Wednesday, July 14, 2021

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN, ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 3).

 

Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com.

Bismillah…

Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.

Berkata Ibnu Ishaq: “Ketika Daus telah berjumpa dengan Najasyi dan telah menyerahkan padanya surat Kaisar, Najasyi-pun mengirimkan bersama Daus sebuah pasukan yang sangat besar yang berjumlah 70.000 orang.

Pasukan ini dipimpin oleh seseorang bernama Aryath, dan yang menjadi tangan kanannya dalam memimpin pasukan adalah Abrahah al-Asyram. Mereka semua menaiki kapal menyeberangi laut merah menuju pesisir Yaman, bersama Daus Dzu Tsa’laban”.

BACA JUGA:

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 2).

SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 4).

Berkata Ibnu Jarir: “Najasyi membuat sebuah perjanjian dengan Aryath, dimana sebelum keberangkatannya Najasyi berkata padanya: “Jika engkau berhasil memenangkan pertempuran ini, maka bunuhlah sepertiga dari kaum lelaki mereka, bumi hanguskanlah sepertiga dari kerajaan mereka dan tawanlah sepertiga dari kaum wanita dan anak-anak mereka!”.

Lanjut ke cerita Ibnu Ishaq: “Ketika Dzu Nuwas mendengar kabar bahwa orang-orang Habasyah telah mendarat di pesisir teritori kekuasaannya, dia-pun bergerak menuju pesisir Yaman bersama pasukannya yang masih setia padanya.

Sesampainya disana dia langsung menyerbu orang-orang Habasyah, akan tetapi karena satu dan lain hal, Dzu Nuwas beserta seluruh pasukannya berhasil dikalahkan oleh Aryath”.

Ibnu Jarir menjelaskan sebab dari kekalahan tersebut: “Ketika Dzu Nuwas mendengar perihal kedatangan orang-orang Habasyah, dia segera mengumpulkan pasukannya yang masih setia padanya dari orang-orang Himyar dan sebagian suku Yaman untuk kemudian berjalan menuju pesisir tempat mendaratnya Aryath bersama pasukannya.

Para pasukan yang berangkat bersama Dzu Nuwas sendiri telah kehilangan semangat perang, dimana hal ini membuat hati dan jiwa mereka tercerai berai sebelum raga mereka. Yang menjadi sebab dari hal ini adalah: (pertama). jauhnya jarak tempuh yang harus mereka lewati hingga sampai di pesisir yang dimaksud, (kedua). banyaknya musibah yang menimpa mereka setelah peristiwa pembakaran Ashhabul Ukhdud.

Oleh karena itu ketika akhirnya kedua pasukan bertemu, tidak ada sama sekali peperangan yang berskala besar. Dimana yang ada hanyalah perang kecil-kecilan yang dilakukan dari jarak jauh oleh kedua belah pihak.

Peperangan berskala kecil ini ternyata berhasil mengalahkan Dzu Nuwas beserta seluruh pasukan yang ikut bersamanya, dan orang-orang Habasyah ketika melihat bahwa para penjaga yang menjaga negeri Yaman telah tunduk hanya dengan serangan-serangan kecil, mereka segera bergerak masuk ke tanah Yaman dengan sesuka hati dan tanpa ada penghalang sedikitpun”.

Apa yang terjadi pada Dzu Nuwas setelah itu…?.

Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir juga semua sejarawan muslim yang telah sering saya sebutkan nama mereka di blog ini seperti: Ibnu Katsir, as-Suhailiy, Ibnul Atsir, Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy dan al-Muthahhir al-Maqdisiy sepakat bahwa Dzu Nuwas setelah melihat dan menyadari bahwa dirinya dan semua penduduk Yaman telah kalah, dia segera menaiki kudanya dan berjalan ke arah laut merah, dia terus berjalan hingga sampai ke bagian terdalam dari laut tersebut, dimana kudanya mulai terlelap air dan tenggelam begitu juga dengan dirinya. Dia bunuh diri sembari membawa kekecewaan yang sangat besar karena tidak mampu melindungi rakyatnya sendiri dari ancaman pembantaian orang-orang Habasyah.

Ibnu Qutaibah menuliskan dalam kitabnya bahwa Dzu Nuwas tidak sendiri ketika memutuskan untuk menenggelamkan dirinya ke dalam laut merah, akan tetapi dia di temani oleh para pasukannya yang masih tersisa, dimana mereka semua secara bersama-sama mengarahkan kuda-kuda mereka menuju bagian terdalam dari laut merah dan tenggelam disana…

Ibnu Jarir melanjutkan kisahnya: “Aryath bersama pasukannya-pun memasuki negeri Yaman tanpa ada gangguan sedikitpun, sesampainya disana dia segera menepati janjinya kepada Najasyi dengan cara membantai sepertiga dari keseluruhan populasi lelaki Yaman, menghancurkan dan membumi hanguskan sepertiga dari kemakmuran dan keagungan peradaban Yaman kuno, dan yang terakhir mengirim kepada Najasyi sepertiga dari keseluruhan populasi kaum wanita dan anak-anak Yaman untuk dijadikan sebagai budak dan pembantu disana.

Setelah itu dia segera menuju ke istana dan mengambil secara resmi tampuk kekuasaan dan singgasana Yaman, dan semenjak hari itu dimulailah era kekuasaan orang-orang Habasyah terhadap tanah kelahiran para Tababi’ah raja-raja kekaisaran Yaman kuno yang perkasa dan disegani”.

Berkata Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir: “Salah seorang warga Yaman berkata ketika melihat apa yang diperbuat oleh Aryath dan orang-orang Habasyah terhadap saudara-saudara sebangsanya: “Tidak seperti Daus dan tidak pula seperti kekang kudanya”. Perkataan ini-pun akhirnya menjadi sebuah ungkapan dan peribahasa yang populer dikalangan rakyat Yaman hingga hari ini”.

Berkata Ibnu Jarir ketika menjelaskan maksud dari kalimat “…dan tidak pula seperti kekang kudanya”: “Yang dimaksudkan dari perkataan ini adalah: akibat dan malapetaka yang menimpa rakyat Yaman disebabkan oleh Daus Dzu Tsa’laban yang kabur dengan mengendarai kuda menuju Habasyah, dan setelah itu dia kembali ke tanah Yaman bersama sebuah pasukan Habasyah yang sangat besar, yang sesampainya mereka di Yaman mereka semua segera membantai, menawan dan menghancurkan secara membabi buta rakyat dan kemegahan peninggalan kerajaan Yaman kuno”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Cerita akan berlanjut ke artikel selanjutnya Insya Allah.

Was-Salam.  

 

0 comments:

Post a Comment