sama persis dengan cerita diatas dan yang membedakan
antara cerita mereka berdua hanyalah: 1). Ibnu Jarir menyebutkan bahwa Hassan
juga menghancurkan istana-istana yang sempat dibangun oleh suku Judais, juga
rumah dan perkampungan mereka sekaligus banteng mereka. 2). Batu yang dipakai
oleh Yamamah untuk bercelak adalah batu-batu kecil berwarna hitam. 3). Hassan-lah
yang mengganti nama Jaww menjadi Yamamah.
Kemudian Ibnu
Jarir membawakan sya’ir-sya’ir yang dilantunkan oleh orang-orang arab terdahulu
mengenai penyerangan Hassan terhadap suku Judais.
Adapun Ibnul
Atsir maka beliau mengatakan: “Ketika orang-orang Judais sedang dibantai,
al-Aswad sang kepala suku sekaligus orang yang bertanggung jawab atas kematian ‘Imliq
kabur menuju pegunungan Thayyi’, dan ia memutuskan untuk tinggal di sana. Hal ini
terjadi sebelum suku Thayyi’ menetap di gunung tersebut.
Dahulu orang-orang
Thayyi’ sendiri menetap di daerah al-Jurf yang terletak di Yaman, dan pada hari
ini (zamannya Ibnul Atsir) daerah tersebut ditinggali oleh suku Murad dan
Hamadan.
Penyebab dari
berpindahnya suku Thayyi’ ke pegunungan yang ditempati oleh al-Aswad adalah
karena di setiap musim gugur mereka didatangi oleh seekor Unta berbadan besar
yang gemuk, mereka sendiri tidak tahu darimana gerangan Unta tersebut datang
dan siapa pemiliknya.
Hingga akhirnya
karena penasaran, suatu hari mereka memutuskan untuk mengikuti Unta tersebut
kemana-pun ia berjalan, sampai akhirnya Unta tersebut berhenti di tempat
bersemayamnya 2 gunung Thayyi’ yang bernama: Aja’ dan Sulma.
Mereka melihat
di dua gunung tersebut terdapat pohon-pohon kurma juga hewan-hewan ternak yang
sangat banyak, mereka juga melihat al-Aswad bin ‘Affar sang pemilik dari pohon
kurma dan ternak tersebut.
Bukannya meminta
izin dari al-Aswad untuk tinggal bersamanya di 2 gunung tersebut, mereka malah
lebih memilih untuk membunuh al-Aswad dan mengambil kebun sekaligus hewan
ternaknya. Dan mereka memutuskan untuk menetap di gunung Thayyi’ menggantikan
al-Aswad, hingga hari ini (maksudnya hari ketika Ibnul Atsir masih hidup).
Cerita mengenai
Hassan akan berlanjut di artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment