This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, February 26, 2021

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 8}. SEBUAH KISAH TENTANG PARA PENOLAK KEWAJIBAN ZAKAT.

 Bismillah…

Apa kabar teman-teman semua ?, semoga semuanya selalu dalam perlindungan Allah (Azza Wa Jalla) dan senantiasa di beri keistiqomahan agar tetap berada di atas agama yang lurus (Islam) hingga akhir hayat.

Pada pekan ini Insya Allah saya akan membahas tentang fitnah yang sangat besar yang telah menyerang tubuh ummat Islam secara bertubi-tubi setelah wafatnya sang Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) tercinta. Fitnah itu adalah fitnah murtadnya orang-orang Arab, apa yang menyebabkan mereka semua murtad?, terbagi menjadi berapa macamkah mereka?, dan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan seluruh sahabat untuk meredam bahaya ini?, untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas mari kita simak bersama-sama kisah berikut…

Gambar oleh 12019 dari Pixabay.


1). GAMBARAN FENOMENA KEMURTADAN.

Muhammad Ibnu Ishaq berkata: “Orang-orang Arab kembali murtad ketika Rasulullah wafat kecuali penduduk dua masjid, yakni: Makkah dan Madinah (dan juga penduduk Thaif). Adapun kabilah Asad dan Ghathafan telah murtad di bawah komando Thulaihah bin Khuwailid al-Asadi (ia adalah seorang dukun), dan murtad pula suku Kindah dan sekutunya di bawah komando al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Kemudian (kemurtadan mereka) diikuti oleh suku Mudzhij dan sekutunya di bawah komando al-Aswad bin Ka’ab al-Ansi (orang ini adalah seorang dukun). Demikian pula dengan suku Rabi’ah di bawah komando al-Ma’rur bin an-Nukman bin al-Mundzir. Adapun Bani Hanifah mereka murtad pula (sebagaimana yang telah kita ketahui) di bawah komando Musailamah bin al-Habib al-Kadzdzab. Kemudian murtad pula Bani Sulaim di bawah komando seseorang yang di kenal sebagai al-Fuja’ah dan nama aslinya adalah: Iyas bin Abdullah bin Abdi Yaa lail. Adapun Bani Tamim mereka murtad di bawah komando Sajah seorang wanita penyihir”.

Mayoritas anggota suku-suku tersebut telah mengetahui bahwa orang yang mereka ikuti adalah pembohong besar dan bahwa seruan mereka adalah seruan kesesatan, akan tetapi kenapa mereka tetap mengikuti orang-orang dan dukun-dukun sesat tersebut?, alasan utamanya adalah: iri dengki mereka kepada suku Quraisy dimana seorang Nabi akhir zaman muncul dari kalangan quraisy, dan mereka ingin agar ada seorang Nabi pula yang muncul dari kalangan mereka sendiri, maka oleh karena itulah mereka semua mengikuti seruan-seruan kesesatan dari para pembual dan dukun tersebut. Dan di sinilah kita bisa melihat bahayanya fanatisme kesukuan, begitu juga dengan segala bentuk fanatisme-fanatisme yang lain, dan Islam sendiri datang untuk memerangi segala bentuk fanatisme dengan tujuan untuk menyatukan ummat manusia dalam satu kesatuan yang kuat, yang hanya tunduk kepada Rabb seluruh alam yakni Allah (Subhanahu wa Ta’ala).

Orang-orang murtad itu sendiri terbagi menjadi dua golongan:

·      Golongan pertama adalah: kelompok yang enggan untuk membayar zakat.

·      Golongan kedua adalah: kelompok yang benar-benar keluar dari agama Islam. 

Bagaimana sikap Abu Bakar terhadap orang-orang yang enggan untuk membayar zakat?, dan keputusan apa yang diambilnya untuk menghadapi mereka?...

2). SIKAP ABU BAKAR TERHADAP ORANG-ORANG YANG ENGGAN UNTUK MEMBAYAR ZAKAT.

Muhammad Ibnu Ishaq berkata: “Ketika Rasulullah wafat maka orang-orang Arab kembali murtad, Yahudi dan Nasrani menampakkan taringnya, sementara kemunafikan mulai tersebar, kaum muslimin ibarat domba yang kocar-kacir di guyur hujan lebat pada malam yang pekat dan dingin, hingga Abu Bakar berhasil menyatukan mereka kembali”.

Seiring dengan itu, utusan orang-orang Arab berdatangan ke Madinah. Mereka mengakui kewajiban shalat namun mengingkari kewajiban zakat, dan ada pula yang enggan membayarkannya kepada Abu Bakar (sang pengganti Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam)), mereka berdalih dengan ayat: {Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka}, (At-Taubah: 103).

Mereka berkata: “Kami tidak akan membayarkan zakat kami kecuali kepada orang yang do’anya bisa menentramkan hati kami”, bahkan sampai ada yang menyenandungkan sya’ir:

Kami akan selalu patuh selama Rasulullah ada diantara kami

Alangkah aneh kenapa kami harus patuh kepada Abu Bakar.

Al-Qasim bin Muhammad berkata: “Bani Asad, Ghathafan dan Thayyi Bersatu di bawah komando Thulaihah al-Asadi, dan mereka mengirim utusan mereka ke Madinah, para utusan tersebut akhirnya sampailah di Madinah dan mereka berhenti di tengah kerumunan manusia. Mereka di terima banyak orang kecuali al-Abbas, kemudian mereka dibawa ke hadapan Abu Bakar dan menyatakan pendapat mereka untuk tetap melaksanakan shalat tetapi menolak untuk membayar zakat, namun Allah mengilhamkan kebenaran kepada Abu Bakar, beliau berkata: “Andai saja mereka menahan zakat mereka dariku pasti aku akan perangi mereka”.

BACA JUGA:

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 7}. PEMBERANGKATAN EKSPEDISI PASUKAN USAMAH.

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 9}. PENUMPASAN ORANG-ORANG MURTAD DI SEKITAR MADINAH.

Pendapat Abu Bakar sejak awal memang sudah sangat jelas, yakni: wajibnya memerangi orang-orang yang menolak untuk membayar zakat. Karena menurut beliau orang-orang yang menolak untuk membayar kewajiban zakatnya sudah setara dan dihukumi sebagai orang yang murtad keluar dari agama Islam, dan orang yang murtad wajib untuk di perangi.

Akan tetapi sebagian sahabat ada yang mengusulkan kepada beliau agar membiarkan orang yang tidak mau membayar zakat sambil berusaha melunakkan hati mereka hingga iman dalam dada mereka kembali menguat dan akhirnya kembali bersedia untuk membayar zakat. Namun beliau tidak menerima usulan tersebut dan tetap bersikeras menumpas mereka.

Para perawi hadits selain Imam Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab-kitab mereka dari Abu Hurairah (Radhiyallahu ‘Anhu) bahwa Umar bin al-Khaththab (Radhiyallahu ‘Anhu) berkata kepada Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu): “Mengapa engkau bersikeras untuk memerangi mereka?, sementara Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) telah bersabda: {“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan “Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, jika mereka mengucapkannya maka harta dan darah mereka terjaga dariku untuk ditumpahkan dan dirampas kecuali dengan hak dan balasannya di sisi Allah”}”, maka Abu Bakar menjawab: “Demi Allah andai saja mereka enggan untuk menyerahkan anak unta yang dahulu mereka serahkan kepada Rasulullah, pasti akan aku perangi mereka semua karenanya. Sesungguhnya zakat itu adalah hak harta, dan demi Allah aku pasti akan memerangi orang yang membedakan antara shalat dan zakat!”. (yang menyibukkan pikiran beliau adalah kekhawatiran bahwa orang-orang yang sudah berani menyepelekan salah satu rukun Islam, maka kedepannya pasti mereka akan menyepelekan rukun-rukun yang lain hingga akhirnya mereka murtad dari agama Islam).

Maka Umar berkata: “Akhirnya aku menyadari bahwa Allah telah melapangkan hati Abu Bakar untuk memerangi mereka dan aku yakin bahwa itulah yang benar. Aku berkata, Allah berfirman: {“Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”}”, (At-Taubah: 5).

Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwasanya agama Islam dibangun diatas lima perkara: Syahadatain, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan puasa di bulan Ramadhan. (inilah rukun Islam yang lima).

Al-Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa Shalih bin Kaisan berkata: “Ketika kemurtadan terjadi maka Abu Bakar berpidato di hadapan manusia, setelah memuji Allah beliau berkata: “Cukuplah segala puji milik Allah yang telah memberikan nikmatNya dan mencukupkannya. Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad dalam kondisi ilmu tercerai-berai, Islam dalam keadaan asing dan dimusuhi, tali agama tempat berpegang telah lapuk dan perjanjian dengan Allah telah dilupakan, akhirnya manusia-pun tersesat. Adapun Ahli kitab, maka Allah telah membenci mereka, Allah tidak melimpahkan untuk mereka kebaikan yang ada pada mereka, dan tidak pula memalingkan mereka dari kejelekan yang ada pada mereka. Disebabkan mereka telah merubah-rubah kitab suci yang Allah turunkan kepada mereka dan menyisipkan ke dalamnya perkara-perkara yang tidak termasuk kedalam isi al-Kitab.

Adapun bangsa Arab mereka tidak menyembah Allah dan tidak pernah pula berdo’a kepadaNya, merekalah bangsa yang paling sulit kehidupannya, paling sesat agamanya, senantiasa terombang-ambing tidak punya pendirian, hingga Allah menyatukan mereka dengan datangnya Muhammad (Shallallahu Alaihi Wa Sallam), dan Allah merubah keadaan mereka dan menjadikan mereka sebagai ummat yang terbaik, Allah memenangkan mereka, dan mengangkat mereka diatas seluruh bangsa. Akhirnya Allah mewafatkan NabiNya (Shallallahu Alaihi Wa Sallam). Maka setelah itu setan menyiapkan kendaraannya untuk menggiring mereka kedalam jurang kebinasaan (dengan mengajak manusia untuk murtad dan menolak membayar zakat), Allah berfirman: {“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad). Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”}, (Ali Imran: 144).

Sesungguhnya orang-orang Arab di sekitar kalian menolak menyerahkan zakat kambing dan unta mereka, selama ini mereka tidak pernah sepelit hari ini, dan selama ini pula kalian tidak pernah memegang agama sekuat hari ini. Sebagaimana yang telah kalian rasakan dari keberkahan Nabi kalian, beliau telah menyerahkan urusan kalian kepada Maula (Allah) yang Maha Mencukupi, Yang mendapati diri beliau sebelumnya tersesat kemudian Dia memberi beliau petunjuk, mendapati beliau dalam keadaan miskin lalu Dia mencukupi beliau, Allah berfirman: {“Dan kamu telah berada di tepi jurang Neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya”}, (Ali Imran: 103).

Demi Allah akan kuperangi mereka sebagaimana Allah telah memerintahkannya hingga Dia memenuhi janjiNya dan menyempurnakan bagi kita perjanjianNya. Hingga ada diantara kita yang terbunuh dan akan dimasukkan ke dalam Surga, dan akan tersisa diantara kita orang-orang yang akan menjadi generasi penerus perjuangan sekaligus sebagai khalifah diatas muka bumi. Sesungguhnya ketentuan Allah adalah haq (benar adanya), dan janjiNya tidak akan Dia ingkari. Allah berfirman: {“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi”}”, (An-Nur: 55). Kemudian beliau turun dari mimbar.

Al-Hasan, Qatadah dan selainnya berkata dalam menafsirkan ayat: {“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka-pun mencintaiNya”}, (Al-Maidah: 54). Mereka berkata: “Maksud dari ayat ini yaitu Abu Bakar dan para sahabat ketika mereka berperang menumpas orang-orang yang murtad dan yang enggan membayar zakat”.

Al-Qasim bin Muhammad berkata setelah menceritakan kedatangan Bani Asad, Ghathafan dan Thayyi diatas, ia berkata: “Kemudian Abu Bakar menyuruh mereka untuk pulang ke kabilah masing-masing, mereka-pun pulang sambil membawa berita yang akan mereka sampaikan ke kabilah mereka masing-masing, berita tersebut adalah: bahwa penduduk kota Madinah jumlahnya sedikit (disebabkan keberangkatan pasukan Usamah) sambil berusaha meyakinkan mereka bahwa kota Madinah gampang direbut dan dikuasai.

Maka (dengan kehati-hatian, kewaspadaan yang tinggi, dan juga pandangan kedepan  terhadap gelagat mengkhawatirkan dari utusan ketiga suku tersebut) Abu Bakar segera mendirikan pos-pos keamanan di setiap perbatasan kota Madinah dan menerapkan situasi siaga satu dari ancaman serangan musuh yang datang dari luar Madinah, dan mewajibkan seluruh penduduk Madinah untuk menghadiri shalat jama’ah di masjid sembari berkata: “Sesungguhnya sekarang bumi ini dipenuhi orang kafir dan mereka melihat bahwa jumlah kalian sedikit, maka pastinya mereka akan menyerbu kalian di siang maupun malam hari, musuh yang paling dekat dengan kalian sekarang ini hanya sejauh satu barid (satu barid adalah 4 farsakh, dan satu farsakh adalah 3 mil. Maka bisa dikatakan bahwa satu barid adalah: 22,176 km). Mereka ingin agar kita membiarkan mereka dan menerima persyaratan mereka (untuk tidak membayar zakat). Namun secara tegas keinginan mereka kita tolak. Oleh karena itu bersiap-siaplah dan tetap bersiaga”.

Tak berapa lama kemudian (tepatnya setelah tiga hari) mereka datang menyerbu kota Madinah, sementara setengah dari pasukan mereka ditinggalkan di Dzi Husan bersiap-siap membantu mereka. Para penjaga keamanan yang ditugaskan oleh Abu Bakar melaporkan hal tersebut kepadanya. Maka beliau segera memerintahkan agar para penjaga tetap siaga di pos masing-masing, kemudian beliau keluar membawa seluruh jama’ah masjid untuk menyerbu musuh, maka seketika mereka lari kocar-kacir, sementara kaum muslimin berlari mengejar mereka dengan unta-unta yang mereka tunggangi, ketika mereka sampai di Dzi Husan pasukan yang disiapkan sebagai bala bantuan tadi balas menyerang, namun jumlah kaum muslimin terlampau banyak dan akhirnya mereka berhasil memenangkan pertempuran.

Inilah sedikit gambaran tentang perjuangan Abu Bakar bersama para sahabat dalam meredam salah satu cabang fitnah, dan bagaimanakah kisah mereka bersama orang-orang murtad?...

Insya Allah kisah tersebut akan saya bahas pada pekan depan, dan saya pikir cukup sekian dulu untuk pekan ini, dan semoga kisah diatas bisa bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin.

Was-Salam.   

 

  

Friday, February 19, 2021

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 7}. PEMBERANGKATAN EKSPEDISI PASUKAN USAMAH.

Bismillah…

Apa kabar teman-teman semua ?, semoga semuanya selalu dalam perlindungan Allah (Azza Wa Jalla) dan senantiasa di beri keistiqomahan agar tetap berada di atas agama yang lurus (Islam) hingga akhir hayat.

Sesuai janji pada pekan yang lalu, maka saya akan membahas pada pekan ini tentang jasa-jasa Abu Bakar yang beliau persembahkan untuk Islam dan kaum muslimin. Pembahasan kita kali ini akan berporos seputar fitnah yang dikhawatirkan oleh ash-Shiddiq akan terjadi, seberapa besar fitnah tersebut?, sebesar apakah ancamannya terhadap eksistensi Islam dan kaum muslimin?, dan bagaimana Abu Bakar menghadapi segala badai tersebut yang datang bertubi-tubi menggempur tubuh ummat Islam setelah ditinggal oleh sang Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) tercinta?. Akan tetapi sebelum itu maka mari kita bersama-sama menyimak perihal keputusan pertama yang diambil oleh Abu Bakar setelah dibai’at menjadi khalifah, kisahnya sebagai berikut…

foto jerash, yoordania. diambil dari: pixabay.

(-). MELANJUTKAN EKSPEDISI PASUKAN USAMAH BIN ZAID BIN HARITSAH (RADHIYALLAHU ANHUMA).

Sebelum Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) wafat beliau telah mempersiapkan sebuah pasukan yang rencananya pasukan ini akan berjalan menuju ke sebuah daerah di Syam yang bernama: al-Balqa, dimana di tempat itulah dahulu perang Mu’tah berkecamuk, dan juga sekaligus tempat terbunuhnya 3 orang sahabat yang mulia, mereka adalah: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah (Radhiyallahu ‘Anhum). Beliau menunjuk Usamah bin Zaid untuk menjadi pemimpin pasukan ini (saat itu umur Usamah kurang lebih adalah: 18 tahun) yang didalamnya ada pembesar-pembesar sahabat seperti: Abu Bakar dan Umar, dan misi yang beliau bebankan ke pundak Usamah adalah: menaklukkan daerah al-Balqa. Maka berangkatlah pasukan Usamah dan akhirnya mereka sampai di sebuah daerah yang bernama: Jurf (suatu tempat yang berjarak 3 mil dari Madinah ke arah Syam), dan mereka memutuskan untuk istirahat barang sejenak di daerah tersebut dan mendirikan perkemahan di sana.

Akan tetapi Qodarullah tidak lama kemudian Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) wafat, dan pasukan Usamah masih berada di Jurf. Pada saat Abu Bakar telah di bai’at menjadi khalifah, Usamah berniat untuk mengundurkan diri dan menyerahkan posisinya kepada orang yang nantinya direstui oleh Abu Bakar untuk menduduki posisi tersebut. Akan tetapi Abu Bakar tetap mempertahankan apa yang dahulu telah menjadi keputusan Rasulullah yakni: beliau tetap menjadikan Usamah sebagai pemimpin dan tetap melanjutkan ekspedisi pasukan Usamah.

Saif bin Umar at-Tamimi berkata bahwa Ashim bin Adi bercerita: “Salah seorang pesuruh Abu Bakar berseru di tengah-tengah khalayak ramai setelah meninggalnya Rasulullah (dan setelah beliau dikebumikan): “Hendaklah pasukan Usamah segera berangkat, ingatlah tidak seorangpun dari pasukan Usamah yang boleh tinggal di Madinah, melainkan harus pergi ke Jurf, pangkalan militer pasukan Usamah”.

Setelah itu Abu Bakar berpidato (setelah pidato pelantikannya) setelah memuji Allah beliau berkata: “Wahai saudara-saudara sekalian, sesungguhnya aku adalah seperti kalian juga, dan aku tidak tahu apakah aku sanggup memikul beban yang kalian letakkan di pundakku sebagaimana Rasulullah mampu memikulnya. Sesungguhnya Allah telah memilih Muhammad atas sekalian alam, dan Allah menjaganya dari segala keburukan, sementara aku hanyalah seseorang yang berusaha mengikuti jejak beliau dan aku bukanlah seorang pembuat bid’ah. Maka jika aku istiqomah diatas kebenaran tolong ikuti aku, tetapi jika aku keliru maka luruskanlah diriku. Sesungguhnya Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) telah wafat dan tidak seorangpun dari ummat ini menuntut atas kedzaliman yang telah beliau lakukan terhadapnya baik berupa pukulan dengan cambuk ataupun yang lebih ringan dari itu (artinya adalah: bahwa Nabi selama hidupnya tidak pernah mendzalimi seorangpun). Ingatlah, sesungguhnya aku senantiasa disertai setan yang selalu berusaha menggodaku, maka jika setan mendatangiku tolong aku agar aku bisa menjauh darinya. Aku berusaha untuk tidak menyakiti kalian sedikitpun walau seujung kuku, dan sesungguhnya kalian setiap pagi dan sore senantiasa dibayang-bayangi ajal yang siap menjemput sementara kalian tidak menyadarinya, maka jika sanggup janganlah kalian melewati waktu-waktu kecuali kalian mengisinya dengan amal shalih, yakinlah kalian tidak akan mampu melakukan amal-amal tersebut kecuali dengan izin Allah. Berlombalah dalam kebaikan sebelum ajal menghalangi kalian beramal, sebab banyak orang yang lupa pada ajalnya, dan selalu menunda-nunda amalan mereka. Maka jangan kalian tiru mereka, bersungguh-sungguhlah kalian dan berusahalah menyelamatkan diri (dari adzab Allah). Sesungguhnya di hadapan kalian telah menunggu ajal yang selalu mengejar kalian dan akan datang dengan cepat. Oleh karena itu waspadalah terhadap kematian dan banyak-banyaklah mengambil pelajaran dari apa yang telah menimpa bapak-bapak kalian serta saudara-saudara kalian (yang telah meninggal). Janganlah kalian merasa cemburu terhadap orang yang hidup kecuali sebagaimana kalian cemburu kepada orang-orang yang telah mati”. Setelah itu beliaupun memerintahkan agar pasukan Usamah segera berangkat melaksanakan misinya.

BACA JUGA:

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 6}. PEMBAI'ATAN SECARA UMUM DI MASJID NABAWI.

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 8}. SEBUAH KISAH TENTANG PARA PENOLAK KEWAJIBAN ZAKAT.

Akan tetapi bersamaan dengan perintah tersebut keadaan di Madinah dan seluruh wilayah teritori kaum muslimin menjadi kacau balau disebabkan meninggalnya Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam), kemunafikan mulai menunjukkan taringnya di Madinah. Bahkan banyak dari suku-suku Arab Badui sekitar Madinah yang murtad keluar dari Islam, ditambah lagi sebagian dari mereka enggan membayar zakat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Dan ketika itu sholat Jum’at tidak lagi didirikan kecuali di Makkah dan Madinah. Tersebutlah sebuah kota di Bahrain yang bernama: Juwatsan, kota ini termasuk kota yang pertama kali mendirikan sholat Jum’at setelah situasi menjadi agak tenang dan orang-orang kembali kepada kebenaran.

Diantara negeri yang tetap istiqomah berada diatas jalan yang lurus (Islam) juga adalah: Thaif negerinya Bani Tsaqif, mereka tidak berbalik kebelakang dan tidak pula murtad sepeninggal Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam). Ketika berbagai masalah ini terjadi, banyak dari para sahabat yang mengusulkan kepada Abu Bakar agar menunda keberangkatan ekspedisi pasukan Usamah, karena ummat saat itu sangat butuh kepada bantuan mereka untuk mengatasi masalah yang lebih penting, dan juga dengan alasan bahwa Nabi sebelumnya mempersiapkan pasukan tersebut dan berniat memberangkatkannya pada saat kota Madinah dalam keadaan damai dan aman sentausa.

Saif bin Umar berkata: “Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dia berkata: “Tatkala Abu Bakar dibai’at, beliau mengumpulkan kaum Anshar dalam rangka menyikapi permasalahan yang mereka perselisihkan. Abu Bakar berkata: “Pasukan Usamah akan tetap diberangkatkan, sebab orang-orang Arab kembali murtad baik secara umum maupun secara khusus dalam tiap-tiap kabilah, kemunafikan sekarang telah menampakkan dirinya dan Yahudi maupun Nasrani sedang mengintai dan bersiap-siap untuk menerkam kaum muslimin ibarat serigala yang mengintai sekumpulan domba yang sedang tercerai berai kehujanan di tengah malam gelap gulita setelah mereka kehilangan Nabi dan jumlah mereka yang minoritas di tengah-tengah musuh yang mayoritas”.

Ada yang memberikan pendapat dan berkata: “Sesungguhnya pasukan Usamah adalah jumlah mayoritas kaum muslimin, sementara orang-orang Arab sebagaimana yang anda lihat telah bersiap-siap untuk menyerang. Sungguh tidak bijak jika engkau memecah jumlah kaum muslimin (dan berperang di dua front)”, Abu Bakar menjawab: “Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya, andaikata binatang buas seluruhnya mencabik-cabikku, aku akan tetap menjalankan misi pasukan Usamah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Rasulullah, aku akan tetap menjalankan pasukan tersebut walaupun tidak ada lagi seorangpun di dalam kota ini selain diriku”.

Termasuk diantara orang-orang yang mengajukan usul tersebut adalah Umar (Radhiyallahu ‘Anhu), ia mengusulkan agar keberangkatan pasukan Usamah ditunda terlebih dahulu hingga situasi kembali aman dan terkendali. Namun Abu Bakar ash-Shiddiq dengan tegas menolak saran tersebut. Beliau berpendapat harus tetap menyegerakan keberangkatan pasukan Usamah, sampai-sampai beliau bersumpah: “Demi Allah aku tidak akan melepas tali yang telah diikat oleh Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam), walaupun burung menyambar kita dan seluruh binatang buas di sekitar Madinah menyerang kita, bahkan sekalipun anjing-anjing mengejar kaki-kaki Ummahatul Mukminin -istri-istri Rasulullah- aku akan tetap menjalankan misi pasukan Usamah, dan aku akan memerintahkan agar orang-orang tetap siaga dan berjaga-jaga di sekitar Madinah”.

Saif bin Umar meriwayatkan bahwa al-Hasan al-Bashri berkata: “Ketika Abu Bakar bersiap-siap memberangkatkan pasukan Usamah, sebagian kaum Anshar berkata kepada Umar: “Katakan padanya agar mengganti dan tidak menunjuk Usamah sebagai pemimpin”, maka Umar segera memberitahukan hal tersebut kepada Abu Bakar. Maka seketika Abu Bakar menarik janggut Umar seraya berkata: “Payah-payah ibumu mengandungmu wahai Umar bin al-Khaththab, bagaimana mungkin aku mengganti pemimpin yang telah ditunjuk oleh Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam)”. Kemudian Abu Bakar segera bangkit dan berjalan sendiri menuju Jurf untuk memeriksa pasukan Usamah dan memerintahkan mereka untuk mulai berjalan, sementara beliau sendiri ikut berjalan bersama mereka (dalam keadaan beliau berjalan kaki sementara Usamah mengendarai kuda, ini merupakan bentuk penghormatan beliau kepada Usamah yang telah di percaya oleh Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) untuk memimpin sebuah pasukan walaupun ia masih sangat muda).

Sebelum mereka berangkat Abu Bakar mewasiatkan kepada mereka (dan wasiat ini sebenarnya adalah wasiat yang senantiasa Rasulullah wasiatkan kepada para sahabat sebelum mereka berangkat menuju medan perang, dengan kata lain: wasiat ini adalah wasiat Islam kepada para pengikutnya jika mereka ingin memerangi suatu kaum), wasiat itu adalah: “Janganlah kalian mengkhianati (baik teman maupun musuh yang sudah menyerah atau menawarkan perdamaian), janganlah kalian berlebih-lebihan, dan janganlah kalian kabur (dari medan perang), dan janganlah pula kalian memutilasi (musuh-musuh kalian), janganlah kalian membunuh anak kecil (bayi, balita, dan anak-anak yang belum mampu mengangkat senjata untuk ikut berperang), dan janganlah pula membunuh seseorang yang sudah tua (yang sudah memasuki usia senja), dan jangan pula membunuh para wanita (baik itu yang masih kecil maupun yang sudah dewasa), dan janganlah kalian memotong pohon kurma (dan segala jenis pepohonan dan tumbuh-tumbuhan) jangan membakarnya, dan jangan pula menebang pohon (ataupun kebun) yang sedang berbuah…”. Wasiat ini adalah wasiat yang sangat agung dan inilah ajaran Islam dan ajaran Nabi Muhammad (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) yang sesungguhnya, dalam wasiat ini kita bisa melihat ajaran Islam yang sesungguhnya dan bahwasanya Islam tidaklah sama dengan apa yang selama ini di dengung-dengungkan oleh media, Islam adalah agama yang adil dan senantiasa mengajak pengikutnya untuk berhias dengan akhlak yang mulia, senantiasa mengasihi orang-orang lemah (baik itu pria maupun wanita), dan senantiasa mengajak para pengikutnya agar tidak menyebarkan kerusakan di atas muka bumi.

Setelah menyampaikan wasiat tersebut, maka berangkatlah pasukan Usamah dan Abu Bakar ikut berjalan (kaki) juga mengiringi keberangkatan mereka. Waktu itu Usamah mengendarai kuda, dan beliau mengatakan kepada Abu Bakar: “Wahai khalifah Rasulullah, naiklah ke atas kendaraan ini atau aku yang turun (ikut berjalan bersamamu)”, Abu Bakar menjawab: “Demi Allah aku tidak akan naik dan engkau tidak boleh turun”. Setelah itu Abu Bakar memohon kepada Usamah agar Umar (pada saat itu Umar termasuk anggota pasukan Usamah) dibebastugaskan untuk menemaninya di Madinah, maka Usamah mengabulkan permintaannya.

Setelah peristiwa ini tidak pernah Umar bertemu Usamah melainkan ia mengucapkan salam kepadanya seraya menambahkan kata-kata: “Ya Amir (wahai pemimpin)”.

Al-Qashim bin Amrah meriwayatkan bahwa ‘Aisyah berkata: “Ketika Rasulullah wafat, orang-orang Arab sepakat untuk murtad dan kemunafikan tersebar di mana-mana. Demi Allah sungguh ayahku mendapat beban yang sangat berat, jika di pikul oleh gunung yang kokoh sekalipun niscaya akan hancur luluh. Dan sahabat Muhammad (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) ibarat sekumpulan domba yang kocar-kacir di terpa hujan di malam yang gelap gulita dan dingin, di tengah-tengah padang yang dipenuhi binatang buas. Demi Allah semua perselisihan mereka berhasil diselesaikan oleh ayahku dengan keistiqomahannya dalam Islam”.

Kemudian beliau menyebutkan perihal Umar, beliau berkata: “Barangsiapa yang melihat Umar niscaya ia tahu bahwa Umar diciptakan untuk kemaslahatan Islam. Demi Allah ia ibarat penenun ulung yang telah menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi apa yang akan terjadi”.

Ternyata berangkatnya pasukan Usamah membawa kemaslahatan besar, disebabkan setiap kali mereka melewati perkampungan Arab, maka mereka pasti akan menimbulkan rasa gentar ke hati orang-orang dan membuat mereka enggan untuk murtad mengikuti suku-suku lain yang telah murtad. Pasukan Usamah berada di daerah al-Balqa selama kurang lebih 70 hari.

Inilah gambaran singkat tentang keputusan pertama Abu Bakar setelah dibai’at menjadi khalifah dan juga situasi Madinah dan situasi Jazirah Arab secara umum. Semoga bisa bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin.

Dan Insya Allah pekan depan saya akan membahas tentang fitnah yang telah mengguncang tubuh kaum muslimin secara bertubi-tubi setelah meninggalnya Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam), dan hampir saja merobohkan tubuh kaum muslimin.

Saya pikir cukup sekian dulu untuk pekan ini, dan sampai jumpa di pekan depan dengan tema diatas Insya Allah.

Was-salam. 

Friday, February 12, 2021

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 6}. PEMBAI'ATAN SECARA UMUM DI MASJID NABAWI.

 Bismillah…

Apa kabar teman-teman semua ?, semoga semuanya selalu dalam perlindungan Allah (Azza Wa Jalla) dan senantiasa di beri keistiqomahan agar tetap berada di atas agama yang lurus (Islam) hingga akhir hayat.

Pada pekan yang lalu saya telah membahas tentang pembai’atan Abu Bakar (Radhiyallahu Anhu) yang dilaksanakan secara khusus di balai pertemuan kaum Anshar yang bernama: Tsaqifah Bani Sa’idah, dan Insya Allah saya akan membahas pada pekan ini tentang peristiwa apa saja yang terjadi setelah bai’at khusus tersebut. Apa saja peristiwa-peristiwa tersebut?, apakah Abu Bakar benar-benar di bai’at pada keesokan harinya oleh seluruh sahabat?, dan apa reaksi Sa’ad bin Ubadah ketika mendengar khutbah Abu Bakar yang menjelaskan tentang keutamaan suku Quraisy?. Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas maka mari kita simak bersama-sama penjelasan berikut…. 

madinah zaman dulu, by: bincangsyariah.com.

1). REAKSI SA’AD BIN UBADAH KETIKA MENDENGAR PIDATO ABU BAKAR DI TSAQIFAH BANI SA’IDAH.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa sahabat Humaid bin Abdurrahman (Radhiyallahu Anhu) berkata: “Ketika Rasulullah wafat Abu Bakar masih di  ujung kota Madinah (di suatu tempat bernama Sanuh). Setelah mendengar berita wafatnya Rasulullah ia segera kembali dan langsung menuju rumah ‘Aisyah, ketika masuk ia menghampiri jasad Rasulullah dan kemudian membuka kain penutup wajah beliau lalu menciumnya, sembari berkata: “Aku menebusmu dengan ayah dan ibuku, alangkah harumnya wangimu sewaktu hidup dan sesudah mati, sesungguhnya Muhammad (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) benar-benar wafat, demi Rabb pemilik Ka’bah”. Kemudian Humaid melanjutkan: “Maka berangkatlah Abu Bakar dan Umar menuju balai pertemuan kaum Anshar. Kemudian Abu Bakar mulai berbicara mengenai segala kebaikan kaum Anshar, tidaklah satu kebaikan-pun yang pernah di sebutkan oleh Rasulullah mengenai (keutamaan) kaum Anshar kecuali ia sebutkan. Diantara perkataannya: “Kalian mengetahui bahwa Rasulullah pernah bersabda: {“Andai saja manusia menempuh suatu jalan di suatu lembah dan kaum Anshar menempuh jalan yang lain maka pasti akan kutempuh jalan kaum Anshar”}, dan engkau telah mengetahui wahai Sa’ad bahwa Rasulullah juga pernah bersabda: {“Sesungguhnya kaum Quraisylah yang paling berhak menjadi pemimpin. Kebaikan manusia akan mengikuti kebaikan yang ada pada mereka, dan kejelekan manusia akan mengikuti pula kejelekan yang ada pada mereka”}. Maka Sa’ad berkata: “Engkau benar, kami hanyalah Wazir (wakil dan menteri) dan kalianlah yang menjadi Amir (pemimpin)”.

Ibnu Ishaq meriwayatkan (tentang peristiwa apa yang terjadi setelah perkataan Abu Bakar dan komentar Sa’ad di atas) bahwa Umar (Radhiyallahu Anhu) berkata: “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya yang paling berhak menggantikan Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) adalah sahabatnya yang menyertainya dalam gua. Dialah Abu Bakar (Radhiyallahu Anhu) yang selalu terdepan dan paling di utamakan. Kemudian segera kutarik tangannya dan ternyata ada seorang Anshar yang lebih dahulu menariknya dan membai’atnya sebelum aku sempat meraih tangannya. Setelah itu aku baru membai’atnya dengan tanganku yang kemudian diikuti oleh orang ramai”.

Muhammad bin Sa’ad meriwayatkan bahwa al-Qasim bin Muhammad menyebutkan nama orang Anshar tersebut, ia adalah: Basyir bin Sa’ad, ayah dari an-Nukman bin Basyir (Radhiyallahu Anhuma).

BACA JUGA: KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 5}. PEMBAI'ATAN SECARA KHUSUS DI TSAQIFAH BANI SA'IDAH.

BACA JUGA: KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 7}. PEMBERANGKATAN EKSPEDISI PASUKAN USAMAH.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rafi ath-Tha’i berkata: “Abu Bakar berkata: “…Karena itulah (Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) memerintahkan kepadaku untuk menjadi imam) mereka membai’atku dan karena itu pula kuterima bai’at mereka atasku, sebab aku takut fitnah yang akan datang”. Fitnah yang beliau maksud adalah: murtadnya orang-orang Arab.

Setelah berbagai peristiwa yang mengiringi bai’at khusus tersebut (yang terjadi di penghujung hari Senin), terbitlah matahari baru dan juga hari yang sangat berbeda dari hari-hari yang telah di lalui oleh para sahabat selama ini, itu semua di karenakan hari tersebut adalah hari pertama ketika mereka semua tidak lagi didampingi oleh sang Nabi tercinta dalam kehidupan mereka, hari itu adalah hari Selasa. Awal dari berbagai peristiwa dan momen besar yang terjadi atas ummat Islam, dan momen pembuka dari era tersebut adalah…

2). PELANTIKAN ABU BAKAR DI MASJID DAN PIDATO PELANTIKANNYA.

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Anas bin Malik berkata: “Aku mendengar pidato terakhir Umar ketika duduk di mimbar satu hari setelah Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) wafat (hari Selasa), sementara Abu Bakar duduk dan diam. Umar berkata: “Aku berharap agar Rasulullah di beri umur yang panjang hingga beliau-lah orang yang paling terakhir diantara kita (wafat; maksudnya beliau ingin agar Rasulullah-lah yang paling terakhir wafat setelah semua sahabat wafat) akan tetapi kini beliau telah wafat, namun Allah telah memberikan kepada kita cahaya petunjuk sebagaimana yang telah Ia berikan kepada Muhammad. Oleh karena itu maka Abu Bakar adalah (yang paling mulia diantara kita karena dia adalah) sahabat Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) ketika mereka berdua berada di dalam gua, beliaulah yang paling pantas menjadi pemimpin atas segala urusan kita, maka berdirilah dan bai’atlah dia”.

Az-Zuhri berkata: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa beliau berkata: “Aku mendengar Umar berkata pada hari itu kepada Abu Bakar: “Naiklah ke atas mimbar”, ia terus menuntutnya untuk naik ke atas mimbar hingga Abu Bakar akhirnya bersedia naik ke atas mimbar dan dibai’at oleh seluruh kaum muslimin”.

Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Anas bin Malik berkata: “Ketika Abu Bakar dibai’at di Tsaqifah, keesokan harinya ia duduk di atas mimbar sementara Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan sebelum Abu Bakar berbicara. Umar mulai mengucapkan pujian kepada Allah sebagai Pemilik segala pujian dan sanjungan. Kemudian dia berkata: “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah mengatakan kepada kalian kemarin sebuah perkataan yang tidak kudapati dalam Kitabullah, dan tidak pula pernah di berikan oleh Rasulullah padaku. Aku berpikir bahwa pasti Rasulullah akan tetap hidup dan terus mengatur urusan kita (dan beliau tidak akan wafat kecuali setelah kita semua wafat), dan sungguh Allah telah meninggalkan untuk kita kitabNya yang telah membimbing Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam), maka jika kita berpegang teguh dengannya maka Allah pasti akan membimbing kita sebagaimana Allah telah membimbing nabiNya. Dan sungguh Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang terbaik diantara kita, ia adalah sahabat Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) dan ia juga yang telah menemani beliau ketika berada di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya”. Maka orang-orang segera membai’at Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya di bai’at di Tsaqifah”.

Setelah di bai’at beliau mulai berpidato setelah memuji Allah Sang Pemilik segala pujian: “Amma ba’du, wahai sekalian manusia, sungguh aku hari ini telah dibai’at sebagai pemimpin kalian dan pada asalnya aku bukanlah yang terbaik diantara kalian, maka oleh karena itu jika aku berbuat kebaikan maka bantulah aku, dan jika aku berbuat kejelekan maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah diantara kalian adalah kuat di sisiku hingga aku berhasil mengembalikan haknya kepadanya Insya Allah, dan orang yang kuat diantara kalian adalah lemah di sisiku hingga aku berhasil mengambil darinya hak orang lain yang telah di rampasnya Insya Allah. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad kecuali Allah pasti akan menimpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah perbuatan keji tersebar di tengah-tengah suatu kaum kecuali Allah pasti akan mengadzab mereka semuanya. Taatilah aku selama aku masih menaati Allah dan RasulNya, dan jika aku berma’siat dan tidak mematuhi Allah dan RasulNya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk taat kepadaku”.

Inilah pidato pelantikan Abu Bakar ash-Shiddiq (Radhiyallahu Anhu), siapa saja yang memperhatikan khutbah tersebut maka dia akan mendapati undang-undang yang paling sempurna dan paling lengkap yang bisa di pakai untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di manapun dan di zaman apapun.

3). BAI’AT ALI DAN AZ-ZUBAIR (RADHIYALLAHU ANHUMA) TERHADAP ABU BAKAR (RADHIYALLAHU ANHU).

Al-Hafidz al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Abu Sa’id al-Khudri (Radhiyallahu Anhu) berkata: “Ketika Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) wafat, orang-orang berkumpul di rumah Sa’ad bin Ubadah (Radhiyallahu Anhu). Sementara diantara mereka hadir Umar dan Abu Bakar (Radhiyallahu Anhuma). Maka berdirilah seseorang dari kalangan Anshar, ia berkata: “Tahukah kalian bahwa Rasulullah dari golongan Muhajirin, dan penggantinya juga harus dari kaum Muhajirin, sedangkan kami adalah penolong beliau sekaligus penolong orang yang menggantikan posisinya”, maka berdirilah Umar dan berkata: “Sesungguhnya pembicara kalian benar!, dan jika kalian katakan selain itu, maka kami tidak akan membai’at kalian”. Lalu Umar meraih tangan Abu Bakar sembari berkata: “Inilah pemimpin kalian, bai’atlah dia!”, maka Umar-pun membai’atnya lalu diikuti oleh seluruh kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

(Akan tetapi pada saat pembai’atan tersebut Ali dan az-Zubair tidak ikut di karenakan alasan yang telah di sampaikan oleh Umar di dalam khutbahnya pada saat ia menjadi khalifah (khutbah tersebut telah saya sebutkan di artikel pekan lalu)).

Setelah itu Abu Bakar naik ke atas mimbar, kemudian ia mencari az-Zubair diantara kaum muslimin namun tidak menemukannya. Maka ia perintahkan seseorang untuk memanggilnya, selang beberapa waktu kemudian datanglah az-Zubair, dan Abu Bakar langsung menanyainya, ia berkata: “Wahai pengawal dan sepupu Rasulullah, apakah kamu ingin memecah belah persatuan kaum muslimin?”, az-Zubair menjawab: “Janganlah engkau menghukumku wahai khalifah Rasulullah”. Az-Zubair pun segera berdiri dan membai’atnya. Kemudian Abu Bakar kembali memeriksa dan ia tidak menemukan Ali di tengah-tengah khalayak ramai, maka ia perintahkan seseorang untuk memanggilnya, selang beberapa waktu kemudian datanglah Ali, dan Abu Bakar-pun segera menanyainya: “Wahai sepupu Rasulullah dan menantunya, apakah engkau ingin memecah belah persatuan kaum muslimin?”. Ali menjawab: “Tidak, janganlah engkau menghukumku wahai khalifah Rasulullah”, maka Ali-pun segera membai’atnya”. 

Dalam riwayat lain, Ali dan az-Zubair berkata: “Kami tidak merasa marah kecuali karena kami tidak diikutkan dalam musyawarah pemilihan kalian, tetapi kami tetap berpandangan bahwa Abu Bakar-lah yang paling pantas menjadi pemimpin, dialah orang yang menemani Rasulullah di dalam gua, kita telah mengetahui kemuliaan dan kebaikannya, dialah juga yang di perintahkan Rasulullah untuk menjadi imam shalat ketika Rasulullah hidup”.

Maka dengan ini kita bisa mengetahui bahwa pembai’atan Abu Bakar bisa terlaksana dikarenakan kesepakatan bulat para sahabat dari golongan Muhajirin dan Anshar untuk memilih beliau menjadi khalifah pertama kaum muslimin.

Inilah gambaran ringkas tentang pembai’atan Abu Bakar yang dilaksanakan di masjid secara umum, semoga bisa bermanfaat untuk kaum muslimin.

Saya pikir cukup sekian dulu untuk pekan ini, dan sampai jumpa di pekan selanjutnya dengan tema: jasa-jasa Abu Bakar kepada Islam dan kaum muslimin sepeninggal Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam).

Was-salam. 

 

 

          

 

 

Saturday, February 6, 2021

KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 5}. PEMBAI'ATAN SECARA KHUSUS DI TSAQIFAH BANI SA'IDAH.

 

Bismillah…

Apa kabar teman-teman semua ?, semoga semuanya selalu dalam perlindungan Allah (Azza Wa Jalla) dan senantiasa di beri keistiqomahan agar tetap berada di atas agama yang lurus (Islam) hingga akhir hayat.

Sesuai janji pada minggu lalu, maka saya pada kesempatan kali ini akan membahas tentang: pembai’atan Abu Bakar (Radhiyallahu Anhu). Akan tetapi setelah mendalami kembali tentang sejarah kehidupan beliau maka masalah pembai’atan ini saya putuskan untuk membaginya dalam 2 bagian, bagian pertama adalah bagian yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini yang bertema: suasana kota Madinah pasca meninggalnya Nabi dan pembai’atan Abu Bakar secara khusus (yang hanya hadiri oleh para sahabat yang berkumpul pada hari naas itu di Tsaqifah Bani Saidah).

Suasana Sore Hari Kota Madinah, Gambar diambil dari Pixabay.com.


1). SUASANA KOTA MADINAH PASCA MENINGGALNYA NABI (SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM).

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ‘Aisyah (Radhiyallahu Anha) berkata: “Kebiasaan Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) jika melewati rumahku beliau senantiasa mengucapkan kata-kata yang bermanfaat untukku. Suatu hari beliau melewati rumahku namun tidak mengatakan apapun sebagaimana biasanya, kemudian beliau lewat lagi di kesempatan yang lain namun tidak kunjung mengatakan apapun, kejadian ini berlangsung 2 hingga 3 kali. Maka suatu hari kukatakan kepada pembantuku: “Letakkanlah bantal tempat dudukku di depan pintu!”, kemudian aku melilit kepalaku dengan kain, tak lama kemudian beliaupun lewat dan berkata: {“Wahai ‘Aisyah!, ada apa denganmu?”}, kujawab: “Aku merasa sakit kepala”, beliau menimpalinya dengan berkata: {“Namun kepalakulah yang lebih sakit”}. Kemudian beliau pergi dan tak lama kemudian ternyata beliau di bawa pulang dalam keadaan di gotong, kemudian beliau mengutus seseorang kepada para istrinya untuk mengatakan kepada mereka: {“Aku sedang sakit keras dan tidak dapat lagi berkeliling ke rumah-rumah kalian maka izinkanlah aku agar dirawat di rumah ‘Aisyah”}. Maka sejak itu akulah yang merawatnya. Padahal sebelumnya hal ini tidak pernah kulakukan kepada seorangpun.

BACA JUGA: KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 4}. PEMBAI'ATAN MENJADI KHALIFAH; PEMBUKTIAN.

BACA JUGA: KISAH SANG (G.O.A.T) SEJATI, {BAG, 6}. PEMBAI'ATAN SECARA UMUM DI MASJID NABAWI.

suatu ketika (kejadian ini terjadi pada hari Senin) tatkala kepala beliau berada di atas pundakku, tiba-tiba kepalanya miring ke arah kepalaku. Aku mengira beliau hanya ingin bersandar di kepalaku, akan tetapi tak lama kemudian keluar dari mulut beliau setetes ludah dingin yang jatuh mengenai leherku dan membuatku menggigil, maka aku yakin bahwa beliau pasti sedang pingsan, maka kututupi beliau dengan kain. Kemudian datanglah Umar dan al-Mughirah bin Syu’bah, mereka berdua minta izin agar diperbolehkan untuk masuk dan aku mengizinkan keduanya setelah hijab kuturunkan, seketika Umar memandang kepada Rasulullah dan berkata: “Alangkah beratnya pingsan yang diderita Rasulullah”, akan tetapi tatkala keduanya mendekati beliau, al-Mughirah sontak berkata: “Wahai Umar!, sesungguhnya Rasulullah telah wafat!”. Umarpun menimpali: “Engkau bohong, engkau adalah orang yang cepat termakan fitnah, sebab Rasulullah tidak akan mati hingga Allah membinasakan seluruh orang-orang munafik!”. ‘Aisyah melanjutkan: “Setelah itu datanglah Abu Bakar, ia mengangkat hijab sambil memandang ke arah Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) dan berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, sesungguhnya Rasulullah telah wafat!”. Kemudian ia mendekati kepala Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) dan mencium keningnya sambil berkata: “Aduhai Nabi”, kemudian ia mengangkat kepalanya dan kembali mencium kening Nabi sambil berkata: “Aduhai pilihan Allah”, kemudian ia mengangkat kepalanya dan kembali mencium keningnya seraya berkata: “Aduhai kekasih Allah…Rasulullah telah wafat”. Lantas ia keluar menuju masjid, sementara Umar sedang berpidato di sana, ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah tidak akan mati hingga Allah membinasakan orang-orang munafik”.

(dalam riwayat lain dari az-Zuhri dia meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata: “Abu Bakar keluar menuju masjid sementara Umar sibuk berargumen dihadapan orang-orang, Abu Bakar berkata kepadanya: “Duduklah wahai Umar!”, namun ia enggan untuk duduk, Abu Bakar berkata untuk kedua kalinya: “Duduklah engkau wahai Umar!”, namun ia masih tetap enggan untuk duduk. Lantas Abu Bakar mengucapkan tasyahhud dan akhirnya orang-orangpun mengalihkan perhatian mereka kepada Abu Bakar”).

Abu Bakar-pun angkat suara sambil memuji Allah dan membuka pidatonya dengan membaca ayat: {Sesungguhnya kamu (Muhammad) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula}, (az-Zumar: 30). Kemudian ia melanjutkan dengan membaca ayat: {Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) barangsiapa yang berbalik ke belakang, makai ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur}, (Ali Imran: 144). Setelah itu ia berkata: “Barangsiapa menyembah Allah maka Allah Mahahidup dan tidak akan mati, dan barangsiapa menyembah Muhammad maka ketahuilah sesungguhnya Muhammad telah wafat!”.

Spontan Umar bertanya: “Apakah yang engkau bacakan tadi terdapat dalam Kitabullah?”. (Az- Zuhri meriwayatkan bahwa Umar berkata: “Demi Allah, aku tidak sadar hingga aku dengar Abu Bakar membaca ayat tersebut, maka aku yakin bahwa itulah yang benar, tanpa sadar aku jatuh terduduk karena kakiku tak mampu lagi menopang tubuhku, dan yakinlah aku pada saat itu bahwa Rasulullah benar-benar telah wafat”).

Ibnu Abbas berkata (perkataan beliau diriwayatkan oleh az-Zuhri): “Demi Allah, seolah-olah kami tidak pernah tahu bahwa Allah telah menurunkan ayat ini hingga Abu Bakar membacakannya untuk kami, dan akhirnya kami-pun menerima ayat tersebut dan selalu membacanya tatkala tertimpa musibah”.

Al-Hafidz al-Bayhaqi meriwayatkan bahwa ‘Aisyah berkata kepada Abdurrahman: “Abu Bakar datang dengan kudanya dari Sanuh (nama sebuah desa). Ketika turun ia masuk ke kamarku dan langsung menghampiri jasad Rasulullah yang diselimuti dengan kain hibrah, lantas ia menyingkap kain yang menutupi wajah beliau kemudian menciumnya sambil menangis, dan berkata: “Kutebus dirimu dengan ayah dan ibuku. Demi Allah, Allah tidak akan mengumpulkan 2 kematian untukmu selamanya, adapun kematian yang Allah tuliskan atasmu kini telah engkau rasakan”.

Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) wafat pada tengah hari (hari itu adalah hari Senin), dan ada yang mengatakan bahwa beliau wafat sebelum matahari tergelincir. Wallahu a’lam. (Sahabat yang menghampiri Abu Bakar di Sanuh dan yang memberitakan kepadanya bahwa Nabi telah wafat adalah: Salim bin Ubaid (Radhiyallahu Anhu)).

2). PEMBAI’ATAN ABU BAKAR (RADHIYALLAHU ‘ANHU) SECARA KHUSUS DI TSAQIFAH BANI SA’IDAH.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas (Radhiyallahu Anhuma) suatu ketika bertemu dengan Abdurrahman bin Auf (Radhiyallahu Anhu), dan ia menceritakan kepadanya bahwa seseorang pernah mengatakan kepada Umar bahwa dia telah diberitahu oleh seseorang dimana orang tersebut mengatakan: “Jika Umar wafat maka bai’atlah si fulan” (peristiwa ini terjadi di Makkah, pada saat Umar melaksanakan hajinya yang terakhir), maka Umar berjanji akan berpidato pada malam harinya untuk membantah klaim tersebut. Akan tetapi Abdurrahman bin Auf mewanti-wantinya dari hal tersebut (disebabkan banyaknya orang awam di sekeliling Ka’bah, dan dikhawatirkan nanti pidato Umar akan ditafsirkan secara sembarangan) dan ia memberikan masukan agar pidato tersebut lebih baik disampaikan di Madinah saja.

Maka ketika Umar telah sampai di Madinah (kedatangannya bertepatan dengan hari Jum’at) ia langsung menuju ke masjid dan naik ke atas mimbar, ketika muadzin selesai mengumandangkan adzan ia berdiri dan memuji Allah, kemudian berkata: “Amma ba’du, wahai saudara-saudara sekalian, aku akan mengatakan suatu perkataan yang telah di takdirkan oleh Allah untuk aku sampaikan, dan aku tidak tahu namun aku merasa bahwa ajalku telah dekat. Maka oleh karena itu barangsiapa yang memahami perkataanku dengan baik hendaknya ia sampaikan perkataanku ini kepada siapapun yang ia jumpai, dan siapa yang tidak memahaminya dengan baik maka aku haramkan baginya berdusta atas namaku.

 Hingga perkataannya: “Ketika Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) wafat, Ali, az-Zubair, dan orang-orang yang bersama mereka tidak ikut (pembai’atan) sebab pada saat itu mereka sedang berada dirumah Fatihmah. Kaum Anshar tidak semuanya hadir di Tsaqifah Bani Sa’idah, sementara kaum Muhajirin datang menemui Abu Bakar dan kukatakan kepadanya: “Wahai Abu Bakar mari kita berangkat menuju saudara-saudara kita kaum Anshar!”. Maka kami-pun berangkat menuju tempat perkumpulan mereka, ditengah jalan kami bertemu dengan 2 orang shalih dari kalangan Anshar (Imam Malik meriwayatkan bahwa Urwah berkata: “Dua orang yang berpapasan dengan kaum Muhajirin tersebut adalah Uwaim bin Sa’idah dan Ma’an bin Adi), mereka berdua menceritakan perihal apa yang sedang diperbincangkan oleh orang-orang Anshar, kemudian mereka berdua bertanya: “Hendak ke manakah kalian wahai kaum Muhajirin?”. Aku menjawab: “Kami hendak menemui saudara-saudara kami kaum Anshar”, maka keduanya berkata: “Janganlah kalian mendekati mereka tetapi selesaikanlah urusan kalian sendiri”, aku menjawab: “Demi Allah kami akan menemui mereka”. Maka kami meneruskan perjalanan hingga tiba di Tsaqifah Bani Sa’idah, ternyata mereka sedang berkumpul dan diantara mereka ada seseorang yang sedang berselimut, aku bertanya: “Siapa ini?”, mereka menjawab: “Sa’ad bin Ubadah”, aku bertanya lagi: “Ada apa dengannya?”, mereka menjawab: “Dia sedang sakit”.

Tatkala kami telah duduk, berdirilah salah seorang dari mereka, setelah memuji Allah dia berkata: “Amma ba’du, kami adalah kaum Anshar para penolong Allah dan pionir-pionir Islam, dan kalian wahai kaum Muhajirin dari kalangan Nabi, dan sungguh telah muncul tanda-tanda dari kalian bahwa kalian akan mendominasi kami disini, di tempat tinggal kami dan akan mengambil alih kekuasaan dari kami”.

Ketika dia telah selesai maka aku ingin bicara, aku sendiri telah mempersiapkan kata-kata yang kuanggap sangat baik dan menakjubkan, dan aku ingin mengatakannya di hadapan Abu Bakar, aku sendiri terkesan sedikit lebih keras darinya, maka kukhawatirkan dia akan mengalah dariku. Namun ia lebih lembut dariku dan lebih disegani, dia mencegahku berbicara sambil mengatakan: “Tahanlah sebentar!”, dan aku enggan membuatnya marah, sebab ia lebih berilmu dariku dan lebih disegani, dan demi Allah tidak satupun kalimat yang kupersiapkan dan kuang-gap baik kecuali dia sampaikan dengan ekspresi yang sangat baik dan lancar bahkan lebih baik dariku, hingga akhirnya ia diam.

Kemudian dia berkata: “Amma ba’du, adapun mengenai kebaikan yang telah kalian sebutkan maka benar adanya dan kalianlah orangnya, namun bangsa Arab hanya mengenal kabilah ini yakni Quraisy, secara nasab merekalah yang paling mulia dian-tara bangsa-bangsa Arab. Demikian pula halnya dengan tempat tinggal mereka, karena itu aku rela jika urusan ini diserahkan kepada salah seorang dari 2 orang ini, terserah kalian memilih antara keduanya”. Kemudian dia menarik tanganku dan tan-gan Abu Ubaidah bin al-Jarrah, aku sendiri tidak benci kepada apa yang ia katakan kecuali satu hal ini, dan demi Allah jika aku maju dan dipenggal kepalaku namun tidak menanggung beban ini, maka itu lebih kusukai daripada aku memimpin suatu kaum yang di dalamnya terdapat Abu Bakar, kecuali jika pendirianku ini kelak berubah sebelum mati.

Kemudian salah seorang Anshar berkata: “Akulah pemimpin yang tertinggi, dari kami seorang pemimpin dan dari kalian seorang pemimpin wahai orang-orang Quraisy” (Ibnu Syihab berkata: “Telah berkata kepadaku Sa’id bin Musayyib bahwa yang mengatakan perkataan tersebut adalah al-Hubab bin al-Mundzir). Maka mulailah orang-orang mengangkat suara dan timbul keributan, hingga kami khawatir akan terjadi perselisihan (Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata: “Umar mendatangi mereka (kaum Anshar) dan berkata: “Wahai kaum Anshar, bukankah kalian mengetahui bahwa Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) telah memerintahkan kepada Abu Bakar untuk menjadi imam manusia?, siapa diantara kalian yang mengakui bahwa hatinya lebih mulia dari hati Abu Bakar?”. Maka orang-orang Anshar berkata: “Na’udzubillah bila kami mengaku lebih mulia dari Abu Bakar), maka kukatakan: “Berikan tangan-mu wahai Abu Bakar!”, maka ia memberikan tangannya dan aku segera membai’atnya, kemudian seluruh kaum Muhajirin turut membai’atnya, yang kemudian diikuti oleh kaum Anshar, dan kami tinggalkan Sa’ad bin Ubadah hingga ada yang berkomentar: “Kalian telah membinasakan Sa’ad”, akupun menimpalinya dengan mengatakan: “Allah-lah yang telah membinasakan Sa’ad”.

Kemudian Umar melanjutkan pidatonya dan berkata: “Demi Allah, kami tidak pernah menemui permasalahan yang lebih besar dari permasalahan bai’at terhadap Abu Bakar. Kami sangat takut jika meninggalkan mereka tanpa ada yang dibai’at, maka mereka kembali membuat bai’at. Jika seperti itu maka kami harus memilih antara mematuhi bai’at mereka padahal kami tidak merelakannya, atau menentang bai’at yang mereka buat yang pasti akan menimbulkan kehancuran, maka barangsi-apa yang membai’at seorang pemimpin tanpa musyawarah terlebih dahulu, bai’atnya dianggap tidak sah. Dan tidak ada bai’at terhadap orang yang mengangkat bai’at terhadapnya, dan keduanya harus dibunuh”.

Inilah sedikit gambaran tentang suasana kota Madinah pasca meninggalnya Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Sallam) dan juga suasana pembai’atan Abu Bakar menjadi khalifah yang dilaksanakan secara khusus bagi yang hadir pada hari naas itu di Tsaqifah Bani Sa’idah, semoga penjelasan ini bisa membawa manfaat untuk Islam dan kaum muslimin.

Dan saya rasa cukup sekian dulu untuk pekan ini, dan sampai jumpa di pekan selanjutnya dengan judul: pembai’atan Abu Bakar di masjid dan pidatonya.

Was-salam.