Pemandangan Hutan di Malam Hari, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Pada suatu malam Rabi’ah melihat sebuah
mimpi yang sangat menakutkan dalam tidurnya, bayang-bayang mimpi tersebut
senantiasa menaunginya sepanjang malam hingga memaksanya untuk memanggil dan
mengumpulkan semua dukun, penyihir, dan ahli nujum sebagaimana kebiasaan
raja-raja musyrik terdahulu.
Lihatlah apa yang mampu di lakukan sebuah
mimpi pada seorang raja yang memiliki kekuasaan yang sangat besar, bahkan mimpi
ini mampu untuk membuat seorang raja sekalipun hengkang dari negerinya dan
lebih memilih untuk hidup di bawah naungan raja Persia. Hal ini tentunya
mengingatkan kita sebagai muslim kepada baris terakhir dari sebuah ayat di
surat al-Muddatstsir, yakni ayat ke-31.
Pada saat para dukun, penyihir, dan ahli
nujum telah berkumpul, Rabi’ah berkata kepada mereka: “Aku telah bermimpi
melihat hal yang sangat menakutkan. Oleh karena itu jelaskan padaku arti dari
mimpi tersebut!”. Merekapun menimpali permintaan sang raja dengan mengatakan: “Coba
paduka ceritakan perihal mimpi tersebut kepada kami, niscaya akan kami jelaskan
artinya kepada paduka”. Rabi’ah menimpali balik permintaan mereka dengan
mengatakan: “Jika aku menceritakan mimpiku ini kepada kalian, niscaya aku tidak
akan puas dengan ta’wilnya (tafsir dan penjelasannya). Aku menginginkan ta’wil
dari seseorang yang mampu menceritakan mimpiku ini kepadaku padahal aku belum
menceritakan perihal mimpiku kepadanya”. Seorang dari mereka berkata: “Jika itu
yang anda inginkan, maka panggillah Sathih dan Syiqq kemari, karena tidak ada
orang yang lebih ahli dalam masalah ini dari mereka berdua, dan keduanya pasti
mampu untuk memberikan apa yang anda inginkan”.
BACA JUGA: SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 1).
BACA JUGA: SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 3).
Mendengar saran tersebut Rabi’ah pun
mengutus seseorang untuk menemui Sathih dan Syiqq di kediaman mereka berdua dan
sekaligus mengundang mereka ke istana. Tidak lama kemudian akhirnya Sathih
datang lebih cepat dari Syiqq, ketika melihatnya Rabi’ah langsung mengatakan
kepadanya: “Sungguh aku telah melihat mimpi yang sangat menakutkan malam ini,
maka tebaklah mimpiku tersebut, sebab jika tebakanmu tepat maka tepat pula
penjelasanmu nantinya”. Sathih berkata: “Baiklah, engkau telah bermimpi melihat
benda hitam yang keluar dari tempat yang gelap, benda tersebut jatuh di sebuah
dataran dan semua makhluk hidup memakannya”.
Rabi’ah berkata: “Tebakanmu tepat wahai
Sathih, sekarang jelaskan arti dari mimpi tersebut kepadaku!”.
(perlu di ingat bahwa kisah ini terjadi
sebelum Nabi kita tecinta Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) di
utus, oleh karena itu sumpah-sumpah Sathih dan Syiqq yang memakai nama-nama
selain nama Allah sah-sah saja bagi mereka, adapun kita yang hidup di zaman
ketika da’wah Islam telah menyebar ke seluruh penjuru dunia maka haram bagi
kita untuk bersumpah dengan selain nama Allah. Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam) bersabda pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
dan Muslim, beliau bersabda: {“Barang siapa yang ingin bersumpah, maka
hendaknya dia bersumpah dengan nama Allah atau hendaknya dia diam”}. Dalam sebuah
hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Muslim, Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam) bersabda: {“Janganlah kalian bersumpah dengan Thagut (sesembahan
selain Allah, seperti Patung, Berhala, Matahari, Waktu, Bulan, dll), dan
nama-nama nenek moyang kalian”}).
Lanjut ke kisah, Sathih berkata: “Aku
bersumpah dengan malam dan siang, bahwa orang-orang Habasyi (Etiopia) pasti
akan datang ke negeri kalian ini dan mereka pasti akan menguasai daerah antara
Abyan hingga Juras”.
Rabi’ah berkata: “Demi ayahmu wahai Sathih,
sungguh kabar ini sangat menyakitkan bagi kita semua. Kapan hal itu akan
terjadi?, apakah di zamanku atau zaman setelahku?”.
Sathih berkata: “Hal itu akan terjadi di
zaman setelahmu. Tepatnya 60-70 tahun yang akan datang”.
Rabi’ah berkata: “Apakah daerah-daerah
tersebut terus menerus dalam genggaman mereka?”.
Sathih menjawab: “Tidak, daerah-daerah
tersebut berada dalam genggaman mereka hanya dalam kurun waktu 70 tahun lebih. Karena
setelah itu mereka akan di usir dan di perangi hingga mereka keluar dari
daerah-daerah tersebut dengan lari terbirit-birit”.
Rabi’ah berkata: “Siapa gerangan orang yang
akan mengusir mereka?”.
Sathih menjawab: “Orang tersebut bernama
Iram bin Dzi Yazan. Ia berangkat dari arah Aden dan tidak akan menyisakan
seorangpun dari mereka di Yaman”.
Rabi’ah berkata: “Apakah daerah tersebut
akan berada dalam kekuasaannya selama-lamanya atau tidak?”.
Sathih menjawab: “Tidak selama-lamanya”.
Rabi’ah berkata: “Siapa yang akan
menghentikannya?”.
Sathih menjawab: “Seorang Nabi suci yang
mendapat wahyu dari Dzat Yang Mahatinggi”.
Rabi’ah berkata: “Dari mana asal Nabi
tersebut?”.
Sathih menjawab: “Ia berasal dari keturunan
Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr. Kekuasaan akan berada dalam genggaman
pengikutnya hingga akhir zaman”.
Rabi’ah berkata: “Apakah zaman mempunyai
akhir?”.
Sathih menjawab: “Ya, pada hari manusia
generasi pertama hingga generasi terakhir dikumpulkan menjadi satu di suatu
tempat. Pada hari itu, orang-orang yang berbuat baik mendapatkan kebahagiaan,
dan orang-orang yang berbuat kejahatan akan mendapatkan penderitaan”.
Rabi’ah berkata: “Apakah yang engkau katakan
ini benar?”.
Sathih menjawab: “Ya. Demi sinar merah saat
Matahari terbenam, demi malam yang gelap gulita, dan demi shubuh jika telah
menyingsing, sungguh apa yang aku katakan kepadamu adalah benar”.
Tidak lama
setelah itu Syiqq pun datang…
Cerita akan
berlanjut Insya Allah di artikel yang akan datang. Wallahu A’lam
Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment