Thursday, June 17, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DAN ASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 5).

 

Pemandangan Pantai di Sore Hari, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Setelah Tubba’ menyelesaikan urusannya dengan penduduk Madinah, iapun berangkat pulang menuju Yaman, di tengah perjalanan sebelum memasuki Makkah ia bertemu dengan sekelompok orang dari suku Hudzail. Ibnu Ishaq telah menceritakan dalam bukunya perihal pertemuan tersebut, kisahnya sebagai berikut…

Berkata Ibnu Ishaq: “Dahulu (sebelum memeluk agama Yahudi) Tubba’ dan kaumnya adalah para penyembah patung, ketika ia sedang dalam perjalanan pulang menuju Yaman dan sebelum melewati Makkah, ia tiba di sebuah daerah yang terletak antara ‘Usfan dan Amaj. Sesampainya di daerah tersebut ia di datangi oleh sekelompok orang yang berasal dari suku Hudzail ibn Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad, mereka berkata kepadanya: “Wahai raja, apakah engkau berkenan merestui kami agar kami memandumu menuju sebuah rumah penyimpanan harta, dimana para raja terdahulu tidak pernah mempedulikan dan menyentuhnya sama sekali?, padahal di dalamnya terdapat harta karun yang teramat sangat melimpah, harta karun tersebut terdiri dari permata, mutiara, zabarjad, intan, emas dan perak!”.

Sebagaimana kebiasaan manusia terkhusus para raja, Tubba’ mengabulkan permintaan mereka.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DANASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 4).

SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DANASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 6).

Ibnu Ishaq melanjutkan: “Tubba’ menjawab: “Tentu!”, mereka berkata: “Rumah tersebut terletak di Makkah yang penduduknya sangat gemar menyembah rumah tersebut, dimana mereka sembahyang di sisinya”.

Tujuan orang-orang tersebut sebenarnya adalah ingin mencelakakan Tubba’, karena mereka sendiri sangat tahu bahwa siapa saja yang ingin menyerang Makkah dan Ka’bah dan juga ingin berbuat sewenang-wenang terhadap keduanya maka mereka pasti akan celaka. Ini adalah analisa Ibnu Ishaq.

Beliau melanjutkan: “Ketika Tubba’ telah sepakat dengan pembesar-pembesar pasukannya untuk menuruti perkataan orang-orang Hudzail tadi, ia memutuskan untuk mengambil langkah kehati-hatian dengan mendengar pendapat kedua rahib Yahudi yang telah ia jumpai di Madinah dengan cara mengirim surat kepada keduanya, dan menanyai mereka berdua perihal rumah peribadatan tersebut. Mereka berdua menjawab: “Tujuan orang-orang tersebut adalah agar engkau dan pasukanmu binasa, karena sungguh kami tidak mengetahui ada rumah diatas Bumi ini selain rumah tersebut yang Allah jadikan sebagai rumahNya, oleh karena itu jika engkau mengikuti perkataan mereka, maka bisa dipastikan engkau akan binasa begitu juga perihalnya dengan semua orang yang ikut denganmu!”.

Tubba’ bertanya balik kepada mereka berdua: “Kalau begitu, hal apa yang sebaiknya kulakukan jika aku dan pasukanku sampai di Makkah?”.

Mereka berdua menjawab: “Lakukanlah apa yang dilakukan oleh penduduk di sana, hendaknya engkau dan pasukanmu berthawaf di sisi rumah tersebut, memuliakan dan mengagungkannya, juga hendaknya engkau mencukur rambutmu dan merendah di sisinya, semua ini engkau lakukan hingga engkau keluar dari Makkah”.

Tubba’ bertanya kembali: “Apa sebenarnya yang menghalangi kalian untuk melakukan hal-hal tersebut di sisinya?”.

Mereka berdua menjawab: “Demi Allah, sungguh rumah tersebut sebelumnya adalah rumah tempat peribadatan dan sembahyangnya bapak kami Ibrahim, akan tetapi penduduk Makkah telah menghalangi rumah tersebut dari kami dengan mendirikan patung-patung di sisinya, juga dengan darah-darah yang mereka kucurkan di sisinya. Mereka adalah orang-orang yang najis, mereka adalah orang-orang yang gemar berbuat kesyirikan”.

Ketika mendengar jawaban-jawaban kedua rahib tersebut Tubba’ mengetahui bahwa mereka jujur dalam mengatakannya, maka ia memutuskan untuk melakukan persis seperti dengan apa yang di arahkan oleh mereka berdua.

Akan tetapi sebelum berangkat ke Makkah, ia memanggil orang-orang Hudzail yang hendak mencelakakannya tadi, ketika mereka semua datang, ia langsung memerintahkan agar tangan dan kaki mereka di potong. Setelah menyelesaikan urusannya dengan orang-orang tersebut ia-pun berangkat ke Makkah.

Ketika sampai ia langsung menuju Ka’bah dan berthawaf di sisinya, kemudian menyembelih hewan kurban dan mencukur rambutnya. Ia berdiam diri di Makkah selama 6 hari, ia menghabiskan waktunya dengan menyembelih hewan-hewan dan membagikan dagingnya kepada penduduk Makkah, tidak lupa ia juga membagi-bagikan madu untuk mereka.

Pada suatu malam ia bermimpi di perintahkan oleh seseorang untuk melapisi Ka’bah dengan selembar kain, maka di pagi harinya ia melapisi Ka’bah dengan kain Khashf (kain ini adalah kain yang kasar dan terbuat dari serat atau pelepah pohon kurma). Di malam selanjutnya ternyata ia bermimpi lagi persis sebagaimana mimpinya di malam kemarin akan tetapi dengan tambahan perintah agar ia melapisi Ka’bah dengan kain yang lebih baik dari kain yang kemarin, maka di pagi harinya ia kembali melapisi Ka’bah (setelah melepas kain sebelumnya) dengan kain al-Ma’afir (kain ini berasal dari Yaman).

Akan tetapi lagi-lagi ia bermimpi di malam selanjutnya agar melapisi Ka’bah dengan kain yang lebih baik lagi, maka di pagi harinya ia kembali melepas kain sebelumnya dan menggantinya dengan kain dari Yaman akan tetapi tentunya dengan kualitas yang lebih baik, kain tersebut bernama: al-Milaa’ dan al-Washail.

Maka dengan peristiwa ini Tubba’-pun di lantik sebagai orang pertama yang melapisi Ka’bah dengan kain kiswah, tidak lupa ia juga mewasiatkan agar para wakil atau penggantinya dari Jurhum untuk senantiasa melapisi Ka’bah dengan kain, juga senantiasa membersihkannya, dan agar menjauhkan dari Ka’bah setiap dari darah dan bangkai. Tidak cukup di situ ia juga membuatkan untuk Ka’bah pintu sekaligus kuncinya, hingga membuat seorang wanita melantunkan sebuah sya’ir yang dimana isinya adalah memuji perbuatan-perbuatan Tubba’ diatas…

Insya Allah akan berlanjut di artikel selanjutnya, Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

 

 

0 comments:

Post a Comment