Gambar oleh Brigipix dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu saya telah
menjelaskan mengenai pertemuan antara Sajah dengan Musailamah al-Kadzdzab, 2
orang Nabi palsu yang bertekad untuk menggabungkan kekuatan mereka menjadi satu
kesatuan dalam menentang kaum muslimin. Akan tetapi kisah antara mereka berdua
tidaklah berakhir pada percakapan terakhir mereka yang saya tuliskan pada
artikel yang lalu, percakapan antara keduanya terus berlanjut, dimana keduanya
saling berdiskusi mengenai wahyu palsu yang mereka berdua
klaim bahwa mereka telah mendapatkannya dari Allah (‘Azza Wa Jalla) yang
tentunya hal itu hanyalah kebohongan belaka…
Percakapan antara keduanya telah di rekam
dengan sangat baik oleh masing-masing dari Ibnu Katsir, Ibnul Atsir, dan Ibnu
Jarir (Rahimahumullah) dalam kitab mereka. Kisah antara keduanya
tersebut berbunyi sebagaimana berikut…
BACA JUGA:
SAJAH BERUNDING DENGAN MUSAILAMAH.
KHALID DAN PASUKAN TIBA DI NEGERI BANI TAMIM.
(akan tetapi sebelum masuk ke kisahnya, saya ingin menyebutkan salah satu ajaran Musailamah yang teramat sesat yang telah saya janjikan akan saya tuliskan pada artikel kali ini, ajaran ini disebutkan oleh masing-masing dari ketiga ulama di atas dalam kitab mereka, ajaran tersebut adalah: bahwa siapa saja diantara pengikut Musailamah (para kaum laki-lakinya) yang menikah lalu di anugerahi anak lelaki oleh Allah (Subhanahu Wa Ta’ala), maka lelaki tersebut tidak boleh mendatangi (menyentuh maupun mengadakan hubungan suami istri dengan) wanita manapun hingga si anak laki-laki tadi meninggal. Maka pada saat anak lelaki tadi meninggal barulah di perbolehkan bagi si lelaki tadi untuk mendatangi (menyentuh maupun mengadakan hubungan suami istri dengan) wanita. Dan jika setelah dia mendatangi wanita dan ternyata dia kembali di anugerahi anak laki-laki, maka dia diharamkan atau tidak diperbolehkan lagi untuk menyentuh wanita sampai anak laki-lakinya meninggal. Atau dengan bahasa singkatnya adalah: bahwa menurut ajaran Musailamah, seorang lelaki tidak diperbolehkan menyentuh wanita jika dia memiliki anak lelaki. Hal ini sebagaimana yang dituliskan oleh Ibnu Katsir, Ibnul Atsir, dan Ibnu Jarir (Rahimahumullah) dalam kitab mereka masing-masing. Bukankah hal ini adalah sebuah kesesatan yang sangat nyata dan sangat tidak masuk akal?. Ajaran ini bukanlah sebuah wahyu, melainkan hanya sekedar perkataan omong kosong Musailamah yang dia klaim sebagai sebuah ajaran yang wajib untuk diikuti).
Sekarang kita akan masuk ke kisah atau
percakapan yang terjadi antara Sajah dengan Musailamah. Sebagaimana yang telah
saya sebutkan di atas, bahwa kisah ini dibawakan oleh masing-masing dari Ibnu
Katsir, Ibnul Atsir, dan Ibnu Jarir (Rahimahumullah) dalam kitab mereka.
Kisahnya sebagaimana berikut…
Dikatakan bahwa Musailamah tidak mendatangi
Sajah di perkemahannya yang dia bangun di daerah al-Amwah, melainkan Sajah
bersama pasukannyalah yang menghampiri Musailamah di bentengnya. Dimana di saat
wanita tersebut datang, Musailamah menutup gerbang bentengnya hingga membuat
Sajah berkata kepadanya: “Turunlah engkau (dan temui diriku)!”.
Musailamah pun menjawab: “Perintahkanlah
pasukanmu agar menjauh terlebih dahulu darimu”.
Maka Sajah pun memerintahkan pasukannya
agar menjauh dari dirinya, dan Musailamah sendiri telah menyiapkan sebuah kubah
atau tenda untuk dirinya dan Sajah, dan dia juga telah memerintahkan pasukannya
agar mereka menghiasi tenda tersebut. Dan di saat keduanya telah berada di
dalam tenda tersebut, Musailamah bertanya kepada Sajah: “Apa yang telah di
wahyukan oleh Tuhanmu kepadamu?”.
Sajah menjawab: “Apakah engkau sedang
menyuruh seorang wanita untuk memulai percakapan?. Hendaknya engkau terlebih
dahululah yang memulai penjelasan mengenai apa yang telah di wahyukan oleh
Tuhanmu kepadamu?”.
Musailamah menjawab: “Apakah engkau tidak
memperhatikan apa yang Rabbmu Perbuat terhadap seorang wanita hamil?. Dimana
Dia Mengeluarkan dari (perut)nya seorang bayi yang sempurna. Dari rahim dan
usus”.
Kemudian Sajah bertanya kembali: “Lalu,
masih adakah wahyu lainnya?”.
Musailamah menjawab: “Sesungguhnya Allah
telah Menciptakan wanita sebagai makhluk yang butuh kepada perlindungan. Dan Dia
juga telah Menciptakan para lelaki sebagai pelindung mereka. Dimana kami (para
lelaki) memasuki mereka (para wanita). Kemudian keluar dari sisi mereka
kapanpun kami mau. Yang dimana setelahnya mereka (para wanita) akan melahirkan
bagi kami sebuah hasil (anak bayi)”. (sungguh bodoh orang-orang yang menganggap
perkataan semacam ini adalah wahyu!).
Sajah berkata: “Sungguh, aku bersaksi bahwa
engkau adalah benar-benar seorang Nabi!”.
Musailamah pun menimpali perkataannya
dengan bertanya: “Apakah engkau bersedia untuk aku nikahi, yang dengan begitu kaumku
beserta kaummu akan bersama-sama menguasai bangsa arab?”.
Sajah menjawab: “Iya, aku bersedia”.
Setelah itu, Musailamah pun menyenandungkan
bait syair yang isinya mengenai hubungan antara suami istri (dan saya pikir bait
tersebut tidak perlu disebutkan di sini).
Kemudian setelah itu Sajah tinggal di sisi
Musailamah selama 3 hari penuh, yang dimana pada hari keempatnya dia memutuskan
untuk kembali ke perkemahan kaumnya. Dan sesampainya dia di sana, kaumnya
bertanya kepadanya: “Apa yang engkau dapatkan?”.
Sajah menjawab: “Aku mendapatinya berada di
atas kebenaran (padahal sudah sangat jelas bahwa apa yang dikatakan oleh
Musailamah di atas hanyalah omong kosong belaka dan bukan wahyu), maka aku
memutuskan untuk mengikuti sekaligus menikahinya”.
Kaumnya bertanya kembali: “Apakah dia telah
memberimu bayaran mahar?”.
Sajah menjawab: “Belum, dia belum memberiku
bayaran mahar”.
Kaumnya berkata: “Kalau begitu, kembalilah
engkau kepadanya dan mintalah darinya bayaran mahar”. Maka Sajah pun kembali
pergi ke benteng Musailamah.
Dan sesampainya dia di sana, dia melihat
bahwa Musailamah lagi-lagi menutup pintu benteng darinya sekaligus bertanya
kepadanya: “Apa yang membawamu untuk kembali kepadaku?”.
Sajah menjawab: “Berilah aku bayaran mahar”.
Musailamah bertanya: “Siapa muadzdzinmu
(orang yang memiliki suara keras yang bisa di dengar oleh orang banyak)?”.
Sajah menjawab: “Syibs bin Rib’iy
ar-Riyahiy”.
Maka Musailamah pun memanggil orang tersebut,
dan ketika dia datang Musailamah berkata kepadanya: “Umumkanlah kepada
sahabat-sahabatmu, bahwa Musailamah telah meniadakan 2 sholat yang dahulu telah
di perintahkan oleh Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) untuk
kalian kerjakan. 2 sholat tersebut adalah: sholat Shubuh dan sholat Isya’”.
Ibnu Katsir (Rahimahullah)
menyebutkan dalam kitabnya bahwa Musailamah berkata kepada Syibs: “Sesungguhnya
aku telah meniadakan seluruh sholat yang telah Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam) wajibkan untuk kalian, dan aku juga memperbolehkan bagi kalian
semua untuk menodai kemuliaan wanita-wanita mu’minat (yang beriman), dan aku
juga memperbolehkan kalian untuk meminum minuman keras di acara-acara,
pesta-pesta, dan jamuan-jamuan makan”. (sungguh hal ini hanyalah omong kosong
dan bukan sebuah wahyu, dan jelaslah bagi kita sekarang bahwa yang mengikuti
orang ini juga yang mengikuti Sajah hanyalah segerombolan orang bodoh yang
tertipu oleh kefanatikan).
Setelah itu kembalilah Sajah menuju
perkemahan kaumnya bersama sahabat-sahabatnya, dimana mereka adalah Utharid bin
Hajib, ‘Amr bin al-Ahtam, Ghailan bin Kharasyah, dan Syibs bin Rib’iy.
Utharid bin Hajib menyenandungkan bait
syair berikut:
“Kemarin sore Nabi kami adalah seorang
wanita yang dimana kami berkeliling diantara negeri-negeri bersamanya…
Dan secara tiba-tiba di pagi harinya para
Nabi tersebut berubah menjadi lelaki…”.
Setelah itu Musailamah menjanjikan kepada
Sajah bahwa dia akan memberikan kepadanya setengah dari penghasilan negeri
Yamamah, dimana dia akan mengambil setengah dari penghasilan tahun ini untuk
dibawanya pulang menuju negerinya.
Maka Sajah pun setuju untuk kemudian dia
mengambil bagiannya dan kemudian segera berangkat pulang menuju kampung
halamannya. Adapun bagian setengah yang akan di dapatnya pada tahun depan, maka
dia telah menugaskan al-Hudzail, Iqqah, dan Ziyad untuk menetap di negeri
Yamamah demi menunggu bagian tersebut.
Adapun yang memaksa Sajah untuk pulang
menuju negerinya dan tidak menetap di negeri Yamamah bersama Musailamah adalah
kedatangan pasukan Khalid bin Walid (Radhiyallahu ‘Anhu) menuju negeri
tersebut untuk membantu saudara-saudara mereka yang telah lama menunggu kedatangan
mereka di sana.
Sajah tetap tinggal di tengah-tengah suku
Bani Taghlib hingga datanglah masa dimana Mu’awiyah (Radhiyallahu ‘Anhu)
naik menjadi khalifah. Dimana dia telah kembali memeluk agama Islam bersama
kaumnya, dan pindah ke negeri Bashrah hingga dia wafat. Dan yang
menshalatkannya pada saat dia wafat adalah sahabat Samurah bin Jundub (Radhiyallahu
‘Anhu) yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Mu’awiyah bagi daerah
Bashrah.
Ada juga yang mengatakan bahwa pada saat
Musailamah terbunuh, Sajah pulang menuju kaumnya suku Taghlib dan tinggal di
sana bersama paman-pamannya dari pihak ibunya hingga dia wafat, dan selama
kurun waktu tersebut tidak ada terdengar sedikit pun kabar terbaru mengenai
dirinya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Inilah kisah mengenai Sajah sang wanita
Nabi palsu yang menikah dengan Musailamah al-Kadzdzab.
Dan Insya Allah kisah mengenai perjuangan
kaum muslimin dalam menumpas orang murtad akan berlanjut pada artikel selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment