Pemandangan Pantai di Sore Hari, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Setelah Tubba’ menyelesaikan urusannya
dengan penduduk Madinah, iapun berangkat pulang menuju Yaman, di tengah
perjalanan sebelum memasuki Makkah ia bertemu dengan sekelompok orang dari suku
Hudzail. Ibnu Ishaq telah menceritakan dalam bukunya perihal pertemuan
tersebut, kisahnya sebagai berikut…
Berkata Ibnu Ishaq: “Dahulu (sebelum
memeluk agama Yahudi) Tubba’ dan kaumnya adalah para penyembah patung, ketika
ia sedang dalam perjalanan pulang menuju Yaman dan sebelum melewati Makkah, ia
tiba di sebuah daerah yang terletak antara ‘Usfan dan Amaj. Sesampainya di
daerah tersebut ia di datangi oleh sekelompok orang yang berasal dari suku
Hudzail ibn Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad, mereka berkata
kepadanya: “Wahai raja, apakah engkau berkenan merestui kami agar kami memandumu
menuju sebuah rumah penyimpanan harta, dimana para raja terdahulu tidak pernah
mempedulikan dan menyentuhnya sama sekali?, padahal di dalamnya terdapat harta
karun yang teramat sangat melimpah, harta karun tersebut terdiri dari permata, mutiara,
zabarjad, intan, emas dan perak!”.
Sebagaimana kebiasaan manusia terkhusus
para raja, Tubba’ mengabulkan permintaan mereka.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DANASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 4).
SEJARAH YAMAN: KISAH ABU KARIB TUBBAN DANASAL-USUL MASUKNYA AGAMA YAHUDI KE YAMAN (BAG, 6).
Ibnu Ishaq melanjutkan: “Tubba’ menjawab: “Tentu!”,
mereka berkata: “Rumah tersebut terletak di Makkah yang penduduknya sangat
gemar menyembah rumah tersebut, dimana mereka sembahyang di sisinya”.
Tujuan orang-orang tersebut sebenarnya
adalah ingin mencelakakan Tubba’, karena mereka sendiri sangat tahu bahwa siapa
saja yang ingin menyerang Makkah dan Ka’bah dan juga ingin berbuat
sewenang-wenang terhadap keduanya maka mereka pasti akan celaka. Ini adalah analisa
Ibnu Ishaq.
Beliau melanjutkan: “Ketika Tubba’ telah
sepakat dengan pembesar-pembesar pasukannya untuk menuruti perkataan
orang-orang Hudzail tadi, ia memutuskan untuk mengambil langkah kehati-hatian
dengan mendengar pendapat kedua rahib Yahudi yang telah ia jumpai di Madinah
dengan cara mengirim surat kepada keduanya, dan menanyai mereka berdua perihal
rumah peribadatan tersebut. Mereka berdua menjawab: “Tujuan orang-orang
tersebut adalah agar engkau dan pasukanmu binasa, karena sungguh kami tidak
mengetahui ada rumah diatas Bumi ini selain rumah tersebut yang Allah jadikan
sebagai rumahNya, oleh karena itu jika engkau mengikuti perkataan mereka, maka
bisa dipastikan engkau akan binasa begitu juga perihalnya dengan semua orang
yang ikut denganmu!”.
Tubba’ bertanya balik kepada mereka berdua:
“Kalau begitu, hal apa yang sebaiknya kulakukan jika aku dan pasukanku sampai
di Makkah?”.
Mereka berdua menjawab: “Lakukanlah apa
yang dilakukan oleh penduduk di sana, hendaknya engkau dan pasukanmu berthawaf
di sisi rumah tersebut, memuliakan dan mengagungkannya, juga hendaknya engkau
mencukur rambutmu dan merendah di sisinya, semua ini engkau lakukan hingga
engkau keluar dari Makkah”.
Tubba’ bertanya kembali: “Apa sebenarnya
yang menghalangi kalian untuk melakukan hal-hal tersebut di sisinya?”.
Mereka berdua menjawab: “Demi Allah,
sungguh rumah tersebut sebelumnya adalah rumah tempat peribadatan dan sembahyangnya
bapak kami Ibrahim, akan tetapi penduduk Makkah telah menghalangi rumah
tersebut dari kami dengan mendirikan patung-patung di sisinya, juga dengan
darah-darah yang mereka kucurkan di sisinya. Mereka adalah orang-orang yang najis,
mereka adalah orang-orang yang gemar berbuat kesyirikan”.
Ketika mendengar jawaban-jawaban kedua
rahib tersebut Tubba’ mengetahui bahwa mereka jujur dalam mengatakannya, maka
ia memutuskan untuk melakukan persis seperti dengan apa yang di arahkan oleh
mereka berdua.
Akan tetapi sebelum berangkat ke Makkah, ia
memanggil orang-orang Hudzail yang hendak mencelakakannya tadi, ketika mereka
semua datang, ia langsung memerintahkan agar tangan dan kaki mereka di potong. Setelah
menyelesaikan urusannya dengan orang-orang tersebut ia-pun berangkat ke Makkah.
Ketika sampai ia langsung menuju Ka’bah dan
berthawaf di sisinya, kemudian menyembelih hewan kurban dan mencukur rambutnya.
Ia berdiam diri di Makkah selama 6 hari, ia menghabiskan waktunya dengan
menyembelih hewan-hewan dan membagikan dagingnya kepada penduduk Makkah, tidak
lupa ia juga membagi-bagikan madu untuk mereka.
Pada suatu malam ia bermimpi di perintahkan
oleh seseorang untuk melapisi Ka’bah dengan selembar kain, maka di pagi harinya
ia melapisi Ka’bah dengan kain Khashf (kain ini adalah kain yang kasar dan
terbuat dari serat atau pelepah pohon kurma). Di malam selanjutnya ternyata ia
bermimpi lagi persis sebagaimana mimpinya di malam kemarin akan tetapi dengan
tambahan perintah agar ia melapisi Ka’bah dengan kain yang lebih baik dari kain
yang kemarin, maka di pagi harinya ia kembali melapisi Ka’bah (setelah melepas
kain sebelumnya) dengan kain al-Ma’afir (kain ini berasal dari Yaman).
Akan tetapi lagi-lagi ia bermimpi di malam
selanjutnya agar melapisi Ka’bah dengan kain yang lebih baik lagi, maka di pagi
harinya ia kembali melepas kain sebelumnya dan menggantinya dengan kain dari
Yaman akan tetapi tentunya dengan kualitas yang lebih baik, kain tersebut
bernama: al-Milaa’ dan al-Washail.
Maka dengan peristiwa ini Tubba’-pun di
lantik sebagai orang pertama yang melapisi Ka’bah dengan kain kiswah, tidak
lupa ia juga mewasiatkan agar para wakil atau penggantinya dari Jurhum untuk
senantiasa melapisi Ka’bah dengan kain, juga senantiasa membersihkannya, dan
agar menjauhkan dari Ka’bah setiap dari darah dan bangkai. Tidak cukup di situ
ia juga membuatkan untuk Ka’bah pintu sekaligus kuncinya, hingga membuat
seorang wanita melantunkan sebuah sya’ir yang dimana isinya adalah memuji
perbuatan-perbuatan Tubba’ diatas…
Insya Allah akan berlanjut di artikel
selanjutnya, Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment