Gambar oleh ronbd dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu saya telah
menyebutkan kisah mengenai terbentuknya persekutuan antara Waki’, Malik, dan
Sajah. Dimana ketiganya berjanji akan senantiasa saling mendukung satu sama lain,
juga sepakat untuk memerangi orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka.
Kemudian di akhir artikel saya menyebutkan perkataan Sajah yang dimana wanita
ini memerintahkan pengikutnya untuk bersiap dalam melancarkan aksi pertama
mereka, aksi ini adalah penyerangan terhadap suku ar-Rabab.
Kisah penyerangan tersebut berbunyi
sebagaimana berikut…
Ibnul Atsir (Rahimahullah) berkata
dalam kitabnya: “Kemudian pasukan Sajah pun segera berangkat menuju kediaman
suku ar-Rabab. Dan sesampainya mereka di sana, mereka bertemu dengan 2 pasukan
yang masing-masing berasal dari suku Dhabbah dan suku ‘Abdu Manat (2 suku ini
adalah suku cabang dari suku ar-Rabab).
BACA JUGA:
KISAH SAJAH BINTI AL-HARITS DENGAN SUKUBANI TAMIM.
SAJAH BERUNDING DENGAN MUSAILAMAH.
Maka ketika kedua pasukan bertemu, keduanya pun langsung saling menyerang dan tidak lama kemudian berjatuhanlah begitu banyak korban dari kedua belah pihak. Dan kedua belah pihak juga berhasil mengambil tawanan dari pihak musuh mereka masing-masing.
Akan tetapi, pada akhirnya mereka semua pun
memutuskan untuk mengadakan perdamaian. Dan di saat kedua belah pihak ini
berdamailah Qais bin ‘Ashim menyenandungkan sebuah bait syair yang berisikan
penyesalannya terhadap perbuatannya yang menunda-nunda dalam menyerahkan harta
zakatnya (kaumnya) kepada Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu).
Kemudian setelah Sajah menyelesaikan
urusannya dengan suku ar-Rabab, dia pun kembali bergerak bersama pasukannya
hingga mereka tiba di sebuah daerah yang bernama an-Nibaj. Dan sesampainya dia
di daerah tersebut, pasukannya di serang oleh suku Bani ‘Amr yang di komandoi
oleh seseorang yang bernama Aus bin Khuzaimah al-Hujaimiy.
Aus dan pasukannya berhasil menawan 2 orang
komandan pasukan milik Sajah, kedua orang tersebut adalah al-Hudzail dan Iqqah.
Akan tetapi pada akhirnya Aus pun memutuskan untuk membuat kesepakatan antara
dirinya dengan Sajah. Kesepakatan tersebut adalah agar Sajah dan pasukannya
tidak menginjakkan kaki mereka lagi di atas tanah Bani ‘Amr. Dan sebagai timbal
baliknya, maka Aus akan membebaskan seluruh tawanan yang berhasil dia tawan
dari pasukan Sajah untuk kemudian membiarkan mereka kembali kepada
saudara-saudara mereka”.
Inilah 2 kisah mengenai aksi yang dilakukan
oleh Sajah yang dibawakan oleh Imam Ibnul Atsir (Rahimahullah) dalam
kitabnya. Adapun Ibnu Jarir (Rahimahullah), beliau membawakan versi yang
sedikit lebih terperinci mengenai kisah yang terjadi antara Sajah dengan Aus di
atas. Kisahnya sebagaimana berikut…
Ibnu Jarir (Rahimahullah) berkata: “Kemudian
(setelah Sajah menyelesaikan urusannya dengan suku ar-Rabab) Sajah kembali
bergerak bersama pasukannya hingga mereka tiba di sebuah daerah yang bernama
an-Nibaj.
Dan sesampainya mereka di sana, tiba-tiba
mereka di serang oleh sebuah pasukan yang di komandoi oleh seseorang yang
bernama Aus bin Khuzaimah al-Hujaimiy. Dimana pasukan ini terdiri dari anggota
suku Bani ‘Amr.
Ketika perang telah berkecamuk anatara
kedua belah pihak, seseorang yang berasal dari suku Bani Mazin dan seseorang
lagi yang berasal dari suku Bani Wabr yang dikenal dengan sebutan Nasyirah
berhasil menawan al-Hudzail. Dan selain al-Hudzail, maka ada seorang komandan
milik Sajah lagi yang ditawan oleh Aus dan pasukannya. Sang komandan ini
bernama Iqqah, dan yang berhasil menawannya bernama ‘Abdah al-Hujaimiy.
Akan tetapi pada akhirnya kedua belah pihak
saling berjanji untuk menahan serangan dan mengadakan gencatan senjata juga
untuk saling membebaskan tawanan. Pihak Aus juga menambahkan beberapa persyaratan
kepada pihak Sajah, persyaratan tersebut adalah agar pihak Sajah jangan
sekali-kali masuk ke tanah suku Bani ‘Amr dan juga jangan menyerang kembali
suku Bani ‘Amr untuk ke depannya. Pihak Sajah pun menyetujui persyaratan yang
diajukan oleh pihak Aus tersebut.
Maka setelah kedua pihak sepakat, pihak Aus
pun membebaskan para tawanannya sekaligus mengambil sumpah dari Sajah dan kedua
komandannya di atas agar mereka memegang janji yang telah dibuat, dan agar
mereka keluar dari tanah Bani ‘Amr dan jangan mengambil jalur yang melintasi
tanah suku tersebut. Pihak Sajah pun melaksanakan janji mereka dengan
sebaik-baiknya.
Al-Hudzail sendiri rupanya belum bisa
melupakan akan perbuatan yang pernah dilakukan oleh salah seorang dari suku
Bani Mazin di atas kepada dirinya. Dan pada saat khalifah Utsman bin ‘Affan
terbunuh, al-Hudzail pun bertekad untuk membalas perbuatan orang tersebut. Dimana
dia berangkat menuju perkampungan tempat suku Bani Mazin tinggal, dan
sesampainya di sana orang-orang Bani Mazin ternyata lebih dulu mendapatinya
sekaligus membunuhnya.
(kembali kepada kisah Sajah) ketika al-Hudzail
dan Iqqah telah dibebaskan, mereka berdua beserta para pemimpin rombongan Sajah
datang menghadap kepada pemimpin mereka, dimana mereka berkata kepadanya: ‘Sekarang
apa yang akan engkau perintahkan kepada kami?. Malik dan Waki’ telah kembali
rukun dengan kaumnya, maka otomatis mereka tidak akan membantu kita lagi. Mereka
berdua memang masih tetap memperbolehkan kita untuk mengunjungi perkampungan
mereka, akan tetapi sebagaimana yang telah engkau dengar dan lihat, kaum tadi
(suku Bani ‘Amr) telah melarang kita untuk melakukan hal tersebut’.
Sajah menjawab: ‘Kita akan pergi ke negeri
Yamamah’.
Mereka berkata: ‘Kekuatan orang-orang
Yamamah itu sangatlah besar, dan gerakan Musailamah sendiri sekarang telah
semakin kuat dari hari ke hari’.
Sajah menimpali mereka dengan berkata: ‘Hendaknya
kalian bergerak menuju negeri Yamamah. Bergeraklah kalian sebagaimana
bergeraknya burung Merpati. Karena sungguh ini adalah peperangan yang sangat
dahsyat. Dimana kalian tidak akan menuai celaan lagi setelahnya!’”. Wallahu A’lam
Bish-Shawab.
Insya Allah kisah akan berlanjut ke artikel
selanjutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment