Wednesday, November 24, 2021

PERTEMUAN ANTARA KHALID DENGAN ABU BAKAR (RADHIYALLAHU ‘ANHUMA).

 

Gambar oleh danfador dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Kisah Mutammim bin Nuwairah, seseorang yang berusaha menuntut keadilan bagi darah saudaranya yang tertumpah karena sebuah kesalah pahaman, telah saya kisahkan pada artikel yang lalu. Dan sesuai dengan apa yang saya janjikan di akhir artikel tersebut, maka saya akan mengisahkan pada artikel kali ini mengenai pertemuan yang terjadi antara Khalid bin Walid dan Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhuma). Kisahnya sebagaimana berikut…

Sesudah Khalid menerima surat Abu Bakar dan telah membacanya juga, beliau pun segera berangkat menuju kota Madinah untuk menjawab perintah sang khalifah. Adapun penampilan yang beliau tunjukkan sesampainya beliau di Madinah dan juga ketika beliau memasuki Masjid Nabawi adalah sebagaimana yang dikisahkan oleh masing-masing dari ulama berikut ini…

BACA JUGA:

KISAH MUTAMMIM BIN NUWAIRAH YANG MENUNTUT KEADILAN ATAS TERTUMPAHNYA DARAH SAUDARANYA.

“APAKAH KAMU TIDAK RELA UNTUK MENGANGGAP BELIAU SEBAGAI SAHABATMU JUGA?”.

Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata: “Maka Khalid pun menjawab perintah Abu Bakar dengan segera berangkat menuju kota Madinah sembari memakai baju besinya yang telah berkarat karena banyaknya darah (akibat peperangan) yang terciprat ke baju besi tersebut. Beliau juga memakai imamah (yakni kain penutup kepala atau surban) yang beliau tancapkan padanya anak panah yang berlumuran darah…”.

Adapun Ibnul Atsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah) maka keduanya mengatakan dalam kitab mereka bahwa pada saat Khalid memasuki Masjid Nabawi, beliau hanya memakai helm perang yang telah berkarat, dimana beliau melapisi helm perang tersebut dengan imamah yang telah tertancapkan padanya beberapa anak panah.

Ibnul Jauziy (Rahimahullah) berkata dalam kitabnya bahwa pada saat Khalid memasuki Masjid Nabawi, beliau memakai baju besinya yang telah berkarat, juga memakai imamahnya yang dimana telah tertancap pada imamah tersebut 3 buah anak panah.

Keempat ulama diatas sepakat bahwa kisah selanjutnya adalah bahwa di saat Umar (Radhiyallahu ‘Anhu) melihat Khalid, beliau pun langsung menghampiri Khalid lalu melepas secara paksa imamah yang beliau pakai dan langsung mematahkan semua anak panah yang terdapat pada imamah tersebut untuk kemudian beliau berkata kepadanya: “Sungguh celaka!. Engkau telah membunuh seorang muslim kemudian engkau merampas istrinya!. Demi Allah, jikalau saja Allah memberiku kesempatan (dan izin), maka aku pasti akan merajammu! (menghukum seseorang dengan cara melempari kepala orang tersebut dengan kerikil dan bebatuan)”.

Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) sendiri diam ketika Umar membentak sekaligus merampas imamahnya karena beliau mengira bahwa perlakuan ini adalah perintah langsung dari Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) untuk memberinya pelajaran.

Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) tetap berjalan dengan tenang hingga beliau sampai dihadapan Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu). Dimana beliau segera menceritakan kisah yang terjadi di malam tersebut ketika pasukannya salah memahami perintahnya kemudian beliau meminta maaf kepada Abu Bakar. Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) pun memaafkannya dan menerima alasannya dan tidak murka akan kesalahannya tersebut. Walaupun Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) tidak murka akan kesalahan yang diperbuat Khalid pada malam tragis tersebut, akan tetapi beliau tetap menegur dengan keras perbuatannya ketika dia menikahi istri Malik di saat hari-hari perang. Hal tersebut agar tidak terjadi fitnah dan keributan di tengah-tengah bangsa arab (mengenai teguran ini, saya ambil kisahnya dari kitab Ibnul Atsir (Rahimahullah)).

Kemudian setelah itu Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) mengizinkan Khalid untuk kembali ke pasukannya dan bersiap untuk menyongsong misi baru, yakni memerangi Musailamah al-Kadzdzab. Beliau juga menambahkan sekaligus mengarahkan orang-orang Muhajirin dan Anshar untuk bersiap menuju negeri Yamamah bersama Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) dan pasukannya. Hal ini saya ambil dari kitab milik Ibnul Jauziy (Rahimahullah).

Ketika Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) telah keluar dari sisi Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu), beliau kembali bertemu dengan Umar (Radhiyallahu ‘Anhu) dimana beliau memanggil beliau dengan panggilan: “Kemarilah wahai Ibnu Ummi Syamlah”. Panggilan ini sebagaimana yang ditulis oleh Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir (Rahimahumallah). Adapun Ibnul Atsir (Rahimahullah), maka beliau menyebutkan bahwa panggilan tersebut berbunyi: “Kemarilah engkau wahai Ibnu Ummi Salamah”.

Umar (Radhiyallahu ‘Anhu) sendiri ketika melihat Khalid keluar dari sisi Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) dengan santainya, juga ketika mendengar panggilan yang dilontarkannya kepada dirinya, Umar pun tahu bahwa Abu Bakar telah ridha kepada Khalid dan telah memaafkan kesalahannya, dan tidak ada lagi yang bisa beliau kerjakan di saat sang khalifah sendiri telah memaafkannya. Maka beliau memilih untuk diam dan tidak menanggapi panggilan Khalid tersebut.

Ibnu Katsir (Rahimahullah) berkata dalam kitabnya bahwa keputusan yang diambil oleh Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) diatas ketika beliau memaafkan kesalahan Khalid sesuai dengan keputusan yang dahulu pernah dipilih oleh Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) juga.

Kejadian tersebut terjadi ketika Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) mengutus Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu) menuju perkampungan suku Banu Judzaimah (suku Bani Judzaimah sendiri adalah salah satu suku cabang dari suku Bani Kinanah yang menetap di daerah bernama al-Ghumaisha’ yang terletak di bagian bawah kota Makkah di jalur menuju Yalamlam). Dimana pada saat itu Khalid memerintahkan untuk membunuh semua tawanan yang berhasil ditangkap oleh pasukannya, hal tersebut beliau lakukan ketika beliau mendengar para tawanan tersebut berkata: “Shaba’na, Shaba’na” yang berarti: “Kami telah keluar dari agama (lama) kami dan telah menganut agama (baru)”. Adapun alasan kenapa para tawanan tersebut memilih kata-kata “Shaba’na” dan bukan “Aslamna” yang berarti: “Kami telah memeluk Islam” adalah karena mereka tidak fasih dalam mengucapkan kata “Aslamna”.                 

Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) sendiri ketika mendengar kejadian ini, beliau membayar harga diyath semua orang yang terbunuh pada hari itu, dan kemudian beliau berkata: {“Ya Allah, sungguh aku berlepas diri dari apa yang diperbuat oleh Khalid”}. Dan walaupun begitu, beliau tidak menghukum Khalid dan tetap menjadikannya sebagai komandan bagi pasukan Islam.

Ibnul Atsir (Rahimahullah) menambahkan di akhir kisah bahwa yang terbunuh di perang ini (yakni ketika memburu Malik atau ketika memerangi suku Bani Tamim) adalah: al-Walid, dan Abu Ubaidah 2 anak lelaki dari seseorang yang bernama ‘Umarah bin al-Walid. Dimana ‘Umarah ini adalah saudara kandung Khalid (Radhiyallahu ‘Anhu), dan keduanya juga adalah 2 orang sahabat Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kisah akan berlanjut ke artikel selanjutnya.

Was-Salam.   


0 comments:

Post a Comment