Saturday, August 28, 2021

KEDATANGAN UTUSAN RAJA-RAJA HIMYAR DAN DI UTUSNYA MU’ADZ BIN JABAL KE YAMAN.

 

Gambar oleh ELG21 dari Pixabay.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Kedatangan utusan raja-raja Himyar ke Madinah terjadi setelah kembalinya Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dari daerah Tabuk. Kisah mengenai kedatangan utusan ini telah diceritakan oleh syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuriy di dalam kitabnya…

Beliau berkata: “Setelah Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) tiba dari daerah Tabuk, datanglah seseorang yang bernama Malik bin Murrah ar-Rahawiy, dia datang sembari membawa surat yang ditulis oleh raja-raja Himyar.

BACA JUGA:

SEBUAH KISAH MENGENAI PARA UTUSAN RAKYATNAJRAN.

SURAT RASULULLAH (SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM) YANG BELIAU PERUNTUKKAN BAGI RAJA-RAJA HIMYAR.

Para raja tersebut adalah: al-Harits bin Abdi Kilal, Nu’aim bin Abdi Kilal, an-Nu’man Qail Dzi Ru’ain, juga terdapat surat yang berasal dari pemimpin suku Ma’afir dan Hamadan. Mereka semua ini telah memeluk agama Islam, maka karena keislaman mereka inilah mereka mengirim Malik bin Murrah untuk membawa surat mereka ke Madinah sekaligus memberitahu Rasulullah akan keislaman mereka.

Maka setelah Nabi membaca surat mereka, beliau langsung menulis surat balasan yang isinya adalah penjelasan mengenai syariat-syariat Islam, apa saja yang boleh dilakukan sekaligus balasannya dan juga apa saja yang tidak boleh dilakukan sekaligus konsekuensinya. Beliau juga memberikan jaminan keamanan (dzimmah) bagi yang belum memeluk Islam.

Kemudian untuk lebih memantapkan lagi keislaman mereka, Nabi tidak hanya mengirimkan surat yang berisi penjelasan mengenai syariat-syariat Islam, akan tetapi beliau juga mengirim dua orang utusan menuju negeri Yaman untuk mengajari rakyat Yaman secara langsung mengenai ajaran-ajaran Islam.

Utusan pertama adalah sahabat Mu’adz bin Jabal bersama serombongan sahabat yang lain. Mereka diperintahkan untuk pergi menuju daerah pegunungan Yaman tempat tinggalnya suku as-Sukun dan as-Sakasik. Tugas beliau adalah menjadi pemimpin dalam peperangan, juga sebagai petugas yang mengumpulkan bayaran sedekah (bagi yang muslim) dan bayaran jizyah (bagi yang belum memeluk Islam).

Adapun tugas utama beliau di daerah tersebut adalah menjadi imam sholat lima waktu.

Utusan kedua adalah sahabat Abu Musa al-Asy’ariy, beliau diutus menuju daerah dataran rendah Yaman, menuju daerah Zabid, Ma’rib, juga daerah pesisir.

Sebelum mereka berdua berangkat, Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) berkata kepada mereka: {“Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan menakut-nakuti, bekerja samalah dan jangan berselisih”}.

Mu’adz sendiri tetap tinggal di Yaman melaksanakan tugasnya hingga meninggalnya Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Adapun Abu Musa al-Asy’ariy, beliau masih sempat menemui Rasulullah pada saat beliau berhaji yang dinamakan haji tersebut sebagai Haji Wada’ (haji perpisahan)”.

Imam Bukhari (nomor hadits 4347) dan Imam Muslim (19-30, 31) masing-masing dari mereka berdua meriwayatkan sebuah hadits yang dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Abbas, dimana dalam hadits tersebut beliau menceritakan mengenai wasiat Rasulullah kepada Mu’adz bin Jabal sebelum dia berangkat ke Yaman.

Haditsnya sebagai berikut: [Dari Abdullah bin Abbas (Radhiyallahu ‘Anhuma) beliau berkata: “Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke Yaman: {“Sungguh dirimu nanti akan mendatangi suatu kaum yang mereka itu adalah Ahlu Kitab. Maka jika engkau telah sampai di tengah-tengah mereka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak di sembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka menurutimu dalam mengucapkan persaksian tersebut, maka setelah itu kabarilah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka menurutimu untuk melaksanakan sholat lima waktu tersebut, maka kabarilah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka untuk bersedekah, yang dimana sedekah ini akan diambil dari orang-orang kaya untuk kemudian diserahkan kepada orang-orang miskin. Jika mereka menurutimu untuk membayar sedekah, maka berhati-hatilah engkau dari mengambil harta terbaik mereka, dan waspadalah terhadap doanya orang yang terdzalimi, karena sungguh sama sekali tidak ada penghalang antara doa mereka dengan Allah!!”}].

Berkata syaikh Abdullah bin Abdirrahman al-Bassam di dalam kitabnya yang berjudul Taisirul ‘Allam fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam ketika beliau menjelaskan mengenai kandungan hadits diatas (penjelasan ini bisa di lihat pada buku beliau halaman 327), beliau berkata: “Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) mengutus Mu’adz bin Jabal menuju negeri Yaman sebagai seorang penyeru, seorang guru, juga seorang qadhi. Maka sebelum Mu’adz berangkat, beliau memberitahunya terlebih dahulu mengenai dasar-dasar dakwah sekaligus hikmah.

Awal-mula beliau memberitahunya mengenai keadaan masyarakat yang akan di datanginya, karena setiap masyarakat itu memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi dengan baik kepada mereka.

Beliau mengkhabarinya bahwa masyarakat yang akan di datanginya kali ini adalah masyarakat yang dipenuhi oleh Ahlu Kitab (Yahudi dan Nashrani), dimana mereka ini adalah orang-orang yang memiliki ilmu dan hujjah yang bisa mereka gunakan untuk adu argumen. Ini semua agar Mu’adz bersiap-siap terlebih dahulu jika ingin mendakwahi mereka.

Kemudian beliau memerintahkan Mu’adz agar mendakwahi rakyat Yaman dimulai dari yang terpenting.

Dan ajaran Islam yang terpenting adalah 2 kalimat syahadat, hal tersebut dikarenakan keduanya adalah pondasi yang tidak akan bisa berdiri sebuah bangunan tanpa keduanya.

Ibadah sendiri tidak akan diterima jika belum mengucapkan 2 kalimat syahadat tersebut.

Kemudian beliau memerintahkannya untuk mengajak rakyat Yaman melaksanakan ibadah yang terpenting kedua setelah 2 kalimat syahadat, ibadah tersebut adalah shalat lima waktu. Tentunya seruan ini dilakukan jika rakyat Yaman telah bersedia mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Kemudian setelah itu hendaknya Mu’adz menjelaskan kepada rakyat Yaman akan wajibnya zakat setelah mereka melaksanakan dengan rutin shalat lima waktu, dimana zakat ini adalah temannya shalat, jika shalat adalah ibadahnya anggota badan, maka zakat adalah ibadahnya harta. Hendaknya juga Mu’adz menjelaskan kepada mereka bahwa tujuan dari di syariatkannya ibadah zakat ini adalah untuk mewujudkan kebiasaan saling membantu di dalam tubuh ummat Islam. Oleh karena itulah zakat ini hanya diambil dari orang-orang kaya untuk kemudian diserahkan kepada orang-orang miskin.

Kemudian setelah itu beliau menjelaskan kepada Mu’adz bahwa hendaknya dia mengambil jalan tengah dalam megumpulkan bayaran zakat dari rakyat Yaman setelah mereka patuh untuk melaksanakan ibadah zakat ini dengan rutin.

Jalan tengah ini adalah agar jangan sekali-kali Mu’adz mengambil harta terbaik yang dimiliki oleh rakyat Yaman untuk dijadikan sebagai pembayar zakat, akan tetapi hendaknya dia mengambil bayaran zakat ini dari harta pertengahan mereka saja (yakni harta yang biasa-biasa saja). Karena hakikat dari di syariatkannya ibadah zakat ini adalah agar kaum muslimin bisa saling bantu membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dan karena Mu’adz ini nantinya akan menjadi pemuka dan pemimpin rakyat Yaman, maka Nabi takut jika nanti Mu’adz akan berbuat dzalim dan semena-mena terhadap rakyatnya, maka oleh karena itu beliau memperingatinya agar jangan sekali-kali berbuat dzalim terhadap rakyat.

Itu semua demi menghindari adanya seorang rakyat yang terdzalimi, karena jika ada diantara mereka yang terdzalimi dan kemudian dia berdoa kepada Allah agar menghukum orang yang mendzaliminya, maka pasti doa orang ini akan dikabulkan dengan segera oleh Allah (‘Azza Wa Jalla), karena Dia adalah Sang Maha Pengabul doa orang yang terdzalimi. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Insya Allah kisah selanjutnya mengenai utusan rakyat Yaman akan saya ceritakan pada artikel selanjutnya.

Was-Salam.

 

 

 

0 comments:

Post a Comment