Pemandangan Hutan di malam hari, gambar di ambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Pada artikel kali ini saya akan membahas
poin pertama dari rentetan beberapa kisah yang saya anggap sebagai permulaan
atau asal usul dari adanya beberapa individu asing di dalam cerita al-Aswad,
mengingat bahwa para ilmuwan telah mencetuskan sebuah teori yang mengatakan
bahwa suatu perbuatan kecil di suatu waktu mampu menimbulkan efek atau dampak
yang sangat besar di waktu mendatang. Teori ini di beri nama: Butterfly
Effect.
Kisah ini berporos pada 3 sosok individu,
sosok pertama adalah seseorang yang bernama Rabi’ah bin Nashr. Orang ini adalah
satu dari sekian banyak raja-raja yang memerintah kerajaan atau kekaisaran kuno
negeri Yaman yang bernama Tubba’, raja-raja ini sendiri biasa di sebut di
buku-buku sejarawan muslim sebagai raja-raja Himyar at-Tababi’ah.
Raja-raja ini begitu juga perihalnya dengan
Rabi’ah bin Nashr adalah anak keturunan seorang lelaki bernama Saba’. Saba’
sendiri adalah keturunan atau anak cucu dari seseorang bernama Qahthan satu
dari tiga orang yang di sebut-sebut sebagai nenek moyang bangsa Arab.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN DARI MIMPI RABI'AH BIN NASHR HINGGA KISAH RASULULLAH BERSAMA KISRA.
SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 2).
Disebutkan dalam sebuah hadits yang
dibawakan oleh Imam Ahmad beliau berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu
Abdirrahman dia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah dari
Abdullah bin Hubairah as-Subaiy dari Abdurrahman bin Wa’ilah dia berkata: “Aku
telah mendengar Abdullah bin Abbas berkata: “Sesungguhnya seseorang telah
bertanya kepada Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ) perihal Saba’,
apakah dia seorang lelaki atau wanita atau apakah dia bukan manusia melainkan
nama sebuah negeri?, Nabi menjawab: {“Dia adalah seorang lelaki yang
mempunyai 10 orang anak, 6 orang dari mereka tinggal menetap di Yaman sementara
4 orang lainnya tinggal di negeri Syam. Adapun mereka yang tinggal di Yaman
adalah: Mudzhij, Kindah, Azd, Asy’ariyyun, Anmar dan Himyar. Adapun yang
menetap di Syam mereka adalah: Lakhm, Judzam, ‘Amilah dan Ghassan”}.
Inilah kesepuluh anak Saba’ yang pada
awalnya mereka semua menetap di Yaman dan mendirikan kerajaan kuno Tubba’, dan
mereka bersama keturunannya di beri gelar Tubba’ sebagaimana gelar Kaisar untuk
raja-raja Romawi, Kisra untuk raja-raja Persia, Fir’aun untuk raja-raja Mesir,
dan Najasyi untuk raja Habasyah (Etiopia).
Pada awal pemerintahan para raja Tubba’
mereka semua adalah raja-raja yang beriman kepada Allah, begitu juga dengan
Saba’ dia adalah seorang yang beriman kepada Allah (‘Azza Wa Jalla),
maka dengan iman mereka inilah Allah memberkahi negeri mereka dengan memberikan
kesuburan ke tanah mereka berkat adanya bendungan Ma’rib akan tetapi dengan
berlalunya waktu dan zaman merekapun mulai menyekutukan Allah dengan selainNya,
mereka mulai menyembah Matahari, penyembahan ini bermula dari sebelum era
Bilqis. Akan tetapi kisah paling terkenal yang menyebutkan perihal penyembahan
raja-raja Himyar Tababi’ah kepada Matahari adalah kisah ratu Bilqis yang
kisahnya tertera di surat (an-Naml ayat 15 – 44), dan kesyirikan ini tetap
eksis hingga akhirnya Allah menghukum mereka dengan peristiwa jebolnya
bendungan Ma’rib sebagaimana yang Allah kisahkan di surat (Saba’ ayat 15 – 19).
Maka dari peristiwa inilah 4 keluarga dari
anak keturunan Saba’ pindah ke negeri Syam, 4 keluarga ini adalah 4 keluarga
yang telah di sebutkan oleh Nabi pada hadits Imam Ahmad di atas, dan 6 sisanya
tetap tinggal di Yaman meneruskan pemerintahan kerajaan Tubba’ di sana.
Rabi’ah bin Nashr sendiri para sejarawan
berbeda pendapat mengenai silsilah nasabnya akan tetapi mereka semua sepakat
bahwa dia adalah anak keturunan Lakhm.
Pendapat pertama adalah pendapat pakar
nasab Yaman mereka berkata: “Dia adalah Rabi’ah bin Nashr bin al-Harits bin
Nammarah bin Lakhm”.
Pendapat kedua adalah pendapat seseorang
yang bernama Zubair bin Bakkar, dia berkata: “Rabi’ah bin Nashr bin Malik bin
Sya’wadz bin Malik bin ‘Ajam bin ‘Amr bin Nammarah bin Lakhm”.
Adapun tokoh kedua dan ketiga mereka adalah
2 dukun yang bernama: Syiqq dan Sathih.
Dikatakan bahwa Sathih adalah seorang cacat
yang tidak memiliki anggota tubuh, dia ini laksana dataran tandus yang kosong
dari pepohonan. Dalam bahasa Arab sendiri dataran tandus yang tidak memiliki
pepohonan disebut as-Sathihah.
Adapun Syiqq dia adalah seorang yang
laksana makhluk setengah manusia.
As-Suhailiy menyebutkan di buku ar-Raudhul
Unuf: “Bahwa mereka berdua (Syiqq dan Sathih) dilahirkan pada hari kematian
Tharifah binti al-Khair al-Himyariyyah (dia adalah seorang dukun wanita), dan
dikatakan bahwa (jiwa) Tharifah masuk ke mulut kedua bayi (Syiqq dan Sathih)
yang menyebabkan mereka berdua mewarisi ilmu sihir dan perdukunan darinya.
Tharifah sendiri adalah istri dari raja (Himyar at-Tababi’ah) yang bernama ‘Amr
bin ‘Amir (pendahulu Rabi’ah bin Nashr, dan di zaman pemerintahannya-lah
bendungan Ma’rib jebol), Wallahu A’lam”.
Kisah ketiga tokoh ini bermula dari sebuah
mimpi menakutkan yang di lihat oleh Rabi’ah bin Nashr pada suatu malam…
Cerita Insya Allah akan berlanjut di
artikel yang akan datang, Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment