Gambar oleh Albrecht Fietz dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Kisah murtadnya suku Bani Tamim dan
hubungan mereka dengan seorang wanita bernama Sajah…
Ibnul Atsir (Rahimahullah) berkata
di dalam kitabnya: “Adapun (kisah kemurtadan) suku Bani Tamim adalah
sebagaimana berikut…
Dahulu di saat Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam) masih hidup, beliau mengirim beberapa wakilnya (yang bertugas
untuk mengumpulkan bayaran zakat dan sedekah) menuju perkampungan suku Bani
Tamim. Nama-nama mereka adalah: az-Zabarqan, Sahl bin Minjab, Qais bin ‘Ashim,
Shafwan bin Shafwan, Saburah bin ‘Amr, Waki’ bin Malik, dan Malik bin Nuwairah”.
BACA JUGA:
KISAH ‘AMR BIN AL-‘ASH (RADHIYALLAHU
‘ANHU) BERSAMA QURRAH BIN HUBAIRAH.
KEKACAUAN & PERSELISIHAN MELANDA SUKU BANI TAMIM.
Ibnu Jarir ath-Thabariy (Rahimahullah) menjelaskan mengenai daerah ataupun suku yang di pimpin oleh masing-masing dari wakil tersebut, beliau berkata: “Adapun az-Zabarqan bin Badr, maka dia ditugaskan untuk memimpin suku ar-Rabab, ‘Auf, dan al-Abnaa’. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh as-Sirriy, dari Syu’aib, dari Saif, dari ash-Sha’b bin ‘Athiyyah bin Bilal, dari ayahnya dan Sahm bin Minjab.
Adapun Qais bin ‘Ashim, maka dia ditugaskan
untuk memimpin suku Maqa’is dan al-Buthun.
Adapun Shafwan bin Shafwan dan Saburah bin ‘Amr,
keduanya ditugaskan untuk memimpin suku Bani ‘Amr. Dimana salah satu dari
mereka akan memimpin suku Bihadyi, dan seorang lagi akan memimpin suku Khidham.
Dan adapun Waki’ bin Malik dan Malik bin
Nuwairah, keduanya ditugaskan untuk memimpin suku Handzalah. Dimana salah
seorang dari mereka akan memimpin suku Bani Malik, dan seorang lagi akan
memimpin suku Bani Yarbu’”.
Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata
di dalam kitabnya ketika menjelaskan keadaan suku Bani Tamim secara umum pada
saat badai kemurtadan melanda jazirah arab, beliau berkata: “Dahulu di permulaan
masa-masa kemurtadan, pemimpin sekaligus masyarakat dari suku Bani Tamim secara
umum saling berbeda pendapat mengenai langkah apa yang harus mereka ambil dalam
situasi sulit tersebut.
Diantara mereka, ada yang memutuskan untuk
murtad keluar dari agama Islam sekaligus menolak untuk membayar zakat.
Diantara mereka pula, ada yang masih tetap
berpegang teguh dengan agama Islam dan tetap membayarkan zakat kepada Abu Bakar
ash-Shiddiq (Radhiyallahu ‘Anhu).
Dan diantara mereka pula, ada yang masih
bingung dan bimbang dalam mengambil keputusan…”.
Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah)
menjelaskan secara terperinci mengenai kasus yang disinggung oleh Ibnu Katsir (Rahimahullah)
di atas.
Keduanya mengatakan dalam kitab mereka
bahwa pemimpin sekaligus suku yang tetap berpegang teguh dengan agama Islam
adalah suku yang dipimpin oleh Shafwan bin Shafwan dan Saburah bin ‘Amr. Suku tersebut
adalah suku Bani ‘Amr.
Dimana ketika kabar mengenai wafatnya Rasulullah
(Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sampai ke telinga Shafwan, dia
memutuskan untuk tetap berada di atas jalan yang lurus, dan untuk lebih
mempertegas kembali keputusannya tersebut, dia membayarkan sekaligus
menyerahkan harta zakat yang dia kumpulkan dari suku yang dipimpinnya juga
bayaran zakat yang dikumpulkan oleh Saburah dari suku yang dipimpinnya pula
kepada Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu).
Saburah sendiri tetap tinggal di
tengah-tengah kaumnya untuk mengantisipasi jika suatu saat mereka memberontak.
Adapun diantara pemimpin atau wakil yang
bimbang dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan adalah Qais bin ‘Ashim.
Sebabnya sendiri adalah karena suatu
masalah yang pernah atau sedang terjadi antara dirinya dengan az-Zabarqan,
dimana Qais ingin melihat terlebih dahulu mengenai langkah apa yang akan
diambil oleh az-Zabarqan agar dia bisa menyelisihinya.
Qais sendiri berkata ketika penantiannya
tak kunjung selesai karena az-Zabarqan sendiri belum mengambil keputusan dalam
waktu yang cukup lama, dia berkata: “Sungguh celaka kita karena Ibnu al-‘Uklayyah!.
Demi Allah dia benar-benar telah menghancurkanku, karena sebabnyalah aku belum mengambil
keputusan dalam masalah ini. Jika aku mengirimkan harta sedekah kepada Abu
Bakar sekaligus membai’atnya, maka pasti dia akan pergi menuju suku Bani Sa’ad
bersama harta (sedekah) yang dikumpulkannya untuk kemudian dia pasti akan
menjelek-jelekkan diriku di tengah-tengah mereka.
Akan tetapi jika aku membawa harta sedekah
yang aku kumpulkan ke suku Bani Sa’ad, maka pasti dia akan pergi menuju Abu
Bakar untuk menyerahkan harta sedekahnya kepadanya untuk kemudian
menjelek-jelekkan diriku di hadapan beliau”.
Akan tetapi tidak lama kemudian, Qais pun
memutuskan untuk membagi-bagikan saja harta sedekahnya ke suku yang dipimpinnya
yakni suku al-Maqa’is dan al-Buthun.
Adapun az-Zabarqan, maka dia pun juga
akhirnya mengambil langkah-langkahnya sendiri dengan cara mengikuti Shafwan bin
Shafwan menuju kota Madinah untuk menyerahkan harta sedekahnya kepada Abu Bakar
(Radhiyallahu ‘Anhu).
Qais sendiri akhirnya menyesal atas
keputusan yang dibuatnya, dan ketika al-Ala’ bin al-Hadhramiy datang, Qais pun
segera mengeluarkan bayaran zakat kaumnya dan memutuskan untuk ikut keluar
bersama al-Ala’.
Dan setelah itu kekacauan pun melanda suku
Bani Tamim. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Insya Allah kisah akan berlanjut ke artikel
selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment