Gambar oleh jplenio dari Pixabay. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel yang lalu saya telah
menuliskan kisah mengenai perjalanan hidup singkat seorang tangan kanan
Musailamah al-Kadzdzab yang bernama ar-Rihal bin ‘Unfuwwah.
Perjalanan hidup singkat yang dimulai di
tahun 9 hijriyyah disaat dia dan beberapa orang dari kaumnya suku Bani Hanifah
mendatangi kota Madinah dengan tujuan yang teramat mulia, yakni mempelajari
agama Islam langsung dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Akan
tetapi rupanya takdir Allah (‘Azza Wa Jalla) berkata lain, dimana Allah (‘Azza
Wa Jalla) Mempertemukan kembali orang ini dengan Musailamah di kesempatan
dan keadaan yang berbeda, mereka bertemu kembali disaat Musailamah mengumumkan
kenabian palsunya, dan semenjak hari ketika mereka berdua bertemu itulah,
ar-Rihal murtad dan mengikuti ajaran sesat Musailamah.
Dan pada artikel kali ini, Insya Allah saya
akan melanjutkan kisah mengenai awal-mula kemunculan Musailamah yang sempat
tertunda penyampaiannya di artikel yang lalu.
Kisahnya sebagaimana berikut…
BACA JUGA:
KISAH AR-RIHAL BIN ‘UNFUWWAH, SANG TANGAN KANAN MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.
UPAYA PENYERANGAN IKRIMAH (RADHIYALLAHU ‘ANHU) TERHADAP MUSAILAMAH AL-KADZDZAB.
Imam al-Muthahhir al-Maqdisiy (Rahimahullah) berkata: “…Maka setelah seseorang yang bernama ar-Rihal bin ‘Unfuwwah mendukung pernyataannya (yakni pernyataan Musailamah bahwa dirinya telah diangkat menjadi Nabi) sekaligus bersaksi bahwa dia adalah seorang Nabi, orang-orang Bani Hanifah pun mulai terfitnah dengan ajaran sesat sekaligus penipuan yang dilancarkan oleh Musailamah.
Semakin bertambah banyaknya pengikut yang
dimilikinya, Musailamah pun memutuskan untuk menulis sebuah surat kepada Nabi (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam). Dimana dalam suratnya tersebut dia berkata: ‘Kepada
Muhammad utusan Allah, dari Musailamah utusan Allah. Semoga kedamaian selalu
menyertaimu. Amma ba’du…
Sesungguhnya aku telah dijadikan sekutu
(dan pembantu) bagimu di dalam perkara (kenabian) ini (pernyataannya ini dia
nyatakan setelah mendengar persaksian palsu yang diberikan oleh ar-Rihal
kepadanya, dimana ar-Rihal memberikan kesaksian palsu kepadanya demi
mendapatkan harta benda, bahwa Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)
telah mengangkatnya menjadi sekutunya dalam perkara kenabian).
Dan oleh karenanya, maka kami (suku Bani
Hanifah) menguasai setengah dari jazirah arab, dan kalian (suku Quraisy)
menguasai setengahnya yang lain. Akan tetapi orang-orang Quraisy telah berbuat
melampaui batas’.
(karena pada saat itu, Nabi (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam) dan para sahabat secara umum, baik itu yang berasal dari
suku Quraisy maupun yang berasal dari kaum Anshar ataupun yang berasal dari
suku-suku lainnya, telah dikaruniai kekuasaan atas jazirah arab secara
keseluruhan oleh Allah (‘Azza Wa Jalla) karena ketaatan mereka kepadaNya
dan kepada NabiNya. Adapun Musailamah dan sukunya, karena mereka hanyalah sekelompok
orang yang mengikuti ajaran sesat seorang penipu, maka mustahil Allah (‘Azza
Wa Jalla) Memberikan kekuasaan atas jazirah arab kepada mereka. Dan karena
mereka tidak mendapat bagian, maka mereka terkhusus Musailamah iri kepada Nabi (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam) dan kaum muslimin secara umum, dan keirian mereka inilah
yang menyebabkan Musailamah menuliskan perkataannya dalam suratnya diatas).
Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)
sendiri segera membalas suratnya dengan berkata: {“Dari Muhammad utusan
Allah, kepada Musailamah sang pembohong. Sungguh keselamatan hanya
diperuntukkan bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk (Islam). Amma ba’du…
Sesungguhnya Bumi ini adalah milik Allah,
yang akan Dia Wariskan kepada siapa saja yang Dia Kehendaki. Dan akhir yang
baik akan selalu menjadi milik orang yang bertakwa”}.
(Walaupun maksud dari surat Nabi (Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam) ini sudah teramat jelas, yakni untuk memutuskan harapan
Musailamah yang ingin menguasai jazirah arab sebagaimana kaum muslimin
menguasainya) akan tetapi dengan kebodohannya, Musailamah memahami bahwa surat
balasan ini berisi penegasan dari Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam),
bahwa dirinyalah yang akan naik menjadi seorang Nabi sepeninggal beliau.
(Dan sejak kedatangan surat itulah,
khayalan-khayalan Musailamah semakin menjadi-jadi).
Dimana Musailamah juga mengklaim bahwa
malaikat Jibril telah mendatanginya dan memberikan wahyu Allah (‘Azza Wa
Jalla) kepadanya.
Diantara bait syair buatannya yang dia
klaim sebagai wahyu adalah:
‘Pujilah nama Rabbmu Yang Maha Besar…
Yang telah Menaruh janin di perut seorang
wanita hamil…
Untuk kemudian Dia Mengeluarkan darinya
seorang manusia yang sempurna…
Dari antara usus-usus yang basah…
Maka diantara bayi-bayi itu ada yang
meninggal kemudian ditimbun di dalam tanah…
Dan diantaranya juga ada yang tetap hidup
hingga waktu yang telah ditetapkan…
Dan Allah Maha Mengetahui segala yang
disembunyikan…’.
Dan masih ada beberapa bait syair lainnya
(yang rata-rata susunan kalimatnya ataupun kalimat itu sendiri, dia curi dari
susunan kalimat al-Qur’an al-Karim. Sungguh Musailamah hanyalah seorang
pembohong lagi tidak mempunyai kreativitas).
Dan ketika Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam) wafat, Khalid bin Walid (Radhiyallahu ‘Anhu) bersama
pasukannya pun mendatanginya (untuk membungkam mulutnya untuk selama-lamanya)…”.
Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Inilah sedikit kisah mengenai awal-mula
kemunculan Musailamah. Dan Insya Allah pada artikel selanjutnya, saya akan
melanjutkan kisah mengenai Khalid dan pasukannya yang bergerak menuju negeri
Yamamah demi menumpas gerakan kemurtadan Musailamah dan pengikutnya.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment