Hujan Badai, Gambar diambil dari Pixabay.com. |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala
Rasulillah.
Berkata Ibnu Ishaq: “Ketika Daus telah
berjumpa dengan Najasyi dan telah menyerahkan padanya surat Kaisar, Najasyi-pun
mengirimkan bersama Daus sebuah pasukan yang sangat besar yang berjumlah 70.000
orang.
Pasukan ini dipimpin oleh seseorang bernama
Aryath, dan yang menjadi tangan kanannya dalam memimpin pasukan adalah Abrahah
al-Asyram. Mereka semua menaiki kapal menyeberangi laut merah menuju pesisir
Yaman, bersama Daus Dzu Tsa’laban”.
BACA JUGA:
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 2).
SEJARAH YAMAN: KISAH DAUS DZU TSA’LABAN,ABRAHAH DAN PASUKAN BERGAJAH (BAG, 4).
Berkata Ibnu Jarir: “Najasyi membuat sebuah
perjanjian dengan Aryath, dimana sebelum keberangkatannya Najasyi berkata
padanya: “Jika engkau berhasil memenangkan pertempuran ini, maka bunuhlah
sepertiga dari kaum lelaki mereka, bumi hanguskanlah sepertiga dari kerajaan
mereka dan tawanlah sepertiga dari kaum wanita dan anak-anak mereka!”.
Lanjut ke cerita Ibnu Ishaq: “Ketika Dzu
Nuwas mendengar kabar bahwa orang-orang Habasyah telah mendarat di pesisir
teritori kekuasaannya, dia-pun bergerak menuju pesisir Yaman bersama pasukannya
yang masih setia padanya.
Sesampainya disana dia langsung menyerbu
orang-orang Habasyah, akan tetapi karena satu dan lain hal, Dzu Nuwas beserta
seluruh pasukannya berhasil dikalahkan oleh Aryath”.
Ibnu Jarir menjelaskan sebab dari kekalahan
tersebut: “Ketika Dzu Nuwas mendengar perihal kedatangan orang-orang Habasyah,
dia segera mengumpulkan pasukannya yang masih setia padanya dari orang-orang
Himyar dan sebagian suku Yaman untuk kemudian berjalan menuju pesisir tempat
mendaratnya Aryath bersama pasukannya.
Para pasukan yang berangkat bersama Dzu
Nuwas sendiri telah kehilangan semangat perang, dimana hal ini membuat hati dan
jiwa mereka tercerai berai sebelum raga mereka. Yang menjadi sebab dari hal ini
adalah: (pertama). jauhnya jarak tempuh yang harus mereka lewati hingga sampai
di pesisir yang dimaksud, (kedua). banyaknya musibah yang menimpa mereka setelah
peristiwa pembakaran Ashhabul Ukhdud.
Oleh karena itu ketika akhirnya kedua
pasukan bertemu, tidak ada sama sekali peperangan yang berskala besar. Dimana yang
ada hanyalah perang kecil-kecilan yang dilakukan dari jarak jauh oleh kedua
belah pihak.
Peperangan berskala kecil ini ternyata
berhasil mengalahkan Dzu Nuwas beserta seluruh pasukan yang ikut bersamanya, dan
orang-orang Habasyah ketika melihat bahwa para penjaga yang menjaga negeri
Yaman telah tunduk hanya dengan serangan-serangan kecil, mereka segera bergerak
masuk ke tanah Yaman dengan sesuka hati dan tanpa ada penghalang sedikitpun”.
Apa yang terjadi pada Dzu Nuwas setelah itu…?.
Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir juga semua sejarawan
muslim yang telah sering saya sebutkan nama mereka di blog ini seperti: Ibnu
Katsir, as-Suhailiy, Ibnul Atsir, Ibnu Qutaibah ad-Dainuriy
dan al-Muthahhir al-Maqdisiy sepakat bahwa Dzu Nuwas setelah melihat dan
menyadari bahwa dirinya dan semua penduduk Yaman telah kalah, dia segera
menaiki kudanya dan berjalan ke arah laut merah, dia terus berjalan hingga
sampai ke bagian terdalam dari laut tersebut, dimana kudanya mulai terlelap air
dan tenggelam begitu juga dengan dirinya. Dia bunuh diri sembari membawa
kekecewaan yang sangat besar karena tidak mampu melindungi rakyatnya sendiri
dari ancaman pembantaian orang-orang Habasyah.
Ibnu Qutaibah menuliskan dalam kitabnya
bahwa Dzu Nuwas tidak sendiri ketika memutuskan untuk menenggelamkan dirinya ke
dalam laut merah, akan tetapi dia di temani oleh para pasukannya yang masih
tersisa, dimana mereka semua secara bersama-sama mengarahkan kuda-kuda mereka
menuju bagian terdalam dari laut merah dan tenggelam disana…
Ibnu Jarir melanjutkan kisahnya: “Aryath
bersama pasukannya-pun memasuki negeri Yaman tanpa ada gangguan sedikitpun,
sesampainya disana dia segera menepati janjinya kepada Najasyi dengan cara
membantai sepertiga dari keseluruhan populasi lelaki Yaman, menghancurkan dan
membumi hanguskan sepertiga dari kemakmuran dan keagungan peradaban Yaman kuno,
dan yang terakhir mengirim kepada Najasyi sepertiga dari keseluruhan populasi
kaum wanita dan anak-anak Yaman untuk dijadikan sebagai budak dan pembantu
disana.
Setelah itu dia segera menuju ke istana dan
mengambil secara resmi tampuk kekuasaan dan singgasana Yaman, dan semenjak hari
itu dimulailah era kekuasaan orang-orang Habasyah terhadap tanah kelahiran para
Tababi’ah raja-raja kekaisaran Yaman kuno yang perkasa dan disegani”.
Berkata Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir: “Salah
seorang warga Yaman berkata ketika melihat apa yang diperbuat oleh Aryath dan
orang-orang Habasyah terhadap saudara-saudara sebangsanya: “Tidak seperti Daus
dan tidak pula seperti kekang kudanya”. Perkataan ini-pun akhirnya menjadi
sebuah ungkapan dan peribahasa yang populer dikalangan rakyat Yaman hingga hari
ini”.
Berkata Ibnu Jarir ketika menjelaskan
maksud dari kalimat “…dan tidak pula seperti kekang kudanya”: “Yang dimaksudkan
dari perkataan ini adalah: akibat dan malapetaka yang menimpa rakyat Yaman
disebabkan oleh Daus Dzu Tsa’laban yang kabur dengan mengendarai kuda menuju
Habasyah, dan setelah itu dia kembali ke tanah Yaman bersama sebuah pasukan
Habasyah yang sangat besar, yang sesampainya mereka di Yaman mereka semua
segera membantai, menawan dan menghancurkan secara membabi buta rakyat dan
kemegahan peninggalan kerajaan Yaman kuno”. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Cerita akan berlanjut ke artikel
selanjutnya Insya Allah.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment