Thursday, June 10, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 1).

 

Pemandangan Hutan di malam hari, gambar di ambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Pada artikel kali ini saya akan membahas poin pertama dari rentetan beberapa kisah yang saya anggap sebagai permulaan atau asal usul dari adanya beberapa individu asing di dalam cerita al-Aswad, mengingat bahwa para ilmuwan telah mencetuskan sebuah teori yang mengatakan bahwa suatu perbuatan kecil di suatu waktu mampu menimbulkan efek atau dampak yang sangat besar di waktu mendatang. Teori ini di beri nama: Butterfly Effect.

Kisah ini berporos pada 3 sosok individu, sosok pertama adalah seseorang yang bernama Rabi’ah bin Nashr. Orang ini adalah satu dari sekian banyak raja-raja yang memerintah kerajaan atau kekaisaran kuno negeri Yaman yang bernama Tubba’, raja-raja ini sendiri biasa di sebut di buku-buku sejarawan muslim sebagai raja-raja Himyar at-Tababi’ah.

Raja-raja ini begitu juga perihalnya dengan Rabi’ah bin Nashr adalah anak keturunan seorang lelaki bernama Saba’. Saba’ sendiri adalah keturunan atau anak cucu dari seseorang bernama Qahthan satu dari tiga orang yang di sebut-sebut sebagai nenek moyang bangsa Arab.

BACA JUGA: 

SEJARAH YAMAN DARI MIMPI RABI'AH BIN NASHR HINGGA KISAH RASULULLAH BERSAMA KISRA.

SEJARAH YAMAN: KISAH RABI'AH BERSAMA DUA DUKUN (BAG, 2).

Disebutkan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad beliau berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Abdirrahman dia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah dari Abdullah bin Hubairah as-Subaiy dari Abdurrahman bin Wa’ilah dia berkata: “Aku telah mendengar Abdullah bin Abbas berkata: “Sesungguhnya seseorang telah bertanya kepada Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ) perihal Saba’, apakah dia seorang lelaki atau wanita atau apakah dia bukan manusia melainkan nama sebuah negeri?, Nabi menjawab: {“Dia adalah seorang lelaki yang mempunyai 10 orang anak, 6 orang dari mereka tinggal menetap di Yaman sementara 4 orang lainnya tinggal di negeri Syam. Adapun mereka yang tinggal di Yaman adalah: Mudzhij, Kindah, Azd, Asy’ariyyun, Anmar dan Himyar. Adapun yang menetap di Syam mereka adalah: Lakhm, Judzam, ‘Amilah dan Ghassan”}.

Inilah kesepuluh anak Saba’ yang pada awalnya mereka semua menetap di Yaman dan mendirikan kerajaan kuno Tubba’, dan mereka bersama keturunannya di beri gelar Tubba’ sebagaimana gelar Kaisar untuk raja-raja Romawi, Kisra untuk raja-raja Persia, Fir’aun untuk raja-raja Mesir, dan Najasyi untuk raja Habasyah (Etiopia).

Pada awal pemerintahan para raja Tubba’ mereka semua adalah raja-raja yang beriman kepada Allah, begitu juga dengan Saba’ dia adalah seorang yang beriman kepada Allah (‘Azza Wa Jalla), maka dengan iman mereka inilah Allah memberkahi negeri mereka dengan memberikan kesuburan ke tanah mereka berkat adanya bendungan Ma’rib akan tetapi dengan berlalunya waktu dan zaman merekapun mulai menyekutukan Allah dengan selainNya, mereka mulai menyembah Matahari, penyembahan ini bermula dari sebelum era Bilqis. Akan tetapi kisah paling terkenal yang menyebutkan perihal penyembahan raja-raja Himyar Tababi’ah kepada Matahari adalah kisah ratu Bilqis yang kisahnya tertera di surat (an-Naml ayat 15 – 44), dan kesyirikan ini tetap eksis hingga akhirnya Allah menghukum mereka dengan peristiwa jebolnya bendungan Ma’rib sebagaimana yang Allah kisahkan di surat (Saba’ ayat 15 – 19).

Maka dari peristiwa inilah 4 keluarga dari anak keturunan Saba’ pindah ke negeri Syam, 4 keluarga ini adalah 4 keluarga yang telah di sebutkan oleh Nabi pada hadits Imam Ahmad di atas, dan 6 sisanya tetap tinggal di Yaman meneruskan pemerintahan kerajaan Tubba’ di sana.

Rabi’ah bin Nashr sendiri para sejarawan berbeda pendapat mengenai silsilah nasabnya akan tetapi mereka semua sepakat bahwa dia adalah anak keturunan Lakhm.

Pendapat pertama adalah pendapat pakar nasab Yaman mereka berkata: “Dia adalah Rabi’ah bin Nashr bin al-Harits bin Nammarah bin Lakhm”.

Pendapat kedua adalah pendapat seseorang yang bernama Zubair bin Bakkar, dia berkata: “Rabi’ah bin Nashr bin Malik bin Sya’wadz bin Malik bin ‘Ajam bin ‘Amr bin Nammarah bin Lakhm”.

Adapun tokoh kedua dan ketiga mereka adalah 2 dukun yang bernama: Syiqq dan Sathih.

Dikatakan bahwa Sathih adalah seorang cacat yang tidak memiliki anggota tubuh, dia ini laksana dataran tandus yang kosong dari pepohonan. Dalam bahasa Arab sendiri dataran tandus yang tidak memiliki pepohonan disebut as-Sathihah.

Adapun Syiqq dia adalah seorang yang laksana makhluk setengah manusia.

As-Suhailiy menyebutkan di buku ar-Raudhul Unuf: “Bahwa mereka berdua (Syiqq dan Sathih) dilahirkan pada hari kematian Tharifah binti al-Khair al-Himyariyyah (dia adalah seorang dukun wanita), dan dikatakan bahwa (jiwa) Tharifah masuk ke mulut kedua bayi (Syiqq dan Sathih) yang menyebabkan mereka berdua mewarisi ilmu sihir dan perdukunan darinya. Tharifah sendiri adalah istri dari raja (Himyar at-Tababi’ah) yang bernama ‘Amr bin ‘Amir (pendahulu Rabi’ah bin Nashr, dan di zaman pemerintahannya-lah bendungan Ma’rib jebol), Wallahu A’lam”.

Kisah ketiga tokoh ini bermula dari sebuah mimpi menakutkan yang di lihat oleh Rabi’ah bin Nashr pada suatu malam…

Cerita Insya Allah akan berlanjut di artikel yang akan datang, Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Was-Salam.

 

          

 

 

 

 

0 comments:

Post a Comment