Gambar oleh johnnyA_NZ dari Pixabay |
Bismillah…
Alhamdulillah Wash-Shalatu Was-Salamu ‘Ala Rasulillah.
Telah saya sebutkan pada artikel yang lalu
bahwa sahabat Abu Bakar (Radhiyallahu ‘Anhu) mengutus seseorang yang
berasal dari suku Thayyi’ menuju perkampungan tempat suku tersebut menetap, hal
tersebut dikarenakan beliau mendengar kabar bahwa Thulaihah telah mengirimkan
sebuah surat kepada suku tersebut yang berisi ajakan agar mereka segera
menemuinya dan ikut bergabung bersamanya melawan para sahabat. Maka demi
mengurangi dan melemahkan kekuatan Thulaihah, Abu Bakar pun mengutus sahabat
ini untuk menemui kaumnya dan mencegah mereka dari mengikuti ajakan Thulaihah
sekaligus mengajak mereka untuk segera bertaubat sebelum para sahabat datang
dan memberikan hukuman pada mereka.
Sahabat ini bernama Adi bin Hatim (Radhiyallahu
‘Anhu). Kisah mengenai Adi bin Hatim ketika membujuk anggota sukunya untuk
tidak mengikuti Thulaihah memiliki hubungan erat dengan nama seorang sahabat
yang lain, sahabat tersebut adalah sahabat Khalid bin Walid (Radhiyallahu ‘Anhu).
BACA JUGA:
KISAH ABU BAKAR BERSAMA PARA PENGIKUTTHULAIHAH.
KISAH ADI BIN HATIM BERSAMA KAUMNYA.
Disebutkan di dalam kitab Tarikh al-Ya’qubiy karangan seorang sejarawan yang dikenal dengan sebutan al-Ya’qubiy sebuah kisah yang bercerita mengenai asal-mula dari diangkatnya Khalid bin Walid menjadi seorang komandan pasukan. Kisahnya sebagaimana berikut…
Berkata al-Ya’qubiy setelah menyebutkan
nama-nama para gembong kemurtadan: “…Kemudian Abu Bakar keluar bersama
pasukannya menuju daerah Dzul Qashshah (setelah daerah tersebut kembali ke tangan
kaum muslimin). Dan sesampainya beliau disana, beliau memanggil sahabat ‘Amr
bin al-‘Ash dan bertanya kepadanya: ‘Wahai ‘Amr, engkau adalah orang yang dikenal
memiliki ide cemerlang di kalangan suku Quraisy. Dan sebagaimana yang engkau
lihat, pada saat ini Thulaihah telah murtad dan mengaku menjadi seorang Nabi,
maka bagaimana pendapatmu mengenai Ali?’. (beliau bertanya hal ini untuk
memilih siapa saja diantara para sahabat yang cocok untuk dijadikan komandan
pasukan melawan Thulaihah dan pengikutnya).
‘Amr menjawab: ‘Dia tidak akan mentaatimu’.
(mungkin yang beliau maksud adalah bahwa Ali pada saat itu belum mampu untuk
memimpin pasukan karena beliau sendiri masih berada dalam situasi sulit karena
istrinya yakni Fatimah sedang sakit. Wallahu A’lam).
Abu Bakar kembali bertanya: ‘Lalu,
bagaimana dengan az-Zubair?’.
‘Amr menjawab: ‘Dia adalah seorang
pemberani lagi memiliki kepribadian yang baik’.
Abu Bakar kembali bertanya: ‘Bagaimana
dengan Thalhah?’.
‘Amr menjawab: ‘Dia lebih cocok untuk
mengurusi masalah penghakiman dan peradilan’.
Abu Bakar kembali bertanya: ‘Lalu,
bagaimana dengan Sa’ad?’.
‘Amr menjawab: ‘Dia adalah senjata perang (seorang
penyerang yang memiliki kecepatan dan ketajaman yang sangat luar biasa)’.
Abu Bakar kembali bertanya: ‘Lalu,
bagaimana dengan Utsman?’.
‘Amr menjawab: ‘Janganlah engkau mengirimnya
ke medang perang, melainkan ajaklah dia duduk bersamamu (mengurusi rakyat) dan
ambillah manfaat dari ide-idenya’.
Abu Bakar kembali bertanya: ‘Lalu,
bagaimana pendapatmu mengenai Khalid bin Walid?’.
‘Amr menjawab: ‘Dia adalah seorang komandan
perang yang sangat lihai lagi sangat merindui kematian. Dia memiliki rasa sabar
yang sangat tinggi lagi sangat menghanyutkan. Dia juga memiliki lompatan
(serangan) laksana lompatan (serangan) seekor singa’.
Maka setelah Abu Bakar mendengar seluruh
pendapat ‘Amr diatas, beliau pun memutuskan untuk memilih Khalid sebagai
seorang komandan yang akan menumpas Thulaihah beserta seluruh pengikutnya.
Lalu secara tiba-tiba ada seorang sahabat
bernama Tsabit bin Qais bin Syammas (beliau berasal dari kaum Anshar) yang
langsung bangkit berdiri pada saat itu juga sembari berkata: ‘Wahai sekalian
orang Quraisy!. Bukankah ada pula seseorang diantara kita (kaum Anshar) yang
sangat ahli dalam melakukan keahlian yang kalian miliki? (menjadi komandan
pasukan). Sungguh demi Allah kami tidaklah buta, dan kami juga tidaklah tuli.
Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) senantiasa memerintahkan kami
untuk bersabar, maka kami akan senantiasa bersabar (di medan perang)!’.
Setelah itu, bangkitlah juga sahabat Hassan
(sang penyair Rasulullah) sembari melantunkan bait-bait syair berikut:
‘Wahai para lelaki yang senantiasa
berselisih…
Untuk apa orang-orang tersebut membutuhkan
kaum Anshar…
Mereka tidak pernah menjadikan salah
seorang dari kami (kaum Anshar) sebagai pemimpin…
Wahai orang yang berteriak untuk menentang
tanpa memberikan saran (terlebih dahulu)…’.
Dan ketika Abu Bakar mendengar bait syair
yang dilantunkan oleh Hassan, Abu Bakar pun merasa tidak enak (karena beliau
merasa bahwa selama ini beliau belum bisa memperlakukan kaum Anshar sebagaimana
mestinya). Lalu, beliau pun memutuskan untuk mengangkat Tsabit bin Qais untuk
menjadi komandan bagi kaum Anshar, sementara Khalid beliau angkat menjadi
komandan kaum Muhajirin (untuk menghindari perpecahan)…”. Lalu setelah itu
berangkatlah Khalid ke medan laga.
Insya Allah kisah akan berlanjut pada
artikel selanjutnya. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Was-Salam.
0 comments:
Post a Comment