Tuesday, November 9, 2021

KEKACAUAN & PERSELISIHAN MELANDA SUKU BANI TAMIM.

 

Gambar oleh Neil Morrell dari Pixabay

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Ibnu Jarir ath-Thabariy (Rahimahullah) berkata ketika menjelaskan mengenai kekacauan yang melanda suku Bani Tamim, beliau berkata: “Maka setelah kejadian tersebut (yakni kejadian yang terjadi ketika Qais bin ‘Ashim cekcok dengan az-Zabarqan), suku Auf dan al-Abnaa’ pun berselisih dengan suku al-Buthun. Dan adapun suku ar-Rabab, maka mereka berselisih dengan suku Maqa’is (dimana sebagaimana yang telah saya sampaikan pada artikel yang lalu bahwa suku Maqa’is dan al-Buthun sama-sama dipimpin oleh Qais bin ‘Ashim, dan adapun suku ar-Rabab, Auf, dan al-Abnaa’ sama-sama dipimpin oleh az-Zabarqan).

Perselisihan antara suku-suku kecil Bani Tamim tidak hanya terjadi pada suku-suku yang telah disebutkan di atas, akan tetapi juga merambah kepada suku-suku kecil lain, dimana suku Khidham berselisih dengan suku Malik, dan suku Bihadyi berselisih dengan suku Yarbu’.

BACA JUGA:

KISAH SUKU BANI TAMIM.

KISAH SAJAH BINTI AL-HARITS DENGAN SUKU BANI TAMIM.

Dan pada saat perselisihan antar suku ini terjadi, suku Khidham berada di bawah komando Saburah bin ‘Amr. Dimana orang inilah yang menjadi pengganti Shafwan ketika Shafwan sedang pergi menuju kota Madinah dalam rangka menyerahkan harta zakat kepada Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu).

Adapun suku Bihadyi dan ar-Rabab (yang sama-sama ditinggal oleh pemimpinnya yakni Shafwan dan juga az-Zabarqan, yang dimana keduanya sebagaimana yang telah saya sebutkan pada artikel yang lalu berangkat bersama-sama menuju kota Madinah demi menghadap kepada Abu Bakar), keduanya (pada saat kekacauan melanda suku Bani Tamim) berada di bawah komando al-Hushain bin Nayyar.

(dan ada lagi suku-suku kecil lainnya yang tidak disebutkan pada artikel yang lalu, dimana suku-suku tersebut adalah…) Suku Dhibbah yang pada saat kekacauan terjadi berada di bawah komando seseorang yang bernama Abdullah bin Shafwan. Dan adapun suku Abdu Manat, maka mereka berada di bawah pimpinan seseorang yang bernama ‘Ishmah bin Abyar.

Dan adapun suku Auf dan al-Abnaa’, maka mereka berada di bawah komando seseorang yang bernama Auf bin al-Bilad bin Khalid yang berasal dari suku Bani Ghanam al-Jamsyiy (sebagai pengganti bagi az-Zabarqan).

Adapun suku al-Buthun, mereka saat itu berada di bawah pimpinan seseorang yang bernama Si’r bin Khafaf (karena sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Qais bin Ashim keluar bersama al-Ala’ setelah dirinya bertemu dengan al-Ala’ dan menyerahkan harta zakat milik suku Maqa’is dan al-Buthun).

(dan setelah semuanya, maka orang yang terkena dampak paling besar dari perselisihan dan kekacauan yang terjadi di tengah-tengah suku Bani Tamim ini adalah seseorang yang bernama Tsumamah bin Utsal al-Hanafiy. Dia adalah salah satu komandan yang tengah memerangi sang Nabi palsu Musailamah al-Kadzdzab).

Dahulu Tsumamah bin Utsal adalah seorang komandan yang selalu mendapatkan bantuan yang berbentuk tambahan personil pasukan yang datangnya dari suku Bani Tamim. Maka ketika kekacauan melanda suku tersebut, dimana kekacauan ini memaksa para anggota suku Bani Tamim untuk saling berselisih dan kembali kepada keluarga besar atau suku kecil masing-masing (dan tidak lagi bersatu di bawah nama besar suku Bani Tamim), maka hal tersebut tentu saja menjadi sebuah bencana bagi Tsumamah dan pasukannya, dimana hal tersebut terus berlangsung hingga akhirnya dia mendapatkan bantuan dari Ikrimah dan pasukannya yang datang untuk mendukungnya dan menegakkan kembali punggungnya. 

Dan ketika anggota suku Bani Tamim tengah saling berselisih dan hanya sibuk mengurusi sesamanya, dimana suku-suku kecil yang tetap berpegang teguh dengan keislamannya (seperti suku-suku yang berada di bawah pimpinan Shafwan bin Shafwan dan juga Saburah, dan juga suku-suku yang berada di bawah pimpinan az-Zabarqan) berdiri berdampingan dengan suku-suku yang masih ragu-ragu dan bimbang (seperti suku-suku yang dipimpin oleh Qais bin ‘Ashim), juga suku-suku yang memang sejak awal telah memutuskan untuk murtad (seperti suku-suku yang dipimpin oleh Waki’ bin Malik dan Malik bin Nuwairah). (yang tentunya walaupun berdiri sama tinggi dan duduk sama rata, akan tetapi karena kepercayaannya pun telah berbeda, maka ketiga kelompok tersebut tidak akan bisa lagi bersatu di bawah satu nama sebagaimana dahulunya).

Ketika kekacauan ini tengah melanda dengan dahsyatnya, tiba-tiba muncullah seorang wanita bernama Sajah binti al-Harits yang tengah berjalan menuju perkampungan suku Bani Tamim yang sedang kacau balau tersebut.

Wanita ini bersama keluarganya yang berasal dari suku Bani Taghlib datang sembari membawa beberapa anggota dari suku-suku kecil yang menjadi cabang dari suku Rabi’ah. (suku-suku kecil atau suku-suku cabang tersebut adalah…)

1). Suku Bani Taghlib sendiri yang dikomandoi oleh seseorang yang bernama al-Hudzail bin Imran.

2). Suku an-Namir yang dikomandoi oleh seseorang yang bernama Iqqah bin Hilal.

3). Suku Iyad yang dikomandoi oleh seseorang yang bernama Tad bin Fulan.

4). Suku Syaiban yang dikomandoi oleh seseorang yang bernama as-Salil bin Qais.

Maka tentu saja dengan kedatangan Sajah beserta pasukannya ini ke perkampungan suku Bani Tamim, suku Bani Tamim pun mendapatkan masalah yang teramat besar lagi berat, mengingat bahwa kedatangan Sajah ini bertepatan dengan dilandanya suku tersebut oleh kekacauan dan perselisihan (maka tidak membutuhkan waktu lama bagi Sajah untuk menguasai dan mengendalikan suku tersebut)…”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.  

Insya Allah kisah akan berlanjut ke artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

 

  

0 comments:

Post a Comment